Keadaan ini memberikan fenomena bahwa aplikasi dari penjabaran budaya organisasi yang didasari visi dan misi. Visi RS. Martha Friska Brayan yaitu “ Menjadi
Rumah Sakit terdepan di Sumatera pada tahun 2016 dengan jaminan pelayanan profesional dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien”. Misi RSU. Martha
Friska Brayan 1 Memberikan jasa pelayanan kesehatan bermutu dan terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat dan mendukung program pemerintah dalam bidang
kesehatan 2 Pengelolaan rumah sakit secara profesional dan modern sehingga secara bisnis tumbuh secara sehat, kompetitif dan berkesinambungan. Dan dengan
motto “Kami melayani Anda lebih baik We Serve You Better” masih belum sesuai dengan arah dan tujuan organisasi khususnya dalam pelayanan keperawatan secara
komprehensif termasuk dalam penerapan standar asuhan keperawatan, sehingga berdampak terhadap kinerja perawat dan mutu pelayanan keperawatan. Menurut
Kotler 1992 bahwa budaya organisasi yang kuat berkaitan dengan kinerja yang unggul karena melibatkan stuktur dan kontrol yang dibutuhkan untuk komitmen,
loyalitas, motivasi dan inovasi yang memberikan dampak positif terhadap kinerja.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh budaya organisasi dan penerapan standar asuhan keperawatan terhadap kinerja perawat di
Ruang Rawat Inap RS. Martha Friska Brayan.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi dan penerapan standar asuhan keperawatan terhadap kinerja
perawat di Ruang Rawat Inap RS. Martha Friska Brayan.
1.4. Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1.4.1. Ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat di Ruang Rawat
Inap RS. Martha Friska Brayan. 1.4.2. Ada pengaruh penerapan standar asuhan keperawatan terhadap kinerja
perawat di Ruang Rawat Inap RS. Martha Friska Brayan.
1.5. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian tesis yang dilakukan mahasiswa diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, yaitu sebagai berikut :
1.5.1. Bagi RS. Martha Friska Brayan
a. Memberikan masukan bagi manajemen RS. Martha Friska Brayan dalam menciptakan budaya organisasi yang kompetitif, informatif dan berbasis
sumber-daya manusia. b. Memperoleh informasi mengenai permasalahan–permasalahan yang ada di
bagian rawat inap khususnya mengenai penerapan standar asuhan keperawatan yang dihubungkan dengan kinerja perawat.
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan perbaikan atas permasalahan yang ditemukan terkait dengan penerapan standar asuhan keperawatan yang dihubungkan dengan kinerja
perawat.
1.5.2. Bagi Penulis
a. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kesehatan.
b. Dapat merencanakan dan melaksanakan manajemen keperawatan di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung-jawab dalam
rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika Prawirosentono, 1999. Kinerja karyawan
lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan bagaimana karyawan memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik.
Kinerja perorangan individual performance dengan kinerja lembaga institutional performance atau kinerja perusahaan corporate performance terdapat hubungan
yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan individual performance baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan corporate performance juga baik.
Kinerja seorang karyawan akan baik bila ia mempunyai keahlian skill yang tinggi, bersedia bekerja karena gaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian dan
mempunyai harapan expectation masa depan lebih baik Prawirosentono, 1999. Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria pekerjaan atau
dimensi. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang terpenting dari yang dilakukan orang di pekerjaannya. Dalam arti, kriteria pekerjaan menjelaskan apa yang dilakukan orang
di pekerjaannya. Oleh karena itu kriteria-kriteria ini penting, kinerja individual dalam
10
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan haruslah diukur, dibandingkan dengan standar yang ada, dan hasilnya dikomunikasikan pada setiap karyawan Mathis dan Jackson, 2002.
Menurut Nawawi 1997 kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik material maupun non-fisik non-material dalam suatu tenggang
waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja karena diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode
tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada
karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan
membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Menurut Guilbert dalam Hasibuan 2001 kinerja adalah sesuatu yang dapat
dikerjakan seseorang sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya yang dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Mangkunegara 2005 kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya, dan merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Menurut Notoatmojo 2000 mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “Achveve” yang artinya Ability
kemampuan pembawaan, Capacity kemampuan yang dapat dikembangkan, Help bantuan untuk terwujudnya kinerja, incentive imbalan material maupun non-
Universitas Sumatera Utara
material, Environment
lingkungan tempat kerja karyawan, Validity pedomanpetunjuk uraian kerja dan Evaluation Adanya umpan balik hasil kerja
Kinerja dihasilkan oleh adanya 3 tiga hal, yaitu : a. Kemampuan ability dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi
capacity to perform. b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan
untuk berprestasi willingness to perform. c. Kesempatan untuk berprestasi opportunity to perform
Kinerja sebagai hasil kerja output yang berasal dari adanya perilaku kerja serta lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian
individu pegawai, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja,
perilaku kerja pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat
pemberian, berasal dari luar diri pegawai dan bukan merupakan perilaku pegawai.
2.1.2. Determinan Kinerja
Menurut Mangkunegara 2000, bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu:
a. Faktor kemampuan secara psikologis kemampuan ability pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan realita pendidikan. Oleh karena itu
individu dalam organisasi perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor motivasi terbentuk dari sikap attitude seorang pegawai dalam menghadapi situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Menurut Ilyas 2012 yang mengutip pendapat Gibson 1987 ada tiga factor
yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi.
1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur.
3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis determinan kinerja individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Determinan Kinerja Individu dalam Organisasi
Sumber : Robbin, 2006 Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia 2003 indicator
kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan dengan dikategorikan dalam
beberapa kelompok antara lain : a. Masukan input adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan
program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, dan lain sebagainya.
Variabel Individu : 1.
Kemampuan dan Keterampilan
a. Mental b. Fisik
2. Latar Belakang a. Keluarga
b. Sosial c. Pengalaman
3. Demografis a. Umur
b. Asal-Usul Variabel
Psikologis : 1. Persepsi
2. Sikap 3. Kepribadian
4. Belajar 5. Motivasi
Variabel Organisasi : 1. Sumber Daya
2. Kepemimpinan 3. Imbalan
4. Struktur 5. Desain Pekerjaan
Perilaku Individu apa yang dikerjakan
Kinerja Individu hasil yang diharapkan
Universitas Sumatera Utara
b. Keluaran output adalah sesuatu berupa produkjasa fisik dan atau non-fisik sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dari program berdasarkan
masukan yang digunakan. c. Hasil outcome adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran perolehan produkjasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
d. Manfaat benefits adalah kegunaan suatu keluaran outputs yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses
oleh publik. e. Dampak impacts adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan
atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.
Indikator–indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengidentifikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Penetapan
indikator harus didasarkan pada perkiraan yang nyata dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data dana pendukung yang harus diorganisasi.
Indikator kinerja yang dimaksud hendaknya 1 spesifik dan jelas, 2 dapat diukur secara objektif, 3 relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan 4 tidak
bias.
2.1.3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja performance appraisal pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena
Universitas Sumatera Utara
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika
pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Penilaian
pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi kerja appraisal of performance adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui tentang seorang
karyawan telah melaksankan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Soeprihanto, 1988. Menurut Hellriegel dan Slocum dalam Aditama 2000,
menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja performance appraisal adalah suatu proses sistematik untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan setiap karyawan
serta menemukan jalan untuk memperbaiki prestasi mereka. Menurut Ilyas 2012, penilaian kinerja mencakup faktor-faktor antara lain :
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan memiliki perilaku yang ditentukan oleh sistem pekerjaan.
b. Ukuran, yaitu untuk mengukur prestasi kerja seorang petugas dibandingkan dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personil tersebut.
c. Pengembangan, yaitu penilaian yang bertujuan untuk memotivasi personil mengatasi kekurangannya dan mendorong individu untuk mengembangkan
kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya. Menurut Ilyas 2012, pada dasarnya metode penilaian kinerja dapat
dibedakan atas beberapa metode yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Penilaian Teknik Essay Pada metode ini, penilai menuliskan deskripsi tentang kelebihan dan
kekurangan seorang personil yang meliputi prestasi, kerjasama, dan pengetahuan personel tentang pekerjaannya. Dalam penilaian ini atasan melakukan penilaian
secara menyeluruh atas hasil kerja bawahan. b. Metode Penilaian Komparasi
Penilaian ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seorang personil yang lain yang melakukan pekerjaan sejenis. Dengan
membandingkan hasil pelaksanaan pekerjaan seperti ini akan mudah menentukan personil mana yang terbaik prestasinya sehingga mendapat bobot tinggi, yang dapat
dijadikan dasar untuk menentukan kriteria pemberian tingkat kompensasi, pemberian tanggung-jawab yang lebih tinggi dan sebagainya.
c. Metode Penggunaan Daftar Periksa Penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar periksa check list yang
telah disediakan sebelumnya. Daftar ini berisi komponen-komponen yang dikerjakan seorang personel yang dapat diberi bobot “ya”, atau “tidak”, “selesai” atau “belum”,
atau dengan bobot presentase penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan. Setiap personil perlu disediakan daftar checklist sesuai dengan bidang pekerjaannya masing-
masing. Sehingga personil yang bekerja di bidang operasi tentu berbeda daftarnya dengan personil yang bekerja di bidang administrasi.
Universitas Sumatera Utara
d. Metode Penilaian Langsung Penilaian dilakukan dengan melihat langsung pelaksanaan pekerjaan di
lapangan. Petugas yang melakukan penilaian ini adalah orang yang mengetahui apa yang harus dilihat dan dinilai.
e. Metode Penilaian Berdasarkan Perilaku Penilaian kinerja ini didasarkan pada uraian pekerjaan yang disusun
sebelumnya. Biasanya uraian pekerjaan tersebut menentukan perilaku yang diperlukan oleh seorang personil yang dinilai untuk melaksanakan pekerjaan itu.
f. Metode Penilaian Berdasarkan Kejadian Kritis Penerapan penilaian berdasarkan insiden kritis itu dilaksanakan oleh atasan
melalui pencatatan atau perekaman peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perilaku personil yang dinilai dalam melaksanakan pekerjaan.
g. Metode Penilaian Berdasarkan Efektifitas Penilaian berdasarkan efektifitas dengan menggunakan sasaran perusahaan
sebagai indikasi penilaian kinerja. Metode ini cukup rumit, karena dalam penilaian yang diukur adalah kontribusi personil, bukan kegiatan atau perilaku seperti pada
yang dilakukan dalam metode-metode penilaian lainnya. h. Metode Penilaian Berdasarkan Peringkat
Metode penilaian peringkat berdasarkan pembawaan yang ditampilkan oleh personel. Penilaian berdasarkan metode ini dianggap lebih baik, karena keberhasilan
pekerjaan yang dilaksanakan seorang personil sangat ditentukan oleh beberapa unsur yang bersangkutan. Oleh sebab itu dalam metode ini yang dinilai adalah unsur-unsur
Universitas Sumatera Utara
kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, prakarsa, kerja sama, kepemimpinan dan sebagainya.
2.2. Budaya Organisasi 2.2.1. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang diciptakan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu yang digunakan untuk menyesuaikan diri
dengan permasalahan internal atau eksternal organisasi Schein 1997. Pendapat dari beberapa pakar menyatakan bahwa budaya organisasi adalah kepercayaan, norma,
nilai, sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh para anggota kelompok yang membedakan organisasi itu dengan organisasi lainnya Robbin, 2006.
Budaya organisasi ada disetiap institusi atau lembaga termasuk rumah sakit. Budaya organisasi rumah sakit merupakan pedoman atau acuan untuk mengendalikan
perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lainb dalam berinteraksi antar mereka dan dengan rumah sakit lainnya. Hal yang dapat disimpulkan dari
budaya organisasi adalah cara berpikir, bekerja, dan berperilaku anggota organisasi dalam hal ini perawat dalam melakukan tugas di lingkungan kerjanya. Setiap
organisasi atau institusi pelayanan termasuk rumah sakit memiliki budaya organisasi yang spesifik dan unik yang menjadi pembeda dengan rumah sakit lainnya. Oleh
karena itu setiap komponen pengelola rumah sakit diwajibkan memahami budaya organisasi sebagai pedoman perilaku dalam bekerja. Hal ini dipertegas oleh Robbin,
2006 yang menyatakan bahwa pernyataan puas atau tidak puas pengelola, klien,
Universitas Sumatera Utara
keluarga dan karyawan pemberi pelayanan ditentukan antara lain oleh faktor budaya organisasi.
2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya organisasi adalah untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi, serta dalam
melakukan integrasi internal. Menurut Robbin 2006 ada lima fungsi budaya organisasi:
1. Budaya mempunyai peran menetapkan batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lainnya.
2. Budaya memberikan rasa identitas keanggotaan organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih jelas dari
pada kepentingan diri pribadi seseorang. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial dengan memberikan standar
yang tepat mengenai seluruh tugas yang harus dilakukan individu dalam organisasi.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku individu dalam organisasi.
Menurut Kreitner dan Kinicki 2006 membagi fungsi budaya organisasi menjadi empat 1 memberikan identititas kepada karyawannya, 2 memudahkan
komitmen kolektif dan 3 mempromosikan stabilitas sistem sosial, membentuk perilaku dengan membantu manajer top management dalam menjalankan tugasnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Robbin 2006 budaya organisasi terbentuk pada dasarnya melalui beberapa tahap, seperti pada gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2. Pembentukan Budaya Organisasi
Sumber ; Robbin 2006 Budaya organiasi terbentuk diawali dengan falsafah dasar pemilik organisasi
yang merupakan budaya asli organisasi yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam kriteria yang tepat. Tahap selanjutnya falsafah dasar organisasi yang diturunkan
manajer puncak yang bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh seluruh anggota berupa nilai–nilai peraturan, kebiasaan agar dapat
dimengerti. Tahap selanjutnya adalah tahap sosialisasi, dengan sosialisasi yang tepat, maka akan terbentuk budaya organisasi yang diharapkan Robbin, 2006.
2.2.4. Konsep Budaya Organisasi dalam Pelayanan Keperawatan
Konsep budaya organisasi dalam pelayanan keperawatan sebagai bagian organisasi rumah sakit merupakan hal penting. Menurut Mukhlas 2005, budaya
organisasi rumah sakit adalah pedoman atau acuan untuk mengendalikan perilaku organisasi dan perilaku perawat, tenaga kesehatan lainnya dalam berinteraksi antara
mereka dan berinteraksi dengan rumah sakit lain.
Filosofi Organisasi
Kriteria Seleksi
Manajemen Puncak
Sosialisasi Budaya
Organisasi
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan perawat di rumah sakit merupakan bagian yang penting dari berbagai macam tim kesehatan yang ada, oleh karena itu penciptaan nilai-nilai dasar
yang dijadikan pedoman bekerja bagi semua anggota rumah sakit dapat diikutsertakan oleh peran perawat. Selain itu kemampuan perawat dalam pelayanan
keperawatan secara profesional dipengaruhi oleh budaya organisasi ditempat perawat bekerja, karena nilai-nilai antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain berbeda.
Menurut Kotter dan Heskett 1992 ada keterkaitan yang erat antara budaya organisasi dengan kinerja. Budaya yang kuat akan menghasilkan kinerja organisasi
dalam jangka panjang. Budaya yang kuat akan membantu kinerja dalam menciptkan motivasi dalam diri pekerja,menimbulkan rasa nyaman bekerja, kemudian timbul
komitmen yang membuat karyawan lebih meningkatkan hasil kerja.
2.2.5. Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi
Menurut Ancok 1995 dalam Bijaya 2006, instrumen yang sudah valid di suatu negara belum tentu valid jika digunakan di negara lain karena nilai budayanya
berbeda. Menurut Schein 1985 dalam Veccho 1995 menjelaskan bahwa proses survei dapat digunakan untuk mendapatkan data yang digunakan untuk
mempersepsikan budaya organisasi. Salah satu bentuk format survei budaya organisasi yang ada adalah The
Denison Organizational Culture Survey Denison, 2000. Model ini didasarkan pada penelitian yang berlangsung lebih dari 15 tahun dan melibatkan 1000 organisasi yang
dilakukan oleh Dr. Denison dari Universitas Michigan.
Universitas Sumatera Utara
Adapun format survei dikembangkan berdasarkan empat karakteristik budaya yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi organisasi. Hal tersebut
menggambarkan fokus perhatian organisasi pada faktor internal dan eksternal sebuah organisasi. Kelebihan dari format ini adalah mudah dan cepat diimplementasikan dan
dapat dipergunakan untuk semua tingkatan organisasi. Penelitian Sihombing 2005 juga menggunakan format survei yang
dikemukakan oleh Denisn meliputi empat karakteristik yaitu keterlibatan, penyesuaian, konsistensi dan misi sebagai berikut:
1. Keterlibatan adalah faktor kunci dalam budaya organisasi yang merupakan karakteristik nilai dari organisasi dengan menempatkan pandangan tentang
pentingnya pentingnya keterlibatan seluruh pegawai yang bekerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Karakteristik ini meliputi nilai dan norma
pemberdayaan, orientasi tim dan pengembangan kapabilitas. 2. Penyesuaian adalah kebutuhan organisasi dalam melaksanakan kegiatan dalam
lingkungan organisasi tersebut, yaitu organisasi memegang nilai dan kepercayaan yang mendukung kapabilitas dalam menerima, serta menginterpretasikan dan
menterjemahkan tanda-tanda dari lingkungan ke dalam perubahan perilaku internal dari organisasi. Kemampuan adaptasi meliputi fokus pada pelanggan,
menciptakan perubahan serta pembelajaran organisasi. 3. Konsistensi adalah nilai dan sistem yang mendasari kekuatan suatu budaya. Nilai
ini memfokuskan pada integrasi sumber-sumber organisasi, koordinasi dan
Universitas Sumatera Utara
kontrol dan konsistensi organisasi dalam mengembangkan sistem yang efektif dalam pelaksanan kegiatan organisasi.
4. Karakteristik konsistensi meliputi koordinasi, integrasi, kesepakatan dan nilai- nilai inti.
5. Misi adalah arahan pada pencapaian tujuan jangka panjang yang bermakna pada organisasi meaningful long term. Misi menjelaskan tujuan dan arti yang
diterjemahkan dalam tujuan eksternal organisasi. Karakteristik misi meliputi tujuan dan visi organisasi, pengarahan serta pencapaian tujuan organisasi.
2.3. Standar Asuhan Keperawatan
Beberapa ahli membatasi pengertian standar antara lain : 1. Standar adalah satu pedoman yang dijalankan untuk meningkatkan mutu menjadi
lebih efektif dan efisien. 2. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi yang
dipergunakan sebagai batas penerimaan hasil suatu kegiatanproduk. 3. Standar adalah kisaran yang masih bisa diterima.
4. Standar adalah rumusan penampilan atau nilai yang diinginkan dan yang mampu dicapai, sesuai dengan parameter yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, standar adalah ukuran ideal yang ingin dicapai, sesuai dengan indikator atau parameter yang telah ditetapkan. Bila
dikaitkan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di ruang rawat inap, maka
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan standar berupa pedoman urutan kerja setiap kegiatan pelayanan kesehatan di ruang rawat inap untuk meningkatan mutu lebih efektif dan efisien.
Penentuan suatu standar dibuat tidak terlalu tinggi karena akan sulit untuk pencapaiannya dan juga tidak terlalu rendah, karena mudah pencapaiannya namun
tidak berkualitas. Jadi standar harus dibuat dalam minimal atau maksimal atau kisaran yang telah disepakati Depkes RI, 1996. Adapun syarat standar adalah :
1. Jelas, artinya dapat diukur dengan akurat, termasuk mengukur berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi.
2. Masuk akal, artinya ditetapkan wajar, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. 3. Mudah dimengerti, artinya suatu standar tidak berbelit-belit, sehingga mudah
dimengerti dan dilaksanakan. 4. Derajat dicapai, artinya suatu standar disesuaikan dengan kemampuan, agar dapat
dicapai. 5. Meyakinkan, artinya mewakili persayaratan yang ditetapkan
Terpenuhi atau tidaknya suatu standar dibutuhkan suatu batasan dalam pencapaiannya. Batasan pencapaian suatu standar disebut indikator. Dalam pelayanan
kesehatan indikator dibedakan menjadi dua macam : 1. Indikator persyaratan minimal artinya terpenuhi tingkat persyaratan minimal
unsur yang terkait dalam unsur masukan, unsur proses dan unsur lingkungan. 2. Indikator penampilan minimal performance dari pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan Depkes RI, 1996.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit