C. Faktor –faktor Penyebab Terjadinya
ME
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya ME dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu :
1. hasil wawancara dan observasi Wawancara mendalam dilakukan terhadap tenaga kesehatan yang terkait.
Tenaga kesehatan yang dimaksud dalam hal ini adalah dokter, apoteker, dan asisten apoteker. Penggalian penyebab ME ini dilihat dari dokter dari sisi
prescribing yang sangat berpengaruh pada kebenaran proses interpretasi. Penelusuran faktor-faktor penyebab dari sisi apoteker dan asisten apoteker
disebabkan mereka lebih berperan pada fase dispensing. Penggalian informasi mengenai penyebab ini tidak dilakukan terhadap perawat karena perawat lebih
berperan pada fase pemberian. Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter, penyebab kesalahan dalam
penulisan resep adalah dokter salah memilih obat dan menentukan dosis. Dokter tidak hafal semua dosis dan tidak paham secara detail mengenai obat sehingga
berpotensi menimbul ME. Penyebab utama kesalahan pada proses interpretasi adalah tulisan dokter yang tidak jelas dan pembaca resep tidak konfirmasi ke
penulis resep. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, penyebab utama ME pada
fase dispensing adalah kurangnya ketelitian dan konsentrasi. Kedua penyebab ini bila diteliti kembali, lebih banyak disebabkan oleh kesalahan desain dan
implementasi sistem. Tingkat kesibukan yang tinggi kondisi ramai tidak selalu menjadi penyebab karena beberapa kejadian ME terjadi pada saat tingkat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesibukan rendah sepi. Kesalahan pada desain dan implementasi sistem dapat meliputi : kurangnya sumber daya manusia tenaga kerja, penggantian obat tanpa
konfirmasi dokter penulis resep, dan beban kerja yang berat. Pengetahuan petugas farmasi yang terbatas tentang obat-obat baru dapat menyebabkan
kesalahan membaca resep. Selain itu, alur pelayanan resep yang searah dapat menyebabkan ME berlanjut terus sampai ke tangan pasien.
Selama proses pelayanan resep, tahap yang paling berpotensi menimbulkan ME menurut sebagian besar pembaca resep adalah pada bagian
pengetikan di komputer dan penyerahan obat. Tahap pengetikan mengawali semua proses sehingga bila terjadi kesalahan di tahap awal dapat berlanjut sampai
tahap akhir, sedangkan tahap penyerahan obat dianggap merupakan faktor penentu apakah ME ini dapat lolos sampai ke tangan pasien. Tahap akhir
penyerahan obat merupakan tahap pemeriksaan semua proses di awal. Pada kedua tahap ini petugas farmasi harus lebih teliti.
2. pemahaman pasien terhadap pemberian informasi ketika penyerahan obat Pemahaman pasien mengenai pemberian informasi ke pasien perlu
diketahui untuk melihat bahwa proses dispensing berjalan dengan benar sehingga mencegah ME pada saat pemberian. Penjelasan pemberian informasi pada saat
penyerahan obat lebih banyak dibahas pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek daripada pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menurut
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1027MenKesSKIX2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, informasi obat yang harus diberikan
meliputi :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. cara pemakaian obat Menurut hasil observasi, informasi yang selalu diberikan ke pasien
pada saat penyerahan obat adalah aturan pakai. Sebagian besar pemberian
informasi aturan pakai hanya berdasarkan tulisan di resep. Pemberian informasi yang tidak lengkap seperti kurangnya informasi waktu minum
setiap berapa jam sekali berpotensi menyebabkan ME pada saat pemberian. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pasien, diketahui
terdapat pasien yang melakukan pemberian obat setiap 1 jam sekali. Oleh sebab itu, pemberian informasi yang jelas dan lengkap sangat diperlukan,
terutama pada obat-obat poten dengan jendela terapi yang sempit. Menurut Cohen 1999, salah satu penyebab ME adalah kurangnya
edukasi ke pasien. Hasil wawancara menunjukkan terdapat responden yang berpendapat bahwa meminum obat terus-menerus tidak baik untuk
anak sehingga pemberian obat termasuk antibiotik dihentikan setelah anak tersebut sembuh. Selain itu, terdapat responden yang melakukan
pemberian obat tidak sesuai seperti dengan yang diinformasikan. Kasus yang terjadi adalah obat yang seharusnya diminum pagi, siang, dan sore
diminum bersamaan dengan obat lain yang diminum pada malam hari. Waktu pemberian yang tidak tepat ini dapat berpotensi menimbulkan
interaksi obat. Interaksi obat menurut Anonim 2000a adalah peristiwa di mana kerja obat dipengaruhi obat lain yang diberikan bersamaan. Akibat
yang tidak dikehendaki dari peristiwa ini yakni kemungkinan meningkatnya efek toksik atau efek samping obat, atau kemungkinan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berkurangnya efek klinik yang diharapkan. Kurangnya komunikasi antara
penyedia obat pihak farmasi dengan pasien dan pengetahuan pasien terhadap keparahan penyakit akan mempengaruhi ketaatan pasien dalam
pemberian obat DiPiro, 2005. Melalui hasil wawancara, diketahui pernah terjadi kesalahpahaman
antara dokter dan pihak farmasi. Dokter merasa “terhakimi”. Perhitungan dosis yang dilakukan dokter berdasarkan berat badan sedangkan oleh
pihak farmasi berdasarkan umur. Menurut hasil observasi selama 1 bulan, diketahui kelengkapan berat badan pada resep hanya mencapai 0,4 .
Kurang lengkapnya resep inilah yang menyebabkan kesalahpahaman. Oleh sebab itu, perlu peningkatan kelengkapan resep untuk membantu pihak
farmasi menganalissa resep. b. cara penyimpanan obat
Menurut hasil observasi, informasi tempat penyimpanan obat hanya diberikan pada obat tertentu yang disimpan di lemari es. Hasil
wawancara menyatakan terdapat pasien yang menyimpan obat di lemari es karena tidak mendapat informasi tempat penyimpanan obat. Obat yang
didapatkan pasien tersebut adalah obat yang disimpan pada suhu ruangan. Hal ini akan berpengaruh pada stabilitas obat. Jika obat yang diberikan
adalah sirup yang seharusnya disimpan pada suhu ruangan, maka suhu di lemari es akan mengubah stabilitas dan konsistensi obat sehingga dapat
mempengaruhi efek obat. Obat racikan seperti dilantin bersifat higroskopis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sehingga sebaiknya perlu pemberitahuan kepada pasien mengenai tempat penyimpanan.
c. jangka waktu pengobatan, dan d. aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi Kedua poin c dan d jarang sekali diinformasikan oleh pihak
farmasi tetapi lebih sering diinformasikan oleh dokter. Hal ini dimungkinkan karena pihak farmasi tidak mengetahui benar penyakit,
diagnosis, dan terapi yang hendak diberikan dokter sehingga dokter lebih berperan dalam pemberian informasi ini.
3. kelengkapan resep Menurut Lestari 2002, resep merupakan sarana komunikasi profesional
antara dokter penulis resep, penyedia pembuat obat, dan pasien. Oleh sebab itu, perlu adanya kelengkapan resep agar komunikasi berjalan dengan lancar dan baik.
Kelengkapan Resep
100 100
100100100 100100100
0.6 0.6
2.8 2.8 0.4
17.7 93.2
86.8 86.8
72.2 92.3
20 40
60 80
100 120
N am
a P
as ie
n U
m ur
Je ni
s Ke
la m
in Be
ra t b
ad an
Al am
at p
as ie
n N
am a
or an
g tu
a N
am a
D ok
te r
SI P
Al am
at Pa
ra f d
ok te
r
Ta ng
ga l p
en ul
is an
re se
p R
ua ng
an u
ni t a
sa l
D os
is Ke
ku at
an Ju
m la
h ob
at
Be nt
uk s
ed ia
an o
ba t
At ur
an p
ak ai
N am
a ob
at W
ak tu
M in
um
Variabel
P re
s e
n ta
s e
K e
le n
g k
a p
a n
R e
s e
p
Diagram 3. Presentase Kelengkapan Resep
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Data observasi yang didapatkan menunjukkan, kelengkapan identitas dokter sangat kecil kecuali nama dokter. Menurut Surat Keputusan .Menteri
Kesehatan No.1197MENKESSKX2004, pada resep harus terdapat nama, nomor izin, alamat, dan paraf dokter. Di RS Bethesda memiliki kebijakan
tersendiri di mana lembar resep yang digunakan dibuat serupa, dengan menggunakan identitas RS dan hanya terdapat kolom khusus untuk nama dokter.
Kolom tersebut sebagian besar diberi stampel nama dokter. Bila kolom tersebut tidak diberi stampel, akan ditulis nama panggilan dokter dengan tulisan tangan.
Hal ini berpotensi menimbulkan ME karena komunikasi dokter dan penyedia obat menjadi terhambat. Menurut hasil wawancara, terdapat kejadian penulisan nama
panggilan dokter yang menyebabkan kesalahpahaman yaitu salah menghubungi dokter. Lembar resep dibuat demikian karena RS sudah memiliki identitas setiap
dokter seperti nomor handphone, nomor telepon dan lain-lain sehingga tidak perlu mencantumkan identitas dokter secara lengkap.
Sebagian besar identitas pasien diketik dalam label. Label itu berisi nomor rekam medik, jenis kelamin, nama pasien, nama orang tua, umur, dan alamat. Jika
label ini tidak ada, maka kelengkapan identitas pasien menjadi berkurang karena resep terkadang hanya berisi nama dengan atau tanpa umur. Hal ini akan
menyebabkan pihak farmasi kesulitan mencari pasien jika terjadi ME. Saat ini, sedang digalakkan adanya pencatatan nomor telepon pasien. Selain itu,
keterangan seperti umur dan berat badan penting untuk menentukan dosis pasien anak. Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa terkadang label ini kurang
akurat terutama umur dan status.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kelengkapan ruangan asal unit sangat kecil karena resep yang memiliki keterangan ini hanya didapatkan dari pasien dari klinik Kartini dengan label
khusus. Pencantuman berat badan hanya terdapat pada 2 pasien dari semua sampel yang berhasil diamati. Ketidaklengkapan berat badan pasien dapat menghambat
komunikasi dokter dan apoteker. Apoteker akan sulit menentukan ketepatan dosis pada saat analisis resep.
Kurang lengkapnya
informasi waktu
minum mempengaruhi
ketidaklengkapan dalam pemberian informasi pada saat penyerahan obat. Kelengkapan waktu minum pada resep yang hanya mencapai 72,2, dapat
berpotensi kesalahan waktu minum pada saat pemberian. Berdasarkan hasil wawancara, jika pasien tidak mendapatkan informasi waktu minum, orang tua
pasien akan meminumkan obat berdasarkan mood anak, kesempatan tertentu di mana orang tua bertemu anak pulang sekolah atau pulang kerja, dan mengikuti
kebiasaan orang lain. Hal ini mengakibatkan potensi bioavailabilitas obat menjadi tidak seperti yang diharapkan.
D. Usaha Pencegahan dan Pengatasan