Substrat Dasar Parameter Kualitas Air

4.2.2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia termasuk nelayan. Selain itu pendidikan formal maupun nonformal merupakan modal dasar bagi nelayan untuk dapat mengakses informasi melalui berbagai media sehingga memudahkan mereka menyerap suatu perubahan atau inovasi yang berhubungan dengan perilaku. Kemampuan dan keterampilan untuk berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, sangat ditentukan oleh faktor pendidikan yang dimiliki. Pendidikan merupakan proses pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang dapat dilakukan secara terencana sehingga diperoleh perubahan dalam meningkatkan taraf hidup Slamet,2003 Kualitas sumberdaya manusia di Kecamatan Sambelia dilihat dari tingkat pendidikan tergolong rendah. Penduduk usia 10 ke atas yang tidak sekolah atau belum pernah sekolah persentasenya cukup tinggi, yakni 19.43, Sekolah Dasar 8.36 , Sekolah Menengah Pertama 4.77 , Sekolah Menengah Atas 3.14, Perguruan Tinggi 1.19 dan tidak bersekolah lagi 63.10. Jika diasumsikan bahwa penduduk yang tidak sekolah atau belum pernah sekolah tidak bisa baca tulis latin berarti angka buta huruf di Kecamatan Sambelia cukup tinggi, minimal 19.43. Lebih dari 50 penduduk yang tidak sekolah adalah perempuan, yakni 5.119 orang dan laki-laki 6. 974 orang. Selain angka yang tidak sekolah cukup tinggi, angka drop out pun sangat tinggi mencapai 63.10. Namun angka drop out ini tidak dirinci pada tiap jenjang pendidikan, namun drop out perempuan lebih besar dibanding laki-laki.

4.2.3. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi derajat kesehatannya. Masyarakat yang sejahtera berarti kebutuhan primernya telah terpenuhi, termasuk aspek kesehatan. Kesehatan di Kecamatan Sambelia diarahkan agar pelayanan kesehatan meningkat lebih luas, lebih merata dan lebih terjangkau oleh masyarakat sehingga dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi, pada akhirnya setiap orang bisa hidup lebih produktif secara sosial maupun secara ekonomis.

4.2.4. Kelembagaan

Cooley dalam Soemardjan dan Soemardi 1964 mendefinisikan lembaga sebagai s uatu norma dan tata cara yang bersifat tetap. Menurut Kartodiharjo et Al. 1999, kelembagaan merupakan suatu sistem yang kompleks, rumit, abstrak, yang mencakup idiologi, hukum adat-istiadat, aturan, kebiasaan yang tidak terlepas dari lingkungan. Kelembagaan mengatur apa yang dilarang dikerjakan oleh individu maupun kelompok. Oleh karena itu kelembagaan adalah instrumen yang mengatur hubungan antara individu. Sesuai dengan rumusan tersebut di atas, kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan modern berupa Perda maupun kelembagaan tradisional yang berupa aturan adat dan kehidupan sosial masyarakat. Kelembagaan yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengelolaan kawasan konservasi berupa Peraturan Pemerintah dan aturan lokal. Peraturan dalam bentuk Rencana Pengelolaan kawasan konservasi laut daerah adalah aturan dalam hal zonasi Sedangkan aturan lokal yang ada dan disepakati oleh masyarakat sekitar Gili Sulat-Gili Lawang yakni Komunitas Dua Pulau, yang bertugas dalam pengaturan dan pangawasan kedua pulau.

4.3. Kondisi Biologis Perairan

4.3.1. Kondisi Mangrove G.Sulat-G.Lawang.

Kawasan G.Sulat-G.Sulat ditetapkan sebagai hutan lindung dengan luas G.Sulat 663,50 ha dan G.Lawang 423,36 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.416KPTS-II1999. Hampir keseluruhan G.Sulat ditumbuhi vegetasi mangrove Setyastuti, 2002. Pada sisi pulau yang berhadapan dengan daratan besar, kerapatan mangrove sangat lebat dengan formasi terdepan jenis ❦ hizophora mucronata, tipe substrat berpasir dan pecahan karang. Diwilayah ini juga ditemukan tumbuhan asosiasi mangrove seperti Sesuvium portulacastrum dan beberapa jenis lain yang belum teridentifikasi. Sedangkan sisi luar pulau, formasi terluar adalah jenis Sonneratia alba, Bruguiera gymnorhiza dengan kerapatan rendah dan diameter batang rata-rata sekitar 90 cm. Di G.Lawang, sisi dalam pulau dijumpai areal yang tidak ditumbuhi mangrove dengan luas antara 0.25 7,0 hektar, ditumbuhi rumput dan asosiasi mangrove. Pada sisi dalam pulau terdapat kerusakan mangrove yang diakibatkan oleh sambaran petir. Kondisi vegatasi sisi dalam pulau hampir sama