Gejala Klinis Penatalaksanaan Komplikasi Berat dari Abortus 1. Definisi

2.6.4. Komplikasi

Menurut Benson dan Pernoll 1994, komplikasi dari ruptur uterus yaitu: - Perdarahaan - Syok - Infeksi - Trauma kandung kemih atau ureter - Tromboflebitis - DIC Disseminated intravascular coagulation - Hipofungsi hipofisis misalnya gagal menyusui atau kematian - Jika pasien tetap hidup dapat terjadi infertilitas atau sterilitas -

2.6.5. Prognosis

Ruptur uteri menyebabkan 10-40 kematian ibu dan paling sedikit 50 kematian perinatal Benson dan Pernoll, 1994. Dari tahun 1976-2012, dilaporkan 2.084 kasus diantara 2.951.297 wanita hamil. Tingkat kejadian ruptur uterus keseluruhan adalah 1 dari 1.146 kehamilan 0.07. Dilaporkan juga kematian ibu akibat ruptur uterus di negara maju 0-1 dan di negara berkembang 5-10 Nahum, 2012. 2.7. Komplikasi Berat dari Abortus 2.7.1. Definisi Komplikasi abortus yang berat, paling sering berkaitan dengan suatu abortus kriminalis. Perdarahan yang hebat, sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut semua timbul sehubungan dengan abortus legal, tetapi dengan frekuensi yang jauh lebih rendah Pritchard et al., 1984.

2.7.2. Gejala Klinis

Yang dikategorikan sebagai komplikasi berat dari abortus adalah gejala- gejala komplikasi dari abortus yang mengancam jiwa pasien yang meliputi perdarahan yang berat, infeksi, syok septik, dan gagal ginjal akut Pritchard et al., 1984. Universitas Sumatera Utara

2.7.3. Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan adalah infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik yang tepat, volume intravaskuler efektif harus dipertahankan untuk memberikan perfusi jaringan yang adekuat, uterus harus dievakuasi hasil konsepsi yang tertahan atau alat kontrasepsi dalam rahim disingkirkan. Tindakan spesifik yang harus dilakukan yaitu Taber, 1984:  Terapi Antibiotik Dimulai secara intravena bahkan sebelum organisme spesifik dibiakan. Antibiotik dipilih atas dasar organisme yang terlihat pada perwarnaan gram apusan serviks. Kombinasi penisilin dan gentamisin mencakup semua organisme yang paling mungkin dengan pengecualian untuk bakteroides. Bila dicurigai bakteriodes, maka bisa dipilih klindamisin atau kloramfenikol.  Cairan Intravena dengan Oksitosin Dua puluh sampai 40 unit oksitosin diencerkan dalam 1000 ml dekstrosa 5 di dalam larutan ringer laktat membantu dalam pengeluaran isi intrauteri yang terinfeksi. Disamping itu, oksitosin merangsang kontraksi uterus untuk mengurangi perdarahan uterus.  Transfusi Darah Diberikan sesuai indikasi, tergantung pada derajat anemia dan perdarahan.  Kuretase Uterus dievakuasi secepat kadar antibiotik darah yang adekuat tercapai. Potongan besar jaringan nekrotik dibuang dengan forsep cincin.  Laparotomi eksplorasi Diperlukan jika ada bukti perdarahan intraperitoneum aktif atau cedera usus yang mengikuti perforasi uterus traumatic atau jika benda asing intraperitoneum terlihat pada foto abdomen. Bila pewarnaan gram mengandung organisme klostridium, maka laparotomi ekplorasi dengan debridemen jaringan nekrotik yang adekuat dilakukan, biasanya histerektomi abdominalis totalis dan salpingo-ooforektomi akan diindikasikan jika tanda-tanda tidak menyenangkan berikut ini timbul: - Gas dalam jaringan pelvis pada pemeriksaan sinar-X - Bukti hemolisis intravaskuler seperti serum atau urin berwarna anggur port wine Universitas Sumatera Utara - Gagal ginjal - Tanda kemunduran pasien oleh sepsis.

2.7.4. Komplikasi