Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari

Pernikahan pada usia yang sangat belia 15-21 tahun akibat tuntutan ekonomi merupakan hal biasa di Desa Les. Gambar 4. Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama

4.3 Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari

Praktek penangkapan ikan hias yang mengandalkan sinanida memiliki beberapa efek negatif bagi ekologi laut Les. Terjadi kerusakan berantai akibat penggunaan sianida, dimulai dari kerusakan terumbu karang yang menyebabkan hilangnya tempat hidup berbagai ikan hias. Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah keberlimpahan dan keberagaman ikan hias di Desa Les. Menurunnya jumlah ikan hias yang terdapat di alam kemudian mempengaruhi ekonomi nelayan yang sangat bergantung pada alam. Selama kurun waktu 15 tahun kerusakan alam yang terjadi membawa nelayan menghadapi titik kritis. Titik kritis merupakan saat dimana nelayan harus menerima kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi ikan yang dapat ditangkap diperairan Desa Les. Titik kritis tersebut membawa nelayan kepada masa transisi. Masa transisi menurut para nelayan Les adalah selang waktu antara sadarnya nelayan atas perbuatan merusak lingkungan yang selama ini dilakukan dengan kemungkinan nelayan ikan hias harus berpindah profesi karena sudah tidak ada ikan lagi yang bisa ditangkap. Pertimbangan lain adalah tetap berprofesi sebagai nelayan ikan hias, namun harus melakukan perbaikan atas kerusakan lingkungan yang terjadi agar tidak menjadi lebih parah. Pendampingan oleh beberapa LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan para nelayan mulai 1000 2000 3000 4000 Series1 Series2 Ju m la h P e n d u d u k Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama yang Dianut Pernikahan pada usia yang sangat belia 15-21 tahun akibat tuntutan ekonomi merupakan hal biasa di Desa Les. Gambar 4. Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama

4.3 Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari

Praktek penangkapan ikan hias yang mengandalkan sinanida memiliki beberapa efek negatif bagi ekologi laut Les. Terjadi kerusakan berantai akibat penggunaan sianida, dimulai dari kerusakan terumbu karang yang menyebabkan hilangnya tempat hidup berbagai ikan hias. Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah keberlimpahan dan keberagaman ikan hias di Desa Les. Menurunnya jumlah ikan hias yang terdapat di alam kemudian mempengaruhi ekonomi nelayan yang sangat bergantung pada alam. Selama kurun waktu 15 tahun kerusakan alam yang terjadi membawa nelayan menghadapi titik kritis. Titik kritis merupakan saat dimana nelayan harus menerima kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi ikan yang dapat ditangkap diperairan Desa Les. Titik kritis tersebut membawa nelayan kepada masa transisi. Masa transisi menurut para nelayan Les adalah selang waktu antara sadarnya nelayan atas perbuatan merusak lingkungan yang selama ini dilakukan dengan kemungkinan nelayan ikan hias harus berpindah profesi karena sudah tidak ada ikan lagi yang bisa ditangkap. Pertimbangan lain adalah tetap berprofesi sebagai nelayan ikan hias, namun harus melakukan perbaikan atas kerusakan lingkungan yang terjadi agar tidak menjadi lebih parah. Pendampingan oleh beberapa LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan para nelayan mulai 1000 2000 3000 4000 islam Kristen Katolik Hindu Budha Series1 6 3735 Series2 4 3708 Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama yang Dianut Pernikahan pada usia yang sangat belia 15-21 tahun akibat tuntutan ekonomi merupakan hal biasa di Desa Les. Gambar 4. Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama

4.3 Profil Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari

Praktek penangkapan ikan hias yang mengandalkan sinanida memiliki beberapa efek negatif bagi ekologi laut Les. Terjadi kerusakan berantai akibat penggunaan sianida, dimulai dari kerusakan terumbu karang yang menyebabkan hilangnya tempat hidup berbagai ikan hias. Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah keberlimpahan dan keberagaman ikan hias di Desa Les. Menurunnya jumlah ikan hias yang terdapat di alam kemudian mempengaruhi ekonomi nelayan yang sangat bergantung pada alam. Selama kurun waktu 15 tahun kerusakan alam yang terjadi membawa nelayan menghadapi titik kritis. Titik kritis merupakan saat dimana nelayan harus menerima kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi ikan yang dapat ditangkap diperairan Desa Les. Titik kritis tersebut membawa nelayan kepada masa transisi. Masa transisi menurut para nelayan Les adalah selang waktu antara sadarnya nelayan atas perbuatan merusak lingkungan yang selama ini dilakukan dengan kemungkinan nelayan ikan hias harus berpindah profesi karena sudah tidak ada ikan lagi yang bisa ditangkap. Pertimbangan lain adalah tetap berprofesi sebagai nelayan ikan hias, namun harus melakukan perbaikan atas kerusakan lingkungan yang terjadi agar tidak menjadi lebih parah. Pendampingan oleh beberapa LSM yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan para nelayan mulai Penduduk Desa Les Berdasarkan Agama yang Dianut digerakkan untuk melakukan praktek perikanan yang ramah lingkungan. Hasil pendampingan ini membuat nelayan mengambil sikap untuk meninggalkan penggunaan potassium-sianida dalam penangkapan ikan hias. Pada tanggal 29 Oktober 2001 dibentuklah kelompok nelayan ikan hias di Desa Les dengan nama Mina Bhakti Soansari. Kelompok nelayan ini dibentuk atas keinginan dari para nelayan ikan hias Desa Les untuk meninggalkan potassium-sianida. Dengan adanya kelompok nelayan, maka para nelayan akan memiliki wadah untuk saling bertukar pikiran dan berbagi informasi mengenai penangkapan ikan hias. Kelompok nelayan ikan hias Mina Bhakti Soansari disahkan secara resmi pada tanggal 29 September 2002 oleh pemerintahan Desa Les, Kecamatan Tejakula, dan Kabupaten Buleleng. Pada saat pembentukannya kelompok ini terdiri atas 60 orang nelayan ikan hias. Kepengurusan kelompok nelayan Mina Bhakti Soansari ini dipimpin oleh bapak I Made Merta Pak Eka dengan bertindak sebagai penasehat organisasi Kepala Desa Les bapak I Nengah Alus dan Kelian Adat Jero Ketut Murai. Posisi sekretaris diduduki oleh bapak I Nyoman Traida, Bendahara oleh bapak I Gede Gumiarta, dan pemasaran oleh I Made Partiana. Sedangkan Humas dilaksanakan oleh bapak Nyoman seperti yang terlihat pada Gambar 5. Kepengurusan ini dibantu oleh aktifnya anggota kelompok nelayan. Dimulai pada tahun 2003, kelompok nelayan Mina Bhakti Soansari mencoba merehabilitasi Terumbu karang yang berada di depan desa mereka, dengan cara transplantasi pada substrat buatan. Upaya pemulihan ini sudah menampakkan hasil dengan kembalinya jenis-jenis ikan di area yang direhabilitasi. Atas kesepakatan anggota kelompok dan pemanfaat pesisir lain, sepanjang 400 meter area terumbu karang ditetapkan sebagai daerah bebas tangkap no-take zone. Kelompok nelayan Soansari bersama LSM pendamping menerapkan praktek perikanan yang ramah lingkungan sejak tahun 2001. Program ini mengganti pola tangkap, alat tangkap, dan merubah pola pikir nelayan ikan hias. Selain itu untuk mewujudkan pola perdagangan yang ramah lingkungan pada tahun 2003 Kelompok nelayan bersama para LSM pendamping mendirikan PT. Bahtera Nusantara LEStari. Perusahaan ini merupakan hasil inisiasi beberapa LSM dan kelompok nelayan dengan visi untuk meningkatkan perekonomian nelayan. Adapun beberapa pihak yang turut bergabung membangun perusahaan ini antara lain: Telapak, Yayasan Bahtera Nusantara, dan Kelompok Nelayan Ikan Hias Soansari sendiri. Perusahaan ini merupakan perusahaan eksportir ikan hias ramah lingkungan dan bersertifikasi PRL pada tahun 2006 nelayan penangkap ikan hias telah disertifikasi oleh MAC. Dalam perjalanannya perusahaan ini mengalami kendala pada pendanaan sehingga kolaps pada tahun 2008. Perjalanan lima tahun perusahaan ini, roda perekonomian perusahaan ini lambat berputar karena keterbatasan dana yang ada. Kemampuan perusahaan mempersiapkan ikan berkualitas terbaik seperti yang diminta oleh pihak importir juga berkurang. Biaya operasioanal yang tinggi tidak didukung oleh permodalan yang baik.

4.4 Karakteristik Responden