D. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Proses penyarian dipisahkan menjadi:
pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Secara umum, penyarian dilakukan secara infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap
Depkes RI, 1986. Maserasi merupakan cara ekstraksi zat aktif menggunakan cairan
pengekstraksi dengan penggojogan atau pengadukan pada suhu ruangan dan mengalami pengadukan secara konstan. Maserasi merupakn metode yang paling
banyak digunakan dalam metode ekstraksi. Metode ini mempunyai keuntungan yaitu sampel yang dibutuhkan tidak terlalu banyak dan dapat dilakukan dengan
cara yang sama seperti teknik dan produksi batch List dan Schmidt, 1989.
E. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental yang dimaksudkan untuk penggunaan luar, mengandung satu atau lebih bahan obat
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai Dirjen POM, 1995; Anief, 2000. Krim memiliki 2 tipe, yaitu krim tipe air dalam minyak AM dan krim minyak dalam
air MA. Tipe AM tidak larut air dan tidak dapat dicuci dengan air, sedangkan tipe MA dapat bercampur dengan air, dapat dicuci dengan air, dan tidak
berminyak Allen,1999.
Formula tradisional untuk vanishing cream didasarkan pada jumlah asam stearat yang besar sebagai fase minyak yang dapat melunak pada suhu tubuh dan
mengkristal pada bentuk yang sesuai sehingga tidak terlihat dalam penggunaan dan membentuk film yang tidak berminyak. Emulgator yang berperan dalam
proses tersebut adalah sabun yang terbentuk dengan adanya penambahan basa yang cukup untuk bereaksi dengan asam stearat Wilkinson dan Moore, 1982.
F. Bahan Formulasi
1. Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang
suka akan air hidrofilik dan bagian non polar yang suka akan minyaklemak lipofilik. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi
pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon
ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar lipofilik adalah merupakan rantai alkil
yang panjang, sementara bagian yang polar hidrofilik mengandung gugus hidroksil Jatmika, 1998.
Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah wetting agent, bahan pengemulsi emulsifying agent dan bahan
pelarut solubilizing agent. Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan
antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam
minyak Genaro, 1990.
Gambar 2. Sodium lauril eter sulfat Anonim, 2000
Texapon
®
N70 atau Sodium Lauryl Ether Sulphate SLES merupakan suatu surfaktan yang memiliki sifat seperti detergen. Karakteristik Texapon
®
N70 antara lain: agen emulsifikasi, dispersi, pembasah, dan pembusa yang baik; merupakan solvensi dan bahan pengental yang baik; kompatibilitas baik;
serta tingkat iritasi pada mata dan kulit yang rendah Anonim, 2000. Sodium lauril sulfat atau sodium lauril eter sulfat merupakan surfaktan anionik pada
penggunaan konsentrasi 0,5-2,5 Rowe dkk., 2006.
2. Basis
Basis salep yang digunakan dalam sediaan krim dibagi dalam 4 kelompok: 1.
Basis hidrokarbon Basis hidrokarbon memiliki sifat minyak yang dominan dan menyebabkan
basis ini sulit tercuci oleh air dan tidak terabsorbsi oleh kulit. Basis ini juga mampu mempertahankan kelembaban kulit sehingga basis ini juga
memiliki sifat moisturizer dan emollient Allen, 2002.
2. Basis serap
Basis ini dapat berupa bahan anhidrat atau basis hidrat yang memiliki sifat hidrofil kemampuan menyerap kelebihan air Allen, 2002.
3. Basis yang dapat dicuci dengan air
Basis ini merupakan emulsi minyak dalam air yang dapat dicuci menggunakan air. Yang termasuk basis jenis ini adalah salep hidrofobik
Allen, 2002. 4.
Basis larut dalam air Basis jenis ini hanya mengandung komponen yang larut dalam air dan
tidak mengandung bahan berlemak, serta dapat dicuci dengan air. Basis jenis ini lebih baik digunakan untuk dicampurkan dengan bahan padat atau
tidak berair, karena sangat mudah melunak dengan penambahan air Allen, 2002.
Gambar 3. Polietilen glikol Rowe dkk., 2006
Polietilen glikol PEG adalah bahan kimia, putih seperti lilin yang menyerupai parafin. Berupa bentuk padat dalam pada suhu kamar, mencair
pada suhu 104°F, memiliki berat molekul rata-rata 1000, mudah larut dalam air hangat, tidak beracun, non-korosif, tidak berbau, tidak berwarna dan
memiliki titik lebur yang sangat tinggi 580°F. PEG tersedia dalam berbagai
macam berat molekul mulai dari 200 sampai 8000. Pemberian nomor menunjukkan berat molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. PEG
yang memiliki berat molekul rata-rata kurang dari 1000 berupa cairan bening tidak berwarna, sedangkan yang mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari
1000 berupa lilin putih, padat dan kekerasannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul. Dalam industri farmasi PEG digunakan untuk
melarutkan obat-obat yang tidak larut air. Penggunaan PEG sebagai basis sekaligus pelarut bahan yang tidak larut air juga dapat meningkatkan
penyebaran obat di dalam tubuh manusia Mitchell, 1972. PEG 6000 atau Makrogol 6000 merupakan campuran produk
polikondensasi dari etilenoksida dan air. PEG 6000 berupa serbuk putih licin atau potongan putih kuning gading, praktis tidak berbau, dan tidak berasa.
Mudah larut dalam air, etanol 95 P, dan kloroform P, praktis tidak larut dalam eter P Dirjen POM, 1979.
3. Asam Stearat
Gambar 4. Asam stearat Rowe dkk., 2009
Asam stearat merupakan campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam stearat C
18
H
36
O
2
dan asam palmitat C
16
H
36
O
2
dengan berat molekul 284,47 Boylan dkk., 1986. Asam
starat praktis tidak larut dalam air. Asam stearat dalam bentuk serbuk mungkin mengiritasi, namun mudah dihilangkan dengan cara netralisasi menggnakan
suatu basa. Asam stearat dapat mengentalkan lotion Boylan dkk., 1986. Titik leleh asam stearat 69-70°C dan konsentrasi yang umumnya digunakan dalam
sediaan krim sebesar 1-20 Rowe dkk., 2009.
4. Trietanolamin TEA
Gambar 5. Trietanolamin Rowe dkk., 2009
Trietanolamin TEA merupakan turunan dari ammonia yag berupa cairan kental, tidak berwarna, atau kuning pucat. Trietanolamin bersifat larut
air, alkohol, dan kloroform Boylan dkk., 1986. Trietanolamin memiliki titik leleh 20-21°C dan pH 10,5 Rowe dkk., 2009.
Trietanolamin digunakan sebagai bahan pengemulsi anionik untuk membentuk emulsi minyak-air yang homogen dan stabil Rowe dkk., 2009.
Trietanolamin bila direaksikan dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam olet akan membentuk sabun yang dapat digunakan sebagai emulgator
untuk menghasilkan emulsi yang stabil, berbutir halus pada emulsi MA Reynold, 1982. Sabun trietanolamin bebas dari efek mengiritasi pada kulit.
Sabunnya membentuk emulsi yang sangat stabil pada penggunaan sebagian
besar minyak, lemak, dan lilin sebagai fase eksternal. Trietanolamin tidak bersifat toksik saat terabsorpsi di kulit Boylan dkk., 1986.
5. Propilen Glikol
Gambar 6. Propilen glikol Rowe dkk., 2009
Humektan merupakan suatu bahan higroskopis yang memiliki sifat mengikat air dari udara yang lembab serta dapat mempertahankan air yang ada
di dalam sediaan Soeratri, 2004. Propilenglikol biasa digunakan sebagai antimikrobial preservatif, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, agen
stabilitas, dan cosolvent. Pemeriannya adalah jernih, tidak berwarna, kental, biasanya tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit tajam seperti gliserol. Pada
konsentrasi sekitar 15 dari formula, propilenglikol berfungsi sebagai humektan. Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95, gliserin,
dan air, kelarutannya adalah 1 bagian dalam 6 bagian eter. Tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi dapat terlarut dalam beberapa minyak esensial.
Secara kimia stabil ketika dicampur dengan etanol 95, gliserin, atau air, dan larutannya dapat disterilisasi dengan autoklaf Rowe dkk., 2009.
6. Metil Paraben
Gambar 7. Metil Paraben Rowe dkk., 2009
Metil paraben secara luas digunakan sebagai antimikroba pada kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Paraben efektif pada range
pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas, meskipun paraben paling efektif menghambat yeast dan fungi. Aktivitas antimikroba
meningkat seiring dengan peningkatan rantai gugus alkil, tetapi kelarutannya dalam air menjadi menurun. Oleh karena itu, penggunaan campuran paraben
sering digunakan untuk menghasilkan efek antimikroba yang lebih efektif. Konsentrasi penggunaan metil paraben sebagai antimikroba pada sediaan
topikal adalah
0,02-0,3. Metil
paraben bersifat
nonmutagenik, nonteratogenik, dan nonkarsinogenik Rowe dkk., 2009.
7. Aquadest
Aquadest adalah air murni yang diperoleh dengan cara penyulingan, pertukaran ion, osmosis terbalik, atau dengan cara yang sesuai. Air murni
harus bebas dari kotoran atau mikroba. Air murni dapat digunakan untuk sediaan-sediaan yang membutuhkan air sebagai pelarut, kecuali pada sediaan
parenteral Lachman, 1994.
G. Pencampuran
Pencampuran merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menangani dua atau lebih komponen yang belum bercampur atau sebagian bercampur
sehingga setiap unit partikel, molekul, dan lain-lain dari komponen dapat saling berinteraksi Aulton, 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran
yaitu suhu, kecepatan geser, tegangan geser, tekanan, dan waktu pencampuran Nielloud dan Mestres, 2000.
Ketika proses pengadukan berlangsung, kedua fase cairan akan membentuk droplet. Droplet-droplet ini bisa terbentuk dan terjadinya fase
kontinyu diakibatkan karena droplet-droplet tersebut tidak stabil Lieberman dkk., 1996. Energi bebas permukaan dari sistem emulsi yang tergantung pada total luas
permukaan dan tegangan permukaan meningkat seiring dengan peningkatan luas permukaan akibat proses pencampuran. Untuk
mengurangi energi bebas permukaan ini, droplet berenergi tinggi pertama kali diasumsikan sebagai bentuk bulat sehingga luas permukaan menjadi kecil.
Kemudian tumbukan antardroplet menyebabkan terjadinya fusi droplet untuk mengurangi luas permukaan dan tegangan permukaan menjadi stabil Swarbrick
dan James, 2007.
Secara elektrostatis dan hambatan sterik, viskositas emulsi akan lebih tinggi ketika droplet semakin kecil. Viskositas juga akan lebih tinggi bila ukuran
droplet relatif homogen, yaitu ketika distribusi ukuran droplet sempit. Sifat alami emulsifying agent dapat mempengaruhi tidak hanya stabilitas emulsi, tetapi juga
distribusi ukuran droplet, rata-rata ukuran droplet, dan selanjutnya viskositas Schramm, 2005.
Gambar 8. Kurva hubungan diameter droplet dan viskositas Schramm, 2005
H. Sifat Fisis Krim