Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Banda r Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)

(1)

PEMETAAN KEBISINGAN DAN PENILAIAN MASYARAKAT

TERHADAP KEBISINGAN BANDAR UDARA

(

Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)

TRISLA WARNINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2006

Trisla Warningsih NRP.P052020431


(3)

ABSTRACT

TRISLA WARNINGSIH. Noise Mapping and Society Appraisal to Airport Noise (Case Study of Sultan Syarif Kasim II Airport, Pekanbaru Riau). Under supervision ofMOHAMAD YANI and EKA INTAN KUMALA PUTRI

Increasing in plane movement and expansion of area to hold bigger plane movement will cause problem to the environment, such as: increasing in noise emision (noises). The objective of this research were to mapping noise zone, analyze influence factor of society perception to noise, analyze influence factor of society willingness to stay or willingness to accept around Sultan Syarif Kasim II Airport Method used in this research were survey and noise measurement. The result of noisy area mapping to zone 1 was 16,251,665 m2, to zone 2 was 4,732,308 m2 and zone 3

was 2,434,037 m2. The factor that influencing society perception to noise were job,

length of time , proverty rights, distance and noisy area. The factor influencing level of society willingness to stay arround Sultan Syarif Kasim II Airport were length of time, proverty values and proverty rights. Willingnes to accept society around Sultan Syarif Kasim II Airport were influeced by education, job, proverty rights, distance and noisy area.


(4)

(

Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)

TRISLA WARNINGSIH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Sekolah Pascasarjana IPB

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya. Penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat langsung, maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan semangat selama melakukan peneltian di lapangan, pengolahan data hingga penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi PSL 3. Dr. Ir. Sam Herodian M.S sebagai dosen penguji

4. Ayahanda Anas Husin, Ibunda Syamsidar (Almh) dan Aswand i, S.hut, M.Si yang telah memberikan dorongan dan kasih sayangnya selama ini

5. Suami tercinta M. Yusri Rahmalis S.T atas kasih dan cinta yang diberikan selama ini.

6. Gadis kecilku Andini Muthmainnah

7. Teman-teman dan saudara-saudara yang telah memberi bantuan dan motivasi kepada penulis.


(6)

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi,


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuok, Propinsi Riau pada tanggal 9 Januari 1979. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Anas Husin dan Ibu Syamsidar(Almh).

Pada tahun 1985 penulis mengakhiri pendidikan pertama di Sekolah Taman Kanak-kanak Pertiwi, tahun 1990 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 1 Langgini. Kemudian pada tahun 1994 lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bangkinang, pada tahun 1997 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bangkinang. Tahun 2001 penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor. Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswi Magíster Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(8)

Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau)

Nama Mahasiswa : Trisla Warningsih Nomor Pokok : P052020431

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S i Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo,MS Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S


(9)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul “Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau). Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, sebagai bandar udara di Provinsi Riau yang menjadi pusat hubungan transportasi udara merupakan salah satu sumber kebisingan yang menarik diteliti. Disisi lain, dibukanya pemukiman- pemukiman penduduk yang tidak lagi memperdulikan batas kawasan yang aman bagi suatu kawasan bandar udara, menjadi menarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, berapa nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi serta membuat peta kawasan kebisingan sehingga zona mana yang paling nyaman untuk menjadi tempat pemukiman penduduk.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis.

Bogor, Juli 2006


(10)

viii Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ... 2

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 9

1.5 Hipotesis ... 9

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Kebisingan ... 11

2.2 P emetaan ... 21

2.3 Sistem Informasi Geografis ... 22

2.4 Metode Penilaian Lingkungan ... 25

2.5 Willingness to Accept... 28

2.6 Regresi Logit ... 30

2.7 Studi Penelitian Terdahulu ... 34

III METODE PENELITIAN... 36

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

4.2 Bahan dan Alat... 36

4.3 Metode Pengumpulan Data... 36

4.4 Analisis Data... 38

4.5 Batasan Penelitian ... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

4.1 Gambaran Umum Kota Pekanbaru ... 57

4.2 Gambaran Umum Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II ... 55

4.3. Karakteristik Umum Responden... 62


(11)

ix Halaman

4.5 Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh ... 81

4.5.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II ... 81

4.5.2 Keinginan Masyarakat Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II ... 85

4.5.3 Kesediaan Masyarakat dalam Menerima Kompensasi... 91

4.8 Analisis Nilai Kesediaan dalam Menerima Kompensasi... 95

4.9 Keterkaitan Persepsi Masyarakat... 99

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 105

5.1 Kes impulan ... 105

5.2 Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 107


(12)

x

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Isolasi dari Bahan Bangunan... 16

Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan Menurut Peruntukan ... 19

Tabel 3. Variabel yang Digunakan Dalam Analisis Data Penelitian ... 48

Tabel 4. Perkembangan Panjang Landasan Pacu... 58

Tabel 5. Frekuensi Penerbangan Harian Tahun 2006 ... 60

Tabel 6. Luas Kawasan Kebisingan dan Tata Ruang... 75

Tabel 7. Teknik Pengukuran dan Pemetaan Kebisingan... 78

Tabel 8 Pemetaan Kebisingan Berdasarkan Tipologi Kecamatan ... 79

Tabel 9. Hasil Analisis Fungsi Logit Terhadap Persepsi Masyarakat Terhadap

Kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II ... 82

Tabel 10. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Kesukaan Responden.... 87

Tabel 11 Hasil Analisis Fungsi Logit Terhadap Tingkat Kesukaan Masyarakat

Tetap Tinggal di Sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II ... 89

Tabel 12. Hasil Logit Kesediaan Menerima Kompensasi ... 92

Tabel 13. Hasil Analisis Fungsi Hedonis WTA... 96

Tabel 14. Persepsi Masyarakat Terhadap Kebisingan ... 100

Tabel 15. Kesediaan Masyarakat Menerima Kompensasi ... 102

Tabel 16. Karakteristik Bahan Rumah Responden Berdasarkan

Kawasan Kebisingan... 103


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran... 4

Gambar 2. Jumlah Penduduk Kota Peka nbaru... 57

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan Kota Pekanbaru... 62

Gambar 4. Distribusi Tingkat Umur Responden... 63

Gambar 5. Distribusi Tingkat Pendidikan ... 64

Gambar 6. Distribusi Tingkat Pekerjaan responden... 65

Gambar 7. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden... 66

Gambar 8. Distribusi Lama Tinggal Responden... 67

Gambar 9. Distribusi Harga Tanah Responden... 68

Gambar 10. Distribusi Status Rumah Responden... 69

Gambar 11. Distribusi Jarak Rumah Responden ... 69

Gambar 12. Peta Kawasan Kebisingan dengan Cerminan... 72

Gambar 13. Peta Kawasan Kebisingan dengan Penurunan Rumus Jarak... 73

Gambar 14. Peta Kawasan Kebisingan Bandar Udara Tahun 2003... 74

Gambar 15. Peta Kebisingan Kota Pekanbaru ... 80


(14)

xii

Halaman

Lampiran 1. Penempatan Titik Pengukuran... 110

Lampiran 2. Kuesioner ... 111

Lampiran 3. Data hasil Pengukuran Kebisingan... 116

Lampiran 4. Hasil Pengukuran WECPNL ... 117

Lampiran 5. Hasil Logit Persepsi Masyarakat terhadap Kebisingan ... 118

Lampiran 6. Hasil Logit Tingkat Kesukaan Masyarakat ... 119

Lampiran 7. Hasil Logit WTA Masyarakat ... 120

Lampiran 8. Hasil Regresi Linear Berganda WTA Masyarakat... 121

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian ... 123


(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi di bidang transportasi sangat membantu manusia dalam menghemat waktu perjalanan yang tadinya berlangsung sangat lama menjadi lebih cepat. Teknologi ini dikembangkan terus sesuai dengan kebutuhan manusia dan seiring dengan perkembangan jaman. Jenis dari transpo rtasi adalah transportasi darat, laut dan udara. Transportasi darat meliputi jalan raya, jalan rel, sungai dan danau, serta penyeberangan. Pelayanan transportasi mengarah pada integrasi antar/inter moda dengan tersedianya fasilitas terminal penumpang, stasiun kereta api, dermaga atau pelabuhan penyeberangan sungai atau danau yang memadai. Pelabuhan laut sebagai salah satu substitusi transportasi laut di Indonesia saat ini telah memberikan perannya yang terpenting sebagai pintu gerbang perekonomian daerah, simpul utama dan kegiatan antar moda dan sebagai terminal dalam distribusi barang.

Jaringan prasarana transportasi udara terdiri dari simpul yang berwujud bandar udara dan ruang lalu lintas udara. Bandar udara berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi bandar udara pusat penyebaran primer, sekunder, tersier dan bukan pusat penyebaran. Berdasarkan wilayah pelayanan penerbangannya dikelompokkan menjadi bandar udara internasional dan bandar udara domestik. Sedangkan berdasarkan penyelenggaraannya bandar udara dibedakan atas bandar udara umum dan bandar udara khusus. Bandar udara umum diselenggarakan oleh badan usaha kebandarudaraan, sedangkan bandar udara khusus dikelola oleh pengelola bandar udara khusus untuk keperluan sendiri.

Untuk mendukung pelayanan penerbangan, berdasarkan pelayanannya rute penerbangan dibagi atas rute utama, rute pengumpan dan rute perintis. Sedangkan berdasarkan wilayah pelayanannya rute penerbangan dibagi menjadi rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Sub Sektor Transportasi Udara dalam menciptakan pelayanan transportasi yang aman, nyaman, tepat waktu dan lancar antara lain dengan melakukan pembangunan prasarana guna meningkatkan


(16)

kemampuan bandar udara untuk melayani berbagai jenis pesawat, baik fasilitas bandar udara maupun fasilitas keselamatan penerbangan. Adapun dari segi sarana telah diambil kebijaksanaan dengan pengoperasian pesawat berbadan lebar untuk penerb angan jarak menengah dan jauh serta peremajaan armada kecil sesuai kondisi geografis Indonesia. Disamping itu telah diambil kebijaksanaan dalam rangka pemantapan rute penerbangan baik internasional maupun domestik.

Transportasi udara sebagai bagian integral dari sistem transportasi nasional, telah menunjukkan perkembangan yang cukup baik, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan yang terus menerus pada jumlah penumpang dan barang yang diangkut. Dalam tahun 2004 di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II jumlah pesawat terbang yang datang dan berangkat serta penumpang mengalami kenaikan. Terlihat adanya kenaikan jumlah penumpang yang datang sebesar 3.28 persen yaitu dari 11,157 unit menjadi 11,535 unit dan yang berangkat sebesar 4.18 persen yaitu dari 11,051 unit men jadi 11,533 unit. Sedangkan untuk barang yang dibongkar naik sebesar 20.28 persen yaitu dari 5,481,402 kg menjadi 6,876,174 kg. sedangkan untuk barang yang dimuat naik sebesar 15.27 persen yaitu dari 4,887,824 kg menjadi 5,769,251 kg (BPS Kota Pekanbaru, 2005). Peningkatan jumlah gerakan pesawat udara akan menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan yaitu: peningkatan emisi suara (kebisingan). Berdasarkan hal itu, maka menarik untuk melakukan penelitian tentang pemetaan kebisingan dan penilaian masyarakat terhadap kebisingan bandar udara studi kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau.

1.2 Kerangka Pemikiran

Peningkatan jumlah gerakan pes awat udara, penggunaan pesawat jet dan bertambahnya luas lahan yang digunakan untuk menampung gerakan-gerakan pesawat yang lebih besar di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari pembangunan bandar udara adalah kemudahan sarana transportasi. Sedangkan dampak negatif yang dapat diakibatkan dari kegiatan bandar udara adalah adanya kebisingan.


(17)

3

Pada penelitian ini difokuskan terhadap dampak positif dan dampak negatif. Penelitian akan memetakan kawasan kebisingan yang ada di bandar udara dan sekitamya. Pemetaan kawasan kebisingan bis a dilakukan setelah nilai dari tingkat kebisingan diperoleh, untuk pengukuran tingkat kebisingan digunakan alat Sound Level Meter dan dianalisis dengan menggunakan rumus WECPNL untuk pemaparan waktu 24 jam. Setelah nilai tingkat kebisingan diperoleh baru dimasukkan kedalam peta lokasi dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Untuk analisis faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, persepsi masyarakat terhadap kebisingan dan analisis faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat men erima kompensasi digunakan analisis logit. Sedangkan untuk analisis nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi dilakukan dengan dengan Metode Hedonic Price (HPM).

Selanjutnya akan dirumuskan kebijakan apa yang akan dilakukan terhadap bandar udara maupun pemukiman di sekitar bandar udara. Kebijakan ini akan berupa rekomendasi kepada pemerintahan daerah untuk mengatasi masalah kebisingan . Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat diagram alir kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.


(18)

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran Bandar udara SSK II

Dampak positif

Analisis nilai WTA Masyarakat

HPM Peta kawasan kebisingan

WECPNL

Sistem informasi geografis

Kebijakan yang diambil: Tata ruang: pemukiman pindah/Bandar udara pindah Antisipasi kebisingan

Analisis Faktor Berpengaruh 1. Persepsi Kebisingan

2. Masyarakat tetap tinggal di sekitar bandara

3.Kesediaan Menerima Kompensasi

Analisis logit

Transportasi Kebisingan

Dampak negatif Peningkatan jumlah gerakan

pesawat udara

Penggunaan

pesawat jet Bertambahnya


(19)

5

1.3 Perumusan Masalah

Problem tentang pemukiman di kota menunjukkan kecenderungan makin diabaikannya persyaratan lingkungan pemukiman. Hal ini mengakibatkan timbulnya lingkungan pemukiman baru yang kurang mengindahkan persyaratan kenyamanan dan keamanan bagi penduduknya, termasuk persyaratan gangguan kebisingan. Pemanfaatan area dekat bandar udara, termasuk pemanfaatan daerah lintasan penerbangan banyak terjadi, walaupun gangguan kebisingan oleh suara pesawat udara yang mendarat dan lepas landas terdengar hampir setiap saat.

Keberadaan dan kondisi pemukiman sangat ditentukan dengan aktifitas yang ada didalamnya. Pemukiman dengan aktivitas yang cukup tinggi (misalnya aktivitas ekonomi yang pesat) dapat menyebabkan kualitas pemukiman tersebut menurun jika tidak disertai perencanaan dan penataan pemukiman yang baik. Sebaliknya, pemukiman dengan aktivitas yang masih rendah cenderung mempunyai kualitas pemukiman yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan kualitas pemukiman di pedesaan dengan perkotaan yang mempunyai aktivitas yang berbeda.

Namun demikian, kualitas penduduk juga sangat mempengaruhi kondisi pemukiman. Penduduk dengan kualitas yang baik cenderung akan membentuk pemukiman yang baik pula. Sebaliknya, penduduk dengan kualitas yang rendah akan membentuk pemukiman yang rendah pula. Hal ini disebabkan adanya kesadaran pada penduduk yang mempunyai kualitas sumberdaya tinggi akan pentingnya menjaga kualitas pemukiman. Sedangkan penduduk yang mempunyai kualitas yang rendah cenderung kurang memiliki kesadaran dalam menjaga kualitas lingkungan.

Perkotaan dengan aktivitas ekonomi yang tinggi cenderung mengakibatkan turunnya kualitas lingkungan pemukiman yang ada. Keberadaan kota sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari tingginya tingkat migrasi penduduk ke perkotaan. Tingkat urbanisasi yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin besar. Oleh karena itu, apabila tidak disertai dengan perencanaan dan penataan yang baik akan


(20)

menyebabkan munculnya pemukiman yang tidak merata, bahkan cenderung padat dan kumuh.

Tingginya tingkat urbanisasi menyebabkan ketidakseimbangan penyediaan fasilitas kota dengan jumlah penduduk yang ada. Terlebih lagi, dengan adanya ketidakmerataan ekonomi telah menyebabkan perbedaan akses terhadap fasilitas tersebut. Penduduk yang tidak tertampung di dalam sektor formal memilih bekerja di sektor informal perkotaan dibandingkan kembali ke tempat asalnya. Semakin tingginya sektor informal ternyata memunculkan permasalahan pemukiman liar. Hal ini dikarenakan tidak semua pekerja sektor informal tertampung di pemukiman yang layak. Di sisi lain, adanya tingkat kemiskinan yang semakin tinggi menyebabkan pekerja sektor informal mendirikan pemukiman liar dan kumuh. Pemukiman liar dan kumuh sebenarnya dapat terjadi pada pemukiman yang didirikan dan diizinkan secara resmi oleh pemerintah yang kemudian berkembang menjadi pemukiman yang kumuh karena kurangnya perhatian pemerintah. Selain itu, pemukiman kumuh juga dapat terjadi secara disengaja oleh penduduk yang mendirikan pemukiman tanpa disertai izin dari pemerintah.

Pemukiman liar dan kumuh dicirikan dengan kualitas lingkungan yang buruk. Pemukiman tersebut tidak tertata secara baik, kondisi drainase yang buruk serta ketersediaan ventilasi yang rendah. Drainase yang buruk akan menyebabkan munculnya berbagai jenis penyakit serta rawan terjadin ya banjir. Selain itu kurangnya fasilitas air bersih akan menyebabkan kualitas kesehatan penduduk akan rendah.

Keberadaan pemukiman yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda menyebabkan adanya preferensi/pilihan seseorang di dalam memilih tempat tinggal. Sebuah tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tingg al, fasilitas yang disediakan, aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi faktor utama. Hal ini dikarenakan harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas serta kesesuaian tata ruangnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka


(21)

7

seseorang cenderung untuk memilihnya. Demikian juga jika aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang cenderung akan memilihnya.

Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, baik air dan udara. Tempat tinggal yang tidak bersih dari polusi akan rentan menimbulk an berbagai penyakit. Polusi udara dapat menimbulkan alergi, penyakit paru -paru, penyakit tenggorokan dan gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan polusi air dapat mengakibatkan konsumsi air yang tidak sehat. Kenyamanan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bebas dari berbagai kebisingan dan keramaian. Kenyamanan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut.

Persyaratan daerah pemukiman dipandang dari segi gangguan kebisingan adalah persyaratan kebisingan tidak boleh lebih dari 60 dBA dengan tingkat ideal maksimum gangguan kebisingan sebesar 40 dBA. Kebisingan merupakan bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. Suara tersebut tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia. Secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan terhadap manusia dan lingkungannya termasuk pada ternak, satwa liar dan sistem di alam (Suratmo, 2002).

Kebisingan tersebut akan mempengaruhi kualitas lingkungan di sekitar bandar udara yang menimbulkan eksternalitas negatif terhadap individu-individu masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara. Eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan adalah gangguan pembicaraan, gangguan tidur, stress, efek negatif pada pekerjaan dan kesehatan mental.

Pada saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab gangguan lingkungan yang penting. Pada tahun 70-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah 1 dB pertahun dan 10 dB per dekade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan bebas hambatan (freeways) di perkotaan, peningkatan kepadatan lalu lintas udara, perubahan dari pesawat berpropeler menjadi pesawat jet, bertambahnya aktivitas konstruksi dan semakin dekatnya kawasan pemukiman


(22)

maupun kawasan perindustrian. Sedangkan di Indonesia yang masih terus membangun, taraf kebisingan akan terus naik, terutama dari transportasi dan industri.

Sumber-sumber kebisingan pada suatu bandar udara adalah bekerjanya mesin-mesin pesawat terbang pada saat dioperasikan, baik secara kumulatif selama 24 jam maupun secara individu. Suara bising tersebut mulai sejak pemanasan mesin pesawat di darat, pergerakan menuju landasan pacu, saat tinggal landas serta pesawat yang dat ang mulai dari menurunnya pesawat dari ketinggian tertentu menuju pendaratan dan diteruskan ke lapangan parkir.

Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II, sebagai bandar udara di Provinsi Riau yang menjadi pusat hubungan transportasi udara merupakan salah satu sumber kebisingan yang menarik diteliti. Disisi lain, dibukanya pemukiman - pemukiman penduduk yang tidak lagi memperdulikan batas kawasan yang aman bagi suatu kawasan bandar udara, menjadi menarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar bandar udara, berapa nilai kesediaan masyarakat menerima kompensasi serta membuat peta kawasan kebisingan sehingga zona mana yang paling nyaman untuk menjadi tempat pemukiman penduduk

Berdasarkan hal diatas secara rinci rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi hal-hal berikut ini:

1. Bagaimana memetakan kawasan kebisingan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dan daerah sekitarnya?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II?

3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II?

4. Bagaimana kesediaaan masyarakat dalam menerima kompensasi akibat kegiatan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II?


(23)

9

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah:

1. Pemetaan kawasan kebisingan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dan daerah sekitarnya

2. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan Bandar Udara Sult an Syarif Kasim II

3. Analisis faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II

4. Analisis kesediaaan masyarakat dalam menerima kompensasi akibat kegiatan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II

1.5 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Tingkat kebisingan d i sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman.

2. Tingkat kebisingan tidak berpengaruh terhadap keinginan masyarakat dalam memilih lingkungan tempat tinggal.

3. Masyarakat yang tinggal di dekat bandar udara merasa kondisi tempat tinggalnya lebih bising dibandingkan masyarakat yang tinggal lebih jauh dari bandar udara.

4. Masyarakat yang merasakan dampak langsung dari kebisingan bersedia menerima dana kompen sasi.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada stakeholders

yang terkait sebagai rekomendasi dalam usaha penanggulangan kebisingan akibat kegiatan bandar udara, Penduduk yang bermukim di sekitar kawasan Bandar


(24)

Udara Sultan Syarif Kasim II bisa memperoleh gambaran yang jelas mengenai akibat dari kebisingan dan menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

2.1.1 Pengertian Kebisingan

Salah satu komponen dampak transportasi terhadap lingkungan adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu-lintas baik pada jalan raya, jalan rel maupun bandar udara. Masalah dampak kebisingan transportasi bersifat unik dibandingkan dengan polusi-polusi lainnya. kebisingan terjadi secara spontan dan timbul setiap saat akibat gerakan kendaraan. Apabila gerakan kendaraan telah menjauhi suatu lokasi, maka bentuk polusi ini tidak meninggalkan dampak sama sekali.

Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya. Suara tersebut tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia. Secara umum kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang merugikan terhadap manusia dan lingkungannya termasuk pada ternak, satwa liar dan sistem di alam (Suratmo, 2002).

Secara sederhana, kebisingan dapat didefinisikan atas dasar beberapa elemen dasar: yaitu sumber suara, saat penyebaran suara dan penerima. Suara adalah getaran atau perubahan tekanan dalam suatu medium yang elastis dan menimbulkan sensasi pendengaran yang dapat ditangkap telinga (Maxwell, 1973). Sumber dari getaran suara in i biasanya adalah getaran dari suatu benda padat atau turbulensi (gangguan) dalam zat cair atau udara.

Suara sebenarnya adalah energi mekanis dari suatu getaran yang menjalar secara siklus seri dari pemampatan dan penjarangan dari molekul benda yang dilewati. Suara dapat diteruskan oleh gas, benda cair dan benda padat. Jumlah dari pemampatan dan penjarangan ini dalam waktu tertentu disebut pula sebagai frekuensi suara. Frekuensi ini diukur dengan satuan Hertz (Hz), dapat pula disebut sebagian siklus suara per detik. Manusia hanya dapat mendengar suara yang frekuensinya berada antara 16 sampai 20.000 Hz.


(26)

Tingkat intensitas/tekanan suara dapat diukur dengan alat “Sound Level

Meter (SLM)” yang mempunyai 4 skala yaitu, A, B, C, dan D. Setiap skala

mempunyai filter yang meniadakan frekuensi-frekuensi tertentu. Skala A digunakan untuk mengukur suara dengan tingkat kenyaringan sekitar 40 dB, skala B untuk mengukur suara dengan tingkat kenyaringan sekitar 70 dB, skala C untuk suara yang nyaring dan skala D untuk mengukur suara yang sangat nyaring seperti suara pesawat terbang. Dari ke empat skala tersebut, skala yang paling sering digunakan adalah skala A baik untuk suara yang berfrekuensi rendah maupun tinggi. Skala A mempunyai ketepatan yang tinggi untuk jangkauan frekuensi yang luas (Alfredson, 1976).

2.1.2 Sumber Kebisingan

Beberapa sumber kebisingan dapat dikelompokkan dalam (Hartono, 1999):

1. Bising lalu lintas, bising ini ditimbulkan oleh suara transportasi, misalnya kereta api, pesawat terbang, bus dan lain -lain serta lebih banyak dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar jalur lalu lintas.

2. Bising industri, berasal dari industri besar yang mengoperasikan mesin-mesin yang menghasilkan bunyi sampai sekitar 100 dB. Bising industri ini dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat pemukiman di sekitar industri.

3. Bising rumah tangga, biasanya berasal dari kegiatan rumah tangga dan biasanya tidak terlalu bising.

Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan, yaitu:

a. Kebisingan implusif, yaitu kebisin gan yang datangnya tidak secara terus menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Contohnya: kebisingan yang datangnya dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin pemasang tiang pancang.


(27)

13

b. Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara terus-menerus dalam waktu yang cukup lama. Contohnya : kebisingan yang datang dari suara mesin yang dijalankan (dihidupkan).

c. Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan akan datang lagi. Contoh : suara mobil atau pesawat terbang yang sedang lewat, (Wardhana, 1995).

Lebih khusus lagi Raney dan Cawthorn , 1978 menyebutkan bahwa sumber kebisingan utama pada pesawat terbang adalah:

a. Turbojet Engine Noise, yaitu kebisingan yang dikeluarkan dari pergerakan

mesin dan berakselerasi dengan udara luar melalui nozel.

b. Turbofan Engine Noise, yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh kompresor dan

turbin,

c. Aerodynamic Noise, yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh aliran udara di

bawah badan pesawat terbang, rongga-rongga pesawat, roda gigi pendaratan dan bagian permukaan pesawat.

d. Propeller Aircraft Noise, yaitu kebisingan yang berasal dari kekuatan gas di

turbin atau dari kerja piston mesin pesawat.

2.1.3 Jarak dan Kebisingan

Semakin jauh jarak sumber bunyi maka kebisingan semakin menurun. Secara umum hubungan antara level suara suatu sumber bunyi terhadap jarak dapat ditulis persamaan sebagai berikut:

LP = LW-20log r – 8 (dB)

Keterangan :

LP = Level suara pada jarak r dari sumber LW = Level suara pada titik pengukuran sumber R = jarak titik pengukuran dengan sumber


(28)

2.1.4 Pengaruh Kebisingan

Menurut Tatta (1984), bahwa pengaruh negatif dari kebisingan dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:

1. Gangguan pembicaraan

Sebagai pedoman, resiko potensial pada pendengaran terjadi jika komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan berteriak. Gangguan komunikasi ini dapat berakibat fatal jika terjadi penerimaan yang salah dari si penerima. Pegangan sehari-hari bahwa komunikasi pembicaraan dua orang dengan intensitas 55 dBA dengan jarak 1 meter, jika lebih biasanya komunikan harus berteriak.

2. Gangguan tidur

Kebisingan dapat menyebabkan seseorang tidak dapat tidur atau membangunkan seseorang yang sedang tidur nyenyak. Menurut penelitian -penelitian (WHO) bahwa bunyi dengan intensitas 35 dBA sudah dapat membangunkan atau membuat seseorang tidak dapat tidur. Akan tetapi jika orang tersebut sudah biasa tidur dengan intensitas 35 dBA, maka dia baru terganggu pada kebisingan 50 dBA. Di masyarakat gangguan ini bervariasi sesuai deng an umur, jenis kelamin, adaptasi dan lain-lain.

3. Stress reaction

Ekspos dengan kebisingan telah banyak diselidiki dan disimpulkan bahwa kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan fungsi-fungsi psikologis dalam tubuh, terutama menyebabkan stress action. Denyut jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan -perubahan sehingga jantung berdebar-debar dan tekanan darah menjadi tinggi. Fungsi pencernaan juga mengalami gangguan notaliti sehingga dapat berakibat penyakit maag. Kelenjar-kelenjar hormon juga mengalami gangguan fungsi karena kebisingan.

4. Efek pada pekerjaan

Agak sulit untuk mendemonstrasikan hubungan antara kebisingan dengan produktivitas, akan tetapi dapat dipahami bila seseorang bekerja pada tempat-tempat yang bising maka akan terjadi kecelakaan-kecelakaan. Disamping itu kebisingan mengganggu konsentrasi (perhatian) sehingga tenaga kerja itu


(29)

15

akan mengalami fatique, apalagi bila tenaga kerja iu peka terhadap kebisingan.

5. Efek pada kesehatan mental

Secara langsung kebisingan tidak menimbulkan/menyebabkan gangguan mental, akan tetapi secara tidak langsung dapat menyebabkan kambuhnya

neurosis latent.

2.1.5 Pengendalian Kebisingan

Dikenal beberapa cara dasar pengendalian kebisingan, yaitu: a) mengurangi vibrasi sumber, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang

dikeluarkan sumbern ya, b) menutupi sumber suara, c) melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara, d) menghalangi merambatnya suara, e) melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lain berada dari suara, dan f) melindungi telinga dari suara (Suratmo, 2002).

Usaha yang ditempuh untuk mengendalikan kebisingan di bandar udara adalah:

1. Mencari desain dan mesin yang dapat menurunkan kebisingan, 2. Mengatur jalur kapal terbang,

3. Peredam suara melalui landscape dan alat khusus,

4. Mengatur tata guna tanah, misalnya kawasan di sekitar bandar udara jangan digunakan untuk perumahan, tetapi lebih baik untuk perkantoran yang gedungnya dapat memakai peredam suara (Suratmo, 2002)

Carpenter et al (1975) menerangkan gelombang bunyi yang menyebar di udara akan berkurang setelah diserap oleh udara dan objek-objek lain diantaranya tanaman. Tanaman yang efektif mereduksi kebisingan adalah yang memiliki daun yang lebat sepanjang tahun dengan pola daun yang menyebar hingga ke permukaan tanah. Penanaman beberapa spesies secara bersama lebih efektif dalam mereduksi kebisingan dari pada penanaman tunggal. Setiap jenis tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan. Pohon dan semak memiliki daya serap yang tinggi terhadap kebisingan. Kebisingan dapat


(30)

direduksi hingga 10 dB pada jalur yang tersusun dari pohon yang tinggi dan rimbun. Hasil penelitian Yuliarti (2002) menyatakan urutan tanaman yang paling baik dalam mereduksi kebisingan adalah Pinus (Pinus merkusii) yang dapat mereduksi suara dengan baik pada semua frekuensi dapat mencapai -40.8 dB. Tanjung (Mimusop elengi) dapat mereduksi suara mencapai -38.6 dB. Bambu pagar (Bambusa glaucescens) dapat mereduksi suara sampai -31.1 dB dan Cemara kipas (Thuja orientalis) dapat mereduksi suara sampai -24 dB.

Karakteristik isolasi dari bahan bangunan yang dapat mereduksi kebisingan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Isolasi Dari Bahan Bangunan

No Material Tebal

mm

Masa kg/m2

Indeks reduksi kebisingan dBA

1 Papan asbes semen 6 12 26

2 Bata 113 20 35-40

3 Papan 18 12 26

4 Batako 75 100 23

5 Triplek 6 4 21

6 Papan wol kayu dengan plesteran 13 mm pada dua sisi

76 70 35

7 Lembar aluminium 1.5 5 22

Sumber: Sukarmadijaya, 1995

2.1.6 Penilaian Kebisingan

Ukuran yang dipakai untuk menentukan besarnya nilai baku mutu tingkat kebisingan dihitung dari besarnya nilai tekanan suara (sound pressure). Tekanan ini mempunyai bentangan yang sangat luas. Panjang gelombang suara yang pendek akan menimbulkan tekanan suara yang kecil, oleh karena itu didengar oleh telinga sebagai suara yang lemah sebab resonansi pada gendang telinga juga lemah. Sebaliknya panjang gelombang suara yang lebih panjang akan menimbulkan tekanan suara yang lebih keras.

Untuk menilai kebisingan pesawat terbang dibedakan antara skala penilaian (rating scale) dan prosedur/cara penilaian (rating procedure). Yang dimaksud dengan skala penilaian adalah penentuan suatu besaran dari tingkat


(31)

17

kebisingan sinambung setara berbasis energi dengan koreksi pada besaran-besaran fisis seperti koreksi nada tunggal, fluktuasi sinyal bising terhadap waktu atau koreksi akibat distribusi statistik sinyal bising. Apabila penentuan dari tingkat kebisingan sinambung setara berbasis energi dengan koreksi tanggapan manusia terhad ap kebisingan operasi pesawat udara, maka penentuan besaran ini disebut prosedur penilaian (rating procedure). Kedua jenis besaran bising ini mengikut sertakan faktor-faktor demografi sehinga rating kebisingan (noise rating) akan berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara.

Tjatur (2000) mencatat beberapa jenis skala dan prosedur penilaian untuk kebisingan pesawat udara antara lain :

1. OASPL (Overall Sound Pressure Level), dB

Besaran suara ini didasarkan pada pengukuran tingkat kebisingan yang diakibatkan oleh energi dalam rentang frekuensi dengar. Pengukuran dilakukan tanpa menggunakan filter frekuensi.

2. Lk (A-weighted Sound Pressure Level), dB(A)

Besaran ini sama dengan besaran OASPL akan tetapi pengukuran dilengkapi dengan filter pembebanan A.

3. EPNL (Effective Perceived Noise Level)

Besaran ini direkomendasikan oleh FAA (Federal Aviation Administration)

USA sejak tahun 1969. Besaran ini didasarkan pada perhitungan - perhitungan

loudness level Mark VI dengan beberapa modifikasi.

4. NNI (Noise and Number Index)

Digunakan untuk menentukan paparan tingkat kebisingan operasi pesawat udara di sekitar bandara -bandara di Inggris.

Beberapa jenis prosedur penilaian yang digunakan di beberapa negara antara lain :

1. WECPNL (Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level)

Direkomendasikan oleh ICAO pada tahun 1971. Prosedur penilaian ini didasarkan pada besaran obyektif EPNL dengan mengikutsertakan koreksi atau pembebanan yang berbeda terhadap kebisingan yang terjadi pada periode pagi hari dan malam hari serta koreksi terhadap musim dengan basis suhu udara rata-rata. Pembebanan yang berbeda ini menunjukkan bahwa


(32)

negara-negara anggota ICAO menganggap bahwa tanggapan kebisingan manusia untuk pesawat yang beroperasi pada siang hari dan malam hari berbeda walaupun tingkat kebisingan (melalui pengukuran obyektif) yang dihasilkan adalah sama. Tingkat kebisingan diukur dalam dB(A).

2. NEF (Noise Exposure Forecast):

Digunakan di USA atas rekomendasi FAA sekitar tahun 1970 dan merupakan perkembangan dari prosedur penilaian sebelumnya yaitu CNR (Community

Noise Rating, 1964). Koreksi terhadap tanggapan manusia bagi kebisingan

pesawat hanya didasarkan pada perbedaan waktu terjadinya kebisingan yaitu antara pagi dan malam hari. Penalti untuk pesawat yang terbang pada malam hari adalah 10 dB lebih tinggi dari penerbangan siang hari untuk kebisingan yang sama dengan periode waktu yang digunakan adalah siang = 07.00 - 22.00 dan malam = 22.00 -07.00.

3. ANEF (Australia Noise Exposure Forecast) :

Dasar perhitungan sama dengan NEF akan tetapi penalti untuk penerbangan malam hari adalah 12 dB. Periode waktu yang digunakan adalah siang= 07.00 - 19.00 dan malam = 19.00 - 07.00.

2.1.7 Baku Mutu Kebisingan

Baku mutu kebisingan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/1996 dapat dilihat pada Tabel 2. Khusus untuk Bandar Udara, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 17/2005 tentang “Batas-batas Kawasan Kebisingan Bandar Udara". Ketentuan tersebut menyatakan bahwa Baku Mutu Tingkat Kebisingan dan Tata Guna Tanah di sekitar Bandara ditentukan berdasarkan tipe kawasan kebisingan yang dibagi ke dalam 3 tipe kawasan kebisingan, yaitu tipe kawasan kebisingan tingkat 1, tipe kawasan kebisingan tingkat 2 dan tipe kawasan kebisingan tingk at 3. Dalam peraturan tersebut juga disebut bahwa untuk menentukan tipe kawasan kebisingan dimaksud diperoleh dengan cara menentukan nilai kebisingan di sekitar bandar udara dengan menggunakan prosedur penilaian Weighted Equivalent Continuous


(33)

19

Perceived Noise Level (WECPNL) yang direkomendasikan oleh ICAO pada

tahun 1971.

Tabel 2. Baku Mutu Kebisingan Menurut Peruntukan Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan Tingkat kebisingan a. Peruntukkan kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan dan jasa

3. Perkantoran d an perdagangan 4. Ruang hijau terbuka

5. Industri

6. Pemerintahan dan fasilitas umum 7. Rekreasi

8. Khusus:

- Bandar udara* - Stasiun kereta api* - Pelabuhan laut - Cagar budaya b. Lingkungan kegiatan

1. Rumah sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya

55 70 65 50 70 60 70 70 60 55 55 55 Sumber: MenLH (2004)

Keterangan:

* disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan

Penentuan prosedur penilaian dan tipe kawasan kebisingan bandar udara maupun tata guna tanahnya dikutip dari pasal 1 dan pasal 8 sebagai berikut :

Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

a. Kawasan kebisingan adalah kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu lingkungan.

b. Kawasan kebisingan adalah garis yang menghubungkan titik -titik atau tempat-tempat yang mempunyai nilai indeks tingkat kebisingan yang sama. c. Desibel A maksimum atau Maximum A-Weighted Sound Level atau tingkat


(34)

maksimum adalah unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran.

d. Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level atau nilai ekivalen tingkat kebisingan yang dapat diterima terus menerus selama suatu rentang waktu dengan pembobotan tertentu, selanjutnya disingkat WECPNL adalah rating terhadap tingkat gangguan bising yang mungkin dialami oleh penduduk di sekitar bandar udara sebagai akibat dari frekuensi operasi pesawat udara pada siang dan malam hari.

Pasal 8

Penentuan Kawasan Kebisingan Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (5) dan tata guna tanahnya meliputi :

a. Kawasan Kebisingan Tingkat 1

Kawasan kebisingan tingkat 1 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 70 WECPNL dan lebih kecil dari 75 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 1 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan, kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit. Bangun an sekolah dan rumah sakit yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku { 55 dB(A) sesuai Kep -48/MENLH/11/1996 }.

b. Kawasan Kebisingan Tingkat 2

Kawasan kebisingan tingkat 2 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 75 WECPNL sampai dengan lebih kecil 80 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 2 dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan/atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal. Bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal yang sudah ada dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai


(35)

21

peraturan perundangundangan yang berlak u (55dB(A) sesuai Kep -48/MENLH/1 1/1996).

c. Kawasan Kebisingan Tingkat 3.

Kawasan kebisingan tingkat 3 mempunyai nilai tingkat kebisingan lebih besar atau sama dengan 80 WECPNL. Tanah dan ruang udara pada kawasan kebisingan tingkat 3 dapat dimanfaatkan untuk membangun bangunan atau fasilitas bandar udara yang dilengkapi pemasangan insulasi suara sesuai dengan prosedur yang standar sedemikian sehingga tingkat bising yang terjadi di dalam bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kep-48/MENLH/11/1996 ). Selain penggunaan di atas dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian lingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung.

2.2 Pemetaan

Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi. Informasi merupakan bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran langsung. Dengan kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dapat dipergunakan dalam pengambilan keputusan. Supaya bermanfaat, suatu peta harus dapat menampilkan informasi secara jelas, mengandung ketelitian yang tinggi, walaupun tidak dapat dihindari akan bersifat selektif.

Data pada peta biasanya telah mengalami pengolahan, umumnya ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Dalam hubungan ini apa yang disajikan peta keseluruhannya merupakan informasi karena telah mengalami pengolahan baik terhadap data maupun informasi lain dengan ditambahkannya pengetahuan agar dapat disadap maknanya. Misalnya kita ingin menyajikan data mengenai jumlah penduduk pada suatu kabupaten. Dengan hanya menyajikan data mengenai hasil sensus, tidak memberikan informasi yang maknanya jelas walaupun data tersebut telah disajikan sesuai dengan keadaan sebenamya. Mengolah data tersebut secara statistik dan menyajikannya dalam bentuk terkelaskan,


(36)

misalnya berdasar umur, jenis kelamin, dan lainnya, akan meningkatkan makna dari data tersebut. Penyajian hasil sensus secara langsung lebih tepat disebut penyajian data, sedangkan penyajian dalam bentuk yang terakhir adalah penyajian informasi. Penampilan informasi tersebut secara keruangan (spasial) adalah apa yang disebut dengan pemetaan.

2.3 Sistem Informasi Geografi

Sistem informasi geografi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang dapat melakukan pengumpulan, penyimpanan, analisis, penyajian suatu obyek dan fenomena di mana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting dalam melakukan analisis (Aronoff, 1989). Sistem informasi geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang diran cang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Intinya SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non-spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus danWiradisastra, 2000).

Sistem informasi geografi berdasarkan operasinya dapat dib edakan menjadi dua kelompok, yaitu:(1) SIG secara manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog, dan (2) SIG secara terkomputer atau lebih sering disebut SIG otomatis (prinsip kerjanya sudah menggunakan komputer sehingga datanya merupakan data digital). SIG manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembar material transparansi untuk tumpang -tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan -laporan statistik dan laporan-laporan survey lapangan.

Saat ini prosedur analisis manual masih banyak dilakukan, akan tetapi dengan berjalannya waktu prosedur ini akan berangsur-angsur hilang. Di negara kita saat ini, beberapa aplikasi SIG secara manual masih selaras, bahkan dari segi efisiensi lebih sesuai disebabkan masih banyaknya kendala pada sumberdaya manusia, peralatan, dan terutama biaya untuk menggunakan sistem terkomputerkan. Keuntungan SIG otomatis akan terasakan pada tahap analisis


(37)

23

dan penggunaan data yaug berulang-ulang, terutama bila diperlukan analisis yang kompleks dan menggunakan data yang sangat besar jumlahnya. Bagaimanapun juga untuk memahami SIG otomatis dengan baik, seyogyanya bertahap melalui pemahaman SIG manual, karena sebagian besar prosedur kerja SIG otomatis berawal dari yang manual.

Untuk keperluan operasional, terdapat beberapa komponen utama dari SIG yaitu : (1) perangkat keras; (2) perangkat lunak; (3) basis data; dan (4) sumberdaya/kemampuan pengguna. SIG paling tidak didukung oleh tiga sistem perangkat keras yaitu mainframe, komputer pribadi (PC), dan workstation.

Perangkat lunak SIG di pasaran dibuat untuk berbagai macam tipe perangkat keras dengan format yang berbeda. Pemilihan perangkat lunak SIG tergantung pada kebutuhan pengguna atau disesuaikan dengan aplikasi yaug akan dipakai.

Basis data merupakan komponen penting dalam SIG. Upaya pembuatan dan pemeliharaan basis data selayaknya telah diperhitungkan sebelum memutuskan penggunaan SIG, khususnya di negara-negara dimana basis data digital tidak tersedia meski sistem geografi telah dilakukan. Potensi SIG untuk aplikasi yang lebih besar dengan kemampuan mengintegrasikan data dari berbagai sektor, memerlukan pengetahuan pengguna dari berbagai disiplin ilmu,

disamping keahlian khusus untuk memaksimalkan pemanfaatan teknologi SIG. Peranan SIG sebagai suatu sistem infomasi, tergantung pada keberadaan

data. Kualitas hasil analisis yang diproduksi dari SIG sangat ditentukan oleh kualitas data yang digunakan. Dalam hal ini SIG menggunakan dua jenis data, yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk grafis yang berkaitan dengan masalah keruangan. Jenis data ini menunjukkan lokasi geografik tertentu, suatu fenomena di permukaan bumi atau sering disebut dengan georeferensi. Setiap tipe data spasial dalam SIG mengacu ke bentuk lapisan data atau bidang data. Dalam setiap lapisan akan terdiri dari 3 tipe segmen data (entity) yaitu : titik, garis, dan poligon atau area.

a. Unsur titik (point), menunjukkan lokasi geografik suatu fenomena dimana fenomena tersebut batas dan bentuknya terlalu kecil untuk ditampilkan pada peta, sehingga tidak dapat digambarkan sebagai garis atau area. Contoh unsur


(38)

titik adalah lokasi kota (peta skala kecil), ketinggian puncak gunung, dan lain-lain.

b. Unsur garis (line features), terdiri dari serangkaian titik -titik yang berhubungan satu sama lain. Unsur garis digunakan untuk menunjukkan unsur-unsur peta yang terlalu sempit jika digambarkan sebagai area atau unsur peta yang secara teoritik tidak memiliki luasan. Contoh unsur garis adalah aliran sungai, jaringan jalan, batas administrasi, kawasan, dan lain-lain. c. Unsur area (poligon), merupakan gambar tertutup yang dibatasi oleh garis

yang mengelilinginya. Contoh unsur area adalah danau, kawasan industri, pulau, dan sebagainya.

Data atribut adalah data yang melengkapi keterangan-keterangan dari data spasialnya baik dalam bentuk statistik maupun deskriptif. Data atribut dibedakan menjadi data kualitatif (nama, jenis, tipe, dan lain-lain) dan data kuantitatif (angka, satuan/besaran jumlah, tingkatan, klas interval) yang mempunyai hubungan satu -satu dengan data spasialnya.

File-file yang disusun tidak berstruktur rentan terutama untuk data yang terdapat dalam jumlah besar atau untuk data yang berubah secara terus -menerus. Oleh karena itu berbagai sistem pengolahan basis data (Database Management

System/DBMS) telah dikembangkan agar dapat menangani data dalam jumlah

yang besar dan kompleks. Semua sistem basis data ditujukan untuk mempermudah pencarian dan penghubung data tabular. Suatu sistem pengolahan basis data harus dapat digunakan untuk memanipulasi berbagai tipe objek dan variasi hubungan antar objek. Model basis data yang dibentuk dari data non-spasial meliputi : 1) model basis data hierarki; 2) model basis data jaringan; dan 3) model basis data relasional.

Pada model basis data hierarki, data diorganisasikan menurut struktur yang menyerupai akar pohon. Organisasi dari data dilakukan dengan memberi kode pada record (menunjukkan baris) data untuk setiap entitas, tetapi hanya satu buah field yaug ditentukan sebagai key field guna mengakses data lain. Bentuk data hierarki memiliki hubungan banyak -satu (many to one), maka panggilan dilakukan melalui bentuk struktur akar pohon. Model basis data ini masih bisa dianggap efisien selama kuantitas data yang dilibatkan tidak banyak. Namun


(39)

25

demikian mudah dimengerti dan mudah dimutakhirkan serta mampu memberikan akses data yang cepat.

Model basis data jaringan dalam DBMS mendukung organisasi tipe

network. Setiap unsur/elemen, atau kumpulan record, mempunyai hubungan ke

berbagai elemen yang terletak pada tingkat yang berbeda. Inter-hubungan dibuat dalam organisasi terhierarki, dan suatu ciri dapat diasosiasikan dengan dua objek utama. Resultan struktur jaring lebih dekat menggambarkan inter-hubungan yang kompleks, yang sering muncul diantara objek -objek nyata. Unsur dalam strukturnya dapat berkaitan melalui hubungan satu -banyak (one to many),

hubungan banyak-satu (many to one), dan hubungan banyak-banyak (many to

many). Model basis data ini masih bisa dianggap efisien walaupun dengan

kuantitas data yang banyak, tetapi sulit untuk dimodifikasi agar fleksibel dalam melakukan hubungan dengan data lainnya, karena bentuknya sangat rumit dan kompleks.

Model basis data relasional tidak terdapat hierarki data dalam record.

Setiap field data dapat digunakan sebagai key field. Setiap data dikumpulkan dalam beberapa record dalam suatu data record. Kemudian beberapa data record

bersatu dalam sebuah tabel yang berbeda dalam suatu field terpisah. Model basis data relasional mempunyai kemampuan untuk melakukan pencarian data dari hubungan yang disimpan pada tabel yang berbeda dengan menggunakan setiap atribut yang dipakai secara bersama-sama yang disebut jointoperation

2.4 Metode Penilaian Lingkungan

Terdapat beberapa metode untuk mengukur nilai suatu lingkungan, diantaranya Travel Cost Method (TCM), Production Function Approach,

Contingent Valuation Method (CVM) dan Hedonic Pricing Method (HPM).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah HPM. Oleh karena itu yang akan dijelaskan secara lebih mendalam pada bagian ini adalah metode tersebut.

HPM digunakan untuk menentukan nilai suatu ekosistem atau lingkungan. Nilai dari ekosistem atau lingkungan tersebut biasanya mempengaruhi harga dari suatu barang yang dapat dipasarkan. HPM digunakan untuk menentukan


(40)

keterkaitan yang muncul antara tingkat jasa yang dihasilkan lingkungan dengan harga suatu barang yang mempunyai nilai pasar. Salah satu penggunaan HPM yang sering digunakan adalah penentuan harga rumah/harga tanah yang dicerminkan dari nilai lingkungan sekitar. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur keuntungan dan biaya ekonomi yang terkait dengan kualitas lingkungan, meliputi polusi udara, polusi air maupun kebisingan serta kenyamanan lingkungan, seperti pemandangan lingkungan sekitar.

Penggunaan HPM mempunyai keuntungan dan keterbatasan. Keuntungan dari metode tersebut adalah:

1. HPM dapat digunakan untuk mengestimasi nilai berdasarkan pilihan yang ada. 2. Pasar properti/tempat tinggal relatif efisien didalam pengumpulan informasinya, sehingga dapat dijadikan indikator yang baik didalam penentuan nilai.

3. Data yang terkait dengan tempat tinggal dan karakteristiknya dapat diperoleh dari berbagai sumber dan dapat dikaitkan dengan sumber data sekunder lainnya untuk menentukan variabel didalam analisis.

4. HPM dapat disesuaikan dengan keterkaitan yang ada antara market goods

dengan kondisi lingkungannya.

Beberapa keterbatasan yang dimiliki HPM adalah:

1. Cakupan keuntungan meliputi kondisi lingkungan yang dapat diukur.

2. Metode tersebut hanya terkait dengan willingness to pay/ willingness to accept

seseorang terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini dapat menyebabkan nilai yang ada tidak mencerminkan harga rumah yang sebenarnya bagi seseorang yang tidak peduli terhadap kaitan antara kualitas lingkungan dengan keuntungan yang diperolehnya.

3. Asumsi yang digunakan didalam metode tersebut adalah seseorang mempunyai kesempatan untuk memilih kombinasi yang diinginkannya dengan tingkat pendapatan tertentu. Padahal, suatu pasar properti/rumah mungkin dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya pajak dan tingkat bunga.

4. HPM relatif komplek sehingga dibutuhkan keahlian didalam implementasi dan interpretasinya.


(41)

27

6. Jumlah data yang dikumpulkan relatif banyak. 7. Aplikasi sangat ditentukan dengan ketersediaan data.

Ada beberapa masalah sehubungan dengan penggunaan HPM, yaitu: a. Penghilangan Variabel Bias

Didalam pembuatan fungsi hedonis harus dapat diputuskan faktor-faktor yang disertakan sebagai variabel independent didalam model persamaan tersebut. Keputusan yang dibuat dapat menimbulkan permasalahan apabila terdapat variabel yang berpengaruh nyata terhadap harga rumah dan diantaranya berkorelasi dengan variabel yang lainnya kemudian dihilangkan didalam fungsi akan mempengaruhi koefisien dari variabel yang diestimasi. Hal ini akan menyebabkan kebiasan didalam estimasi koefisien dan harga rumah. b. Terdapat Multikolinearitas

Beberapa variabel yang digunakan didalam fungsi hedonis dapat saling berkolerasi dengan variabel yang lainnya. Misalnya, apabila terdapat rumah di samping pertambangan maka selain asap/debunya yang tinggi, tingkat keramaiannya juga tinggi. Oleh karena itu, multikolinearitas yang terjadi dapat menimbulkan permasalahan didalam estimasi fungsi.

c. Pemilihan Model/Bentuk Fungsi

Pemilihan model/ bentuk fungsi yang tepat akan mempengaruhi estimasi. Misalkan, model yang dibuat adalah linear maka persamaan demand tidak dapat diestimasi. Hal ini dikarenakan nilai implisit dari faktor lingkungannya akan bernilai konstan.

d. Segmentasi Pasar

Di dalam housing market selalu ditemukan segmentasi, misalnya kepemilikan sewa dengan kepemilikan sendiri. Oleh karena itu di dalam anlisis perlu dibedakan segmentasi yang ada.

e. Tingkat Karakteristik Aktual dan Harapan

Di dalam penggunaan pendekatan HPM untuk menilai faktor lingkungan, kualitas lingkungan yang ada diasumsikan berpengaruh terhadap harg a rumah/tanah. Tetapi adanya harapan terhadap perubahan kualitas lingkungan dapat mempengaruhi harga rumah/tanah tersebut. Misalnya, harapan terhadap


(42)

keberadaan by-pass di lingkungan pemukiman yang padat dapat menjaga harga rumah/tanah dilingkungan tersebut tetap tinggi.

f. Keberadaan Asumsi yang Menghambat

HPM hanya memberikan estimasi yang akurat tentang kualitas lingkungan apabila semua pembeli di pasar mendapatkan informasi yang lengkap dan dapat merubah tingkat kepuasannya serta housing market yang terjad i selalu pada kondisi keseimbangan. Padahal kondisi diatas tidak selalu terjadi. Oleh karena itu, hanya kualitas lingkungan yang berpengaruh di dalam housing

market yang akan diukur.

2. 5 Willingness To Accept

Kesediaan untuk menerima (WTA) merupakan suatu ukuran dalam konsep penilaian ekonomi dar i barang lingkungan. Ukuran in i memberikan informasi tentang besarnya dan kompensasi yang bersedia diterima masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan di sekitarnya yang setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Penilaian barang lingkungan dari sisi WTA mempertanyakan berapa jumlah uang yang bersedia diterima oleh seseorang (rumah tangga) setiap bulannya atau setiap tahunnya sebagai kompensasi atas diterimanya kerusakan lingkungan.

Beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA untuk menilai peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan antara lain:

1. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan. 2. Menghitung pengurangan nilai atau harga suatu barang akibat semakin

menurunnya kualitas lingkungan.

3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana kompensasi dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.


(43)

29

Penghitungan WTA dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan survei atau secara tidak langsung dengan menghitung nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang terjadi. Dalam penelitian ini perhitungan WTA dilakukan secara langsung dengan cara survei dan melakukan wawancara dengan masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau.

Terdapat empat metode bertanya (elicitation method) yang digunakan untuk memperoleh penawaran besarnya nilai WTP/WTA responden (Hanley dan Splash, 1993), yaitu:

1. Metode Tawar Menawar (Bidding Game)

Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Jika ”ya”, maka besarnya nilai uang dinaikkan / diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati.

2. Metode Pertanyaan Terbuka (Open -Ended Question)

Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang yang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa mempengaruhi nilai yang diberikan dan metode ini tidak menggunakan nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan timbul bias titik awal. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya. 3. Metode Kartu Pembayaran (Payment Card)

Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. Pada awalnya, metode ini dikembangkan untuk mengatasi bias titik awal dari metode tawar menawar. Untuk mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan (benchmark) yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh orang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam simultan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai maksimum atau nilai minimum


(44)

yang akan diberikan tanpa harus terintimidasi dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar. Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif baik.

4. Metode Pertanyaan Pilihan Dikotomi (Closed-Ended Referendum)

Metode ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu atau apakah responden mau menerima atau tidak sejumlah uang tersebut sebagai kompensasi atas diterimanya penurunan kualitas lingkungan.

5. Metode Bertanya Contingent Rangking

Dengan metode ini, responden tidak ditanya secar a langsung berapa nilai yang ingin dibayarkan atau diterima, tetapi responden disodori rangking dari kombinasi kualitas lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut beberapa pilihan dari yang paling disukai sampai yang paling tidak disukai. Metode ini menggunakan skala ordinal sehingga diperlukan pengetahuan statistik yang sangat baik dan jumlah sampel yang besar.

2.6 Regresi Logit

Regresi logit merupakan teknis analisis data yang dapat menjelaskan hubungan antara peubah respon yang memiliki dua kategori dengan satu atau lebih peubah penjelas berskala kontinu atau kategori (Hosmer dan Lemesow, 1989).

Model peluang regresi logistik dengan p faktor (peubah penjelas) adalah :

) ... exp( 1 ) ... exp( ) ( ) ( 1 1 0 1 1 0 p p p p X X X X x x Y E β β β β β β π + + + + + + + = = =


(45)

31

Transformasi logit dari p(x) adalah

      − = ) ( 1 ) ( ln ) ( x x x g π π

Dimana komponen g(x) yang merupakan bagian komponen sistematik tersebut, dapat dituliskan dalam fungsi linear dari peubah penjelas :

g(x) = ß0 + ß1x1 + ß2x2 + ……..ßpXp

Jika terhadap p peubah bebas dengan peubah ke-j merupakan peubah kategori dengan k nilai, maka peubah boneka sebanyak k-1. Maka model transformasi logitnya menjadi :

=− + + + + = 1 1 1 1 0 ... ) ( j k u p p ju

juD X

X x

g β β β β

Dimana:

Xj = Peubah bebas ke-j dengan tingkatan

kj

Bju = Koefisien peubah

boneka

Kj-1 = Peubah boneka u = 1,2,3 ……….kj-1

Pendugaan parameter digunakan metode kemungkinan maksimum

(maximun likelihood)

Dimana fungsi kemungkinan maksimum:

) | (

) (

1 i i

n

i f Y y x

l =Π =

=

β

Untuk mend uga ßi maka maksimumkan l(ß) Untuk memudahkan

perhitungan, dilakukan pendekatan logaritma, sehingga fungsi log kemungkinannya sebagai berikut :

[ ]

( ) ln )

l β

l = =

= − − + n i i i i y y 1 )} 1 ln( ) 1 ( ln


(46)

Nilai dugaan ßi dapat diperoleh dengan membuat turunan pertama

terhadap l(ß) = 0, dengan i = 1, 2, 3, ………..p

Untuk memperoleh penduga. kemungkinan maksimum bagi parameter-parameter dari model, secara teknis digunakan metode kuadrat terkecil

terboboti secara iterative (iteratively reweighted least squares)

Pengujian terhadap parameter -parameter model dilakukan sebagai upaya untuk memeriksa kebaikan model. Uji kebaikan model merupakan suatu pemeriksaan apakah nilai yang diduga dengan peubah didalam model lebih baik atau akurat dibandingkan dengan model tanpa peubah tersebut (Hosmer dan Lemeshow, 1989). Dengan kata lain diadakan pengujian hipotesis statistik dalam menentukan apakah peubah-peubah bebas dalam model mempunyai hubungan yang nyata dengan peubah responnya.

Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), untuk mengetahui peran seluruh peubah penjelas di dalam model secara bersama-sama dapat digunakan uji nisbah kemungkinan yaitu uji G.

Statistik ujinya berdasarkan hipotesis H0 : ß1 = ß2 = ß3 = ……. = ßp = 0

H1 : Paling sedik it ada satu ßj ? 0 (j = 1, 2, 3, …..p)

Sedangkan rumus umum untuk uji-G :

      − = k L L G 0 ln 2

Dengan kriteria uji:

    ≥ < = 0 2 , 0 2 , , , H Tolak H Terima G p p α α χ χ


(47)

33

Dengan L0 = fungsi kemungkinan tanpa peubah penjelas dan Lk = fungsi

kemungkinan dengan peubah penjelas. Statistik G mengikuti sebaran khi kuadrat dengan derajat bebas p.

Sedangkan untuk uji nyata parameter secara parsial dapat digunakan uji-Wald. Statistik uji-Wald adalah

) ( j j j s W β β = Hipotesis: H0 : ßj = 0

H1 : ßj ? 0

dengan kriteria uji:

   ≥ < = 0 2 / 0 2 / , , H tolak Z H terima Z W α α

dengan j

β merupakan penduga ßj dan s( j) ∧

β adalah dugaan galat baku dari j

β . Statistik uji Wald mengikuti sebaran normal baku.

Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), koefisien model logit ditulis sebagai ßj = g(x+1) – g(x). Parameter ßj mencerminkan perubahan dalam fungsi

logit g(x) untuk perubahan satu unit peubah bebas x yang disebut log odds. Log odds merupakan. beda antara dua penduga. logit yang dihitung pada dua nilai (misal x = a dan x = b) yang

Dinotasikan sebagai :

[

]

) ( * ) ( ) ( ) , ( ln b a b x g a x g b a j − = = − = = β ψ

sedangkan penduga rasio -odds adalah:

[

*( )

]

exp ) ,

(a b = βj ab


(48)

Sehingga jika a-b =1 maka ? = exp(ß). Rasio -odds ini dapat diintepretasikan sebagai kecenderungan Y =1 pada x =1 sebesar ? kali dib andingkan pada x = 0.

2.7 Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang terkait dengan kebisingan antara lain : (Rusnam, 1993) melakukan studi tentang kebisingan kota, Yunasril ( 1995 melakukan studi tentang kebisingan akibat transportasi darat, Selan (2003), Sasanti dan Eddy (2000), Cohen dan Cletus (2006) dan Nelson (2003) melakukan studi tentang kebisingan akibat transportasi udara.

Rusnam (1993) melakukan studi tingkat kebisingan di Kotamadya Bogor Jawa Barat. Didalam penelitiannya dik aji tentang tingkat kebisingan dan hubungan sumber kebisingan dengan tingkat kebisingan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa di semua lokasi telah melewati baku mutu kebisingan, dan sumber dari kebisingan adalah kendaraan bermotor.

Yunasril ( 1995) melakukan penelitian tentang keterkaitan jumlah dan jenis kendaraan bermotor dengan taraf kebisingan di Kotamadya Padang – Sumatera Barat. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa di semua lokasi telah melewati baku mutu kebisingan dimana jumlah kendaraan tidak berpengaruh terhadap kebisingan tetapi jenis kendaraan berpengaruh terhadap kebisingan.

Selan (2003) melakukan penelitian tentang keterkaitan tingkat kebisingan dan kesediaan membayar masyarakat untuk menurunkan tingkat kebisingan di sekitar bandara. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa lokasi penelitiannya terletak pada kawasan kebisingan tingkat 3, dimana pada kawasan ini setiap bangunan perumahan harus dilengkapi dengan insulasi suara, tetapi pada kenyataan di lapangan hal tersebut tidak diterapkan, disamping itu nilai WTP masyarakat bervariasi tergantung dari tingkat pendapatan masyarakat. Nilai WTPnya berkisar dari Rp.50.000,- sampai dengan Rp. 4.000.000,-.

Sasanti dan Eddy (2000) melakukan penelitian tentang evaluasi dan pemetaan tingkat kebisingan akibat aktifitas penerbangan di sekitar Bandar Udara Juanda. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa daerah di sekitar Bandar Udara Juanda masuk pada zona D yang tidak diperbolehkan untuk daerah pemukiman.


(49)

35

Sesuai kriteria dari Federal aviation Administration, daerah-daerah di sekitar Bandar Udara Juanda termasuk kategori D, yang menyatakan terdengar sangat bising dan jelas tidak dapat diterima pendengaran manusia.

Cohen dan Cletus (2006) melakukan penelitian tentang model spasial

hedonic dari kebisingan di sekitar bandar udara dan harga rumah. Dari hasil

penelitiannya diperoleh rumah yang terdapat di daerah yang memiliki nilai kebisingan lebih tinggi maka harga rumahnya lebih murah.

Nelson (2003) melakukan penelitian tentang analisis meta dari kebisingan bandar udara dan nilai hedonic tanah. Dari hasil penelitiannya diperoleh harga tanah pada daerah dengan tingkat kebisingan 55 dB lebih mahal dibandingkan harga tanah dengan tingkat kebisingan 70 dB.

Avianto (2005) melakukan penelitian tentang estimasi nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa IPB: perspektif regresi hedonis. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kesukaan mahasiswa terhadap tempat tinggalnya adalah luas halaman, tingkat keamanan dan kondisi udara. Kebisingan tidak berpengaruh terhadap kesukaan mahasiswa terhadap pemilihan tempat tinggal. Nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa sebesar Rp. 10,065,016,310,- setiap tahunnya.

Dari studi literatur yang dilakukan diperoleh bahwa sudah terdapat penelitian yang menganalisis kebisingan bandar udara dengan teknik HPM, dimana penelitiannya mengkaji harga tanah dan rumah dari masyarakat yang tinggal di sekitar bandar udara. Sedangkan pada penelitian ini teknik penilaian yang digunakan dengan HPM dengan mengkaji aspek WTA dari masyarakat di sekitar bandar udara disamping itu juga dibuat peta kawasan kebisingan bandar udara.


(50)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau dan pemukiman sekitar bandar udara yaitu Kelurahan Maharatu, Kelurahan Sidomulyo Timur, Kelurahan Tangkerang Tengah, Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Tangkerang Selatan dan Kelurahan Teratak Buluh pada bulan Januari 2006 sampai dengan Maret 2006.

3.2 Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini bahan dan alat yang digunakan adalah: a. Satu buah peta rupa bumi dan peta digital Kota Pekanbaru

b. Sound level meter

c. Global positioning system

d. Kuesioner

e. Perangkat komputer

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dilihat dari tujuan dan kepentingan penelitian ini, maka metode yang dipakai adalah metode deskriptif. Menurut Nawawi (1995), metode deskrip tif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tanpa atau sebagai mana adanya.

Dilihat dari bentuknya, maka penelitian ini adalah penelitian survei. Survei biasanya sama saja dengan penelitian atau riset (research). Pemakaian kedua istilah ini hanya untuk membedakan ruang lingkup. Riset atau penelitian memusatkan diri pada salah satu atau beberapa aspek dari obyeknya. Sedangkan


(51)

37

survei bersifat menyeluruh yang kemudian dilanjutkan secara terfokus pada aspek tertentu bilamana diperlukan studi lebih mendalam (Nawawi, 1995).

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama survey pendahuluan untuk pengumpulan data sekunder dan tahap kedua survei utama untuk pengumpulan data primer. Pada tahap pertama data yang dikumpulkan adalah jumlah responden secara keseluruhan, data geografi, kependudukan, keadaan umum bandara, frekuensi penerbangan selama seminggu serta peta kawasan kebisingan. Peta kawasan kebisingan ini digunakan untuk menentukan titik - titik pengukuran kebisingan lebih lanjut . Dalam menentukan titik pengukuran digunakan dengan alat global positioning system. Untuk membuat peta kawasan kebisingan titik-titik pengukurannya adalah radius dengan jarak 1000 m tegak lurus arah landasan sepanjang 5000 m. Sedangkan untuk arah horizontal dilakukan dengan radius 250 m sepanjang 1250 m. Penentuan jarak titik pengukuran dilakukan berdasarkan data sekunder kebisingan yang diperoleh dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II.

Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai instansi terkait, seperti; Bapedalda Kota Pekanbaru , Bappeda Kota Pekanbaru, BPS Kota Pekanbaru, PT Angkasa Pura II Sektor Pekanbaru dan Kecamatan Marpoyan Damai. Sedangkan untuk data tambahan akan dilakukan wawancara terhadap pemuka masyarakat, pemerintahan, LSM dan pekerja bandara.

Pada tahap kedua dilakukan pengumpulan data primer yang meliputi data kebisingan dan data sosial ekonomi masyarakat. Untuk data sosial ekonomi diperoleh melalui kuesioner, wawancara kepada responden dan pengamatan langsung di lokasi penelitian, sedangkan untuk pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter digital. Untuk pengukuran data kebisingan dalam membuat peta kawasan kebisingan dilakukan di setiap titik dilakukan pengukuran selama satu hari terhadap setiap pesawat yang melintas dengan mengambil tingkat kebisingan yang paling tinggi.


(52)

Pemilihan lokasi pengambilan sampel sebagai unit penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) (Nawawi, 1995; Nazir, 1988). Untuk sampel data kebisingan lokasinya ditentukan dengan global positioning system. Pengambilan responden dilakukan secara convinience sampling (responden terpilih adalah responden yang berada di rumah masing-masing ketika penelitian dilakukan). Penentuan jumlah sampel dihitung menggunakan rumus : (Nazir, 1998):

i i

N n

f =

dimana :

f : fraksi sampel yang diinginkan ni: jumlah sampel yang diambil Ni : jumlah populasi.

Jumlah sampel atau responden untuk data sosial ekonomi yang diambil adalah sebanyak seratus (100) kepala keluarga, dengan rincian untuk Kelurahan Maharatu sebanyak 23 responden, Kelurahan Sidomulyo Timur 19 responden, Kelurahan Tangkerang Tengah 25 responden, Kelurahan Wonorejo 15 responden, Kelurahan Tangkerang Selatan 14 responden dan Kelurahan Teratak Buluh 4 responden.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Pemetaan Kawasan Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan aktual dilakukan dengan mengukur Desibel A maksimum atau A-weighted Sound Level atau tingkat kebisingan berbobot (tertimbang) A maksimum selanjutnya disebut dB(A) maksimum, yaitu unit tingkat kebisingan puncak yang dibaca pada skala A suatu Sound Level Meter di suatu titik pengukuran. Data Hasil pengukuran tingkat kebisingan dianalisis dan dikonversikan kedalam nilai WECPNL seperti yang ditentukan oleh DEPHUB dengan rumus:


(1)

menjawab bising sebesar 36 persen dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebagian besar merasa lebih bising dibandingkan dengan responden yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 1 dan 2. Sedangkan selang waktu bising yang dirasakan oleh responden adalah pada 13.00-16.00. Hal ini dapat terjadi karena pada selang waktu tersebut jadwal penerbangan sangat padat dan merupakan waktu istirahat siang bagi responden. Sumber kebisingan yang terjadi di pemukiman responden disebabkan oleh kegiatan bandar udara (80.56 persen). Sebagian besar responden hanya mengeluh kepada keluarganya saja akibat kebising an yang terjadi. Sedangkan jenis gangguan yang dirasakan akibat kebisingan bandar udara sebagian besar menjawab gangguan pada percakapan. Dimana mereka akan berhenti dulu berbicara apabila ada pesawat yang lewat.

Menurut rencana umum tata ruang Kota Pekanb aru tahun 2002-2006 Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II akan ditingkatkan kelasnya menjadi kelas 1, sehingga panjang landasan pacu (run way) 2,240 meter tidak akan mampu menampung jenis pesawat berbadan lebar. Karena untuk jenis pesawat berbadan lebar seperti jet B747 -400 yang sering digunakan untuk penerbangan internasional membutuhkan panjang lintasan minimal 3,600 meter. Disamping itu di sekitar bandar udara juga direncanakan sebagai pemukiman. Jika panjang landasan pacu diperpanjang dari 2,240 meter menjadi 3,600 meter maka luas lahan yang digunakan untuk bandar udara harus ditambah padahal lokasi di sekitar bandar udara sudah banyak pemukiman penduduk. Untuk hal itu maka masyarak at yang berada pada di sekitar bandar udara ditanyakan kesediaannya untuk menerima kompensasi.

Berdasarkan jawaban dari 100 orang responden, diperoleh informasi bahwa 65 orang (65 persen ) menjawab bersedia sedangkan 35 orang (35 persen) tidak bersedia dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan jawaban dari responden yang menjawab bersedia, diperoleh informasi bahwa untuk kawasan kebisingan tingkat 3 responden yang bersedia menerima kompensasi sebesar 82.05 persen. Nilai WTA yang diinginkan responden pada kawasan kebisingan tingkat 3 adalah sebesar Rp. 13,750,-. Sedangkan harga tanah pada kawasan kebisingan Tingkat 3 adalah Rp. 70,000/ m2. Jika dianggap 15 persen dari luas kawasan kebisingan


(2)

102

tingkat 3 merupakan daerah tempat tinggal penduduk maka jumlah kompensasi yang ingin diterima masyarakat adalah 15 persen x Rp. 83,750/m2 x 2,434,037 m2 = Rp. 30,577,589,810

Tabel 15. Kesediaan Masyarakat Menerima Kompensasi

Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase ( persen) 1. Kesediaan masyarakat

menerima kompensasi bersedia tidak 65 35 36.00 64.00

Jumlah 100 100

2. KB1 bersedia

tidak

14 19

42.42 57.58

Jumlah 36 100

3. KB 2 bersedia

tidak

19 9

67.86 32.14

Jumlah 36 100

4. KB 3 bersedia

tidak

32 7

82.05 17.95

Jumlah 17 100

5. Nilai tengah WTA KB 1 11429 6. Nilai tengah WTA KB 2 13026 7. Nilai tengah WTA KB 3 13750

Pada kasus yang terjadi pada masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II tersebut, pengendalian kebisingan yang cukup efektif adalah: 1. Jika masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II

a. Kondisi rumah penduduk dalam meredam suara

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat rumah responden yang berada di kawasan kebisingan tingkat 1 dan 2 merupakan rumah yang menggunakan bata plester. Menurut Sukarmadijaya (1995) bata plester mampu meredam atau mereduksi kebisingan sekitar 35-40 dB. Jika dilihat pada kawasan ini yang mempunyai nilai WECPNL pada kisaran < 80dB akan direduksi


(3)

menjadi 40-45 dB. Pada kisaran kebisingan ini, sebagian besar responden menyatakan tidak merasa bising. Sehingga pada akhirnya rumah responden tersebut tidak melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman.

Tab el 16 . K arakteristik Bahan Rumah Responden berdasarkan Kawasan Kebisingan Kawasan

Kebisingan

Bahan bangunan utama pada dinding rumah responden KB 1 Bata plester

KB 2 Bata plester

KB 3 Bata plester dan papan

Kawasan kebisingan tingkat 3 karakteristik bahan rumah responden berupa bata plester dan papan 18 mm. Menurut Sukarmadijaya (1995) konstruksi papan 18 mm mampu meredam atau mereduksi kebisingan adalah sekitar 26 dB. Untuk rumah yang menggunakan bata kemampuan mereduksi kebisingan sebesar 35 -40 dB sehingga tingkat kebisingan yang diperoleh belum melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Tetapi untuk rumah responden yang menggunakan papan, dimana kemampuan mereduksi kebisingan hanya sebesar 26 dB akan menyebabkan nilai kebisingan yang diperoleh sekitar 60 dB melewati baku mutu kebisingan (55 dB). Pada dugaan kisaran kebisingan tersebut, 51.28 persen responden menyatakan bising. Dengan demikian, bila kompensasi kebisingan dapat dinilai dari penambahan peredam yang dihitung dari biaya luasan peredam tambahan dan jenisnya dan biaya konstruksinya adalah (Rp.70.000 / m2) b. Menggunakan pagar tanaman berupa bambu pagar (Bambusa glaucescens)

atau pohon cemara kipas ( Thuja orientalis) di sekitar bandar udara yang berdekatan dengan rumah penduduk.

Kemampuan bambu pagar dalam mereduksi kebisingan sebesar 31.1 dB sedangkan cemara kipas sebesar 24 DB. Sehingga apabila digunakan di


(4)

104

sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II maka tingkat kebisingan yang diterima tidak melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman.

c. Membuat revisi RKL dan RPL dari Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II d. Pengendalian keteknikan, yaitu dengan memodifikasi peralatan penyebab

kebisingan.

Pada kebisingan yang disebabkan oleh operasi pesawat udara, pengendalian kebisingan pada konstruksi mesin pesawat sulit dilakukan karena hal tersebut sudah merupakan hasil rekayasa dari pabrik pesawat tersebut.

2. Jika masyarakat dipindahkan

Memberikan kompensasi kepada masyarakat sebesar nilai WTA masyarakat terhadap harga tanah. Kemungkinan lain perlu dihitung ganti rugi bangunan dan pembongkaran.

3. Jika bandara dipindahkan

Dilakukan studi kelayakan untuk pemindahan bandara dan melakukan revisi dari AMDAL yang telah ada


(5)

5.1 KESIMPULAN

Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah berkembang dilihat dari pertambahan panjang landasan, frekuensi penerbangan dan juga pemukiman penduduk yang semakin dekat dengan bandar udara. Sehingga dilakukan penelitian yang menghasilkan:

1. Karakteristik masyarak at di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II cukup bervariasi jika dilihat dari umur, pendidikan, pendapatan, lama tinggal, pekerjaan, harga tanah, luas tanah, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan.

2. Tingkat kebisingan di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II sudah melewati baku mutu kebisingan untuk pemukiman. Nilai yang diperoleh berkisar dari 74 -104 dB.

3. Berdasarkan nilai WECPNL diperoleh tiga kawasan kebisingan yaitu kawasan kebisingan tingkat 1 dengan luas kawasan sebesar 16,251,665 m2, kawasan kebisingan tingkat 2 sebesar 4,732,308 m2 dan kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar 2,434,037 m2.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kebisingan adalah pekerjaan, lama tinggal, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat tetap tinggal di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II adalah lama tinggal, status rumah dan harga tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima kompensasi adalah pendidikan, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan kebisingan

5. Nilai kompensasi yang diinginkan masyarakat pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp. 13,750,-./m2. Nilai kompensasi yang harus dis ediakan untuk pemindahan penduduk pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp. 30,577,589,810


(6)

106

5.2 SARAN

1. Kawasan kebisingan tingkat 3 semakin meluas, pemukiman semakin meningkat, sehingga perlu dilakukan antisipasi pengendalian kebisingan dengan cara:

a. Pemukiman masyarakat dipindahkan dari kawasan kebisingan tingkat 3. Pemukiman masyarakat yang berada pada kawasan kebisingan tingkat 3 dipindahkan dan diberi kompensasi sebesar nilai WTA yang diinginkan masyarakat yaitu Rp. 13,750/m2 yang merupakan tambahan dari harga tanah.

b. Pemukiman dan bandar udara tetap

Jika pemukiman mas yarakat dan Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II tetap maka antisipasi pengendalian kebisingan yang dilakukan dengan memasang peredam suara pada rumah tinggal dan menggunakan pagar tanaman berupa bambu pagar atau pohon cemara kipas di sekitar bandar udara yang berdekatan dengan rumah penduduk.

c. Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II dipindahkan ke tempat lain

Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kelayakan pemindahan bandar udara.

2. Dilakukan penelitian dengan melakukan pengukuran kebisingan serempak pada waktu yang sama. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias data yang diperoleh pada hari yang berbeda dengan penerbangan yang berbeda.

3. Dilakukan penelitian lain tentang Willingness to Pay dari Pihak Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II yang telah menimbulkan kebisingan untuk mengetahui keseimbangan nilai kompensasi. Dengan demikian akan dapat diperoleh surplus produsen yang diterima masyarakat di sekitar Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II atau surplus konsumen yang diperoleh oleh pihak yang menimbulkan kebisingan.