Menurut Raharjo 2004, keterlibatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal adalah sebagai berikut:
1. Membentuk joint venture dengan tour operator dimana masyarakat
menyediakan lebih banyak service sedangkan pihak swasta atau pemerintah hanya fokus pada promosi dan pemasaran.
2. Menyediakan layanan kepada tour operator, misalnya menyediakan bahan
makanan, menjadi guide lokal, menyediakan transport dan akomodasi lokal. 3.
Menyewakan lahan kepada pihak tour operator. Dalam hal ini masyarakat masih memungkinkan untuk melakukan monitoring atas dampak dari aktifitas
wisata. 4.
Mengembangkan program sendiri secara mandiri. 5.
Bekerja sebagai staf tour operator baik full time atau part time. Menurut Raharjo 2004, terdapat pengaruh atau dampak pengembangan
wisata alam bagi masyarakat dan kawasan itu sendiri Tabel 1, adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam
Positif bila ada partisipasi Negatif bila tidak ada partisipasi
Bagi Masyarakat Bagi Kawasan
Lindung Bagi Masyarakat
Bagi Kawasan Lindung
Keberlanjutan pendapatan
Berkurangnya ancaman dan
pengembangan ekonomi yang sesuai
Penurunan kualitas
sumberdaya alam Pembangunan
ekonomi yang tidak sesuai
Peningkatan kualitas layanan
public Pertumbuhan
ekonomi yang tidak imbang
Perburuan, pemanfaatan
berlebihan atas sumberdaya alam
Keberdayaan budaya lokal
Erosi budaya Perubahan pola
pemanfaatan sumberdaya alam
2.5 Pengelola Pemerintah dan Stakeholder Terkait
Sumber daya manusia diakui sebagai salah satu komponen vital dalam pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan elemen pariwisata memerlukan
sumber daya manusia untuk menggerakkannya. Faktor sumberdaya manusia sangat menentukan eksistensi pariwisata. Sebagai salah satu industri jasa, sikap
dan kemampuan staf akan berdampak penting terhadap jenis pelayanan pariwisata kepada wisatawan yang secara langsung akan berdampak pada kenyamanan,
kepuasan dan kesan atas kegiatan wisata yang dilakukannya.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, pelaku wisata alam adalah
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat yang bergerak dibidang wisata. Berdasarkan Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik
Wisata Alam ADO-ODTWA Ditjen PHKA Tahun 2003, pengelolaan obyek dan pelayanan pengunjung merupakan hal yang perlu ditingkatkan secara terus
menerus dalam pemanfaatan suatu ODTWA, karena berpengaruh langsung dengan kepuasan pengunjung dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu, dalam
implementasinya perlu ditunjang oleh tenaga profesional dibidang pariwisata alam, bahasa dan mampu melakukan pelayanan kepada pengunjung.
Kurangnya pengaruh pihak luar terhadap kawasan wisata, mengharuskan pengelola pemerintah daerah dan pengelola wisata perlu membangun hubungan
yang kuat dengan investor, swasta maupun LSM terkait dalam mendukung pembangunan wisata alam yang berkelanjutan. Diperlukannya rencana strategis
dalam pengembangan pariwisata yang terus dikembangkan, dipantau dan dievaluasi secara berkala The Lake District World Heritage Project dalam
Borges et al. 2011. Industri jasa mempunyai kewajiban untuk bersama-sama dengan
pemerintah daerah mengemas paket-paket wisata. Aktivitas pariwisata tidak tersekat pada satu obyek wisata saja. Aktivitas pariwisata memerlukan ruang
gerak dan waktu yang fleksibel. Adanya kerjasama dan komitmen akan terbentuk kemitraan yang saling mengisi, maka aktivitas berwisata yang memiliki mobilitas
tanpa batas itu tidak akan mengalami kendala karena jalur-jalur yang menghubungkan antar atraksi wisata yang satu dengan lainnya sudah tertata,
terhubung dengan baik dan dari segi keamanan dapat dikoordinasikan bersama. Kekurangan dari fasilitas dan sumberdaya manusia, pemerintah dapat membantu
dalam bentuk fasilitator, bantuan dana, pelatihan dan lain-lain. Industri jasa memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk serta
pelayanan yang excellent dapat menarik pengunjung untuk kembali datang ke obyek wisata tersebut Fiatiano 2007.
2.6 Pengembangan Wisata Alam