5 Memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir; dapat membantu masyarakat dalam mempertahankan basis ekonominya melalui
pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara berkelanjutan.
2.3. Penzonasian Kawasan Konservasi
Kawasan Konservasi Prairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan
sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Pengertian KKP menurut UU 312004 tentang perikanan serta perubahannya UU 452009 dan
PP no 602007 tentang konservasi sumberdaya ikan, paling tidak memuat dua hal penting yang menjadi paradigma baru dalam pengelolaan konservasi.
Pertama, Pengelolaan KKP diatur dengan sistem zonasi. Empat pembagian zona yang dapat dikembangkan didalam KKP yakni zona inti, zona perikanan
berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Zona perikanan berkelanjutan tidak pernah dikenal dan diatur dalam regulasi pengelolaan
kawasan konservasi menurut Undang-Undang No 5 tahun 1990 dan PP 581998. Kedua, dalam hal kewenangan, pengelolaan kawasan konservasi yang selama
ini menjadi kewenangan pemerintah pusat, Berdasarkan Undang-Undang 272007 dan PP 602007 serta Permen Men KP No 022009, pemerintah daerah
diberi kewenangan dalam mengelola kawasan konservasi diwilayahnya. Hal ini sejalan dengan mandat UU 322004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
UU no 122008 tentang pemerintahan daerah terkait pengaturan pengelolaan wilayah laut dan konservasi.
Penetapan KKP merupakan salah satu upaya konservasi ekosistem yang dapat dilakukan terhadap semua ekosistem, yaitu terhadap satu atau beberapa
tipe ekosistem penting untuk dikonservasi berdasarkan kriteria ekologis, ekonomi dan sosial budaya. Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan dan kebutuhan
yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa depan.
Data direktorat konservasi kawasan dan jenis ikan KKJI menyebutkan bahwa sampai akhir tahun 2010 tercatat 13,9 juta hektar kawasan konsrrvasi perairan
laut di Indonesia. Salm dan Clark 1982, pemilihan Marine Protected Area bergantung pada
tujuan pembentukannya yaitu: 1 tujuan sosial, pengembangannya untuk
rekreasi, pendidikan dan penelitian serta peninggalan sejarah dan situs budaya, kriterianya ditekankan pada faktor keselamatan; 2 tujuan ekonomi, perhatian
utama pada perlindungan wilayah pesisir, pemeliharaan perikanan atau pengembangan wisata dan industri yang sesuai, kriteria ditekankan pada
intensitas eksploitasi sumberdaya, memiliki
potensi nilai ekonomi dari sumberdaya serta tingkat ancaman terhadap sumberdaya yang ada; dan 3
tujuan ekologi, seperti pemeliharaan keragaman genetik, proses ekologis, pemulihan kembali species, kriteria ditekankan pada keunikan, keragaman dan
sifat alamiah lokasi. Zonasi merupakan salah satu metode pengelolaan wilayah pesisir Clark
1974. Zonasi mempunyai dua tujuan yaitu pencegahan kerusakan dan kemudahan pengaturan. Zonasi diharapkan dapat mengurangi konflik antar
pengguna sumberdaya dan lingkungan sehinga keberlanjutan pembangunan dapat tercpai. Secara umum sangat sedikit alasan ekologis yang dijadikan dasar
untuk menentukan batas dan zonasi kawasan konservasi, karena selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan,
batas administratif atau faktor biaya. Tidak ada aturan baku yang menetapkan ukuran optimal dan rancangan dari suatu kawasan konservasi, yakni : kategori
disagregasi sekelompok kawasan konservasi yang berukuran kecil, dan kategori agregasi suatu kawasan konservasi yang berukuran besar. Setiap
kategori ukuran memiliki keunggulan sendiri. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan
relung yang berbeda-beda, serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terdapat bencana. Kawasan konservasi yang berukuran
besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi berbagai pemanfaatan secara berkelanjutan. Dengan adanya
zonasi maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif guna mencapai sasaran dan tujuan kawasan konservasi.
Pengelolaan zona dalam kawasan konservasi didasarkan pada luasnya berbagai pemanfaatan sumberdaya kawasan. Aktivitas di dalam setiap zona
ditentukan oleh tujuan kawasan konservasi, sebagaimana ditetapkan dalam rencana pengelolaan. Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi
dapat dikelompokkan atas 3 tiga zona Budiharsono 2006 :
1 Zona inti Habitat di dalam zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan
terhadap gangguan atau perubahan, hanya dapat mentolerir sangat sedikit aktivitas manusia. Zona inti harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang
tinggi serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi. 2 Zona penyangga
Merupakan zona transisi antara zona inti zona konservasi dengan zona pemanfaatan. Penyangga di sekeliling zona inti ditujukan untuk menjaga
zona inti dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu dan melindungi zona inti dari pengaruh eksternal, bersifat lebih terbuka, tapi tetap
dikontrol dan beberapa pemanfaatan masih dapat diijinkan. 3 Zona pemanfaatan
Zona pemanfaatan masih memiliki nilai konservasi tertentu, tetapi dapat mentolerir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia dan layak bagi beragam
kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi. Penzonasian tersebut ditujukan untuk membatasi tipe-tipe habitat penting
untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan konservasi sumberdaya ekonomi sebagaimana sasaran kawasan konservasi di wilayah pesisir.
Menurut Salm 2000, bahwa daerah perlindungan laut dapat membantu mewujudkan tiga tujuan utama dari konservasi sumberdaya alam IUCN 1980
yaitu : 1 mempertahankan proses ekologi yang penting dan sistem pendukung kehidupan; 2 mempertahankan keanekaragaman genetik dan; 3 Menjamin
pemanfaatan spesies dan ekosistem yang berkelanjutan. Kawasan konservasi perairan dapat berperan dalam mempertahankan biodiversity, genetic diversity,
ekosistem dan
proses ekologi,
menjamin pemanfaatan
sumberdaya berkelanjutan; melindungi spesies ekonomis; mengembalikan stok yang hilang;
pendidikan dan penelitian; memberikan perlindungan dari bencana alam; menjadi tujuan rekreasi dan pariwisata; dan memberikan keuntungan sosial dan ekonomi.
Pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan pada sistem zonasi yang ada di dalamnya meliputi zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona
pemanfaatan dan zona lainnya. Pada zona inti, umumnya diberlakukan no-take zone
atau penutupan area dari berbagai macam kegiatan eksploitasi.
Pembuktian ilmiah sudah cukup kuat menyatakan bahwa KKP dengan suatu kawasan no-take zone yang cukup substansial di dalamnya menyebabkan
peningkatan biomas ikan, ukuran ikan yang lebih besar, dan komposisi spesies yang lebih alami. Misalnya KKP di St. Lucia yang terdiri dari 5 KKP yang
berukuran kecil, diketahui telah meningkatkan hasil tangkapan nelayan tradisional antara 40-90, sementara kawasan perlindungan laut di Merrit Island
National Wildlife Refuge Florida telah meningkatkan persediaan jumlah dan ukuran ikan bagi pemancing rekreasional di perairan sekitarnya sejak tahun 1970
an Robert and Hawkins 2000 dalam Wiadnya et al. 2005. Mekanisme peningkatan biomas dan ukuran individu ikan ekonomis
penting di dalam zona inti dapat memberikan manfaat bagi perikanan komersial di sekitarnya melalui: 1 penyebaran ikan muda dan dewasa dari dalam
kawasan larang-ambil ke wilayah perikanan di sekitarnya, spill-over , 2 ekspor telur dan larva yang bersifat planktonik dari wilayah larang-ambil ke wilayah
perikanan di sekitarnya, dan 3 mencegah hancurnya perikanan tangkap secara keseluruhan jika pengelolaan perikanan di luar zona inti mengalami kegagalan.
Selain dapat mempertahankan kondisi ekosistem, zona inti juga dimaksudkan agar induk ikan karang mempunyai daerah agregasi sehingga fertilisasi lebih
banyak terjadi. Dengan demikian maka terjadi peningkatan rekruitmen dan penyebaran juvenile ikan ke luar zona inti. Oleh sebab itu, manfaat kawasan
konservasi perairan lebih terlihat pada organism sedentary. Keuntungan lain dari KKP dibanding alat pengelolaan perikanan seperti pengaturan usaha,
pengaturan kuota dan alat tangkap adalah bahwa pengaruh penutupan wilayah di dalam kawasan bisa menjadi penjelasan yang cukup tajam kepada para pihak,
khususnya jika penutupan wilayah tersebut mencakup wilayah pemijahan atau pendederan Wiadnya et al. 2005.
Pengelolaan kawasan konservasi secara terintegrasi bertujuan untuk
mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta perlindungan atas habitat dan sumberdaya alam. Dalam arti, skema pengelolaan membutuhkan penyatuan
dalam hal dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, politik dan kelembagaan. Dimensi ekologi mensyaratkan: a aktivitas harus didasari perimbangan ekologi
dan perencanaan spatial serta perencanaan penggunaan lahan merupakan puncak aktivitas yang sangat penting; b kegiatan yang ada saat ini dan di masa
mendatang harus terencana dan dikelola agar limbah yang dihasilkan di bawah kapasitas asimilasi; c sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tidak
dieksploitasi di atas kapasitas regenerasi. Dimensi sosial-ekonomi dan budaya, pembangunan harus menyediakan kebutuhan dasar manusia dan pelayanannya
dalam kerangka kapasitas regenerasi ekosistem asli. Dimensi sosial politik, aktivitas masa depan harus menjamin pengikutsertaan masyararakat dan bentuk
partisipasi aktif pada setiap pengambilan keputusan. Dimensi kelembagaan, instansi pemerintah bertanggung jawab dalam integrasi dan koordinasi
pembangunan dengan undang-undang maupun peraturan yang menjamin pelaksanaan yang bijaksana setiap aktivitas pembangunan yang dijalankannya
Cincin-Sain et al. 2002.
2.4. Konservasi dan Pariwisata Bahari