Kesimpulan Analisis Tiga Responden

114 terutama dari keluarga, kemudian teman-teman dekat, komunitas, pasangan, dan lingkungan sekitar. Akibat adanya dukungan sosial para partisipan dapat melakukan acceptance. Selain itu, para partisipan memiliki internal locus of control yang tinggi. Mereka memiliki keinginan dalam diri untuk sembuh sehingga mereka mau berjuang melawan penyakitnya dan melakukan pengobatan active coping apapun agar kondisinya bisa lebih baik. Kemudian para partisipan memiliki positive beliefs yang baik terhadap Tuhan, dokter, dan juga memiliki citra diri positif dapat menggunakan cara turning to religion, kemudian partisipan pergi ke dokter dan minum obat dari dokter active coping, dan melakukan positive reinterpretation. Para partisipan juga memiliki problem solving skills sehingga mereka dapat memecahkan masalah dengan cara memikirkan langkah-langkah alternatif untuk menjaga kondisi mereka planning. Partisipan dua dan tiga juga memiliki faktor yang berbeda dengan partisipan satu yaitu social skills. Mereka tetap memiliki teman-teman lain walaupun mereka memiliki hambatan berelasi dengan teman-teman yang dulu sering bersama walaupun dalam lingkup yang lebih kecil. Selain itu pada partisipan tiga, social skills membantunya untuk dapat berbagi dengan penderita penyakit autoimun yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115 Gambar 5: Skema Kesimpulan Analisis Tiga Responden Strategi Coping Problem Focused Coping Strategi Coping Emotion Focused Coping  Active coping  Suppresion of competing activities  Planning  Seeking social support for instrumental reasons  Turning to religion  Acceptance  Positive Reinterpretation  Denail  Proyeksi  Seeking social support for emotional reasons  Focusing on and venting emotion  Behavioral diseangement Faktor yang mempengaruhi strategi coping  Social support  Problem solving skills  Internal locus of control  Positive beliefs  Social skills Gambaran Kondisi Penderita MG  Gejala awal dan diagnosis awal  Gejala-gejala lain yang timbul dan akibat kondisi yang menurun  Pengobatan Permasalahan-permasalahan yang dihadapi  Hambatan tugas utama  Hambatan aktivitas  Hambatan berelasi  Ketakutan akan masa depan Myasthenia Gravis 116 Tabel 4.5 Tabel Kesimpulan Analisis Gambaran Kondisi Tiga Responden P1 P2 P3 PFC EFC PFC EFC PFC EFC Gejala awal Active Coping Active Coping Active Coping Diagnosis awal Denial Denial Positive Reinterpretation Acceptance Turning to religion Gejala dan kondisi lain Suppresion of competing activities Turning to religion Acceptance Suppresion of competing activities Turning to religion Acceptance Suppresion of competing activities Turning to religion Acceptance Planning Seeking social support for instrumental reasons Positive Reinterpretation Planning Seeking social support for instrumental reasons Positive Reinterpretation Active coping Proyeksi Seeking social support for emotional reasons Behavioral disengament Pengobatan Turning to religion 117 Tabel 4.6 Tabel Kesimpulan Analisis Permasalahan yang Dialami Tiga Responden P1 P2 P3 PFC EFC PFC EFC PFC EFC Tugas utama Suppresion of competing activities Denial Planning Acceptance Aktivitas Acceptance Acceptance Acceptance Relasi Acceptance Acceptance Acceptance Focusing on and venting emotion Ketakutan akan masa depan Active coping Acceptance Active coping

D. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menghadapi permasalahannya setiap partisipan menggunakan satu atau lebih strategi coping yang efektif untuk dirinya. Hal ini sesuai dengan dikatakan Sarafino 2011 bahwa individu dapat mengkombinasikan coping secara bersamaan untuk menghadapi permasalahannya. Pada penelitian ini partisipan memiliki jenis permasalahan yang kurang lebih sama yaitu masalah kondisi, gambaran aktivitas, gambaran relasi dengan orang sekitar. Partisipan satu dan dua menunjukkan gambaran ketakutan akan masa depan. Permasalahan yang berbeda karena adanya gambaran tugas utama. Hal ini disebabkan karena tugas utama ketiga partisipan yang berbeda-beda. Pada gambaran kondisi diketahui bahwa partisipan mengalami lama sakit yang berbeda-beda, ada yang baru tiga tahun sampai ada yang sudah belasan tahun. Ketika para partisipan mendapatkan diagnosis dari dokter mereka menunjukkan respon yang sama yaitu rasa sedih, akan tetapi ketiga partisipan menghadapi diagnosis awal dengan cara yang berbeda. Partisipan satu menghadapinya dengan berawal dari penyangkalan atau penolakan akan kondisi dirinya atau disebut denial. Denial adalah usaha individu untuk menolak atau menyangkal sebuah kenyataan Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Bentuk penolakan partisipan satu adalah perasaan sedih dan tidak adil akan kondisi dirinya. Partisipan dua menghadapi diagnosis awal secara bertahap dimulai juga dengan denial tetapi dengan bentuk yang berbeda yaitu pengabaian gejala awal, kemudian tahap kedua yaitu usaha penerimaan kondisi yang disebut dengan acceptance. Acceptance adalah sikap menerima suatu keadaan yang dihadapi Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Tahap terakhir yang dilalui partisipan dua untuk menghadapi diagnosis awal adalah rasa syukur karena sudah diberi hidup yang lebih baik dari orang lain walaupun dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Tahap ini disebut dengan turning to religion, yaitu sikap individu dalam menenangkan dan menyelesaikan masalah secara keagamaan Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Partisipan tiga menghadapi diagnosis awal dengan cara yang berbeda dengan yang dilakukan partisipan satu dan dua yaitu dengan cara berpikir bahwa walaupun tidak menderita MG pun, suatu saat nanti pasti akan meninggal juga. Cara ini disebut Carver, Scheier, dan Weintraub 1989 sebagai positive reinterpretation, yaitu artinya upaya individu untuk memaknai setiap kejadian atau permasalahan dengan berpikir positif. Cara-cara yang dilakukan seluruh partisipan untuk menghadapi diagnosis awal dilakukan dengan emotion focused coping. Para partisipan juga memiliki cara-cara yang sama untuk menghadapi kondisi gejala awal dengan active coping. Active coping adalah suatu tindakan untuk mencoba menghilangkan penyebab stress atau memperbaiki akibatnya dengan cara langsung Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Bentuk usaha mereka menghadapi gejala awal adalah pergi ke dokter atau minum obat. Cara menghadapi gejala awal ini masuk dalam kategori problem focused coping. Dalam menghadapi gejala-gejala yang timbul dan juga kondisi menurun, para partisipan menghadapinya dengan mengkombinasikan beberapa strategi coping dengan pola yang hampir mirip. Cara yang sama dilakukan oleh ketiga partisipan adalah mengurangi aktivitas-aktivitas mereka agar mencegah kondisi yang menurun. Hal ini disebut dengan suppresion of competing activities, yaitu usaha individu untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara mengurangi perhatian pada aktivitas lain Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Selain suppresion of competing activities, para partisipan juga memiliki cara yang sama untuk menghadapinya yaitu dengan berdoa menyerahkan kepada Tuhan untuk kesembuhan serta tetap bersyukur kepada Tuhan turning to religion dan berusaha menerima kondisi yang mereka hadapi acceptance. Partisipan satu dan tiga juga memiliki cara menghadapi yang sama yaitu dengan planning dan positive reinterpretation. Mereka membuat langkah-langkah yang dilakukan agar kondisi mereka tidak mudah menurun dan juga berpikir positif akan kondisi dirinya sehingga mereka tetap bisa berjuang menjalani hidupnya. Cara berbeda yang dilakukan partisipan satu adalah melakukan active coping ketika kondisinya sedang menurun dengan pergi ke dokter. Partisipan tiga juga memiliki cara yang berbeda dengan partisipan yang lain. dengan penurunan usaha yaitu tidak melakukan apa-apa hanya berada di rumah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Cara ini disebut dengan behavioral diseangement, yaitu penurunan usaha oleh individu untuk menghadapi stressor atau masalah Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989. Para partisipan menghadapi kondisi-kondisinya ini dengan mengkombinasikan beberapa bentuk problem focused coping suppresion of competing activities, planning, active coping dan emotion focused coping turning to religion, acceptance, positive reinterpretation, behavioral disengagement. Di antara ketiga partisipan, hanya partisipan dua yang sudah mengalami plasmapharesis. Ia menceritakan bahwa ia mengalami ketakutan ketika menghadapi hal tersebut. Cara untuk menghadapi ketakutan tersebut adalah dengan berdoa kepada Tuhan untuk meminta ketenangan dalam menghadapi proses plasmapharesis turning to religion. Setelah plasmapharesis, kondisi partisipan dua menjadi cukup membaik, akan tetapi ia tetap memiliki ketakutan kalau kondisinya akan memburuk lagi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chen, et al , 2011 bahwa walaupun sudah melakukan plasmapharesis kecemasan akan tetap menjadi masalah utama bagi pasien MG. Para partisipan mengalami hambatan pada tugas utama mereka. Tugas utama partisipan satu dan dua adalah mahasiswi, akan tetapi partisipan dua saat ini sedang dalam tahap masa magang, kemudian partisipan tiga memiliki tugas utama sebagai seorang kepala keluarga dan juga seorang ayah. Hal ini sesuai seperti yang tertulis pada penelitian mengenai Psychosocial Aspects in Patients with Myasthenia Gravis PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kohler, 2007 yang mengatakan bahwa penderita MG mengalami kesulitan di aktivitas sekolah atau bekerja. Rohr 1991 juga menunjukkan bahwa 30 dari pasien MG yang ia teliti bekerja dengan kondisi pekerjaan yang kurang ideal. Cara mengatasi para partisipan dalam tugas utama mereka berbeda-beda. Partisipan satu mengatasi hambatan saat ia masih sekolah dengan cara memaksakan kondisi dirinya untuk mengikuti les walaupun ia sudah diberitahu oleh dokter untuk menjaga kondisi dirinya denial. Saat sudah duduk di bangku kuliah partisipan satu menghadapi hambatan aktivitas kuliahnya dengan cara mengurangi aktivitas di luar rumah agar ia tidak mudah lelah sehingga dapat produktif dalam pengerjaan tugas suppresion of competing activies. Partisipan dua menghadapi hambatan sebagai mahasiswa dengan cara memikirkan langkah-langkah untuk menjaga kondisi agar tidak cepat lelah dan stress saat kuliah dan magang planning. Partisipan tiga yang memiliki perbedaan tugas utama yaitu menjadi kepala keluarga dan seorang ayah menghadapi hambatannya dengan cara usaha penerimaan keterbatasannya itu acceptance. MG juga menyebabkan hambatan pada aktivitas keseharian dan relasi para partisipan. Hal ini sesuai seperti yang tertulis pada penelitian mengenai Psychosocial Aspects in Patients with Myasthenia Gravis Kohler, 2007 yang mengatakan bahwa selain mengalami kesulitan di aktivitas sekolah atau bekerja, penderita MG juga mengalami masalah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Untuk menghadapinya para PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI