Tugas Notaris Di Perbankan

D. Tugas Notaris Di Perbankan

Dalam dunia perbankan, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, Notaris dan Bank adalah rekan kerja yang saling bermanfaat, dimana Bank akan membutuhkan Notaris dan Notaris akan membutuhkan Bank dalam pemenuhan tugas dan pelayanan jasa dibidang hukum yang dikerjakannya. Seluruh tugas dan wewenang Notaris yang tertera diatas dapat dilaksanakan oleh seorang Notaris didalam menjalankan kewajibannya sebagai seseorang yang membuat akta otentik yang dapaat dijadikan alat bukti dan menjamin kepastian hukum kepada para pihak. Banyak hal yang dalam perjalanan sebuah bank, Notaris ikut ambil bagian didalamnya. Mulai dari sebuah Bank berdiri, baik itu bank umum atau bank syariah, pendiriannya haruslah terlebih dahulu dibuat dengan akta pendirian dari notaris, yang kemudian setelah berdiri baru bisa diurus seluruh izin-izinnya. Setelah itu, dalam menentukan tempat usaha bank tersebut, bank harus membuat perjanjian sewa menyewa atau membeli sebuah bangunan yang nantinya akan digunakan sebagai kantor dan tempat usaha bank itu sendiri dan perjanjian itu dibuat oleh notaris juga. Setelah kantor bank tersebut mempunyai bangunan fisik dan bank siap melakukan operasional, bank melakukan penghimpunan dana dan mengeluarkan dana untuk masyarakat. Dalam kegiatan menghimpun dana inilah perbankan melakukan tindakan atau peristiwa - peristiwa hukum yang melibatkan pihak ketiga atau biasa disebut afiliasi. Tetapi dalam hal in Pihak ketiga atau afiliasi itu adalah bukan notaris Universitas Sumatera Utara seperti yang tercantum dalam Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pada Pasal 1 angka 1 butir ke 22 menyatakan: “Pihak terafiliasi adalah: a. Anggota Dewan Komisaris, Pengawas, Direksi atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank; b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; d. Pihak yang menurut perdamaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan Bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, Keluarga Pengawas, Keluarga Direksi dan Keluarga Pengurus.” Pada poin c diatas terdapat kata-kata yang menyatakan pihak yang memberikan jasanya kepada bank, hal ini tentu tidak termasuk notaris didalamnya dalam hal memberikan jasa yang sifatnya kepada administrasi dan konsultasi dalam bidang hukum. Afiliasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pertalian sebagai anggota atau cabang; perhubungan; bentuk kerja sama antara dua lembaga pendidikan, biasanya yg satu lebih besar daripada yang lain, tetapi masing-masing Universitas Sumatera Utara berdiri sendiri; 61 maka notaris terlihat seperti afiliasi dengan bank padahal sebenarnya tidak, karena dalam rekanan notaris dengan bank tidak ada yang yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Sebagaimana dengan Judul awal Bab III ini, maka Notaris mempunyai tugas dan wewenang dalam melaksanakan perjanjian atau kontrak sehingga kontrak atau perjanjian itu bersifat otentik. Disini akan lebih diberi pembatasan kepada perjanjian dalam hal pinjam meminjam uang atau yang sekarang disebut perjanjian kredit. Secara singkat, perjanjian kredit adalah perjanjian konsensuil antara debitur dengan kreditur yang mana dalam hal ini adalah bank yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak. Bila dilihat dari pembuatannya, suatu perjanjian kredit dapat digolongkan menjadi: 62 1. Perjanjian Kredit di bawah tangan, yaitu perjanjian kredit yang dibuat oleh dan antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit tersebut tanpa melibatkan pihak pejabat yang berwenangNotaris. Perjanjian Kredit Di bawah tangan ini terdiri dari: 1. Perjanjian Kredit Di bawah tangan biasa; 2. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang dicatatkan di Kantor Notaris Waarmerking; 61 http:kbbi.web.idafiliasi, diakses pada tanggal 25 September 2014 62 dikutip dari berbagai sumber Universitas Sumatera Utara 3. Perjanjian Kredit Di bawah tangan yang ditandatangani di hadapan Notaris namun bukan merupakan akta notarial legalisasi. 2. Perjanjian Kredit Notariil yaitu perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak di hadapan Notaris. Pada Perjanjian Kredit baik yang dibawah tangan maupun yang Notariil, Notaris mempunyai tugas dan wewenang yang sangat dibutuhkan oleh bank dalam menjamin kepastian hukum secara administarsi terhadap seluruh peristiwa hukum yang akan dilaksanakan sehingga setiap langkah yang dilakukan haruslah tidak boleh ada yang tidak sesuai dengan aturan dan peraturan yang ada. Dalam hal sebelum melaksanakan suatu perjanjian kredit antara debitur dengan bank, maka terlebih dahulu Notaris harus melihat syarat-syarat mutlak atau dasar dalam membuat perjanjian, bukan berarti ada debitur yang ingin melaksankan perbuatan hukum dengan bank langsung diikat begitu saja. Tentu ada hal-hal yang perlu diperhatikan Notaris agar kedua belah pihak terikat secara hukum dan moral agar kedua-duanya tidak saling dirugikan satu dengan yang lainnya. Salah satu syarat mutlak untuk diperhatikan oleh Notaris sebelum melaksanakan suatu perjanjian sebagai contoh adalah perjanjian kredit antara debitur dengan bank, maka Notaris harus melakukan apa yang diamanatkan oleh pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bunyinya sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan. Universitas Sumatera Utara 2. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian. Mengenai kecakapan Pasal 1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan “bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang- undang dinyatakan tidak cakap”. Pasal 1330 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni: a. Orang yang belum dewasa. Mengenai kedewasaan Undang-undang menentukan sebagai berikut: 1. Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya. 2. Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan. Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun. b. Mereka yang berada di bawah pengampuan. c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi. d. Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian- perjanjian tertentu. Universitas Sumatera Utara Mengenai suatu hal tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu. 3. Suatu sebab yang halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban. Mengenai syarat Nomor 1 dan Nomor 2 disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat Nomor 3 dan Nomor 4 disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian. Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya perizinannya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut. Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Setelah hal-hal utama diatas terpenuhi, kemudian Notaris dapat memeriksa semua identitas para pihak agar sesuai dengan data yuridis yang ada. Disini wewenang Notaris akan selalu digunakan, dimana untuk membuktikan kebenaran Universitas Sumatera Utara identitas para pihak, Notaris akan melihat asli identitas para pihak tersebut untuk kemudian dibuat copy dari asli identitas tersebut. Seluruh berkas pendukung untuk dilaksanakannya perjanjian disalin atau dicopy untuk kemudian dilegalisir atau biasa disebut dengan istilah Copie Collationnee. Mengenai seluruh kelengkapan berkas sebelum penandatanganan akta perjanjian kredit haruslah sudah selesai dan lengkap terletak di meja tempat terjadinya peristiwa hukum tersebut. Di dalam dalam pemberian kredit oleh bank, bank sebagai pemberi kredit mempunyai kewajiban untuk memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha debitur. Agunan atau jaminan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembalikan utangnya. Yang dimaksud dengan Jaminan dalam arti luas adalah jaminan yang bersifat materil maupun yang bersifat immateril. Jaminan yang bersifat materil misalnya bangunan, tanah, kendaraan, perhiasan, surat berharga. Sedangkan jaminan yang bersifat immateril misalnya jaminan perorangan borgtocht. Dari sifat dan wujudnya benda menurut hukum dapat dibedakan atas benda bergerak roerende goederen dan benda tidak bergerak onroerende goederen. Universitas Sumatera Utara Pendapat lain membagi benda bergerak menjadi berwujud dan tidak berwujud. Berwujud artinya sifatnya sendiri menggolongkannya kedalam golongan itu yaitu segala barang yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, misalnya barang-barang inventaris kantor, kendaraan bermotor dan sebagainya. Sedangkan tidak berwujud adalah karena Undang-Undang menggolongkannya kedalam golongan itu, misalnya cek, wesel, saham, obligasi dan tagihan. Dalam Hukum mengenai pengikatan jaminan, penggolongan atas benda bergerak dan tidak bergerak mempunyai arti yang penting sekali. Adanya perbedaan penggolongan tersebut juga akan menentukan jenis lembaga jaminanpengikatan jaminan mana yang dapat dibebankan atas benda jaminan yang diberikan untuk menjamin pelunasan. Sifat perjanjian jaminan adalah accessoir, yaitu tergantung pada perjanjian pokoknya. Pemberian jaminan dari debitur kepada kreditur menimbulkan 2 dua sifat hak jaminan yang dikenal secara umum, yaitu: 1. Hak jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, tanpa memberikan hak saling mendahului Konkuren antara kreditur yang satu dengan kreditur lainnya. 2. Hak jaminan yang bersifat khusus, yaitu jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur, dengan memberikan hak mendahului dari kreditur lainnya, sehingga ia berkedudukan sebagai kreditur privillege preferent. Pemberian Jaminan oleh debitur kepada kreditur semata-mata hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh Debitur Universitas Sumatera Utara apabila debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut. Sehingga konsep dasar pemberian jaminan oleh debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh kreditur. Namun untuk mengantisipasi praktek perbankan, dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1998 tentang Perbankan, pada Pasal 12A disebutkan bahwa Bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Berikut ini akan diuraikan secara singkat mengenai benda-benda yang dijadikan debitur sebagai jaminan kepada kreditur sebagai bentuk tangggungjawab debitur. Adapun benda-benda tersebut adalah benda tidak bergerak atau benda tetap dan benda bergerak atau benda tidak tetap yaitu: 1. Benda TetapTidak Bergerak Yang dimaksud dengan benda tetap atau barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang. Universitas Sumatera Utara Khusus terhadap tanah, menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah, yang dapat dijadikan jaminan adalah: a Tanah Hak Milik b Tanah Hak Guna Usaha “HGU” c Tanah Hak Guna Bangunan “HGB” d Tanah Hak Pakai atas tanah Negara Pengikatan jaminan atas tanah hak tersebut di atas adalah dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan atau dikenal dengan singkatan APHT yang meliputi pula seluruh bangunan dan tanaman yang berada diatasnya dan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang biasa disebut PPAT atau objek tanah tersebut tidak berada di wilayah bank mengikatkan jaminan dapat dipergunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan “SKMHT” yang harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan. Undang-undang mengatur bahwa SKMHT juga dapat dipergunakan dalam hal hak atas tanah belum bersertifikat serta khusus untuk pemberian kredit program. 2. Benda Bergerak Yang dimaksud dengan benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan Universitas Sumatera Utara bermotor, deposito, barang-persediaan inventory, barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan sebagainya. Benda-benda tersebut di atas dapat dijadikan jaminan atas pelunasan utang Debitur. Sedangkan pengikatan jaminan atas benda-benda tersebut di atas adalah dengan Gadai atau Fidusia. Selain jaminan kebendaan, jaminan lain yang dapat diterima sebagai jaminan kredit adalah jaminan non kebendaan, yaitu Penanggungan. Sesuai Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya. Jaminan penanggungan biasanya diberikan dalam bentuk 63 : a Jaminan Perorangan b Jaminan Perusahaan c Bank Garansi d Standby Letter Of Credit “SBLC”. Jaminan Perorangan atau Perusahaan diberikan oleh seseorang atau Perusahaan untuk menjamin hutang pihak ketiga. Jaminan Perorangan atau Jaminan Perusahaan ini biasanya hanya merupakan jaminan tambahan dari jaminan pokok, artinya selain jaminan ini Bank biasanya meminta jaminan lainnya. Demikian pula dalam melakukan eksekusi, Bank akan mendahulukan jaminan pokok dulu sebagai 63 http:www.hukumonline.comklinikdetaillt5175201097ce4tentang-borgtocht-, diakses pada tanggal 24 September 2014 Universitas Sumatera Utara pelunasan hutang, apabila ternyata masih belum cukup barulah Bank melakukan eksekusi terhadap jaminan perorangan atau perusahaan. Lain halnya dengan Bank Garansi, menurut Bank Indonesia, Bank Garansi adalah jaminan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima jaminan, apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajibannya. Biasaya transaksi atau proyek dalam nilai yang besar mempersyaratkan penyertaan Jaminan Bank Bank Guarantee. Untuk memenuhi kebutuhan bisnis ini, pihak bank dapat mengeluarkan Bank GaransiStandby LC. Sedangkan SBLC atau sering disebut Clean LC adalah suatu janji tertulis bank yang bersifat irrevocable yang diterbitkan atas permintaan applicant untuk membayar kepada beneficiary, apabila dokumen yang diserahkan telah sesuai comply with dengan persyaratan dokumen yang tercantum dalam SBLC. 64 SBLC merupakan pernyataan janji bayar dari Bank penerbit untuk membayar saat diminta oleh Bank penerima berkenaan dengan: a Kewajiban pemohon sebagai debitur b Kewajiban pemonohon sebagai garantor c Kewajiban lainnya dari pemohon Maka dari seluruh uraian pada bab ini, dapat diambil sebuah hasil yaitu wewenang notaris dalam perbankan sebelum melaksanakan perjanjian kredit meliputi beberapa hal, yaitu: 64 http:www.bankmandiri.co.idarticles01l.aspx, diakses pada tanggal 20 September 2014 Universitas Sumatera Utara 1. Notaris mempunyai wewenang dan tugas untuk menentukan apakah syarat sah dalam membuat perjanjian sudah terpenuhi apa tidak antara kedua belah pihak, baik debitur maupun dari pihak perbankan. 2. Notaris mempunyai tugas untuk merumuskan seluruh kelengkapan berkas baik berkas pokok maupun berkas pendukung perjanjian guna tercapainya kepastian hukum dalam bidang administrasi sehingga nantinya tercapai pelaksanaan perjanjian kredit hingga pelunasannya yang tidak ada tersangkut masalah hukum didalamnya karena dengan adanya notaris diharapkan bisa menjadi benteng hukum bagi kedua belah pihak. 3. Notaris mempunyai tugas untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban kedua belah pihak meskipun notaris cenderung menjadi rekanan namun bukan merupakan afiliasi dari perbankan, namun tetap menjunjung tinggi netralitas dan ketidakberpihakan. 4. Notaris berhak dan wajib untuk memberikan saran dan advokasi hukum kepada kedua belah pihak pada saat sebelum melaksanakan perjanjian kredit agar kedua belah pihak memahami apa yang akan mereka sepakati bersama. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS KEPADA PARA PIHAK APABILA PROSES PERJANJIAN KREDIT TIDAK DAPAT DILAKSANAKAN SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

A. Pertanggungjawaban dan Tanggung Jawab Hukum