Keamanan Aksesibilitas Kepedulian masyarakat Penelitian dan Pendidikan

Skor 3: bila terdapat semua komponen Skor 2: bila terdapat 3 - 4 komponen Skor 1: bila terdapat 1 2 komponen

5. Konflik Kepentingan

1 Perorangan 2 Marga kelompok 3 Masyarakat adat Skor 1 : bila lokasi memenuhi semua komponen Skor 2 : bila lokasi memenuhi dua komponen Skor 3 : bila lokasi memenuhi satu komponen

6. Keamanan

1 Aman sepanjang musim 2 Aman pada musim barat atau timur Skor 1: Sepanjang musim Skor 2: Salah satu musim Skor 1: Tidak aman sepanjang musim

7. Aksesibilitas

Keterkaitan dengan ketersediaan alat transport laut Skor 3 : Tersedia alat transport umum regular Skor 2 : Tersedia alat transport masyarakat Skor 1 : Menyewa alat transport masyarakat

8. Kepedulian masyarakat

1 Kegiatan penelitian 2 Kegiatan pengawasan monitoring 3 Kegiatan pendidikan atau pelatihan Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria Skor 2: Bila memenuhi 2 kriteria Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria

9. Penelitian dan Pendidikan

1 Penelitian dan pendidikan oleh pemerintah 2 Penelitian dan pendidikan skala projek 3 Penelitian dan pendidikan oleh perguruan tinggi 4 Penelitian dan pendidikan oleh LSM Skor 3: Bila memenuhi semua kriteria Skor 2: Bila memenuhi 2 3 kriteria Skor 1: Bila memenuhi hanya 1 kriteria KRITERIA KELEMBAGAAN terdiri dari atribut : 1. Keberadaan lembaga sosial Skor 3: Terdapat lebih dari 2 lembaga sosial Skor 2 : Terdapat 1 lembaga sosial Skor 1 : Tidak ada lembaga sosial 2. Dukungan infrastruktur sosial Skor 3: Terdapat lebih 1 infrastruktur sosial Skor 2: Terdapat 1 infrastruktur sosial Skor 1: Tidak ada dukungan infrastruktur sosial 3. Dukungan Pemerintah Skor 3: Dukungan pemerintah pusat dan daerah Skor 2: Dukungan pemerintah pusat atau daerah Skor 1: Tidak ada dukungan pemerintah Evaluasi kriteria kesesuaian zona didasarkan pada nilai perhitungan skor dibuat dalam persen dengan cara total skor dari nilai masing-masing atribut dibagi dengan total skor maksimum dikalikan 100. Dengan menggunakan teknik interval kelas skor, zonasi KKLD dibagi atas tiga zona, yaitu: Zona Inti Zona inti diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut; perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan atau rentan terhadap perubahan; perlindungan situs budaya adat tradisional; penelitian danatau pendidikan. Kategori Zona Inti apabila memenuhi nilai perhitungan atau skor 80. Zona Pemanfaatan Terbatas Zona Pemanfaatan terbatas yaitu zona yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi sumberdaya ikan dan lingkungannya, untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan, danatau pendidikan. Kategori Zona Perikanan Berkelanjutan pemanfaatan langsung apabila memenuhi nilai atau skor 50 - 60, sedangkan pemanfaatan tidak langsung nilai perhitungan 60 - 79. Zona Lainnya Zona Lainnya merupakan zona diluar zona inti, zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi, zona perikanan berkelanjutan, dan sebagainya. Kategori Zona Pemanfaatan khusus, apabila nilai perhitungan 50.

3.4.3. Analisis Kesesuaian Ekologis

Ananlisis kesesuaian lahan kawasan konservasi untuk berbagai peruntukan seperti pengembangan perikanan karang, wisata selam dan wisata mangrove dilakukan dengan teknik yang dikemukakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001 yaitu : Pertama, penetapan persyaratan parameter dan kriteria, pembobotan dan skoring. Parameter yang menentukan mendapat bobot paling besar, sedangkan kriteria yang sesuai diberi skor tertinggi. Kedua, penilaian peruntukan lahan ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot B dan Skor S dibagi dengan total nilai bobot-skor dilkalikan 100. Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya, dibagi dalam tiga kelas berikut : S1 = Sesuai Moderately Suitable dengan nilai 66,67 100 , dimana lahan tidak memiliki pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya memiliki pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap kegiatan atau produksi hasil. S2 = Sesuai bersyarat Marginally Suitable,dengan nilai 33.34 66.66, kelas ini lahan memiliki faktor pembatas yang lebih besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Faktor pembatas akan mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. S3 = Tidak sesuai Not Suitable dengan nilai 0 33.33 , pada kelas ini lahan mempunyai faktor pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Keempat, membandingkan nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan, sehingga kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu diperoleh. Kelima, p enentuan kesesuaian pemanfaatan dilakukan dengan bantuan Geographic Information System GIS menggunakan Arc Info ver 3.4.2 dan ArcView ver. 3.3. 3.4.3.1. Daerah Tangkapan Ikan Karang Kesesuaian lahan untuk daerah tangkapan ikan karang dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring disajikan pada tabel berikut : Tabel 9. Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Perikanan Karang NO PARAMETER BOBOT SKOR KESESUAIAN SESUAI SKOR 2 TIDAK SESUAI SKOR 1 1 Kecerahanm 5 8 8 2 Topograpi dasar Perairan 5 landai- curam landai 3 Kedalaman Perairan m 5 5 5 4 Perubahan cuaca 2 jarang sering 5 KondisiTerumbu Karang 2 baik buruk 6 Sumber pencemaran 3 Tidak ada banyak 7 Kelimpahan ikan target ind350 m 5 150 150 Sumber : Modifikasi Soselisa 2006 3.4.3.2. Lahan Pengembangan Wisata Selam Kesesuaian lahan untuk areal wisata selam dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 10. Tabel 10. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Selam No Parameter Bobot KELAS KESESUAIAN DAN SKOR S1 Skor 3 S2 Skor 2 S3 Skor 1 1. Tutupan karang hidup , 3 75-100 50 - 75 50 2. Genus karang 3 12 7 12 7 3. Genus ikan karang 2 50 26 50 26 4. Kecerahan perairan 2 80 50 80 50 5. Kecepatan arus mdt 2 0.1 0.1 0.5 0,5 6. Kedalaman terumbu karang m 1 5 15 15 30 3 - 5 3 30 Sumber: a = Davis and Tisdell 1995; b=Davis and Tisdell 1996; c = Hutabarat et al.2009; d = Supriharyono 2007; e = Barnes and Hughes 2004; f = deVantier Turak 2004 3.4.3.3. Lahan Pengembangan Wisata Snorkeling Kesesuaian lahan untuk areal wisata senorkeling dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 11. Tabel 11. Matriks Kesesuaian untuk Wisata Snorkeling No Parameter Bobot KELAS KESESUAIAN DAN SKOR S1 SKOR 3 S2 SKOR 2 S3 SKOR 1 1. Tutupan karang hidup 3 67 34 67 34 2. Genus karang 3 10 6 10 6 3. Kecerahan perairan 2 80 50 80 50 4. Genus ikan karang 2 50 26 50 26 5. Kecepatan arus cmdt 2 0.1 0.1 0.5 0.5 6. Kedalaman terumbu karang m 1 1 3 3 5 5 1 7. Lebar hamparan datar karang m 1 100 20-100 20 Sumber: a=Davis and Tisdell 1995;;b=Hutabarat et al.2009; c=Supriharyono 2007; d=Barnes and Hughes 2004; e = Marine National Park Division 2001 3.4.3.4. Lahan Pengembangan Wisata Mangrove Kesesuaian lahan untuk areal wisata mangrove dianalisis menggunakan persyaratan, pembobotan dan skoring yang disajikan pada tabel 12. Tabel 12. Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Mangrove NO PARAMETER BOBOT KELAS KESESUAIAN DAN SKOR S1 SKOR 3 S2 SKOR 2 S3 SKOR 1 1 Ketebalan mangrovem 5 300 50 - 300 50 2 Kerapatan mangrove 100 m 2 4 10 - 25 5 10 5 atau 25 3 Jenis mangrove sp 4 3 1 - 3 4 Jenis biota 3 Ikan, Udang, Kepiting, Moluska, Reptil, Burung. Ikan, Moluska Salah satu biota air 5 Tinggi Pasut m 3 0 - 2 2 - 5 5 6 Jarak dari kawasan lainnya m 2 500 300 - 500 300 Sumber : Modifikasi Yulianda 2007.

3.4.4. Analisis Daya Dukung Lingkungan

Analisis daya dukung lingkungan ditujukan untuk menganalisis jumlah maksimum pemanfaatan dalam suatu kawasan tanpa mengganggu keseimbangan ekosistem tersebut. Gangguan keseimbangan akibat kerusakan biofisik secara langsung dan tidak langsung melalui pencemaran. Berdasarkan sumber gangguan ekosistem tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kawasan yang rentan terhadap kerusakan langsung.

3.4.4.1. Analisis Daya Dukung Kawasan

Untuk mengukur daya dukung setiap kegiatan pemanfaatan disesuaikan dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan, maka kegiatan pemanfaatan dilakukan melalui penentuan daya dukung kawasan berikut Yulianda 2007 : Wp Wt Lt Lp K DDK    Dimana : DDK = Daya Dukung Kawasan; K = Potensi ekologis persatuan unit area; Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan; Lt = Unit area untuk kategori tertentu; Wt = waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan

3.4.4.2. Potensi Sumberdaya Ikan Karang

Analisis estimasi potensi sumberdaya perikanan karang dilakukan melalui beberapa tahapan : Pertama, penghitungan jumlah ikan karang pada tali transek sepanjang 2x 50m dengan lebar ke kiri kanan 2,5 m English et al. 1994. Kedua, penghitungan kepadatan ikan dengan metode Misra 1978 yaitu : 000 . 10   A c d ekorhektar Dimana : d = kepadatan c = jumlah ikan yang terhitung dalam pengamatan A = Luas daerah pengamatan 10.000 = konversi hektar ke meter Ketiga, penghitungan kelimpahan stok digunakan persamaan : L d Bo   Dimana : Bo = kelimpahan stok ekor; d = kepadatan; L = Luas daerah pengamatan Keempat, penghitungan potensial yield digunakan rumus Gulland 1975 : c M Bo Py    Dimana : Py = potensial yield ekortahun Bo = kelimpahan stok ekor M = koefiisien kematian alami C = konstanta Kelima, penghitungan MSY optimal = 0,5 x Py x 0,8 dimana 0,8 adalah konstanta precautionary approach dari MSY

3.4.4.3. Daya Dukung Wisata Bahari

Estimasi daya dukung wisata bahari mengikuti ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam yakni 10 dari luas zona pemanfaatan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Hutabarat et al. 2009 membuat suatu formulasi dalam menghitung daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata bahari di kawasan konservasi, yakni:        LtWp LpWt K DDW 1 . Dimana : DDW = Daya dukung kawasan untuk ekowisata K = Maksimum wisatawan per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan kawasan untuk kegiatan wisata per hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Nilai maksimum wisatawan K per satuan unit area Lt untuk setiap kategori wisata bahari disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Potensi maksimum wisatawan per unit area per kategori wisata Jenis Kegiatan K orang Unit Area Lt Keterangan Wisata Selam 2 1000 m 2 Setiap 2 org dalam 100 m x 10 m Wisata Snorkling 1 300 m 2 Setiap 1 org dalam 100 m x 3 m Wisata Mangrove 1 100 m 2 Dihitung panjang track, setiap 1 org sepanjang 100 m Sumber: Hutabarat et al.2009; deVantier and Turak 2004. Nilai konstanta waktu dalam sehari yang diperlukan oleh setiap wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata bahari, dimana nilai ini merupakan hasil wawancara terhadap seluruh turis per kategori wisata. Tabel 14. Waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Wp-jam Total waktu 1 hari Wt-jam 1. Selam 2 8 2. Snorkeling 3 6 3. Wisata mangrove 2 8 Sumber : Modifikasi dari deVantier and Turak 2004 dan Hutabarat et al. 2009.

3.4.5. Analisis Nilai Manfaat Sumberdaya

Analisis ini merupakan kelanjutan dari hasil identifikasi manfaat dan nilai manfaat pada tahap pengumpulan data kategori ekonomi yang menggunakan kuesioner. Pada tahap ini dilakukan kuantifikasi nilai manfaat sehingga diperoleh total nilai manfaat sumberdaya. Metode valuasi setiap manfaat sumberdaya yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Transfer Manfaat Benefit transfer Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode transfer manfaat pada fungsi hutan mangrove sebagai konservasi, nilai keanekaragaman mangrove dan nilai keanekaragaman terumbu karang. b. Biaya Kompensasi Compensation cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya kompensasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan pelestarian dan perlindungan sumberdaya dalam kawasan G.Sulat-G.Lawang. c. Biaya pencegahan kerusakan Damage avoided cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pencegahan kerusakan jika terjadi kehilangan fungsi tersebut. d. Harga pasar Market price Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode harga pasar dari kayu bakar dan biota sekitar mangrove dan terumbu karang. e. Biaya pengganti Replacement cost Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode biaya pengganti untuk membangun bangunan penahan abrasi dan perlindungan pantai. f. Pasar pengganti Surrogate market Kuantifikasi nilai ini menggunakan metode pasar pengganti dengan mengungkapkan nilai dari suatu perbaikan nyata dari kualitas lingkungan. g. Penilaian berdasarkan preferensi Kuantifikasi nilai ini dilakukan dengan menduga hubungan antara kesediaan untuk membayar WTP atau kesediaan menerima WTA. Kuantifikasi nilai menggunakan teknik valuasi yang bersifat partisipatif berupa penilaian langsung oleh responden yang telah ditetapkan. Estimasi WTP dan WTA menggunakan pendekatan Total Kesediaan Membayar atau Total Kesediaan Menerima dari para konsumen. Analisis total ekonomi dengan metoda Valuasi Ekonomi, dengan formula berikut : NUV UV TEV   Dimana : TEV = Total Economic Value nilai ekonomi total UV = Use Value nilai manfaat NUV = Non Use Value bukan nilai manfaat Nilai manfaat use value merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan langsung sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam. Nilai manfaat dapat diformulasikan sebagai berikut : OV IUV DUV UV    Dimana : UV = Use Value nilai manfaat DUV = Direct Use Value nilai manfaat langsung IUV = Indirect Use Value nilai manfaat tidak langsung OV = Option Value nilai pilihan Nilai manfaat langsung direct use value merujuk langsung pada konsesi sumberdaya alam, sedangkan nilai manfaat tidak langsung indirect use value merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Nilai pilihan option value merupakan nilai yang menunjukan pilihan seorang individu untuk membayar dalam melestarikan sumberdaya alam bagi pengguna lainnya dimasa mendatang. Komponen bukan nilai manfaat non use value adalah nilai yang diberikan kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak digunakan secara langsung, sulit diukur karena didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan bukan pengamatan langsung, dengan formulasi berikut : QOV EV BV NUV    Dimana : NUV = Non Use Value bukan nilai manfaat BV = Bequest Value nilai pewarisan EV = Existence Value nilai keberadaan QOV = Quasi Option Value nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible Nilai keberadaan existence value adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan, nilai pewarisan bequest value diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan sumberdaya alam dan lingkungan kepada generasi mendatang, nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible quasi option value mengandung makna ketidak-pastian, dimana nilainya merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumberdaya alam yang mungkin timbul akibat ketidak-pastian permintaan dimasa mendatang. Untuk pengembangan ekowisata bahari, analisis ekonomi menggunakan pendekatan penawaran dan permintaan. Pendekatan permintaan wisata merupakan pendekatan yang digunakan untuk menganalisis besarnya permintaan wisata bahari oleh wisatawan yang dibatasi oleh biaya perjalanan wisata, pendapatan wisatawan, perubahan harga dan faktor lain. Pendekatan permintaan ini dianalisis dengan mengukur besarnya kemampuan membayar Willingness to Pay, WTP oleh wisatawan dalam melaksanakan kegiatan wisata bahari. Metode yang digunakan untuk mengestimasi WTP didekati dengan menilai total kesediaan membayar atau total kesediaan menerima dari konsumen. Mengacu FAO 2000, nilai setiap konsumen dapat secara langsung diperoleh dari hasil perhitungan nilai tengah mengikuti formula sebagai berikut : Keterangan : MWTPA = nilai tengah WTP atau WTA. Jumlah sampel 10 responden dan yi adalah besaran WTP WTA yang diberikan responden ke-i. Apabila sebaran WTP WTA terlalu ekstrim, maka disarankan mengganti teknik nilai tengah dari rata-rata menjadi nilai median. Setelah mengetahui tingkat WTPWTA yang dihasilkan perindividu dari persamaan diatas maka total nilai ekonomi sumberdaya berdasarkan preferensi secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan formula 2010 P A WTP TB i   Keterangan : TB adalah total benefit, WTPA adalah nilai WTPWTA perindividu dan P adalah total populasi di lokasi penelitian pada tahun 2010 Maksimum jumlah daya dukung ekonomi wisatawan yang berkunjung ke G.Sulat-G.Lawang dan harga maksimum yang dapat dibayarkan diperoleh dengan menyeimbangkan antara fungsi penawaran dengan fungsi permintaan produk ekowisata bahari Supply = Demand. i y A P MWT i    10 1 10 1

3.4.6. Analisis Sosial

Daya dukung sosial untuk pengembangan perikanan karang dan ekowisata bahari dihitung dengan menilai jumlah penyerapan tenaga kerja per unit usaha, didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja dalam satu periode produksi 1 tahun. diformulasikan sebagai berikut : UKPE 1     n t t KTK Dimana : KTK = Kebutuhan tenaga kerja fungsi dari jumlah kunjungan atau unit usaha U K = rata-rata beban kerja E = waktu kerja efektif setiap tenaga kerja P = selang waktu dalam satu siklus produksi

3.4.7. Analisis Optimasi Pemanfaatan

Model yang dibangun dalam kajian pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.Sulat-G.Lawang secara optimal adalah sistem dinamik yang memanfaatkan software Stella.9.0. dan Geographycal Information System GIS. Sistem dinamik dikembangkan sebagai alat analisis dalam pengambilan kebijakan untuk memformulasikan pemanfaatan ruang kawasan konservasi secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang disesuaikan dengan kondisi kawasan dan mengacu pada beberapa parameter ilmiah dari hasil penelitian dan referensi terkait. GIS dalam penelitian ini adalah: 1 analisis proximity, yaitu pembuatan buffercoverage baru berupa zona inti, pemanfaatan terbatas daan zona lainnya dari coverage input titik, garis, poligon, 2 analisis spasialoverlay, yaitu proses tumpang tindih coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial keruangan dan informasinya yang digunakan untuk mencari wilayah yang diinginkan berdasarkan kriteria yang disetujui. Aplikasi model SIG digunakan dalam beragam sistem pendukung keputusan Barlett 1999. SIG sebagai dasar pemodelan spasial untuk pengelolaan sumberdaya alam digunakan untuk mengekspresikan unit spasial, interaksinya dan bagaimana besaran serta lokasi unit spasial tersebut berpengaruh dan mempengaruhi kondisi variable state seperti biomassa, populasi dan sebagainya. Pemodelan yang memasukkan aspek wilayah dinamis yang aktif dimana pengembangan setiap wilayah dilakukan secara terpisah dan khusus isolated dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang ada pada wilayah yang berdekatan Camara et al. 1976. Model dinamik spasial yang dibangun dengan pendekatan GIS meliputi data biologi dan oceanografi dari literatur yang ada untuk menggambarkan area studi dalam bentuk matrik sel grid 2 dimensi Pitcher et al. 2002; Pitcher et al. 2007. Selanjutnya dioverlay dengan data kesesuaian lahan dan interaksi spasial wilayah pengamatan yang direpresentasikan sebagai sel grid zona adaptif pemanfaatan kawasan. Dengan memasukan model optimasi ruang yang dikombinasikan dengan GIS serta komponen kebijakan yang mengatur pemanfaatan ruang berbasis kawasan menghasilkan peta kawasan yang adaptif adaptive zoning. Analisis spasial digunakan untuk mengintegrasikan semua komponen aspek yang diamati berdasarkan distribusi dan pengalokasian lahan sesuai kondisi lapangan.

3.4.8. Analisis Keberlanjutan

Análisis keberlanjutan pemanfaatan ruang kawasan konservasi G.Sulat- G.Lawang dilakukan dengan pendekatan Multidimensional Scaling MDS yang disebut RAP-KK yang merupakan pengembangan dari metode RAPFISH yang digunakan untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap Pitcher TJ dan D.Preikshot 2001; Kavanagh, P and Tony J. Pitcher. 2004. Analisis keberlanjutan dinyatakan dalam Indeks Keberlanjutan Perikanan Karang ikb- PK, Indeks Keberlanjutan Wisata Selam ikb-WS, Indeks Keberlanjutan Wisata Snorkeling ikb-WSk, Indeks Keberlanjutan Wisata Mangrove ikb-M. Analisis dilakukan melalui tiga tahapan:

A. Penentuan atribut

Penentuan atribut perikanan karang dan ekowisata bahari yang mencakup empat dimensi pengelolaan, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Pada setiap dimensi dipilih atribut yang mewakili dimensi yang bersangkutan untuk digunakan sebagai indikator tingkat keberlanjutan dari dimensi tersebut. Atribut pada setiap dimensi dipilih yang secara kuat mewakili dimensi yang bersangkutan dan tidak tumpang tindih dengan atribut lain.

B. Pembuatan Skor

Pemberian skor atau peringkat dilakukan pada atribut yang teridentifikasi berdasarkan tujuan pengelolaan potensi kawasan. Mengacu pada teknik RAPFISH Pitcher and Preikshot 2001; Susilo 2003, skor yang diberikan berupa nilai buruk yakni mencerminkan kondisi yang paling tidak menguntungkan dalam pengelolaan kawasan dan nilai baik yakni mengkondisikan pengelolaan kawasan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al. 1999 dan Heershman et al. 1999, maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak tiga yakni nilai buruk skor 0, nilai antara skor 1, niilai baik skor 2 seperti terlihat pada Lampiran 2.

C. Analisis Keberlanjutan

Analisis keberlanjutan pengelolaan kawasan dilakukan untuk melihat atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks efektivitas pengelolaan di wilayah kajian. Peran masing-masing atribut terhadap nilai ikb-KK dianalisis dengan attribute leveraging , sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Pengaruh setiap atribut dalam bentuk perubahan Root Mean Square RMS ordinasi khususnya pada sumbu-x.

4. KONDISI EKSISTING KAWASAN G.SULAT- G.LAWANG