membantu pembacaan secara manual dicantumkan juga angka-angka dibawah kode baris tersebut. Angka-angka tersebut tidak mendasari pola kode baris yang
tercantum. Ukuran dari kode baris tersebut dapat diperbesar maupun diperkecil dari ukuran nominalnya tanpa tergantung dari mesin yang membaca. Jadi barcode
yang berada di ilustrasi cover ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” memiliki makna untuk menunjukkan code dari majalah tersebut,
yaitu majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010. Lalu yang terakhir simbol tulisan TEMPO atau lambang dari Tempo
selaku perusahaan penerbit, sehingga apabila kita melihat tulisan tersebut, maka akan langsung mengenalinya sebagai simbol dari tempo. Keberadaan simbol ini
menandakan bahwa majalah ini diterbitkan oleh TEMPO, sekaligus sebagai media promosi dan identitas corporate dari TEMPO.
4.5. Makna Keseluruhan Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung
Pada Ilustrasi Cover Depan Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010 dalam Model Triangel of Meaning Pierce
Dari seluruh pemaknaan representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover terhadap tanda-tanda yang telah diuraikan sebelumnya, akhirnya
akan membentuk makna keseluruhan collective interpretant yang diperoleh melalui kerjasama tiga unsur utama yang bisa digunkan sebagai model analisis,
yaitu sign, object, interpretant. Model segitiga makna ini mengupas bagaimana makna muncul dari sebuah
tanda kwtika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Berdasarkan
objeknya tanda tersebut dikategorikan menjadi ikon, indeks, dan simbol. Kategori-kategori tersebut tidaklah terpisah, melainkan saling berkaitan dan
berhubungan satu sama lain. Satu tanda bisa saja merupakan kumpulan dari berbagai tanda.
Dalam memaknai pembaca dipengarui oleh pengetahuan, pengalaman, kultural sikap bahkan emosinya. Terlebih lagi tanda dan lambang itu tidak muncul
dalam suatu ruang hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Sehingga situasi dan kondisi yang kita alami saat memaknai suatu tanda
akan sangat mempengarui hasil penandaan kita sebagai pembaca. Semiotika lebih suka memilih istilah ”pembaca” bahkan untuk foto
sebuah lukisan untuk ”penerima” karean hal tersebut secara tak langsung menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembaca merupakan
sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya, karena itu pembaca terebut ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya. Pembaca membantu
menciptakan makna teks dengan membawa pengalaman, sikap, dan emosinya terhadap teks tersebut. Fiske, 2004 : 61
Seluruh tanda yang berupa gambar, warna, maupun tulisan pada sampul yang menjadi corpus dalam penelitian ini dihubungkan satu sama lainnya
sehingga membentuk makna kolektif, dan makna yang tersirat dari representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover depan Majalah Tempo edisi 2-8
Agustus 2010 ini secara konotatif mempunyai makna yaitu mengkomunikasikan bahwa adanya sikap negatif yang dilakukan Jaksa Agung Hendarman dalam
menangani kasus SIMINBAKUM dan diperkuat lagi dengan tanda verbal berupa
tulisan ”Kasus SISMINBAKUM: Ada Apa Dengan Hendarman” sebagai judul yang membuktikan bahwa ada sikap negatif yang dilakukan Jaksa Agung
Hendarman dalam penanganan kasus SISMIBAKUM. Makna ilustrasi cover tersebut adalah sikap negatif dari Jaksa Agung Hendarman yang menangani kasus
SISMINBAKUM. Dimana Jaksa Agung Hendarman seolah-olah ingin menuntupi kasus tersebut dengan penyeleseain kasus diluar pengadilan.
Tampilan representasi sikap negatif Jaksa Agung Hendarman pada ilustrasi cover depan Majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 merupakan media
untuk menyampaikan suatu pesan kepada kalayak dalam keseluruhan pesan visual dan di dukung oleh pesan verbal dapat mempunyai suatu makna secara denotatif
yang berhubungan dengan fenomena makelar hukum di Indonesia dengan penanganan kasus-kasus yang diselesaikan dengan tidak sesuai hukum dan
undang-undang yang berlaku, dapat diselaesaikan di luar meja hukum, dan masih adanya makelar hukum di Kejaksaan. Selain itu Jaksa Agung sebagai pemimpin di
Kejaksaan yang bertindak sebagai penuntut umum tertinggi yang memimpin dan mengawasi para jaksa dalam menjalankan tugasnya, Jaksa Agung juga dapat
mengesampingkan suatu perkara. Dengan tugas tersebut, Jaksa Agung diharapkan dapat menindak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab sebagai
mana mestinya. Bukan menyelesaikan suatu kasus dengan tidak sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, sehingga seolah-olah kasus tersebut
ingin disembunyikan dari publik. Seperti kasus SISMINBAKUM yang seolah- olah Jaksa Agung Hendarman ingin menutupi kasus tersebut di mata publik.
Tindakan Jaksa Agung Hendarman ini bisa dikatakan sebagai tindakan negatif untuk menciptakan hukum yang bersih.
Dengan Demikian dapat dikatakan bahwa Representasi sikap negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover depan majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010
merupakan referensi dari fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Dipilihnya tampilan ilustrasi demikian karena dianggap dapat mewakili
keseluruhan hal dari isi yangh terdapat di dalam majalah Tempo. Dengan didukung gambar yang serasi serta judul yang membuat orang berfikir dan
penasaran, tampilan representasi negatif Jaksa Agung pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus, diharapkan mampu menyampaikan pesan yang
diinginkan komunikator dalam hal ini adalah majalah Tempo.
72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil Representasi Sikap Negatif Jaksa Agung Pada Ilustrasi Cover Majalah Tempo Edisi 2-8 Agustus 2010 berdasarkan kategori tanda Charles
Sanders Pierce yang dibedakan atas ikon, indeks, simbol pada korpus penelitian ini maka peneliti memaknai visualisasi ilustrasi cover depan Majalah Tempo edisi
2-8 Agustus 2010 secara umum mengkomunikasikan bahwa sikap Jaksa Agung Hendarman saat menangani kasus SIMINBAKUM bentuk dari sikap negatif,
karena Hendarman sebagai Jaksa Agung semestinya bertindak tegas sesuai tugas Jaksa Agung yang memimpin Kejaksaan.
Tampilan dengan gaya pada representasi sikap negatif Jasa Agung Hnedarman pada ilustrasi cover majalah Tempo edisi 2-8 Agustus 2010 yang
menjadi korpus penelitian ini dirancangdirancang sedemikian rupa, sehingga menimbulkan makna tertentu. Dalam penelitian ini peneliti merepresentasikan
sikap negatif Jaksa Agung Hendarman sebagai gambaran pesan bahwa sikap Jaksa Agung dalam manangani kasus SISMINBAKUM salah dan bersikap negatif
karena tidak tegas dalam menjalankan tugasnya sebagai Jaksa Agung. Dalam menangani Kasus SISMINBAKUM, seharusnya Jaksa Agung Hendarman
menggunakan tindakan yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku, bukannya menyimpang dengan kebijakan yang melanggar undang-undang, seperti
penjajakan penyelesaian kasus diluar pengadilan. Hal seperti ini bisa dikatakan sebagai makelar hukum dan merupakan pelecehan terhadap upaya mewujudkan