34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku berupa minyak dedak padi rice bran oil sebagai reaktan dalam pembuatan biodiesel. Komposisi
asam  lemak  minyak  ini  diketahui  dari  analisis  menggunakan GC  Gas Chromatography.
Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari Minyak Dedak Padi
No. Puncak Retention
Time menit Komponen Penyusun
Komposisi bb
1 4,706
Asam Laurat C12:0 0,0114
2 7,112
Asam Miristat C14:0 0,3912
3 9,923
Asam Palmitat C16:0 20,8620
4 10,269
Asam Palmitoleiat C16:1 0,2638
5 12,472
Asam Stearat C18:0 2,0197
6 12,846
Asam Oleat C18:1 42,4643
7 13,437
Asam Linoleat C18:2 32,2081
8 14,121
Asam Linolenat C18:3 1,2199
9 15,086
Asam Arakidat C20:0 0,0522
10 15,252
Asam Eikosenoat C20:1 0,5074
Berdasarkan  data  komposisi  asam  lemak  dari  minyak  dedak  padi rice bran oil, maka dapat ditentukan bahwa berat molekul minyak dedak padi dalam
bentuk  trigliserida  adalah 865,3598 grmol, sedangkan  berat molekul  FFA dari minyak  dedak  padi adalah 275,7866 grmol.  Berdasarkan  hasil  analisis GC,
komponen  asam  lemak  yang  dominan  pada  sampel  minyak  dedak  padi adalah asam  lemak  tidak  jenuh  berupa  asam  oleat  C18:1  sebesar  42,4643  bb.
Sedangkan  asam  lemak  jenuh  berupa  asam  palmitat  C16:0  sebesar  20,8620 bb. Selain  mengidentifikasi  komponen  asal  lemak  dalam minyak  dedak  padi
rice  bran oil,  dilakukan  juga  identifikasi  sifat fisika  dari minyak  dedak  padi yang telah diperoleh disajikan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sifat Fisika dari Minyak Dedak Padi
Sifat Fisika Jumlah
Densitas, kgm
3
0,9086 Viskositas, mm
2
s 43,0162
FFA, 1,2225
Universitas Sumatera Utara
35
4.2 PEMBUATAN KATALIS HETEROGEN K
2
CO
3
ZEOLIT ALAM
Pada  penelitian  pembuatan  biodiesel  dari  minyak  dedak  padi  rice  bran oil  dengan reaksi transesterifikasi ini menggunakan  zeolit  alam  sebagai  katalis.
Adapun  produk  biodiesel  yang  dihasilkan  dengan  katalis  zeolit  alam  tanpa modifikasi adalah sebesar  3,9415  untuk  nilai yield-nya  dan kemurnian  metil
ester content dari biodieselnya hanya sebesar 4,7046. Dalam hal ini, yield dan kemurnian  pada  biodiesel  yang  dihasilkan  dengan  katalis  zeolit  alam  tanpa
modifikasi  memiliki  nilai  yang  sangat  kecil,  sehingga  diperlukan  suatu  metode untuk  mempertinggi  aktivitas  katalitik  pada  zeolit  alam.  Oleh  karena itu,  pada
penelitian ini dilakukan suatu proses modifikasi zeolit alam dengan menggunakan senyawa K
2
CO
3.
Dengan  demikian,  katalis  yang akan digunakan  dalam  penelitian  ini adalah  katalis  heterogen  K
2
CO
3
zeolit  alam  yang merupakan hasil  modifikasi katalis heterogen zeolit  alam dengan senyawa basa K
2
CO
3.
Penggunaan  senyawa garam  K
2
CO
3
sebagai  senyawa  modifikasi  pada  zeolit  alam adalah untuk memperkaya kandungan  logam kalium pada zeolit alam. Hal ini bertujuan untuk
merpertinggi kemampuan  katalitik  dan  tingkat kebasaan  pada  zeolit  alam. Modifikasi zeolit alam ini dilakukan dengan cara impregnasi dan kalsinasi. Hasil
dari  proses  modifikasi  zeolit  alam  ini  berupa  pembentukan  senyawa  K
2
O  yang diyakini  dapat  dijadikan  sebagai  situs  aktif  reaksi  untuk  pembentukkan yield
biodiesel  tertinggi. Berikut  ini merupakan  pembahasan  hasil  analisis penelitian dari pembuatan katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit alam yang diperoleh.
4.2.1 Analisis Kandungan  Logam  Kalium K dengan Atomic  Absorption
Spectrophotometry AAS pada Zeolit Alam  dan Katalis  Heterogen K
2
CO
3
Zeolit Alam
Pembuatan katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit alam ini telah dilakukan dengan 9  variasi  konsentrasi  larutan  K
2
CO
3
.  Hal  ini  dilakukan  agar  memperoleh kandungan  logam kalium tertinggi  dalam  zeolit  alam  yang  telah  termodifikasi
dengan  senyawa  K
2
CO
3
. Berikut  ini  merupakan  hasil  analisis kandungan  logam kalium dengan menggunakan AAS Atomic Absorption Spectrophotometry pada
zeolit alam dan katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit alam terhadap variasi konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
36 larutan  K
2
CO
3
yang terlihat  pada Gambar  4.1 dan logam  kalium  berikatan  pada kerangka utama zeolit alam terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Hasil Analisis Modifikasi Zeolit Alam dengan AAS Atomic Absorption Spectrophotometry
Gambar 4.2 Kerangka Utama Zeolit Alam Gambar 4.1 diatas menunjukkan bahwa dengan semakin besar konsentrasi
larutan  K
2
CO
3
sebagai  larutan  impregnasi  zeolit  alam,  maka  semakin  besar  pula kadar logam kalium yang terkandung dalam zeolit alam yang telah termodifikasi.
Hasil tertinggi pada percobaan ini adalah pada konsentrasi larutan K
2
CO
3
sebesar 45  gram  dalam  60  ml aquadest dengan  perolehan  kadar  logam  kalium  sebesar
11,24.  Kadar  logam  kalium  pada  katalis  K
2
CO
3
zeolit  alam  ini  memang  lebih sedikit  dibandingkan  KOHzeolit  alam  seperti  yang  dilaporkan Kusuma,  dkk
2013, yaitu sebesar 45,34 pada variasi terbaik [7]. Hal ini disebabkan senyawa Keterangan:
= Gugus S–O–K
Universitas Sumatera Utara
37 K
2
CO
3
bukan  merupakan  basa  kuat  yang  dapat  terionisasi  dengan  sempurna  dan sifat basa yang dimilikinya berada dibawah sifat basa KOH KOH  K
2
CO
3
. Pada  percobaan ini  kekuatan  zeolit  alam  untuk  menyerap  logam  kalium
memiliki  titik  terbaiknya  dan  kemudian  terjadi  penurunan  yang  tidak  signifikan pada 50 gram dalam 60 ml aquadest. Sedangkan pada konsentrasi larutan 55 gram
K
2
CO
3
dalam  60  ml aquadest terjadi  penurunan kandungan  logam  kalium  yang lebih  sedikit  yaitu  dari  11,20  menjadi  5,54  pada  zeolit  alam  termodifikasi.
Adapun hal yang diindikasikan sebagai penyebab penurunan kadar logam kalium ini  terdiri  dari  beberapa  faktor,  yaitu  larutan  K
2
CO
3
dapat  dikatakan  hampir mendekati  larutan  yang  jenuh,  dimana  larutan  jenuh  saturated  solutions  terdiri
dari padatan dan cairan yang terlarut secara maksimal menjadi homogen, sehingga larutan ini akan mengalami proses pengionan lebih baik.
Nilai  kelarutan  K
2
CO
3
dalam  air  pada  suhu  30  °C  menurut  Perry,  1997 adalah 113,7 gram dalam 100 mL air [53]. Ion K
+
inilah yang akan terjerap secara maksimal  pada  zeolit  alam.  Seperti  pada  Gambar  4.2  yang  menunjukkan  bahwa
ion  K
+
berikatan  pada  sisi  negatif  dari  susunan  senyawa  zeolit  alam berupa SiO
4 4-
atau AlO
4 5-
. Unsur oksigen  O  yang  bermuatan  negatif  berikatan dengan unsur kalium K yang bermuatan positif sehingga terjadi kesetimbangan
struktur kimia  yang  dimiliki zeolit  alam termodifikasi  [37].  Zeolit  alam  yang dimodifikasi  dengan  senyawa  K
2
CO
3
berkonsentrasi  tinggi  ini  tentunya  akan membuat  struktur  kimia  zeolit  alam ini memiliki  unsur  kalium  K  yang  lebih
banyak dibandingkan struktur kimia zeolit alam tanpa modifikasi. Selain itu juga terbentuk gugus baru berupa Si–O–K atau Al–O–K.
Selain  itu, penurunan  logam  kalium  ini disebabkan  ukuran  partikel  zeolit alam  yang  mempengaruhi  luas  permukaan  pori dalam  penyerapan  logam  kalium
[53].  Pada  penelitian  ini,  ukuran  partikel  zeolit  alam  yang  digunakan  hanya mampu menjerap secara maksimal ion K
+
dari konsentrasi larutan K
2
CO
3
sebesar 45  gram  dalam  60  mL aquadest,  sehingga  dapat  terjadi  reaksi  balik  dimana
metode  impregnasi  ini  akan  menyebabkan  proses  pertukaran  ion.  Pada  proses pertukaran ion ini dapat terjadi reaksi balik karena jumlah kation yang telah setara
[53].  Hal  ini  diindikasikan  dapat terjadi  karena  persaingan  antara  ion-ion  dari K
2
CO
3
yang  sangat  banyak dari  larutan  K
2
CO
3
berkonsentrasi  tinggi  sehingga
Universitas Sumatera Utara
38 membuat sebagian ion tidak mampu lagi untuk bersaing kembali menjadi ion-ion
bebas  atau  bahkan  membentuk  kembali  molekul  K
2
CO
3
dan  menyebabkan penurunan kandungan logam kalium pada zeolit alam.
Berdasarkan  hasil  analisis  dengan  AAS  tersebut,  didapatkan  hasil  terbaik kandungan logam kalium pada konsentrasi larutan K
2
CO
3
sebesar 45 gram dalam 60  ml aquadest.  Dari  hasil  kadar  logam  kalium  pada  katalis  heterogen
K
2
CO
3
zeolit  alam terbaik  inilah,  yang  untuk  sementara  dapat  layak  menjadi katalis  dalam  reaksi  transesterifikasi  pada  pembuatan  biodiesel.  Untuk  lebih
memperjelas  gugus  K–O  pada  katalis,  maka  dilakukanlah  analisis  gugus  dengan menggunakan  FTIR Fourier  Transform  Infra  Red pada  katalis  heterogen
K
2
CO
3
zeolit alam  terbaik  dan  membandingkannya  dengan  zeolit  alam  tanpa modifikasi.
4.2.2 Analisis FTIR Fourier  Transform  Infra  Red  Zeolit  Alam  dan
Modifikasi Zeolit Alam dengan K
2
CO
3
Katalis zeolit alam tanpa modifikasi dan zeolit alam termodifikasi dengan senyawa  K
2
CO
3
dianalisis  keberadaan  gugus  K–O  dan gugus  fungsi  lainnya. Berikut hasil  analisis  dengan  FTIR Fourier  Transform Infra  Red yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Gambar 4.3 tersebut menunjukkan bahwa terdapat puncak serapan daerah
regangan gugus hidroksil O–H yaitu pada zeolit alam dengan bilangan gelombang 3433,29  cm
-1
dan pada  K
2
CO
3
zeolit  alam terdapat  puncak bilangan gelombang 3186,40 cm
-1
. Selain itu puncak serapan dengan bilangan gelombang 1631,78 cm
-1
pada  zeolit  alam dan  1651,07  cm
-1
pada  K
2
CO
3
zeolit  alam ini  juga merupakan regangan gugus hidroksil –OH  dari molekul air  H
2
O yang  teradsorbsi dalam zeolit  alam. Pada  puncak  serapan  bilangan  gelombang  3186,40 cm
-1
pada K
2
CO
3
zeolit alam mengalami penurunan intensitas puncak serapan. Hal ini dapat diindikasikan  bahwa gugus  hidroksil  O–H  yang  terikat  pada  zeolit  alam berupa
molekul  air  H
2
O jumlahnya  semakin  menurun. Hal  ini  disebabkan  proses impregnasi  dan  kalsinasi  pada  zeolit  alam  yang  membuat molekul
H
2
O
terlepas dari struktur zeolit alam dan tergantikan dengan ion K
+
. Hasil karakterisasi FTIR pada puncak bilangan gelombang ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Barczyk,
Universitas Sumatera Utara
39 dkk 2014 bahwa gugus fungsi hidroksil –OH zeolit alam berada pada bilangan
gelombang 3800-1600 cm
-1
merupakan ikatan hidrogen yang menandakan adanya molekul air dalam struktur zeolit alam [44].
Keterangan analisis gugus fungsi [37, 44, 54, 55]: -
3433,29 cm
-1
: regang gugus hidroksil O–H -
3186,40 cm
-1
: regang gugus hidroksil O–H -
1631,78 cm
-1
: regang gugus hidroksil O–H -
1651,07 cm
-1
: regang gugus hidroksil O–H -
1411,89 cm
-1
: regang gugus internal yang berkaitan dengan molekul anion CO
3 2-
- 1053,13 cm
-1
: regang gugus ulur asimetris T–O–T  T = Si atau Al -
1006,84 cm
-1
: regang gugus ulur asimetris T–O–T  T = Si atau Al -
790,81 cm
-1
: regang gugus struktur Al dan Si dengan kation semu tempat petukaran ion -
702,09 cm
-1
: regang gugus struktur Al dan Si dengan kation K
+
dari K
2
CO
3
- 462,92 cm
-1
: regang gugus T–O T = Si atau Al -
455,20 cm
-1
: regang gugus T–O T = Si atau Al
Gambar 4.3 Hasil Karakteristik FTIR Fourier Transform Infra Red Zeolit Alam dan Modifikasi Zeolit Alam
Bilangan  gelombang 1053,13 cm
-1
dan  1006,84 cm
-1
adalah puncak serapan yang  menunjukkan  adanya  regangan asimetris T–O–T, dimana T adalah
unsur  utama  zeolit  alam Si  atau  Al.  Sesuai  yang  dilaporkan  oleh Elaiopoulos, dkk.,  2010, bahwa puncak  serapan  pada bilangan  gelombang  antara 800 – 1300
cm
-1
merupakan regangan ulur ikatan yang kuat pada T–O–T, dengan T = Si dan
Bilangan Gelombang cm
-1
Universitas Sumatera Utara
40 Al pada  struktur  utama  tetrahedral SiO
4
dan  AlO
4
zeolit  alam [37]. Puncak serapan  vibrasi  tekuk  T–O dari  zeolit  alam berada pada bilangan  gelombang
antara 420-500 cm
-1
[54]. Bilangan gelombang 462,92 cm
-1
pada zeolit alam dan 455,20 cm
-1
pada K
2
CO
3
zeolit alam yang terlihat pada Gambar 4.3 menunjukkan adanya  vibrasi  tekuk  dari  ikatan  T–O Si–O  atau  Al–O. Puncak  ini  merupakan
interpretasi dari jalinan internal pada kerangka zeolit alam. Pada hasil analisis karakterisasi FTIR K
2
CO
3
zeolit alam terdapat bilangan gelombang  baru  yang  terbentuk yaitu  1411,89 cm
-1
. Bilangan  gelombang  ini diindikasikan  sebagai  interpretasi  gugus  C–O pada  anion  CO
3 2-
dari  senyawa K
2
CO
3
dan  juga  karena  perlakuan  kalsinasi  pada  modifikasi  zeolit  alam.  Seperti yang dilaporkan oleh Xie, 2006 bahwa pada bilangan gelombang 1550 and 1410
cm
−1
merupakan  vibrasi  dari  anion CO
3 2−
dan  puncak  gelombang  menjadi  lebih kuat  karena  tingginya  suhu  kalsinasi [56]. Namun  ada  juga beberapa  puncak
gugus  serapan K
2
CO
3
zeolit  alam  mengalami  sedikit  perubahan  yaitu  penurunan intensitas.  Hal  ini  disebabkan  karena  dalam
proses  impregnasi  terjadi dekationisasi  atau  proses  desilikasi  dan  hilangnya  sifat  mengkristal  pada  zeolit
alam, seperti yang dinyatakan oleh Ates dan Gokcen 2016 [55]. Pada  zeolit  alam  terlihat  puncak  bilangan  gelombang 790,81 cm
-1
yang merupakan  vibrasi  ulur  oksida  logam.  Sedangkan  pada K
2
CO
3
zeolit  alam memiliki  bilangan  gelombang  yang  berbeda  yaitu 702,09 cm
-1
dan  mengalami peningkatan  puncak  serapan. Logam  pada  zeolit  alam  ini  dapat  diindikasikan
sebagai kalium yang terjerap didalamnya, oleh karena proses impregnasi senyawa K
2
CO
3
. Ates  dan  Gokcen,  2015  menyatakan  bahwa  pada  bilangan  gelombang antara  600–800  cm
-1
merupakan  vibrasi  yang  dipergunakan  sebagai  bagian penukaran  kation  pada  zeolit  alam  [55]. Hal  ini dapat  diindikasikan  bahwa pada
puncak  serapan  bilangan  gelombang  ini  terdapat kation  K
+
yang  terikat pada kerangka  utama  zeolit  alam, baik  itu  berupa  Si–O–K  atau  Al–O–K dapat  dilihat
pada  Gambar  4.2. Selain  itu pada K
2
CO
3
zeolit  alam puncak  serapan  bilangan gelombang 702,09 cm
-1
menjadi  lebih  kuat  dibandingkan  dengan  puncak  pada zeolit  alam  tanpa  modifikasi.  Hal  ini  mengindikasikan kadar  logam  kalium  K
pada K
2
CO
3
zeolit alam lebih besar dari zeolit alam tanpa modifikasi.
Universitas Sumatera Utara
41
4.3 PENGARUH  VARIABEL  PERCOBAAN  TERHADAP
YIELD BIODIESEL PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI
4.3.1 Pengaruh Jumlah Katalis K
2
CO
3
Zeolit Alam terhadap Yield Biodiesel
Berdasarkan hasil pembuatan katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit alam dengan konsentrasi 45 gram60 ml aquadest yang memiliki logam kalium yang tertinggi,
maka dilakukanlah reaksi transesterifikasi untuk pembuatan biodiesel dari minyak dedak padi rice bran oil dengan menggunakan katalis terbaik tersebut. Adapun
hasil penelitian pembuatan biodiesel yaitu hubungan antara variasi jumlah katalis K
2
CO
3
zeolit alam terhadap yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Hubungan antara Jumlah Katalis dengan Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 65 °C, Rasio Molar Alkohol terhadap Minyak 10:1, dan
Waktu Reaksi 3 Jam Gambar  4.4 menunjukkan bahwa semakin  besar jumlah  katalis  yang
digunakan, maka yield biodiesel yang  dihasilkan juga akan  semakin  besar. Yield biodiesel bertambah  dari  79,05  menjadi 98,18  dengan peningkatan jumlah
katalis    dari  2 menjadi 4. Pada  jumlah  katalis  4, lapisan  metil  ester telah banyak terbentuk dan sedikit lapisan gliserol. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
jumlah  katalis  K
2
CO
3
zeolit  alam sebesar 4 terjadi laju reaksi  antara  minyak dedak  padi  dengan metanol yang sangat  tinggi,  sehingga  reaksi  pembentukan
produk juga lebih sempurna  dilakukan. Sedangkan  perolehan  metil  ester  yang kecil  pada  jumlah  katalis  K
2
CO
3
zeolit  alam  yang  sedikit  2;  2,5; 3,5 disebabkan jenis  katalis  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  jenis
Universitas Sumatera Utara
42 heterogen
yang  memerlukan  jumlah lebih  banyak
dalam  reaksi untuk
meningkatkan partikel katalis dan situs aktif pada reaksi katalitik heterogen [57]. Penurunan yield biodiesel pada jumlah katalis 3,5 ini dapat diindikasikan karena
bahan baku minyak dedak padi yang sudah terlalu lama disimpan, sehingga kadar FFA-nya  menjadi meningkat  dan  adanya ketidakhomogenan  kandungan  logam
kalium pada katalis K
2
CO
3
zeolit alam. Penggunaan
katalis membantu
untuk  meningkatkan  laju  reaksi transesterifikasi, dengan kata lain dapat meningkatkan yield dari produk biodiesel
yang  dihasilkan pada  proses  transesterifikasi  [58]. Hal  ini  disebabkan jumlah katalis yang semakin bertambah memberikan peningkatkan sisi aktif katalis dalam
reaksi transesterifikasi, sehingga meningkatkan produk biodiesel  yang dihasilkan [59].
Hal  ini  sesuai  dengan  yang  dilakukan  dalam  percobaan dimana  pada jumlah  katalis  tertinggi menghasilkan yield biodiesel  yang terbaik  pula. Dari
Gambar  4.4  dapat  dilihat  bahwa  kondisi  terbaik  yang  didapatkan  adalah  pada variabel  tetap  berupa  suhu  reaksi  65  °C,  rasio  molar metanol  dan minyak 10:1,
dan waktu  reaksi 3 jam serta variabel  berubah  terbaik  yaitu jumlah  katalis  4 berat, memberikan yield biodiesel  sebesar  98,18.  Hasil  penelitian  ini  sesuai
dengan  yang  dilaporkan  oleh  Wirasito,  dkk  2014,  tetapi  mereka  menggunakan minyak  goreng  bekas dan  modifikasi  zeolit  alam  dengan  abu  tandan  kosong
kelapa sawit sebagai bahan baku pembuatan biodiesel [9].
4.3.2 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biodiesel
Berdasarkan  pada  subbab 4.3.1 didapatkan  hasil yield biodiesel  terbaik pada  jumlah  katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit  alam  4 berat,  sehingga  dengan jumlah  katalis  4  ini  akan  dijadikan  sebagai variabel  tetap.  Kemudian dengan
variabel  tetap  ini divariasikan waktu  reaksi  transesterifikasi. Adapun  hasil
penelitian pembuatan biodiesel dari hubungan antara waktu reaksi terhadap yield biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Universitas Sumatera Utara
43 Gambar 4.5 Hubungan antara Waktu Reaksi dengan Yield Biodiesel pada pada
Kondisi Suhu Reaksi 65 °C, Rasio Molar Alkohol terhadap Minyak 10 : 1, dan Jumlah Katalis 4
Dari  Gambar  4.5 dapat  dilihat  bahwa  semakin  tinggi waktu  reaksi yang dilakukan maka yield biodiesel yang  dihasilkan  akan  semakin besar  yaitu  pada
rentang waktu  reaksi  2-3  jam. Namun setelah  waktu  reaksi  3 jam  mengalami penurunan yield biodiesel. Pada penelitian ini, waktu reaksi 2 jam, yield biodiesel
yang dihasilkan adalah 85,86. Namun, setelah 2,5 jam reaksi peningkatan yield biodiesel tidak terlalu signifikan, yaitu 91,56. Pada waktu reaksi 3 jam barulah
tercapai kondisi terbaik reaksi  transesterifikasi  pembentukkan yield biodiesel, dimana  massa  metil  ester  yang  dihasilkan  sangat  tinggi  diikuti  juga  kemurnian
dari  metil  esternya.  Hal  ini  disebabkan  adanya  akumulasi  produk  biodiesel  saat reaksi berlangsung [60]
. Sedangkan pada waktu reaksi 3,5-4 jam, yield biodiesel
yang dihasilkan mengalami penurunan. Waktu  reaksi  merupakan  parameter penting  yang  berpengaruh  pada hasil
yield FAME Fatty Acid Methyl Esters [61]. Peningkatan yield metil ester dapat disebabkan  oleh  meningkatnya  waktu  reaksi.  Awalnya,  reaksi  berjalan  secara
perlahan untuk mecampur dan mendispersikan alkohol dengan minyak. Setelah itu reaksi  akan  berjalan  sangat  cepat  sampai  mencapai  konversi  ester terbaik [62].
Reaksi  transesterifikasi  merupakan  reaksi  bolak  balik,  sehingga  setelah  tercapai kondisi  terbaik pembentukkan yield,  penambahan  waktu  reaksi tidak akan
berpengaruh pada  penambahan yield dan  bahkan mengakibatkan  reaksi  balik
Universitas Sumatera Utara
44 membentuk asam lemak kembali dan kemudian yield metil ester  yang dihasilkan
akan  mengalami  penurunan [61, 63]. Oleh  karena itu,  pada  waktu  reaksi  3,5-4 jam terjadi penurunan yield biodiesel.
Dari  Gambar  4.5 dapat  dilihat  bahwa  kondisi  terbaik  yang  didapatkan adalah  pada variabel  tetap  berupa  jumlah  katalis  K
2
CO
3
zeolit  alam  4  berat, suhu reaksi 65 °C, dan rasio molar alkohol dan minyak 10:1 serta variabel terubah
terbaik  yaitu  waktu  reaksi  3  jam yang  memberikan yield biodiesel  sebesar 98,18. Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  yang  dilaporkan  oleh Noiroj,  dkk
2009,  tetapi  mereka  menggunakan  minyak  kelapa  sawit  dengan  katalis modifikasi KOHNaY sebagai bahan baku pembuatan biodiesel [8].
4.3.3 Pengaruh Rasio Molar Alkohol dengan  Minyak terhadap Yield
Biodiesel
Dari  hasil  pembahasan pada  subbab  4.3.2 yang  menghasilkan  kondisi terbaik waktu  reaksi,  dimana  waktu  reaksi  sebesar  3  jam  dijadikan  sebagai
variabel tetap pada variasi rasio mol alkoholminyak dalam pembuatan biodiesel. Adapun  hasil  penelitian  pembuatan  biodiesel  dari  minyak  dedak  padi  rice  bran
oil dengan menggunakan katalis heterogen K
2
CO
3
zeolit alam dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Hubungan antara Rasio Mol Metanol dengan Minyak terhadap Yield Biodiesel pada Kondisi Suhu Reaksi 65 °C dan Waktu Reaksi 3 Jam
Universitas Sumatera Utara
45 Gambar  4.6 menunjukkan hubungan  antara  rasio mol metanol  dengan
minyak  terhadap perolehan yield biodiesel  dengan  variasi  jumlah  katalis K
2
CO
3
zeolit alam. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada jumlah katalis 2 dengan rasio mol 10:1 yang mengalami penurunan dari rasio mol sebelumnya
8:1,  namun  pada  rasio mol 12:1 yield biodiesel  mengalami  peningkatan. Sedangkan  pada  jumlah  katalis  3  dan  4  diperoleh  kondisi  rasio mol metanol
dengan minyak terbaik yaitu pada 10:1. Pada  jumlah  katalis  3  dan  4  terjadi peningkatan yield biodiesel  dari
rasio mol metanol  dengan  minyak  8:1  hingga  10:1,  sedangkan  pada rasio mol reaktan  12:1 mengalami  penurunan. Penambahan  rasio mol metanol dengan
minyak ini  membuat  penurunan yield biodiesel. Hal  ini  disebabkan  rasio mol metanol yang  meningkat  akan  membuat konsentrasi  minyak menjadi  turun,
sehingga berakibat  pada  laju  reaksi  yang  rendah  dan  merubah  kesetimbangan reaksi [61]. Selain itu, juga disebabkan  gliserol  sebagai  hasil  samping  reaksi
terlarut  dalam  metanol  yang  berlebih  ini sehingga menghalangi  reaksi  antara metanol dengan minyak dan katalis. Penurunan yield biodiesel disebabkan gugus
hidroksil  yang  bersifat  polar  dalam  metanol bereaksi sebagai  emulsifier  dan membuat proses pemisahan produk biodiesel dari hasil campuran reaksi  menjadi
lebih sulit dilakukan [59].
Pada  perbandingan  rasio mol metanol  dengan  minyak 10:1  sudah  banyak terbentuk  lapisan  metil  ester  dan  sedikit  lapisan  gliserol. Ini  berarti  bahwa  pada
perbandingan  rasio molar  metanol  dengan  minyak 10:1  sudah  dapat  membentuk biodiesel.  Kondisi terbaik  yang  didapatkan  adalah pada variabel tetap  berupa
waktu reaksi 3 jam, suhu reaksi 65 °C, dan kecepatan pengadukan 500 rpm serta variabel
berubah  terbaik  yaitu
rasio molar  metanol  dengan  minyak 10:1  dan jumlah  katalis
K
2
CO
3
zeolit alam 4 berat, yang memberikan yield metil ester sebesar 98,18.
4.4 KARAKTERISTIK BIODIESEL
Kualitas  biodiesel  berkaitan  dengan  beberapa  faktor  pada  karakteristik kimia  dan  fisikanya.  Hal  ini  dapat  dipengaruhi  oleh  kualitas  bahan  baku,
komposisi  asam  lemak  dari  minyak  nabati  atau  lemak  hewani,  proses  produksi dan  bahan  baku  lain  yang  digunakan  dalam  proses,  parameter  dari  proses
Universitas Sumatera Utara
46 produksi,  dan  penanganan  serta penyimpanan  biodieselnya.  Pada  kenyataannya,
mesin diesel dirancang untuk memanfaatkan bahan bahar diesel. Apabila biodiesel digunakan sebagai pengganti minyak diesel, maka sifat fisikokimia dari biodiesel
seharusnya  mirip  dengan  minyak  diesel. Kualitas  biodiesel  ini  terlihat  pada  sifat utamanya yang  teregulasi,  seperti  bilangan  setana,  densitas,  viskositas,  performa
suhu  rendah,  titik  nyala,  kandungan  air,  dan  lainnya.  Sedangkan  yang  tidak teregulasi  seperti  komposisi  logam,  komposisi  asam  lemak  metil  atau etil  ester,
nilai pemanasan, lubrisitas, dan lainnya [62]. Adapun karakteristik dari biodiesel yang  dihasilkan dari  penelitian dan  perbandingannya  dengan  standar  SNI  dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Karakteristik Biodiesel yang Dihasilkan dari Penelitian.
Parameter Unit
Nilai Standar SNI
04-7182-2012
Methyl Esther content mm
98,8243 96,5
Densitas pada 40 °C kgm
3
861,7122 850–890
Viskositas kinematik pada 40 °C
mms
2
4,22 2,3–3,5
Titik Nyala °C
150 100
Dari  hasil  uji  beberapa  karakteristik  biodiesel,  dapat  dilihat  bahwa  biodiesel yang  disintesis  telah  memenuhi  standar  SNI. Hal  ini  menunjukkan  penggunaan
katalis  termodifikasi  K
2
CO
3
zeolit  alam  sebagai  katalis  heterogen  dalam  reaksi transesterifikasi  tergolong  baik  karena  tidak  mengurangi  kualitas  biodiesel  yang
dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN