internasional merupakan jalur pelayaran internasional melalui sebelah timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selat Karimata. Kondisi yang telah
dikemukakan di atas sangat menarik untuk pengembangan pariwisata khususnya pengembangan pariwisata kepulauan di Indonesia bagian Barat.
5.6 Karakteristik Kegiatan Pertambangan Timah
Kegiatan pertambangan khususnya pertambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah menunjukkan peranannya yang besar dalam
pengembangan wilayah terutama kontribusinya terhadap pendapatan wilayah. Keterkaitan pertambangan timah sebagai basis ekonomi Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung terhadap perkembangan kegiatan lainnya terutama industri pengolahan, perdagangan, dan jasa perorangan atau rumah tangga akan di bahas.
Menurut Salim dalam Sumardekar 1994 terdapatkorelasi positif antara kegiatan pertambangan timah, industri pengolahan, dan perdagangan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Subbagian ini akan membahas potensi,prospek kegiatan pertambangan
timah, tenaga kerja, dan dampak kegiatan pertambangan timah terhadap kegiatan lain di wilayah Bangka
–Belitung. Kegiatan pertambangan timah, seperti dalam bab tinjauan teoritis mempunyai karakteristik yang unik baik sifatnya yang tidak
dapat diperbaharui, lokasinya yang terpencil, dan operasionalnya yang sangat kompleks membutuhkan modal dan investasi yang besar sertatehnologi tinggi dan
tenaga kerja terampil. Disamping itu, kegiatan pertambangan timah sangat sensitive terhadap factor luar terutama permintaan luar.
5.6.1 Pertambangan dan Cadangan Timah
Kegiatan pertambangan timah di Indonesia telah berlangsung sejak 200 tahun yang lalu berlokasi di sekitar kepulauan Bangka, Belitung, Karimun dan
Kundur serta di wilayah pesisir timur pulau Sumatera. Wilayah ini termasuk dalam jalur timah Indonesia Indonesia Tin Belt yang terbentang sepanjang 3.000
kilometer dari bagian Myanmar bagian Utara, Thailand, Malaysia terus ke selatan di kepulauan Riau dan membelah Kalimantan Barat. Selama Perang Dunia II,
kegiatan pertambangan timah dilakukan oleh perusahan Jepang Mitsubisi Nagyoja Kaisha. Tetapi sejak pasca kemerdekaan tepatnya tahun 1958, kegiatan
pertambangan tersebut diawasi oleh Biro Urusan Perusahaan Tambang Negara
Buptan. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Tambang Timah Negara yang mengkoordinasi semua kegiatan pertambangan
timah di pulau Bangka, Belitung, dan Singkep. Perubahan dan reorganisasi terus berlanjut mulai tahun 1969 kegiatan pertambangan timah disatukan dalam satu
wadah perusahaan yang disebut Perusahaan Tambang Timah PN. Timah. Perusahaan persero dengan nama PR. Tambang Timah yang kegiatan
penambangannya terdiri dari 4 unit, yaitu 1 Unit Penambangan Timah Bangka, 2 Unit Penambangan Timah Belitung, 3 Unit Penambangan Timah Singkep,
4 Unit Peleburan Timah Muntok. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing, tercatat tiga perusahaan asing yang menanamkan modalnya dalam kegiatan pertambangan di PT Koba Tin yang beroperasi di pulau
Bangka dengan kepemilikan saham adalah 25 oleh PT Tambang Timah dan 75 oleh Kajuara Mining Corporation Pty Limited dari Australia. Perusahaan ini
masih mengembangkan kegiatan pertambangan sampai tahun 2013. Perusahaan yang ke dua yang menanamkan modalnya adalah PT. Broken Hill Proprietary
Indonesia beroperasi di pulau Belitung, tetapi dijual kepada perusahaan Jerman PT. Preussag yang selanjutnya dijual kepada perusahaan nasional PT. Gunung
Kikara Mining yang akhirnya pada tahun 1994 tidak berproduksi lagi. Perusahaan ketiga adalah PT. Riau Tin beroperasi di perairan kepulauan Riau, namun
kemudian mengundurkan diri sebagai akibat jatuhnya harga timah decade tahun 80-an. Dengan demikian, kegiatan pertambangan di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung saat ini hanya dilakukan oleh dua perusahan yaitu PT. Tambang Timah dan PT. Koba Tin.
Sejak tahun 1991 kegiatan pertambangan timah yang dilakukan oleh PT. Tambamg Timah dikonsentrasikan pada pertambangan perairanlaut, sedangkan di
daratan diserahkan pada pihak swasta lokal sebagai pelaksananya. Pengembangan kegiatan pertambangan timah menggunakan kapal keruk sangat berpengaruh pada
faktor lain : 1. Penyerapan tenaga kerja makin sedikit mengingat kegiatan pertambangan
timah di laut menggunakan alat mekanis yang memerlukan tenaga terampil yang tidak begitu besar.
2. Pemusatan kegiatan pertambangan tidak dilakukan di darat yang menyebabkan pengaruh pengganaan kegiatan informal seperti warung nasi,
makanan dan lainnya sangat kecil. 3. Dampak lingkungan terutama biota laut menhadi terganggu, memungkinkan
degradasi lingkungan dibawah laut. Dalam konteks pengembangan wilayah, kegiatan pertambangan yang
dilakukan di laut mempunyai dampak pengganda yang kecil terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Pengurangan tenaga kerja yang berangsur-angsur,tenaga
kerja pada tahun 1990 sebanyak 25.000 orang menjadi 6.117 orang tahun 1995 atau sebanyak 18.883 orang yang di PHK selama kurun waktu 5 tahun.
Pengurangan tersebut selain menunjukkan bahwa PT. Tambang Timah ingin melakukan efisiensi terutama untuk meningkatkan kembali pendapatannya dengan
melakukan tambang laut menggunakan kapal keruk, tetapi juga di sebabkan fluktuasi harga timah di pasar internasional. Kebijakan yang juga dikeluarkan oleh
PT. Tambang Timah adalah memusatkan seluruh kegiatan pertambangan di kabupaten Bangka, sedangkan kabupaten Belitung dan Pangkalpinang tidak
dioperasionalkan lagi. Pemanfaatan wilayah daratan di Kepulauan Bangka dan Belitung untuk
tambang timah oleh perusahaan skala besar dengan tehnologi tinggi dan juga oleh penduduk setempat dengan tambang rakyatnya menggunakan teknologi
sederhana, nampaknya telah menimbulkan kerusakan fisik alam, dengan banyaknya bertebaran lobang- lobang atau kolong-kolong akibat penambangan
tersebut, bahkan ada yang tidak memperhatikan lagi kerusakan lingkungan, serta tumpang tindihnya pemanfaatan dengan sektor lain, seperti lahan pertanian,
permukiman dan kawasan lindung. Banyaknya penduduk yang bekerja mencari pasir timah, baik dengan
membuka areal lahan sendiri maupun bekerja untuk pemodal yang siap berinvestasi pada penambangan timah tradisional menyebabkan kolong bekas
tambang timah semakin bertambah karena munculnya tambang timah baru. Berdasarkan pendataan Universitas Sriwijaya UNSRI tahun 1999 terdapat
sebanyak buah kolong tersebar di seluruh wilayah dengan luas keseluruhan 1.712,65 hektar dengan rata-rata kedalaman 9, 5 meter.
Kegiatan usaha bidang pertambangan, suatu saat tentu akan berkurang dan habis, kalaupun masih ada, mungkin tidak ekonomis lagi untuk ditambang,
mengingat tambang sudah diusahakan sejak abad ke 18, sehingga potensinya sudah semakin menurun seperti terlihat di daratan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung penambangan di darat sudah di
serahkan oleh PT. Timah, Tbk kepada mitra kerjanya dengan perencanaan dan pengawasan tetap dipegang oleh PT. Timah, Tbk. Namun sekarang masalahnya
masih banyak masyarakat membuka tambang pada milik lahan mereka dalam skala kecil, tetapi kadang-kadang tidak memperhatikan kerusakan lingkungan.
Hal- hal seperti ini perlu diatur dan diarahkan agar pemanfaatan lahan untuk pertambangan tidak menimbulkan kerugian pada kepentingan masyarakat sendiri
dalam waktu-waktu yang akan datang. Partisipasi dari masyarakat dan dunia usaha akan pertambangan perlu ditumbuh kembangkan, tetapi harus menjaga dan
memelihara pembangunan yang berkelanjutan sustainable dan menjamin kelestarian lingkungan.
Berdasarkan data USGS cadangan timah Indonesia sebesar 900.000 ton akan habis pada tahun 2020 jika produksi timah rata-rata 60.000 ton per tahun.
5.6.2 Produksi, Harga dan Pemasaran Timah