Marine Aquarium Council MAC Marine Aquarium Council MAC Marine Aquarium Council MAC

Gambar 14 menggambarkan empat mata rantai utama dalam perdagangan ikan hias Internasional. Nelayan menyerahkan hasil tangkapannya kepada pengepul kelompok maupun langsung kepada eksportir melalui pengepul swasta. Eksportir kemudian menjual ikan-ikan hias kepada importir yang berada di luar negeri.

7.3 Marine Aquarium Council MAC

Marine Aquarium Council MAC hadir di Indonesia sejak tahun 2005, sebagai lembaga sertifikasi, MAC mensertifikasi perikanan ikan hias yang telah menerapkan praktek perikanan yang ramah lingkungan best practised. MAC merupakan lembaga sertifikasi pihak ketiga yang melakukan sertifikasi kepada pihak pertama nelayan, pengepul, dan eksportir dengan mendatangkan pihak kedua untuk menilai Gardiner dan Visnawathan 2004; Rachmadaran 2010. Menurut Rachmadaran 2010 dan ditambahkan oleh Alencastro et. al 2005 dalam publikasinya MAC menyebutkan objek terpenting dalam pelaksanaan PRL ini, antara lain yang disebut dengan core standard standar utama. Dengan menciptakan sistem untuk memverifikasi sistem standar yang telah dilakukan kemudian mensertifikasi produk dan proses penangan ikan hias yang berkualitas ramah lingkungan, membuat sebuah kerangka yang dapat menginformasikan kepada dunia industri bahwa produk ini hasil penangkapan, penangan, dan didistribusikan secara ramah lingkungan juga dengan data-data yang akurat Gambar 14. Bagan Rantai Perdagangan Ikan Hias 97 Gambar 14 menggambarkan empat mata rantai utama dalam perdagangan ikan hias Internasional. Nelayan menyerahkan hasil tangkapannya kepada pengepul kelompok maupun langsung kepada eksportir melalui pengepul swasta. Eksportir kemudian menjual ikan-ikan hias kepada importir yang berada di luar negeri.

7.3 Marine Aquarium Council MAC

Marine Aquarium Council MAC hadir di Indonesia sejak tahun 2005, sebagai lembaga sertifikasi, MAC mensertifikasi perikanan ikan hias yang telah menerapkan praktek perikanan yang ramah lingkungan best practised. MAC merupakan lembaga sertifikasi pihak ketiga yang melakukan sertifikasi kepada pihak pertama nelayan, pengepul, dan eksportir dengan mendatangkan pihak kedua untuk menilai Gardiner dan Visnawathan 2004; Rachmadaran 2010. Menurut Rachmadaran 2010 dan ditambahkan oleh Alencastro et. al 2005 dalam publikasinya MAC menyebutkan objek terpenting dalam pelaksanaan PRL ini, antara lain yang disebut dengan core standard standar utama. Dengan menciptakan sistem untuk memverifikasi sistem standar yang telah dilakukan kemudian mensertifikasi produk dan proses penangan ikan hias yang berkualitas ramah lingkungan, membuat sebuah kerangka yang dapat menginformasikan kepada dunia industri bahwa produk ini hasil penangkapan, penangan, dan didistribusikan secara ramah lingkungan juga dengan data-data yang akurat Gambar 14. Bagan Rantai Perdagangan Ikan Hias 97 Gambar 14 menggambarkan empat mata rantai utama dalam perdagangan ikan hias Internasional. Nelayan menyerahkan hasil tangkapannya kepada pengepul kelompok maupun langsung kepada eksportir melalui pengepul swasta. Eksportir kemudian menjual ikan-ikan hias kepada importir yang berada di luar negeri.

7.3 Marine Aquarium Council MAC

Marine Aquarium Council MAC hadir di Indonesia sejak tahun 2005, sebagai lembaga sertifikasi, MAC mensertifikasi perikanan ikan hias yang telah menerapkan praktek perikanan yang ramah lingkungan best practised. MAC merupakan lembaga sertifikasi pihak ketiga yang melakukan sertifikasi kepada pihak pertama nelayan, pengepul, dan eksportir dengan mendatangkan pihak kedua untuk menilai Gardiner dan Visnawathan 2004; Rachmadaran 2010. Menurut Rachmadaran 2010 dan ditambahkan oleh Alencastro et. al 2005 dalam publikasinya MAC menyebutkan objek terpenting dalam pelaksanaan PRL ini, antara lain yang disebut dengan core standard standar utama. Dengan menciptakan sistem untuk memverifikasi sistem standar yang telah dilakukan kemudian mensertifikasi produk dan proses penangan ikan hias yang berkualitas ramah lingkungan, membuat sebuah kerangka yang dapat menginformasikan kepada dunia industri bahwa produk ini hasil penangkapan, penangan, dan didistribusikan secara ramah lingkungan juga dengan data-data yang akurat Gambar 14. Bagan Rantai Perdagangan Ikan Hias mengenai aktivitas perikanan ikan hias ini, serta mendukung manajemen yang bertanggung jawab dengan mendidik dan mentraning anggota mata rantai perdagangan ikan hias. Kriteria ini juga berlaku dalam perdagangan terumbu karang internasional. Adapun yang disertifikasi oleh MAC di Desa Les antara lain: 1. Collection Areas, area penangkapan. Dimana pada area penangkapan ini baik terumbu karang maupun ikan hiasnya harus memenuhi standar Fisheries Management FEM. Area penangkapan yang disertifikasi oleh MAC haruslah area yang telah memiliki perencanaan pengelolaan, dengan definisi area tangkap yang jelas, konsultasi dengan berbagai pemegang kepentingan di daerah tersebut, dan mendata kebutuhan serta pengelolaan dan monitoring stok karang dan ikan. 2. Collectors, Pengumpul Nelayan. Penanganan proses penangkapan sampai pada proses pasca penangkapan ikan hias dilindungi oleh standar Pengumpulan, Penangkapan, dan Penanganan MAC. Nelayan yang tersertifikasi MAC harus mampu, dan terlatih utnuk menangkap hanya yang diperlukan sesuai permintaan, tidak menggunakan alat yang merusak, menerapkan penanganan pasca penangkapan agar ikan tidak stres, dan menjaga kualitas air. 3. Exporters, Importers, and Retailers. Eksportir, Importir, dan Pengepul harus menguasai tehnik yang benar dalam penanganan, keamanan, packing, transportasi dan aktivitas transaksi ekspor-impor, pembelian partai besar dan komersialisasi yang dilindungi oleh standar MAC. 4. Marine aquarium organism, organisme akuarium air laut dalam hal ini dapat berupa ikan hias, terumbu karang, batuan hidup, dan berbagai organisme laut lainnya yang dikumpulkan di area penangkapan MAC dan ditangani oleh pihak-pihak yang tersertifikasi, maka akan diberi label “Sertified by Marine Aqurium Council”. Inilah yang kemudian disebut dengan pelabelan ramah lingkungan PRL. Pemberian label pada organisme yang ditangkap dan didistribusikan secara ramah lingkungan inilah yang kemudian dikenal sebagai PRL. PRL adalah sebagai penyedia informasi bagi konsumen dengan memberi kesempatan bagi konsumen untuk menunjukkan kepedulian mereka terhadap lingkungan Gardiner dan Visnawathan 2004; Nunes dan Riyanto 2005; FAO 2007; Wynne 1994; Leubuscher 1998 dalam Ibanez et,al 2008. Alecandro et. al 2005 menunjukkan pada hasil penelitiannya bahwa 50 persen dari pecinta ikan hias tidak mengetahui atau tidak familiar dengan program PRL oleh MAC. Penelitian tersebut dilakukan di Amerika USA sebagai salah satu konsumen terbesar ikan hias. Hasil penelitian selanjutnya menyatakan bahwa sebagian besar konsumen ikan hias memiliki prinsip semakin mahal ikan hias yang mereka beli berarti semakin berkualitas ikan tersebut. Harga tidak menjadi masalah bagi pada hobbiest sebutan untuk pecinta ikan hias. Logo atau label bahwa ikan hias telah tersertifikasi oleh MAC tidak memiliki pengaruh terhadap keinginan hobbiest untuk membeli ikan hias yang sehat dan bagus. Akan tetapi hobbiest memiliki kepekaan yang tinggi terhadap ikan ramah lingkungan. Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sertifkasi ikan hias oleh MAC kurang memiliki dampak terhadap konsumen. Bagaimana dengan dampak ekolabeling dan praktek yang mendukungnya terhadap nelayan? Pada sub-bab berikut ini akan dijelaskan dampak pratek ekolabeling perikanan ikan hias di Desa les, Bali. p

7.3.1 Dampak Sertifikasi Ramah Lingkungan pada Nelayan

Berikut akan dipaparkan dampak yang ditimbulkan dari pelaksaan sertifikasi selama dua tahun bagi masyarakat nelayan Desa Les. Dampak akan dibagi ke dalam beberapa bidang. Perlu digarisbawahi yang berlangsung di Desa Les selama periode dua tahun 2006-2008 adalah sertifikasi ramah lingkungan oleh MAC sebagai langkah perwujudan sistem PRL. Dimana PRL merupakan sebuah instrumen pasar dalam perdagangan ikan hias internasional. Di bawah dirumuskan dampak dari pelaksaan sertifikasi ramah lingkungan bersama para nelayan ikan hias yang pernah tersertifikasi oleh MAC. 1. Dampak Sosial, merupakan dampak yang dihasilkan dari perjalanan proses pensertifikasian para mata rantai perdagangan ikan hias. Diantaranya dampak sosial yang terekam, a. Konflik Laten Perbedaan pandang antara LSM yang mempelopori perikanan ramah lingkungan dengan Lembaga Seritifikasi yang menginisiasikan sertifikasi. Dalam kasus ini adalah LSM Telapak dan Yayasan Bahtera Nusantara dengan Marine Aquarium Council. b. Perbedaan pandang antara lembaga sertifikasi dengan nelayan ikan hias. Nelayan kurang merasakan manfaat sertifikasi ini. Harga ikan tetap sama ditingkat pengepul, sehingga tidak terjadi kenaikan pendapatan dari segi ekonominya. Dampak sosial yang terjadi ini ditangkis oleh MAC Indonesia yang kini telah menjadi Yayasan Alam Indoneisa LINI yang berbasisi di Denpasar, Bali. dengan penjelasan sebagai berikut: Desa Les sebelumnya sudah melakukan tata cara penangkapan ikan hias laut yang ramah lingkungan. Sertifikasi adalah salah satu tahapan yang diharapkan dapat membantu mempromosikan upaya mereka untuk tingkat lebih global. Tidak hanya di Les, tetapi juga di desa lain seperti Pejarakan Kec. Gerokgak dan Desa Tembok Kec. Tejakula. Alasannya sama, yaitu mereka sudah melakukan cara tangkap yang ramah lingkungan dan mau untuk berubah ke arah yang lebih baik. Sertifikasi sendiri adalah sebuah proses untuk memperoleh sertifikat, dalam hal ini sertifikat telah memenuhi standar MAC. Sertifikat ini memang setiap dua tahun perlu dikaji kembali, apakah pihak-pihak yang sudah punya sertifikat masih konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip penangkapan dan penanganan yang lestari dan bertanggung jawab. Re-sertifikasi akan dilakukan bila ada permintaan dari pihak produsen eksportir yang link ke pengepul dan nelayan. MAC sebagai badan yang mengeluarkan standar membantu di tahap awal dan diharapkan akan dilanjutkan oleh para produsen ini. 2. Dampak ekonomi merupakan dampak dalam bidang yang dirasakan selama dua tahun pelaksanaan sertifikasi ramah lingkungan terhadap nelayan ikan hias. a. Selama dua tahun pelaksanaan sertifikasi nelayan diuntungkan dengan diberikannya jaring alat tangkap ikan hias secara cuma- cuma oleh MAC untuk pelaksanaan penangkapan yang ramah lingkungan dan sesuai standar. b. Harga jual ikan hasil tangkapan nelayan yang bersertifikasi seharusnya lebih tinggi dari pada nelayan tanpa sertifikasi. Hasil ikan tangkapan yang ramah lingkungan memilki mutu yang terjamin dari proses pengambilan ikannya. Namun, karena sistem pasar yang tidak mendukung membuat harga ikan dipasar tidak dibedakan. Sehingga tidak ada nilai tambah secara ekonomi bagi nelayan ikan hias. c. Ada kecenderungan terjadinya fenomena “Not Fair Trade” pada praktek perdagangan ikan ramah lingkungan di Indonesia. Ekolabel yang diberikan oleh MAC dijadikan sebuah instrumen pasar yang menguntungkan bagi salah satu pihak dari rantai perdagangan ikan hias. Seperti yang diketahui, ikan hasil tangkapan ramah lingkungan selain lebih sehat juga memiliki nilai tambah secaa ekonomis. Nilai jual ikan di pasar internasional akan cenderung lebih tinggi, dengan margin yang menguntungkan pihak eksportir. d. Sebagian besar nelayan menyatakan bahwa tidak terjadi peningkatan pendapatan pada masa sertifikasi ini. Kondisi tempat tinggal dan status kepemilikan tempat tinggal nelayan tidak mengalami perubahan.

7.3.2 Dampak Sertifikasi Ramah Lingkungan Terhadap Ekologi

Sertifikasi ramah lingkungan dilakukan pada tahun 2006, lima tahun sejak masa transisi nelayan dari perikanan yang merusak menjadi perikanan yang ramah lingkungan. Kondisi lingkungan sudah berangsur membaik, sehingga sertifikasi yang hanya dua tahun tidak memiliki dampak terhadap lingkungan yang signifikan. Akan tetapi 50 persen responden menyatakan bahwa terjadi peningkatan stok ikan selama masa sertifikasi ini, 35 persen responden menyatakan bahwa hasil tangkapan sama besarnya dengan masa sebelum sertifikasi, dan sisa 15 persen responden adalah nelayan yang tingkat pengalamannya rendah di bawah lima tahun. Nelayan yang memiliki tingkat pengalaman rendah, berarti nelayan yang belum pernah menggunkan potassium- sianida dalam menangkap ikan karena pada peroiode itu nelayan desa Les telah beralih menggunakan jaring kembali.

7.5 Kegagalan PRL Perikanan Ikan Hias di Desa Les