Spector Sopiah, 2008 menyatakan 2 dua perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut:
1. Pendekatan pertukaran exchange approach, dimana komitmen organisasi sangat
ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian
pertukaran yang didasari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka terhadap organisasi.
2. Pendekatan psikologis, dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang
bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan
mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi.
2.2.1 Dimensi Komitmen Organisasi
Allen dan Mayer 1997 merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu Affective, Continuance, dan Normative.
1. Affective Commitment, berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan organisasi. Anggota organisasi dengan Affective Commitment yang tinggi
akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memiliki keinginan untuk itu. 2.
Continuance Commitment, berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi, sehingga akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota
organisasi dengan Continuance Commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota organisasi, karena memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi
tersebut. 3.
Normative Commitment, menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan Normative Commitment yang tinggi
akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
David Sopiah, 2008 mengemukakan empat 4 faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja dan kepribadian. 2.
Karakteristik karyawan, misal lingkup jabatan, tantangan dalam karyawanan, dan tingkat kesulitan dalam karyawan.
3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi
seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat karyawan dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja sangat berpengaruh terhadap tingkat
komitmen karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang telah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu
memiliki komitmen yang berlainan. Steers dan Porter Sopiah, 2008 mengemukakan ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu : 1.
Faktor personal yang meliputi harapan atas pekerjaan, kontrak psikologis, pilihan dalam pekerjaan dan karakteristik personal.
2. Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal.
3. Faktor organisasi, meliputi pengalaman kerja, ruang lingkup pekerjaan, supervisi
dan konsistensi pencapaian tujuan organisasi. 4.
Faktor non-organisasional, meliputi ketersediaan alternatif pekerjaan. Faktor yang bukan berasal dari organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan yang
lebih baik. Jika ada, tentu karyawan akan meninggalkannya.
2.2.3 Pembentukan Komitmen Organisasi
Ada beberapa proses pembentukan komitmen organisasi menurut Allen Mayer yaitu:
1. Pembentukan Affective Commitment berdasarkan tiga 3 hal. Pertama,
karakterisitik organisasi seperti adanya kebijakan organisasi yang adil dan cara menyampaikan kebijakan organisasi pada individu. Kedua adalah karakteristik
individu, seperti usia, tingkat pendidikan, dan etos kerja. Ketiga adalah pengalaman kerja yang mencakup tantangan pekerjaan dan tingkat otonomi
individu. 2.
Pembentukan Continuance Commitment karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi, seperti
kerugian waktu dan usaha. 3.
Pembentukan Normative Commitment tumbuh karena organisasi memberikan sesuatu yang berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali.
2.2.4 Pemberdayaan Komitmen Organisasi
Sharafat Khan Sopiah, 2008 pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk memperkuat komitmen organisasi adalah :
1. Lama bekerja, merupakan waktu yang dijalani seseorang dalam melakukan
pekerjaan dalam perusahaan. Semakin lama seseorang bertahan dalam perusahaan, semakin terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap perusahaan.
2. Kepercayaan, adanya rasa saling percaya akan menciptakan kondisi yang baik
untuk pertukaran informasi dan saran tanpa adanya rasa takut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghargai perbedaan pandangan dan
perbedaan kesuksesan yang diraih oleh karyawan. 3.
Rasa percaya diri akan menimbulkan rasa menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan, sehingga komitmen terhadap perusahaan akan semakin tinggi. Cara
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri karyawan adalah mendelegasikan tugas penting kepada karyawan dan menggali saran ide dari
mereka. 4.
Kredibilitas, menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja dengan kompetisi yang sehat sehingga akan menciptakan
organisasi yang memiliki kinerja dan komitmen tinggi. 5.
Pertanggungjawaban, dapat dilakukan dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar, dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja
karyawan.
2.3. Hubungan kualitas kehidupan kerja dengan komitmen organisasi
Terdapat tiga keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan kualitas kehidupan kerja adalah bahwa kualitas kehidupan kerja pada perusahaan harus
mampu meningkatkan semangat kerja, sehingga dapat mempererat komitmen organisasi karyawan perusahaan. Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan akan
mempunyai pengaruh langsung terhadap komitmen karyawan perusahaan yang bekerja pada perusahaan tersebut. Maka keuntungan yang langsung diperoleh adalah
meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi diantara karyawan, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan efektivitas organisasi misalnya
profitabilitas, pencapaian tujuan perusahaan. Bahwa peningkatan kualitas kehidupan kerja berpengaruh terhadap peningkatan komitmen karyawan terhadap organisasi.
Kunci utama dalam komitmen adalah bagaimana perusahaan fokus terhadap nilai- nilai dasar dalam proses kualitas kehidupan kerja. Kualitas kehidupan
kerja tersebut sangat berpengaruh meskipun belum banyak perusahaan yang mengadopsi komitmen organisasional sebagai budaya. Penelitian Fields dan Thacker
1992 menunjukkan bahwa suksesnya implementasi program kualitas kehidupan kerja secara keseluruhan berdampak positif terhadap komitmen pekerja baik terhadap
perusahaan maupun pada serikat pekerja. Sementara penelitian Zin 2004 menunjukkan bahwa untuk meningkatkan komitmen organisasional perusahaan harus
mengembangkan kualitas kehidupan kerja dengan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri melalui program pelatihan dan berpartisipasi
dalam setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Gorden dan Infante dalam Zin 2004.
Menurut Siagian 2004, konsep QWL terdiri dari delapan 8 faktor penting yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan mutu hidup kekaryaan
yaitu:
1. Imbalan yang adil dan memadai
Yang dimaksud dengan imbalan adil dan memadai adalah bahwa imbalan yang diberikan
oleh organisasi
kepada karyawannya
harus memungkinkan
penerimaannya memuasakan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standar hidup karyawan dan sesuai pula dengan standar pengupahan dan penggajian yang berlaku
di pasaran kerja. Artinya, imbalan yang diterima oleh karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima orang lain yang melakukan pekerjaan sejenis.
2. Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman
Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman dimana karyawan dan lingkungan kerja yang menjamin bahwa para karyawan terlindungi dari bahaya
kecelakaan. Segi penting dari kondisi demikian ialah jam kerja yang memperhitungkan bahwa daya tahan manusia ada batasnya. Karena itulah ada
ketentuan mengenai jumlah jam kerja setiap hari, ketentuan istirahat, dan ketentuan cuti.
3. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan
Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan artinya pekerjaan harus diselesaikan, memungkinkan penggunaan aneka ragam
keterampilan, terdapat otonomi, pengendalian atau pengawasan yang tidak ketat karena manajemen memandang bahwa bawahannya terdiri dari orang-orang yang
sudah matang, tersedia informasi yang relevan dan kesempatan menetapkan rencana kerja sendiri, termasuk jadwal, mutu, dan cara pemecahan masalah.