Karakteristik-karakteristik Remaja Pengguna atau Penyalahguna Narkoba

2 1 masa remaja, mereka sudah dapat melakukan pengambilan keputusan secara mandiri. Pengambilan keputusan yang dilakukan berkaitan dengan masa depan, teman-teman mana yang dipilih, apakah harus kuliah, dan seterusnya. Remaja perlu lebih banyak peluang untuk mempraktekkan dan mendiskusikan pengambilan keputusan yang realistis. Salah satu strategi untuk meningkatkan pengambilan keputusan remaja tentang pilihan-pilihan dunia nyata meliputi masalah seks, obat-obatan, dan kebut-kebutan merupakan peluang bagi remaja untuk terlibat dalam permainan peran dan pemecahan masalah kelompok yang berkaitan dengan keadaan- keadaan semacam ini di sekolah Santrock, 1995: 10-13. Lebih lengkap, Keat Endang Poerwanti dan Nur Widodo, 2005: 40 menyatakan perkembangan kognisi sebagai proses-proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan pembandingan, berfikir, dan mengerti. Selanjutnya, Keat juga menjelaskan bahwa proses mental tersebut tidak lain adalah proses pengolahan informasi, belajar, pemecahan masalah, dan pembentukan konsep. Berbeda dengan remaja pada umumnya, remaja yang pernah menjadi pecandu narkoba mengalami perbedaan perkembangan kognisi. Perbedaan perkembangan kognisi remaja mantan pecandu narkoba yang mengalami terganggunya fungsi otak dan perkembangan normal remaja antara lain kemampuan 22 daya ingat yang berkurang, sulit berkonsentrasi, sering berkhayal, dan motivasi belajar yang rendah. Lebih dari itu, narkoba mengakibatkan remaja menjadi tidak disiplin, terkadang mengganggu ketenangan kegiatan belajar-mengajar. Remaja penyalahguna narkoba memiliki kemungkinan berkaitan dengan kenakalan remaja dan putus sekolah yang disebabkan oleh seringnya membolos kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Nova Farida Sembiring, 2015 c. Perkembangan sosio-emosional Pada masa remaja, individu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang-orang dalam berbagai konteks sosial. Dalam lingkup keluarga, banyak orang tua mengalami kesulitan menangani tuntutan remaja akan otonomi. Remaja tidak hanya sekedar memasuki dunia yang terpisah dari orangtua; kasih sayang dari orangtua dapat meningkatkan kemungkinan bahwa remaja akan kompeten secara sosial dan menjelajahi dunia sosial yang lebih luas dan sehat. Akan tetapi, konflik dengan orangtua seringkali meningkat pada awal masa remaja. Sekelompok kecil remaja yang mengalami konflik orangtua-remaja yang berat dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi remaja. Konflik yang berkepanjangan dan mendalam antara orangtua-remaja dapat menimbulkan sejumlah masalah seperti remaja kabur dari rumah, kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan dini, 2 3 keterlibatan dengan sekte-sekte keagamaan, dan penyalahgunaan obat-obatan. Hal tersebut berbeda dengan remaja yang sudah mampu mengendalikan emosinya dengan mengungkapkan emosi dengan cara-cara yang lebih dapat diterima Santrock, 1995: 40- 43. Berbeda dengan pendapat Andi Mappiare 1982: 83-91 yang menjelaskan bahwa salah satu sikap yang kuat dalam masa remaja akhir adalah sikap tertutup terhadap orang dewasa khususnya terhadap pemecahan masalah yang dihadapi. Hal tersebut muncul karena remaja ingin menentukan sikap dan keinginan untuk memecahkan masalah-masalah secara mandiri. Biasanya remaja terbuka terhadap kelompok teman sebaya. Dalam kelompok akrab tersebut, remaja dapat berdiskusi selama berjam-jam untuk membahas masalah yang dihadapi. Masalah yang sering dibahas antara lain hal-hal romansa, rekreasi, dan terkadang masalah perhiasan atau pakaian. Selanjutnya, perkembangan sosial dalam masa remaja berhubungan dengan perkembangan pribadi dan moral remaja akhir. Pandangan remaja terhadap masyarakat dan kehidupan bersama banyak dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya pribadi, citra diri, dan rasa percaya diri. Remaja yang memiliki penilaian diri kurang atau tidak diterima, maka remaja akhir memproyeksikan penolakan diri pada keadaan atau tatanan masyarakatnya yang menimbulkan adanya kritikan-kritikan remaja