20 perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam
hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa, konsumen selalu mempertimbangkan tentang
produk atau jasa apa yang dibutuhkan. Berdasarkan pemaparan teori dan data tentang perkembangan,
pertumbuhan dan pemakai tablet PC maka perlu dianalisis beberapa faktor yang mendasari minat beli konsumen, khususnya para generasi muda seperti
mahasiswamahasiswi untuk produk iPad di masa yang akan datang agar iPad dapat menerapkan strategi khusus guna meningkatkan penjualan maupun pangsa
pasarnya ke seluruh segmen di pasar tablet PC secara umum di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mengambil topik yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini yaitu “Pengaruh Gaya Hidup, Merek, dan Kelompok Referensi Terhadap Keputusan Pembelian dan Loyalitas Produk
iPad di Kalangan MahasiswaI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara
”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu sebagai berikut :
1. Apakah Gaya Hidup, Merek, dan Kelompok Referensi berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian Produk iPad?
2. Apakah Gaya Hidup, Merek, dan Kelompok Referensi berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Produk iPad?
Universitas Sumatera Utara
21
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitan ini bertujuan untuk menemukan
bukti empiris nyata tentang :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Gaya Hidup, Merek, dan Kelompok Referensi berpengaruh signifikan terhadap Keputusan
Pembelian Produk iPad. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Gaya Hidup, Merek, dan
Kelompok Referensi berpengaruh signifikan terhadap Loyalitas Produk iPad.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi semua pihak, diantaranya :
1. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan, pengalaman dan dapat langsung mempraktekkan
ilmu yang telah didapatkan di lapangan. 2. Bagi Akademik
Dapat digunakan sebagai informasi yang berguna terhadap dunia ilmu pendidikan khususnya pengetahuan di bidang pemasaran, dan diharapkan
dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Perusahaan
Adanya input informasi bagi perusahaan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan jika memungkinkan dapat dijadikan pedoman
untuk melakukan perbaikan dalam mengambil keputusan.
Universitas Sumatera Utara
22
BAB II TINJAUAN PUSAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Perilaku konsumen
Menurut Kotler dan Keller 2008:166, Perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
The America Marketing Association Setiadi, 2003:3 mendefinisikan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi
perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.
Sementara itu, Mowen dan Minor 2002:6 mengatakan perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian buying unit dan proses pertukaran
yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan, barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
2.1.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Kotler dan Keller 2009:166 menyatakan bahwa perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
23 1. Faktor Budaya Cultural Factor
Budaya merupakan penentu keinginan perilaku paling mendasar. Masing- masing
budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih memperlihatkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya.
Ketika sub-budaya menjadi semakin besar dan cukup makmur, perusahaan sering merancang program pemasaran secara khusus untuk melayani
mereka. 2. Faktor Sosial Social Factor
Selain faktor budaya, perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran, dan status sosial.
3. Faktor Pribadi Personal Factor Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik pribadi tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan dan lingkungan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta
nilai dan gaya hidup pembeli. 4. Faktor Psikologi Psychological Factor
Psikologi penting meliputi motivasi, persepsi, pembelajaran dan memori dapat mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai ransangan
pemasaran.
2.1.2 Gaya Hidup
Konsep gaya hidup dan kepribadian sering kali disamakan, padahal sebenarnya keduanya berbeda. Gaya hidup lebih menunjukan pada bagaimana
Universitas Sumatera Utara
24 individu menjalankan kehidupan, bagaimana membelanjakan uang dan bagaimana
mamanfaatkan waktunya Mowen dan Minor 2002:333. Menurut Setiadi 2003:148, Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai
gaya hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka aktivitas apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya
ketertarikan, dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya pendapat. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan
masyarakat yang lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu atau kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian,
gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.
2.1.2.1 Pengukuran Gaya Hidup Konsumen
Untuk mengetahui gaya hidup konsumen dapat dipergunakan pengukuran psikografis yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menilai gaya
hidup pasar sasaran, karakteristik kepribadian dan karakteristik demografi. Gaya hidup merupakan salah satu cara mengelompokkan konsumen secara psikografis.
Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya dipakai mengungkapkan aktivitas, minat dan opini konsumen. Sehingga sering diistilahkan sebagai AIO statement.
Pertanyaan aktivitas, menanyakan apa yang dilakukan konsumen, apa yang dibeli konsumen dan bagaimana konsumen menghabiskan waktunya. Sedangkan
pertanyaan minat menanyakan preferensi dan prioritas konsumen. Dan pertanyaan opini menanyakan pandangan dan perasaan konsumen mengenai berbagai topik
Universitas Sumatera Utara
25 kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan sekitar, baik yang lokal
maupun internasional, masalah-masalah ekonomi, sosial dan moral. Suryani 2008:74 menyatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur
aktivitas-aktivitas manusia dalam: 1. Bagaimana mereka menghabiskan waktunya.
2. Minat mereka, apa yang dianggap penting disekitarnya. 3. Pandangannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Karakter-karakter dasar seperti daur kehidupan, penghasilan, pendidikan, dan tempat tinggal.
Tabel di bawah menjelaskan bahwa gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi aktivitas, interest, opini AIO yang didefinisikan oleh
Plummer Setiadi, 2003:148.
Tabel 2.1 Inventarisasi Gaya Hidup
Aktivitas Interest
Opini
Bekerja Keluarga
Diri mereka sendiri Hobi
Rumah Masalah-masalah
sosial Peristiwa
social Pekerjaan
Politik Liburan
Komunitas Bisnis
Hiburan Rekreasi
Ekonomi Anggota klub
Pakaian Pendidikan
Komunitas Makanan
Produk Belanja
Media Masa depan
Olahraga Prestasi
Budaya
Sumber: Setiadi 2003:148
Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai ciri-ciri unit tersendiri. Walaupun demikian, gaya
hidup akan sangat relevan dengan usaha-usaha pemasar untuk menjual produknya.
Universitas Sumatera Utara
26 Kecendrungan yang luas dari gaya hidup seperti perubahan peran
pembelian dari pria ke wanita, sehingga mengubah kebiasaan, selera dan perilaku pembelian. Dengan kata lain, perubahan gaya hidup suatu kelompok akan
mempunyai dampak yang luas pada berbagai aspek konsumen. Setiadi 2003:148.
2.1.3 Merek 2.1.3.1Pengertian Merek
America Marketing Association
dalam Hermawan 2009:121 mendefinisikan merek sebagai berikut: Brand is a name, term, sign, symbol,
design, or a combination of them, intended to identify the goods or service of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.
Merek bisa berupa nama, simbol, tanda desain, atau kombinasi semuanya yang dapat menggambarkan segala sesuatu baik berupa barang maupun jasa yang dapat
di tawarkan kepada pelanggan baik berupa barang atau jasa. Merek harus memiliki nilai yang unik dan berbeda dari pesaing.
Hermawan 2009:121 juga mendefinisikan merek sebagai aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan
menghargai kualitas. Definisi tersebut menggambarkan peran merek tidak hanya sebagai
representasi dari suatu produk, tapi juga harus dapat berfungsi untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Sebagai contoh, PT Philip Moris Indonesia hingga 18 Mei
2005 telah menguasai 97 persen saham perusahaan rokok PT HM Sampoerna melalui penawaran tender. Dengan harga Rp10.600 per saham, Philip Morris
Universitas Sumatera Utara
27 mengeluarkan dana Rp 45.066 triliun untuk membeli 4.251.510.000 saham HM
sampoerna.
2.1.3.2 Ekuitas Merek
Kotler Keller 2009:258 mendefinisikan ekuitas merek sebagai berikut: Brand equity is the added value endowed to products and services. Artinya,
Ekuitas Merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Merek yang dimiliki oleh perusahaan akan menjadi kuat bila memiliki brand equity yang
juga kuat. Brand equity yang kuat akan memberikan value, baik kepada pelanggan maupun kepada perusahaan. Untuk pelanggan akan memberikan efek
meningkatkan interpretasi atau proses infomasi pelanggan, meningkatkan keyakinan pelanggan dalam keputusan pembelian dan meningkatkan kepuasan
mereka dalam menggunakan produk atau jasa. Kepada perusahaan, brand equity akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pemasaran perusahaan,
meningkatkan kesetiaan terhadap merek, meningkatkan hargamargin keuntungan, meningkatkan brandextensions, meningkatkan trade leverage, dan meningkatkan
keunggulan bersaing. 2.1.3.3 Kesadaran atas Merek
Elemen-elemen yang membangun brand equity antara lain brand awareness, brand associations, brand loyalty, perceived quality, dan other asset.
Elemen brand equity yang akan dibahas terlebih dahulu adalah brand awareness. Brand awareness
adalah kemampuan dari konsumen untuk mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda-beda. Brand Awareness
memberikan banyak value, antara lain: memberikan tempat bagi asosiasi terhadap
Universitas Sumatera Utara
28 merek, memperkenalkan merek, merupakan sinyal bagi keberadaan, komitmen,
dan substansi merek, dan membantu memilih sekelompok merek untuk dipertimbangkan dengan serius.
Brand association merupakan segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek.
Brand association memberikan banyak value, antara lain: memudahkan pelanggan untuk mendapatkan informasi tentang merek, mempengaruhi
interpretasi pelanggan atas fakta mengenai merek, membedakan merek dari merek pesaing, memperkuat posisi merek di pasar, alasan pelanggan untuk menggunakan
merek, dasar untuk melakukan perluasan merek.
Brand Loyalty adalah kesetiaan merek, dapat dilihat dari seberapa sering orang membeli merek itu dibandingkan merek lainnya. Brand loyalty memiliki
lima tingkatan yaitu: 1 Pembeli tidak loyal atau switchersprice sensitive. 2 Pembeli kebiasaan atau habitual buyer. 3 Pembeli yang puas atau satisfied buyer
with switching cost. 4 Pembeli yang memang menyukai suatu barang atau like the brand. 5 Pembeli yang setia atau committed buyer. Setiap merek
dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup. Untuk produk rumah bagi segmen menengah ke bawah, harga sangat berpengaruh terhadap keputusan
pembelian.
Brand loyalty dapat di ukur dengan menggunakan metode repurchase rates. Pengukuran dengan repurchase rates dilakukan dengan melihat tingkat
pembelian kembali. Semakin tinggi rata-rata pembelian kembali pelanggan terhadap satu merek, maka pelanggan tersebut dapat dikatakan loyal. Namun jika
Universitas Sumatera Utara
29 rata-rata pembelian kembali terhadap beberapa merek, maka pelanggan tersebut
tidak loyal pada satu merek. Perceived quality merupakan hal yang tidak berwujud, perasaan
keseluruhan tentang merek. Namun, hal ini akan menjadi dasar dalam memahami dimensi yang melibatkan karakteristik produk dari merek yang disertakan seperti
reliabilitas dan kinerja. Untuk memahami perceived quality, identifikasi dan penilaian pemahaman dimensi akan berguna, namun perceived quality itu sendiri
adalah sebuah ringkasan, konstruksi secara global.
2.1.4 Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah semua kelompok yang mempunyai pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kotler
dan Keller 2009:170. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung disebut
kelompok keanggotaan . Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok
primer, dengan siapa seseorang berinteraksi dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja.
Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder, seperti agama, profesional, dan
kelompok persatuan perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi yang kurang berkelanjutaan.
Kelompok referensi mempengaruhi anggota setidaknya dengan tiga cara. Mereka memperkenalkan perilaku dan gaya hidup baru kepada seseorang, mereka
mempengaruhi sikap dan konsep diri, dan mereka menciptakan tekanan kenyamanan yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merek. Orang juga di
pengaruhi oleh kelompok di luar kelompoknya. Kelompok aspirasional adalah
Universitas Sumatera Utara
30
kelompok yang ingin diikuti oleh orang itu, kelompok disosiatif adalah
kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh orang lain. Kelompok referensi bisa juga disebut dengan kelompok acuan yang
merupakan individu atau kelompok yang dijadikan rujukan yang mempunyai pengaruh nyata bagi individu. Konsumen yang mengacu perilakunya pada
kelompok rujukan tertentu belum tentu menjadi anggota kelompok tersebut. Suryani 2008:215.
Sementara itu, menurut Setiadi 2003:266 kelompok referensi melibatkan satu atau lebih orang yang dijadikan sebagai dasar pembanding atau titik referensi
dalam membentuk tanggapan afeksi dan kognisi serta perilaku seseorang.
2.1.4.1 Jenis Kelompok Referensi
1. FormalInformal : formal memiliki struktur yang jelas, informal tidak. 2. PrimerSekunder : primer melibatkan interaksi langsung tatap muka,
sementara grup sekunder tidak. 3. Keanggotaan : seseorang menjadi anggota formal dari keanggotaan kelompok
referensi. 4. Aspirasional : seseorang bercita-cita bergabung atau menandingi kelompok
referensi aspirasional. 5. Disosiatif : seseorang berupaya menghindari atau menolak grup referensi
disosiatif.
2.1.4.2 Kelompok Referensi yang Relevan Dengan Perilaku Konsumen
Suryani 2008:219 menjelaskan bahwa dalam masyarakat ada berbagai kelompok, namun demikian diantara berbagai jenis kelompok tersebut yang
Universitas Sumatera Utara
31 relevan bagi pemasar untuk dijadikan peluang dalam pemasaran produk atau jasa
dan dijadikan saran strategi pemasaran adalah: 1. Keluarga
Keluarga merupakan bentuk kelompok primer yang berperan penting dalam sosialisai anggotanya terhadap perilaku penggunaan produk.
2. Kelompok Persahabatan Kelompok persahabatan merupakan bentuk dari kelompok informal.
Konsumen sebagai manusia membutuhkan hubungan sosial melalui persahabatan.
3. Kelompok Sosial Formal Di dalam masyarakat terdapat sekelompok orang-orang yang secara formal
membentuk suatu kelompok. Misalnya kelompok arisan, kelompok keagamaan dan lain-lain.
4. Kelompok Pembelanja Kelompok ini mulai banyak bermunculan di kota-kota, sekelompok anak
muda yang punya kesenangan jalan-jalan di mall, cuci mata dan bereblanja, karena kesamaan minat dan kebutuhan begabung dalam suatu kelompok.
5. Kelompok Kerja Bagi konsumen yang bekerja yang sebagian besar waktunya dihabiskan di
tempat kerja, keterlibatan dalam kelompok kerja menjadi hal penting.
Universitas Sumatera Utara
32 6. Kelompok gerakan konsumen
Kosumen yang mempunyai kesadaran akan hak-haknya dan menyadari pentingnya kontrol terhadap pemenuhan hak-hak konsumen membentuk
suatu kelompok yang disebut kelompok gerakan konsumen.
2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Menentukan Kekuatan Pengaruh Kelompok Referensi
1. Menginformasikan atau membuat individu lebih menyadari mengenai produk atau merek tertentu. Suatu kelompok pembelanja akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam hal pemilihan merek kepada anggota yang bergabung dalam kelompoknya, jika kelompok tersebut mempunyai informasi yang banyak dan
lengkap tentang bebagai merek dan dalam interaksi komunikasi tentang pentingnya memilih merek dan informasi berbagai merek dan kinerjanya
sering terjadi antara anggota kelompok. 2. Memberikan kesempatan untuk membandingkan dalam interaksi,
menyampaikan ide dan bertanya kepada yang lainnya. Pengaruh kelompok akan kuat jika dalam kelompok tersebut terdapat suasana untuk saling
berbagi, pengalaman dan diskusi untuk membanding berbagai pilihan dan perilaku belanja dan perilaku konsumsi.
3. Mempengaruhi individu untuk mengadopsi sikap kelompok yang mempunyai pengaruh kuat pada anggotanya untuk menyesuaikan sikap dengan sikap yang
dikembangkan oleh kelompok, akan lebih berpengaruh dibandingkan kelompok yang lemah dalam mempengaruhi perilaku anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
33 4. Melegitimasi keputusan individu untuk menggunakan produk yang sama
dengan yang digunakan kelompok. Kelompok yang mempunyai kekuatan dalam memberikan rekomendasi dan bahkan mengharuskan anggotanya
untuk menggunakan suatu produk tertentu akan mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku konsumsi dan perilaku belanja anggotanya, sehingga secara
langsung berpengaruh terhadap perilaku konsumen.
2.1.5 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen meliputi semua proses yang dilalui konsumen dalam mengenali masalah, mencari solusi, mengevaluasi alternatif, dan
memilih di antara pilihan-pilihan pembelian mereka. Mowen dan Monir 2002:6. Sedangkan menurut Kotler Amstrong 2008:181 keputusan pembelian
konsumen adalah membeli merek yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan
pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain dan yang kedua faktor situasional yang tidak diharapkan.
2.1.5.1 Proses pengambilan keputusan pembelian
Menurut Kotler dan Keller 2009:184, ketika membeli produk, secara umum konsumen mengikuti proses pembelian konsumen seperti 1 pengenalan
masalah, 2 pencarian informasi, 3 evaluasi alternatif, 4 keputusan pembelian, 5 perilaku pasca pembelian. Lima tahapan ini mewakili proses secara umum
yang menggerakkan konsumen dari pengenalan produk atau jasa ke evaluasi pembelian. Proses ini adalah petunjuk untuk mempelajari bagaimana konsumen
membuat keputusan.
Universitas Sumatera Utara
34
Sumber:Kotler dan Keller 2009:185
Gambar 2.1 Model Lima Tahap Proses Pembelian Konsumen
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Dengan
rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang seperti rasa lapar, haus, seks-naik ke tingkat maksimum dan menjadi dorongan atau kebutuhan bisa
timbul akibat rangsangan eksternal.
2. Pencarian Informasi
Sumber informasi utama dimana konsumen dibagi menjadi empat kelompok:
1. Pribadi. Keluarga, teman, tetangga, rekan. 2. Komersial. Iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.
3. Publik. Media masa, organisasi pemeringkat konsumen. 4. Eksperimental. Penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk.
3. Evaluasi Alternatif
Setelah mendapatkan informasi dan merancang sejumlah pertimbangan dari produk alternatif yang tersedia, konsumen siap untuk membuat suatu
keputusan. Konsumen akan menggunakan infomasi yang tersimpan di dalam
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Evaluasi alternatif
Keputusan pembelian
Perilaku pascapemb
elian
Universitas Sumatera Utara
35 ingatan, ditambah dengan infomasi yang diperoleh dari luar membangun suatu
kriteria tertentu.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen preferensi antar merek dalam kumpulan pilihan dalam melaksanakan maksud pembelian, konsumen dapat membentuk
lima sub keputusan: merek merek A, penyalur penyalur 2, kuantitas satu komputer, waktu akhir minggu, dan metode pembayaran kartu kredit.
5. Perilaku pasca pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin mengalami konflik dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu atau mendengar hal-hal menyenangkan
tentang merek lain dan waspada terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Kepuasan pasca pembelian merupakan fungsi kedekatan antara
harapan dan kinerja anggapan produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan, konsumen kecewa; jika memenuhi harapan konsumen puas; jika melebihi
harapan, konsumen sangat puas. Tindakan pasca pembelian jika konsumen puas, mungkin ingin membeli produk itu kembali.
2.1.6 Loyalitas Pelanggan 2.1.6.1 Pengertian Loyalitas
Loyalitas adalah salah satu tujuan akhir yang sangat diharapkan oleh setiap perusahaan kepada konsumen mereka. Konsumen yang loyal terhadap perusahaan
adalah satu tingkat pencapaian tertinggi karena ketika konsumen loyal maka mereka akan menjadi konsumen tetap bahkan akan membantu menjadi pemasar
bagi lingkungan mereka demi perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
36 Loyalitas menurut Aaker adalah suatu ukuran kedekatan yang dimiliki
konsumen kepada suatu merek tertentu Kartajaya, 2009:130. Sedangkan menurut Oliver adalah komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli
atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan pelanggan beralih
Kotler, 2009:131. Menurut Griffin 2003:31, definisi pelanggan berasal dari kata “costum”
yaitu didefinisikan sebagai pembuat suatu menjadi kebiasaan atau biasa dan memperaktekkan kebiasaan.
Oliver mendefinisikan “loyalitas adalah komitmen pelanggan yang tinggi untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produkjasa yang
disukai secara konsisten di masa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan
perilaku”. Suryandari 2008:6 Menurut Tjiptono 2005:386 perilaku pembelian berulang seringkali
dihubungkan dengan loyalitas merek brand loyalty. Akan tetapi ada perbedaan diantara keduanya. Bila loyalitas mereka mencerminkan komitmen psikologis
terhadap merek tertentu, maka perilaku pembelian berulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Dengan
kata lain, perilaku pembelian berulang tidak merefleksikan loyalitas merek. Karena bisa jadi seseorang konsumen sangat menyukai suatu merek namun ia
tidak loyal terhadap merek tersebut. Pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi
Universitas Sumatera Utara
37 satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki
peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang bisa pula merupakan hasil dari upaya promosi terus menerus dalam rangka memikat dan membujuk
pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung ’terikat’ pada mereka tersebut dan akan membeli
produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya. Griffin 2003:31 memberikan definisi bahwa pelanggan yang loyal adalah:
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur. 2. Membeli antar lini produk dan jasa.
3. Mereferensikan kepada orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.
2.1.6.2 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Langkah-langkah yang dilewati pelanggan tersebut menurut Griffin 2003:18
adalah: 1. Kesadaran
Pada tahap ini pelanggan mulai membentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan produk sebagai produk yang lebih unggul
dari pesaing. Timbulnya kesadaran bisa melalui iklan konvensional radio, TV, surat kabar, iklan di web, komunikasi word of mouth, dan lain-lain.
2. Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan, disini perusahaan
dapat menanamkan kesan positif maupun negatif kepada pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
38 3. Evaluasi pasca pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau tidak begitu kecewa dengan
produk yang dibelinya, maka keputusan untuk membeli kembali mungkin terjadi.
4. Keputusan untuk membeli kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi
loyalitas. Ini muncul bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan produk.
5. Pembelian kembali Pelanggan benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali produk
yang sama kapan saja dibutuhkan.
2.1.6.3 Jenis Loyalitas
Menurut Griffin 2003:22, Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian
ulang yang rendah dan tinggi : 1. Tanpa Loyalitas
Beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Keterkaitannya yang rendah dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas. 2. Loyalitas yang lemah
Keterkaitan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah intertia loyality. Pelanggan yang
Universitas Sumatera Utara
39 membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor
situasi merupakan alasan utama pembelian. 3. Loyalitas Tersembunyi
Tingkat prefensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi latent loyalty.
Bila pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat
keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi. Pada tingkat prefensi yang tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan
menggunakan produk tertentu dan senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga. Para pelanggan ini menjadi pendukung vokal
produk atau jasa tersebut dan selalu menyarankan orang lain untuk membelinya.
Tabel 2.2 Empat Jenis Loyalitas
Pembelian ulang
Keterkaitan Relatif
Tinggi Rendah
Kuat Loyalitas
Premium Loyalitas
Tersembunyi Lemah
Loyalitas yang lemah
Tanpa Loyalitas
Sumber : Griffin 2005:22
Universitas Sumatera Utara
40
a. Tanpa Loyalitas No Loyalty Untuk beberapa alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas
terhadap produkjasa tertentu. Keterikatannya yang rendah dikombinasikan dengan singkat pembelian berulang rendah menunjukan tidak adanya loyalitas
secara umum perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya
berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaannya. Tantangannya adalah menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan
lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan. b. Loyalitas Yang Lemah Inertia Loyalty
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah inertia loyalty. Pelanggan ini membeli
karena kami selalu menggunakannya atau karena sudah terbiasa. Dengan kata lain, faktor non sikap dan faktor situasi merupakan alasan utama pembeli.
Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Pembeli ini rentan beralih ke produk
pesaing yang dapat menunjukan manfaat yang jelas memungkinkan bagi perusahaan untuk mengubah jenis loyalitas lemah kedalam bentuk loyalitas yang
lebih tinggi dengan secara aktif mendekati pelanggan dan meningkatkan diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai produk dan jasa.
c. Loyalitas Tersembunyi Latent Loyality Tingkat preferensi yang lebih tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang
yang rendah menunjukan loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi pelanggan dan bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan memahami
Universitas Sumatera Utara
41
faktor sikap berkontribusi pada loyalitas tersembunyi perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
d. Loyalitas Premium Premium Loyalty Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan,
terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi juga. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua
pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, orang bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang
membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga.
Berdasarkan pengertian-pengertian pada Tabel 2.2, dapat disimpulkan bahwa loyalitas adalah suatu tingkatan dimana konsumen benar-benar melekat
kepada suatu perusahaan, baik terhadap suatu merek saja atau keseluruhan perusahaan. Loyalitas memungkinkan perusahaan dapat bantuan dalam
memasarkan produk yang diciptakan oleh konsumen yang loyal, karena konsumen yang loyal akan memberitahukan dan menyarankan lingkungan mereka untuk
menggunakan produk atau jasa tersebut.
2.1.6.4 Tingkatan Loyalitas
Menurut Kartajaya 2009:131 loyalitas sendiri memiliki lima tingkatan yaitu: 1. Switchers Price Sensitive, dimana pada tingkatan ini pelanggan tidak loyal
kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek dipersepsikan memberikan kepuasan yang cukup.
2. Satisfied Habitual Buyer, dimana pada tingkatan kedua ini pelanggan merasa puas terhadap produk atau setidaknya tidak merasa tidak puas
Universitas Sumatera Utara
42 terhadap produk perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru
yang ditawarkan kepada mereka. 3. Satisfied buyer with switching cost, dimana pelanggan merasa puas terhadap
produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila mereka ingin berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan benefit yang
dapat melampaui biaya beralih merek. 4. Likes the brand, pelanggan sungguh menyukai merek yang ditawarkan
perusahaan. Mereka memiliki pertalian emosional dengan merek tersebut. 5. Commited buyer, pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang
ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada orang lain. Pada tingkatan ini, merek produk memiliki brand equity yang kuat
dimata pelanggan. Tjiptono dalam Rahmayanty 2010:14 lebih lanjut mengemukakan enam
indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu: 1 Pembelian ulang, 2 Kebiasaan mengonsumsi merek tersebut, 3 Selalu menyukai
merek tersebut, 4 Tetap memilih merek tersebut, 5 Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik, 6 merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
2.1.6.5. Model Loyalitas
Model loyalitas pelanggan berdasarkan telaah literatur yang dilakukan, Uncles, et al. 2003 dalam Tjiptono 2005:400 mengidentifikasi tiga model
popular dalam konseptualisasi loyalitas pelanggan. Model 1 memandang loyalitas sebagai sikap yang kadang-kadang
mengarah pada terjalinnya relasi dengan merek. Beragumen bahwa harus ada
Universitas Sumatera Utara
43 komitmen sikap terhadap suatu merek, baru bisa berbentuk loyalitas sejati. Sikap
ini tercermin dalam serangkaian keyakinan positif yang konsisten terhadap merek yang dibeli. Sikap semacam itu diukur dengan jalan menanyakan kepada
pelanggan seberapa suka mereka terhadap merek tertentu, seberapa kuat komitmen mereka terhadap merek tersebut, kecendrungan untuk
merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain, serta keyakinan dan perasaan terhadap merek bersangkutan, relatif dibandingkan merek-merek
pesaing. Kekuatan sikap ini merupakan prediktor kunci pembelian merek dan pola pembelian uang.
Model 2 mendasarkan loyalitas lebih pada pola pembelian masa lalu dibandingkan motivasi atau komitmen konsumen terhadap merek. Model ini
mengandalkan data longitudinal tentang pola pembelian diberbagai kategori produk dan dibanyak negara. Riset-riset berdasarkan perspektif ini menemukan
bahwa hanya sedikit konsumen yang tergolong loyal monogami. Model 3 merupakan ancangan kontingensi yang beranggapan bahwa
konseptualisasi terbaik untuk loyalitas adalah bahwa hubungan antara sikap dan perilaku di moderasi oleh variabel-variabel kontingensi, seperti kondisi individu
saat ini, karakteristik individu dan atau situasi pembelian yang dihadapi konsumen. Dengan demikian, sikap yang positif terhadap sebuah merek mungkin
hanya memberikan prediksi yang lemah mengenai apakah merek tersebut akan dibeli atau tidak pada kesempatan pembelian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
44
2.2 Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini, antara lain :
Tabel 2.3
NAMA JUDUL
ALAT ANALISIS
HASIL
Afrida Fatharani,
Nawazirul Lubis, Reni
Shinta Dewi.
2009 Pengaruh gaya hidup,
harga, dan kelompok referensi terhadap
keputusan pembelian telepon seluler
Blackberry. Analisis
regresi berganda
1. Secara simultan gaya hidup, harga dan kelompok referensi
berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk telepon
seluler. 2. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa gaya hidup, harga, dan kelompok
referensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian baik secara parsialmaupun secara
simultan. 3. Variabel
yang paling berpengaruh
besar adalah kelompok referensi
Gusti Putu Bagus Yogi
Swara 2011
Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan
Citra Merek terhadap Minat Beli
Ipad di Kota Bandung.
Analisis Regresi
Berganda 1.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kualitas produk, harga, citra merek, dan minat beli iPad
di Kota Bandung berada dalam kategori baik.
2. secara simultan minat beli iPad dipengaruhi sebesar 52,8
oleh variabel kualitas produk, harga, dan citra merek.
3.Berdasarkan pengujian hipotesis secara parsial variabel
kualitas produk yang memengaruhi minat beli sebesar
35,9, variabel harga yang memengaruhi minat beli sebesar
7,1, dan variabel citra merek yang memengaruhi minat beli
sebesar 40,2. Kata Kunci : Kualitas Produk,
Harga, Citra Merek, dan Minat Beli.
Universitas Sumatera Utara
45 Agus
Rizal 2010
Analisis Pengaruh Grup Referensi dan
Keluarga terhadap Keputusan
Pembelian Ponsel Qwerty
Analisis Regresi
Berganda 1.Variabel grup referensi dan
keluarga berpengaruh terhadap keputusan
pembelian. 2. Dalam penelitian ini juga
diketahui secara parsial variabel grup referensi dan
keluarga berpengaaruh singnifikan terhadap variabel
keputusan pembelian. 3. Secara simultan variabel
grup referensi dan keluarga berpengaruh signifikan
terhadap variabel keputusan pembelian.
Puriyani, Dinar
2009 Pengaruh Citra Merek
Susu Ultra Terhadap Loyalitas Konsumen
Pada PT. Ultrajaya Milk Industry
Analisis Regresi
Berganda 1.Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tanggapan konsumen akan Brand Image Susu Ultra
secara keseluruhan dapat dikatakan baik.
2.
Dalam penelitian ini juga diketahui secara parsial
variabel grup referensi dan keluarga berpengaaruh
singnifikan terhadap variabel keputusan pembelian.
3. Secara simultan pengaruh citra merek susu ultra terhadap
loyalitas konsumen sebesar 16,24.
Kurnia Akbar
2013 Analisis pengaruh
harga, brand image, dan atribut produk
terhadap keputusan pembelian handphone
atau smartphone jenis Android.
Analisis Regresi
Berganda 1. Analisis yang digunakan
adalah analisis regresi berganda, hasilnya yaitu: Y= 0,348X1 +
0,246X2 + 0,272X3. 2. Variabel independen yang
paling besar berpengaruh terhadap variabel dipenden
adalah variabel harga,di ikuti oleh variabel atribut produk dan
yang terakhir adalah variabel brand image.
Universitas Sumatera Utara
46
2.3 Kerangka Konseptual Pengambilan keputusan