Analisis pengembangan wisata alam berbasis daya dukung di kawasan cikole jayagiri resort lembang jawa barat.

(1)

ANALISIS PENGEMBANGAN WISATA ALAM BERBASIS

DAYA DUKUNG DI KAWASAN CIKOLE JAYAGIRI

RESORT LEMBANG JAWA BARAT

NANA WINNIT MUTHMAINNAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2014

Nana Winnit Muthmainnah


(4)

ABSTRAK

NANA WINNIT MUTHMAINNAH. Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat. Dibimbing oleh NINDYANTORO.

Pengembangan wisata alam seringkali berorientasi pada pengembangan wisata masal tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan. Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata yang dikelola oleh Perhutani KPH Bandung utara sejak tahun 2010 telah dijadikan kawasan wisata alam terpadu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort, mengidentifikasi strategi dalam pengembangan kawasan, menentukan prioritas produk wisata alam, dan menganalisis daya dukung kawasan per hari berdasarkan penentuan prioritas produk. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa setiap indikator persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort bernilai baik. Strategi yang dapat digunakan adalah strategi agresif dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Alternatif produk wisata alam berbasis ekologi yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri resort berdasarkan bobot prioritas adalah outbound (0.414), menikmati pemandangan alam (0.338), dan berkemah (0.248). Tingkat kunjungan wisatawan di Cikole Jayagiri Resort masih dapat dikatakan aman karena masih berada di bawah batas ambang daya dukung kawasan.

Kata kunci: Cikole Jayagiri Resort, daya dukung, pengembangan, wisata alam

ABSTRACT

NANA WINNIT MUTHMAINNAH. Analysis of Ecotourism Development based Carrying Capacity in Cikole Jayagiri Resort Lembang West Java. Supervised by

NINDYANTORO.

Tourism development usually oriented on the mass tourism without considering the environmental aspect. Cikole Jayagiri Resort a tourist area managed Perhutani KPH Bandung Utara since 2010 has been an integrated ecotourism area. The specific objective of this study is to indentify the tourist perception toward the Cikole Jayagiri Resort area, identify the strategy in the development of the area, determine the priority of ecotourism product, and analysis the carrying capacity of the area every day base on priority of ecoutourism product. The result of this study indicate that tourist’s perception of each indicator to the Cikole Jayagiri Resort is well worth. Strategies that can be used in the aggressive strategy of using strong factor to take advantage of opportunities. Alternative ecological based ecotourism product based on value priority are outbound (0.414), scenery (0.338), and camping (0.248). The level of tourist visits in Cikole Jayagiri Resort still be considered safe as it was still under the threshold carrying capacity the area.


(5)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS PENGEMBANGAN WISATA ALAM BERBASIS

DAYA DUKUNG DI KAWASAN CIKOLE JAYAGIRI

RESORT LEMBANG JAWA BARAT

NANA WINNIT MUTHMAINNAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

(8)

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengembangan Wisata Alam Berbasis Daya Dukung di Kawasan Cikole Jayagiri Resort Lembang Jawa Barat”. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Sugeng Winarno dan Iit Saribanon, kedua adik tersayang Muhamad Windit Mahmuda dan Rahmah Winnit Mardhiyyah, serta segenap keluarga besar atas seluruh doa dan dukungan.

2. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosesn penguji utama dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran bagi penulis.

4. KPH Bandung Utara, Cikole Jayagiri Resort, Kepala Desa dan seluruh staf Desa Cikole, serta seluruh masyarakat RT 05 Desa Cikole atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian serta informasi yang telah diberikan.

5. Sahabat-sahabat Amal, Rima, Bintang, Nurul, Puti, Suci, Maya, dan sahabat-sahabat Queen Castle serta keluarga besar ESL 47 yang selalu memberikan bantuan, motivasi, dan semangat.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik terkait skripsi penulis terima. Semoga penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca.

Bogor, Agustus 2014


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Wisata Alam ... 5

2.2 Produk Wisata ... 6

2.3 Pengembangan Produk Wisata ... 7

2.4 Daya Dukung ... 9

2.5 Skala Likert ... 9

2.6 Analisis SWOT ... 10

2.7 Proses Hirarki Analitik ... 11

2.8 Penelitian Terdahulu ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 14

IV METODE PENELITIAN... 16

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 16

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 16

4.4 Metode Analisis Data ... 17

4.4.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort .... 18

4.4.2 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Cikole Jayagiri Resort . 20 4.4.3 Analisis Pemilihian Prioritas Produk Wisata Alam ... 23

4.4.4Analisis Daya Dukung ... 25

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 26


(12)

5.2 Letak Geografis Cikole Jayagiri Resort ... 27

5.3 Fasilitas yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort ... 27

5.4 Karakteristik Pengunjung Cikole Jayagiri Resort ... 29

5.5 Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan ... 31

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

6.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 33

6.2 Analisis Pengembangan Strategi Kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 34

6.2.1 Tahap Masukan (Input Stage) ... 35

6.2.2 Tahap Pencocokan (Multi Stage) ... 39

6.3 Prioritas Produk Wisata Alam Berbasis Ekologi ... 41

6.4 Daya Dukung Kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 44

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 50

7.1 Simpulan ... 50

7.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 55


(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Matriks metode analisis data ... 17

2 Kriteria persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 18

3 Bobot nilai jawaban responden ... 19

4 Nilai skor rataan ... 20

5 Analisis faktor internal ... 21

6 Analisis faktor eksternal ... 21

7 Matriks SWOT ... 23

8 Kategori perbandingan penentuan tingkat kepentingan elemen ... 24

9 Karakteristik pengunjung ... 30

10 Karakteristik masyarakat ... 31

11 Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 33

12 Matriks IFE strategi pengembangan kawasan... 36

13 Matriks EFE strategi pengembangan kawasan ... 38

14 Matriks bobot alternatif produk ... 42

15 Preferensi responden dalam hitungan luas, unit, guide, dan waktu ... 45

16 Luas, unit, guide, dan waktu yang disediakan pengelola per kegiatan wisata dalam satu hari ... 46

17 Perhitungan daya dukung setiap kegiatan wisata ... 47

18 Daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort ... 48

19 Perbandingan daya dukung kawasan dengan jumlah pengunjung pada tahun 2013 ... 49

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1 Alur kerangka berpikir ... 16

2 Matriks kuadran SWOT ... 25

3 Struktur hirarki penentuan prioritas ... 26


(14)

5 Struktur hirarki prioritas produk wisata Cikole Jayagiri Resort ... 44

DAFTAR LAMPIRAN

No ` Halaman

1 Peta lokasi Cikole Jayagiri Resort ... 56 2 Struktur organisasi Cikole Jayagiri Resort ... 57 3 Matriks SWOT Cikole Jayagiri Resort ... 58 4 Perhitungan daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan

kegiatan wisata ... 59 5 Dokumentasi kawasan ... 62


(15)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Statistik Kehutanan Indonesia Kementrian Kehutanan 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012 dinyatakan bahwa Indonesia memiliki hamparan hutan yang luas. Luasan hutan Indonesia sebesar 99.6 juta hektar atau 52.3% luas wilayah Indonesia, hutan Indonesia menjadi salah satu paru-paru dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain dari luasan, hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan hayati (WWF Indonesia 2012 dalam

Irza 2013). Menurut Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Departemen Kehutanan (2012) Indonesia memiliki kawasan Hutan Lindung (HL) dengan luas 30 539 823.36 Ha. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah, selain itu hutan lindung juga dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata.

Sesuai pasal 17 UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, untuk memastikan fungsi-fungsi penyelengaraan pengelolaan hutan dapat terlaksana dan tetap berpegang pada prinsip kelestarian hutan, maka diperlukan suatu penyelengaraan pengelolaan hutan di tingkat tapak melalui pembentukan unit pengelolaan hutan atau Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dalam memanfaatkan sumberdaya yang terdapat dalam hutan lindung, harus memperhatikan kelestarian ekologi, sosial, dan ekonomi. Salah satu kawasan hutan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata adalah Cikole Jayagiri Resort.

Cikole Jayagiri merupakan kawasan wisata alam terpadu yang telah dikelola menjadi sebuah resort pada tahun 2010 oleh Perum Perhutani yang didukung dengan fasilitas lengkap dalam satu kawasan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bandung Barat 2010). Luas yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort seluas 15 Ha dan luas yang digunakan untuk kegiatan wisata seluas 10 Ha. Cikole Jayagiri Resort terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat dan secara administrasi pengelolaannya berada di KPH Bandung Utara.


(16)

2

Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam hutan pinus dengan panorama alam menarik serta udara yang sejuk. Selain itu, fasilitas lengkap seperti penginapan, café, dan keragaman aktivitas luar ruang yang ditawarkan pengelola dalam satu kawasan menjadikan potensi wisata tersendiri bagi Cikole Jayagiri Resort. Kegiatan luar ruang yang dapat dilakukan di Cikole Jayagiri Resort diantaranya berkemah, tree top, fun games, ATV ride, paint ball, hiking, dan

offroad.

Menurut Direktur Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dalam Purnamasari et al. (2005) keterpurukan pengembangan pariwisata di Indonesia juga dapat disebabkan karena arah pengelolaan kawasan pada umumnya masih bertumpu pada bidang perlindungan dan pengamanan hutan semata, sehingga pemanfaatan di bidang wisata alam masih belum optimal. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap wisata alam, kegiatan wisata alam seringkali diorientasikan pada peningkatan pendapatan pembangunan. Apabila produk wisata alam yang ditawarkan masih mengarah pada pengembangan pariwisata masal dapat menyebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya yang kurang memperhatikan aspek daya dukung dari kawasan.

Dalam pengembangan produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort perlu dilakukan berdasarkan daya dukung kawasan. Pemanfaatan yang dilakukan secara berlebihan akan berimplikasi terhadap jumlah sumberdaya alam yang dimiliki, diperlukan alternatif pembangunan dan pemanfaatan yang berkelanjutan, tidak hanya memikirkan aspek ekomomi tetapi peduli akan aspek ekologinya. Oleh karena itu, produk wisata yang dihasilkan berdasarkan karakteristik pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh pihak pengelola, kondisi masyarakat sekitar kawasan, dan juga karakteristik pengunjung yang tetap memperhatikan daya dukung kawasan.

1.2 Perumusan Masalah

Hutan pinus yang masih dipertahankan keberadaannya dan fasilitas lengkap, seperti penginapan, café, area perkemahan, dan area outbound yang berada dalam satu kawasan yang menjadikan potensi wisata tersendiri bagi Cikole Jayagiri Resort. Wana wisata ini sering dimanfaatkan untuk wisata harian bersama


(17)

3 keluarga dengan berbagai kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama-sama seperti berkemah, menjelajah hutan, mendaki gunung serta kegiatan outbound

lainnya.

Untuk menjadikan kawasan sebagai kawasan wisata yang terkenal dan diminati oleh wisatawan, pada dasarnya kawasan tersebut harus memiliki suatu potensi yang dapat menjadikan daya tarik tersendiri. Potensi yang ada dapat dikembangkan dan dikelola dengan baik, sehingga dapat menentukan prioritas produk wisata dengan tetap mempehatikan daya dukung dari kawasan. Hal tersebut membutuhkan banyak upaya yang harus dilakukan dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, selain dibutuhkan kerjasama antar pihak pengelola, pemerintah, dan masyarakat setempat.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu pengembangan produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort dengan memperhatikan daya dukung kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort berdasarkan daya dukung kawasan. Produk yang dihasilkan merupakan penelitian berdasarkan potensi sumberdaya alam, kondisi masyarakat dan sekaligus sesuai dengan karakteristik pengunjung yang datang ke Cikole Jayagiri Resort. Selain itu, diharapkan dapat memberikan strategi pengembangan dan penentuan alternatif produk wisata yang dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pengambilan keputusan atau penyusunan rancangan ulang pengembangan wisata alam berdasarkan daya dukung dari kawasan tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort, yaitu:

1. Bagaimana penilaian kawasan di Cikole Jayagiri Resort berdasarkan persepsi pengunjung?

2. Bagaimana strategi dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan faktor internal dan eksternal?

3. Bagaimana penentuan prioritas produk wisata alam di Cikole Jayagiri Resort? 4. Bagaimana daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort dalam pemanfaatan


(18)

4

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan persepsi pengunjung.

2. Mengidentifikasi strategi dalam mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan faktor internal dan eksternal.

3. Menentukan prioritas produk wisata alam yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri Resort.

4. Menganalisis daya dukung kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan prioritas produk wisata alam.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Cikole Jayagiri Resort yang berlokasi di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Data penelitian diambil pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2014. Penelitian ini memiliki keterbatasan diantaranya pengidentifikasian kawasan di Cikole Jayagiri Resort berdasarkan pendapat pengunjung dengan menggunakan skala Likert.

Analisis yang digunakan untuk merencakan pengembangan kawasan berdasarkan faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuakatan dan kelemahan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities, Threats) dan dalam menentukan prioritas produk wisata alam yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri Resort dilakukan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta menganalisis daya dukung kawasan dalam pemanfaatan prioritas produk wisata alam sebagai strategi pengembangan kawasan.


(19)

5

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wisata Alam

Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersfiat sementara untuk menikmati keunikan dan keindahan alam di Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Hutan Lindung dan Hutan Produksi (Direktorat Pemanfaatan Alam dan Jasa Lingkungan 2002). Suwantoro (1997) mengemukakan bahwa wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Kegiatan wisata alam merupakan kegiatan rekreasi dan pariwisata pendidikan, penelitian, kebudayaan dan cinta alam yang dilakukan di dalam obyek wisata. Menurut PHPA (1996) kegiatan wisata alam di dalam kawasan konservasi diarahkan pada upaya pendayagunaan potensi obyek wisata alam dengan tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian alam.

Wisata alam atau lebih sering disebut juga sebagi ekowisata atau ecotourism

adalah suatu perjalanan menuju suatu tempat tertentu untuk menikmati keindahan dan keajaiban alam tanpa sentuhan pembangunan. Menurut Nandi (2005) Ekowisata seringkali mengandung tantangan-tantangan atau lebih dikenal sebagai

adventure tourism, adapun berdasarkan tantangan yang dihadapi dapat dibedakan menjadi:

a. Petualangan beresiko tinggi yaitu memerlukan kesiapan dan keterampilan khusus, keberanian yang tinggi serta kondisi yang prima, seperti panjat tebing, arung jeram, menyelam, menelusur gua. Wisata ini juga disebut wisata minat khusus, karena tidak semua orang menikmatinya dengan bebas.

b. Petualangan beresiko rendah seperti mengunjungi taman nasional, memancing, menikmati sejuknya udara di hutan, dan berkemah.

Menurut Maryani (2005) ekowisata memiliki enam ciri utama, diantaranya pariwisata yang berbasis alam dan budaya masyarakat setempat, kedua motivasi utama wisatawan adalah observasi, aspirasi alam, dan budaya tradisional setempat, ketiga mempunyai muatan pendidikan dan penambahan wawasan, yang keempat umumnya berskala kecil dan pengadaan fasilitas wisata oleh masyarakat setempat,


(20)

6

kelima dampak terhadap lingkungan alam, budaya dan sosial, dan yang terakhir ciri utama ekowisata adalah dorongan untuk konservasi alam dan budaya dilakukan bersama-sama antara pemerintah, masyarakat, dan wisatawan.

2.2 Produk Wisata

Smith (1994) dalam Purnamasari (2004) mengkonsepkan produk wisata sebagai kumpulan aktivitas, jasa, dan keuntungan yang menyususn keseluruhan pengalaman kepariwisataan. Tiga macam karakteristik produk wisata yang disampaikan Yoeti (2008), pertama adalah transaksi penjualan tidak mengakibatkan pemindahan hak milik, kedua waktu memproduksi dan mengkonsumsi berlangsung pada waktu yang bersamaan, dan ketiga adalah produk wisata tidak bisa dicoba sebelum melakukan pembelian.

Menurut Kodhyat (2007) produk wisata adalah segala sesuatu yang dinikamati dan dibeli oleh wisatawan untuk dinikmati dan terdapat lima komponen produk wisata, diantaranya adalah:

1. Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)

Komponen yang paling utama karena merupakan pendorong atau motivator utama bagi wisatawan untuk mengunjungi Daerah Tujuan Wisata (DTW). ODTW terdiri dari empat jenis, pertama adalah alam yang meliputi bentang alam atau pemandangan, hutan, flora/fauna, goa, air terjun, dan danau. Kedua adalah budaya yang terdiri dari museum, situs sejarah, tradisi, istana atau keratin, dan tempat ibadah. Ketiga merupakan aktivitas yang dapat dilakukan di daerah wisata seperti

tracking, hiking, caving, viewing, shopping, ziarah, studi serta berobat, dan yang keempat merupakan peristiwa, seperti festival, upacara keagamaan, upacara pernikahan, dan perayaan lainnya.

2. Fasilitas

Merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan dan yang memberikan berbagai kemudahan bagi wistawan dalam berwisata. Ada tiga jenis fasilitas yang diperlukan wisatawan, yaitu prasarana atau infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, instalasi (listrik, air minum), telepon, pelabuhan, bandara, stasiun, terminal bis, dan lain sebagainya. Kedua sarana, seperti alat-alat transportasi, alat telekomunikasi, sarana akomodasi (hotel, motel, losemen), restoran atau rumah


(21)

7 makan, sarana kesehatan, sarana keamanan dan tempat-tempat hiburan. Ketiga amenitas, merupakan fasilitas yang dapat memberikan kenyaman bagi wisatawan. 3. Suasana yang kondusif

Situasi atau kondisi yang memberikan rasa tenteram, aman, dan nyaman bagi wisatawan.

4. Jasa layanan

Jasa layanan berupa perbuatan atau tindakan-tindakan dalam bentuk pelayanan yang diberikan kepada wisatawan sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan wisatawan seperti tour operator, pemanduan yang diberikan oleh pramuwisata, agen perjalanan, dan informasi wisata yang diberikan oleh petugas informasi.

5. Kenang-kenangan/cinderamata

Merupakan segala sesuatu yang berbentuk kebendaan yang dapat menjadi alat bantu untuk mengingatkan para wisatawan akan kunjungan mereka ke DTW tertentu, seperti souvenir/cinderamata, postcard, film, video. Selain itu kenang- kenangan juga diartikan sebagai kesan yang tertera dalam ingatan wisatawan tentang apa yang dilihat dan dialaminya dalam kunjungannya ke DTW tertentu.

2.3 Pengembangan Produk Wisata

Pengembangan dapat diartikan memajukan dan memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu yang telah ada (Lubis 2006). Moraru (2011) menyatakan bahwa pengembangan produk wisata merupakan peningkatan produk yang sudah ada termasuk memelihara dan memajukan produk yang sudah ada serta mempekenalkan produk baru. Pengembangan produk wisata merupakan prasyarat untuk memenuhi perubahan permintaan pengunjung dan menjamin keuntungan jangka panjang dari sebuah industri wisata, dan pengembangannya harus memperhatikan aspek permintaan dan penawaran produk wisata (Smith 1994

dalam Purnamasari 2004).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk wisata yang potensial harus dilakukan penelitian, inventarisasi, dan evaluasi sebelum produk wisata dikembangkan. Hal ini penting dilakukan agar perkembangan produk wisata yang ada dapat sesuai dengan keinginan pasar potensial dan untuk


(22)

8

menentukan pengembangan yang tepat dan sesuai. Menurut Yoeti (2008), terdapat tiga karakteristik utama objek wisata yang hatus diperhatikan dalam upaya pengembangan produk wisata, diantaranya adalah:

a. “Something to see” artinya objek wisata harus memiliki suatu produk wisata

yang bisa dilihat ataun dijadikan tontonan bagi wisatawan.

b. “Something to do” artinya objek wisata harus memiliki produk wisata tertentu,

misalnya berupa fasilitas rekreasi baik itu area bermain atau tempat makan sehingga ada kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan.

c. “Something to buy” artinya objek wisata harus menyediakan produk wisata

yang berupa fasilitas bagi wisatawan untuk berbelanja, seperti souvenir dan kerajinan tangan masyarakat sekitar kawasan.

Pengembangan terhadap produk wisata dapat dilakukan melalui pengemasan secara optimal komponen-komponen pembentuknya. Perjalanan wisata ke DTW dapat terpuaskan jika didukung oleh pengemasan produk wisata yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengunjung (Fiatiano 2007). Pengembangan produk sangat ditentukan oleh semua stakeholder terkait dan dilaksanakan secara terpadu (Purnomo 2008).

Fiatiano (2007) juga menambahkan bahwa pengembangan produk wisata tersebut disempurnakan dengan adanya komitmen dan kerjasama antara penyelenggara kepariwisataan seperti pemerintah daerah, jasa-jasa kepariwisataan dan masyarakat disekitar objek. Kewajiban pemerintah daerah adalah merencanakan pembangunan, pengorganisasian, pemeliharaan dan pengawasan dalam segala sektor yang mendukung kegiatan pariwisata. Industri jasa harus memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam bersikap menerima kedatangan wisatawan, ikut terlibat dalam mengambil keputusan pembangunan pariwisata dan berpartisipasi dalam memelihara sarana-sarana yang terdapat di objek wisata. Selain itu, masyarakat ikut andil mendukung kegiatan pariwisata dalam bentuk berjualan produk khas daerah tersebut dengan tetap memperhatikan faktor higienis dan sanitasinya serta pelayanannya (Fiatiano 2007).


(23)

9 2.4 Daya Dukung

Daya dukung lingkungan (carrying capacity), adalah jumlah individu maksimum yang dapat ditampung pada suatu area dengan tidak mempengaruhi atau merusak lingkungan dan dapat memberikan kepuasan bagi pengunjung dan masyarakat setempat (Maulana 2009 dalam Adyanti). Hendee dalam Isterah (2014) menyatakan bahwa daya dukung adalah konsep dasar dalam pengelolaaan sumber daya alam yang merupakan batas penggunaan suatu area yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami untuk daya tahan terhadap lingkungan, misalnya makanan, tempat berlindung, atau air.

Daya dukung untuk wisata alam merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pemanfaatan jasa sumberdaya alam dan lingkungan secara lestari berdasarkan kemampuan sumberdaya alam itu sendiri. Konsep ini dikembangkan dengan tujuan untuk mengurangi atau meminimalisir kerusakan sumberdaya alam dan lingkungannya sehingga dapat dicapai pengelolaan sumberdaya alam yang optimal secara kuantitatif maupun kualitatif dan berkelanjutan (Hawkins et al., 2005). Daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu tujuan wisatawan dan faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata (Yulianda 2007).

Perencanaan pengembangan pariwisata haruslah memperhatikan daya dukung berdasarkan tujuan pariwisata. Sarana pariwisata juga merupakan faktor dalam penentuan daya dukung, antara lain jalan dan tempat peristirahatan. Selain itu juga penting untuk melihat dari segi kemampuan lingkungan untuk mendukung sarana itu. Perencanaan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem yang dipakai untuk pariwisata itu, sehingga akhirnya akan menghambat bahkan menghentikan perkembangan pariwisata itu (Soemarwoto 2004).

2.5 Skala Likert

Skala Likert merupakan skala yang paling umum digunakan dalam kuisioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Skala Likert digunakan untuk mengukur persepsi atau pendapat seseorang atau


(24)

10

kelompok mengenai sebuah peristiwa atau fenomena sosial. Dalam skala Likert,

variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap pertanyaan atau pernyataan yang menggunakan Skala

Likert mempunyai penilaian dari sangat positif sampai sangat negatif, mulai dari sangat penting, penting, ragu-ragu, tidak penting, dan sangat tidak penting dan skor tertinggi diberikan pada pertanyaan atau peryataan yang positif (Budiaji 2013).

Keuntungan dalam menggunakan skala Likert, diantaranya mudah dibuat dan diterapkan, kedua terdapat kebebasan dalam memasukkan pertanyaan-pertanyaan, asalkan masih sesuai dengan konteks permasalahan. Ketiga jawaban suatu pertanyaan dapat berupa alternatif, sehingga informasi mengenai pertanyaan tersebut diperjelas dan keempat reliabilitas pengukuran bisa diperoleh dengan jumlah item tersebut.

Beberapa kelemahan dalam menggunakan skala Likert diantaranya, karena ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal skala Likert hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali individu yang satu lebih baik dibandingkan individu lainnya. Kedua terkadang total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, karena banyak respon terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama dan apabila diberikan lima alternatif jawaban kecenderungan responden akan mengisi nilai tengah.

2.6 Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities, Threats) adalah metode yang umum digunakan dalam analisis situasi. Analisis situasi merupakan cara untuk mendapatkan suatu kemampuan strategi antara peluang-peluang eksternal dan kekuatan-kekuatan internal serta ancaman-ancaman eksternal dan kelemahan internal. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu strategi keputusan.

Menurut Rangkuti (1997), analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan


(25)

11 pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Menurut Rangkuti (1997) dengan menggunakan matriks SWOT terdapat empat kelompok strategi yang akan dipilih yaitu :

1. Strategi WT (Weaknesses – Threats)

Tujuan strategi WT adalah untuk mengatasi sebanyak mungkin hambatan yang timbul dengan tidak menonjolkan kelemahan perusahaan.

2. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)

Tujuan strategi WO adalah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin peluang yang ada untuk mencegah melemahnya posisi perusahaan dalam persaingan dengan menutupi sebanyak mungkin kelemahan perusahaan.

3. Strategi ST (Strengths – Threats)

Tujuan strategi ST adalah untuk mengatasi hambatan yang timbul dengan mengandalkan kekuatan perusahaan semaksimal mungkin.

4. Strategi SO (Strengths – Opportunities)

Tujuan strategi SO adalah untuk memperkuat posisi perusahaan dalam persaingan dengan cara memanfaatkan kekuatan perusahaan semaksimal mungkin untuk memperoleh peluang pasar seluas-luasnya.

Analisis SWOT lebih mengarahkan pengambil keputusan untuk menentukan faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan serta faktor eksternal peluang dan ancaman daripada menetukan faktor sebenarnya dalam mencapai tujuan. Analisis SWOT menghasilkan keputusan yang kurang efektif dalam menentukan prioritas seperti meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang atau menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

2.7 Proses Hirarki Analitik

Proses hirarki analitik atau Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2010) mengatakan proses hirarki analitik merupakan metode atau alat yang dapat digunakan oleh seorang pengambil


(26)

12

keputusan untuk memahami kondisi suatu sistem, membantu melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. AHP merupakan metode yang memodelkan prioritas permasalahan yang tidak terstruktur seperti dalam bidang ekonomi, sosial, dan ilmu-ilmu manajemen. Kelebihan metode ini adalah sederhana dan tidak banyak asumsi. Metode ini cocok untuk menyalesaikan permasalahan yang bersifat strategis dan makro.

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategi, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2010).

Alasan pemilihan metode ini, pertama AHP merupakan proses yang sederhana yang digunakan untuk menganalisis problema yang komplek, memodelkan problema yang tidak terstruktur dari problema pemasaran. Kedua, AHP akan menunjukkan prioritas untuk suatu kriteria dan alternatif yang diturunkan dari hasil komparasi berpasangan dengan cara menentukan dan menginterpretasikan konsistensi dari penilaian pendapat kualitatif ke pendapat kuantitatif. Ketiga, AHP menghargai subjektifitas pendapat responden.

Metode AHP juga memiliki kekurangan dalam penetuan strategi, seperti ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas dari ahli tersebut. Selain itu model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Metode AHP merupakan metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

2.8 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka mengenai penelitian pengembangan produk wisata alam berdasarkan daya dukung, maka diperoleh beberapa hasil penelitian


(27)

13 yang mirip dengan penelitian ini. Penelitian tersebut dijadikan bahan rujukan pada penelitian ini, seperti pada penelitian Ketjulan (2010) dengan judul Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara dalam penelitian tersebut digunakan metode transek garis untuk mengetahui kondisi komunitas karang , indeks kesesuaian wisata (IKW) untuk menghitung tingkat kesesuaian wisata selam, daya dukung kawasan (DDK) untuk mengetahui jumlah maksimum wisatawan yang dapat berkunjung, dan menentukan nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan. Hasil penelitiannya adalah untuk mengembangkan ekowisata bahari di Pulau Hari dengan memperhatikan kondisi dari terumbu karang dan daya dukung kawasan Pulau Hari serta memperhatiakan nilai ekonomi pengunjung yang disesuaikan dengan daya dukung kawasan.

Penelitian Adyanti (2010) yang berjudul Kajian Pengelolaan Kawasan Wisata Situ Cigayonggong Kecamatan Kasomalang Subang, dalam penelitiannya menggunkan analisis kualitas air, indeks kesesuaian, daya dukung kawasan, dan analisis ROS. Hasil Penelitiannya adalah dengan kualitas air yang terdapat di situ Cigayonggong menunjukkan kawasan tersebut masih layak untuk dijadikan objek wisata yang masih mempertahankan daya dukung serta fasilitas yang digunakan sebagi remote control yangterdapat dalam situ tersebut

Isterah (2014) melakukan penelitian dengan judul Dampak Ekonomi dan Strategi Pengelolaan Kebun Raya Bogor sesuai Daya Dukung yang menggunakan analisis daya dukung kawasan per hari, nilai efek pengganda (multiplier effect), dan analisis SWOT. Hasil penelitian ini adalah Berdasarkan kondisi kawasan Kebun Raya Bogor diperlukan segmentasi wisata agar terhindar dari over carrying capacity.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai pengelolaan kawasan wisata berdasarkan daya dukung kawasan. Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini adalah lokasi, penilaian kawasan, analisis yang digunakan dalam menilai potensi kawasan berdasarkan pendapat pengunjung menggunakan skala Likert, merumuskan strategi pengembangan kawasan menggunakan analisis SWOT, dan penentuan prioritas produk wisata alam menggunakan AHP.


(28)

14

III KERANGKA PEMIKIRAN

Kawasan Cikole Jayagiri Resort memiliki daya tarik wisata dan kekayaan sumberdaya alam yang apabila dikembangkan berdasarkan prioritas produk dapat menarik minat pengunjung. Sejak tahun 2010 kawasan ini telah dikelola oleh Perhutani sebagai sebuah wisata alam terpadu dengan fasilitas lengkap yang mendukung kegiatan wisata. Fasilitas lengkap dan berada dalam satu kawasan yang ditawarkan pengelola merupakan potensi tersendiri bagi Cikole Jayagiri Resort. Namun, dalam pengembangannya Cikole Jayagiri Resort juga harus memperhatikan aspek daya dukung dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.

Penyusunan produk wisata alam bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan atau pencemaran lingkungan akibat dari adanya kegiatan wisata. Salah satu prinsip ekologi sebagai dasar pengelolaan pengembangan produk wisata alam adalah keterpaduan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan. Oleh karena itu, produk yang dihasilkan berdasarkan kelestarian sumberdaya alam dari kawasan tersebut dan masyarakat sekitar dan sesuai dengan karakteristik pengunjung.

Langkah awal yang perlu ditempuh dalam rangka pengembangan produk wisata alam berbasis ekologi di Cikole Jayagiri Resort adalah mengidentifikasi potensi wisata yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort menggunakan skala Likert

berdasarkan penilaian pengunjung untuk menentukan prioritas pengembangan produk. Pengelolaan oleh pihak pengelola kawasan dan instansi terkait terhadap kegiatan wisata akan memberikan pengaruh terhadap masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung. Penilaian kawasan wisata yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort, dinilai berdasarkan persepsi pengunjung menggunakan skala Likert. Analisis yang digunakan untuk merencakan strategi pengembangan kawasan berdasarkan faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuakatan dan kelemahan menggunakan analisis SWOT (Strenghts, Weakenesses, Opportunities, Threats) dan dalam penentuan produk yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri dilakukan dengan analisis AHP (Analytical Hierarchy Process) serta dalam pengembangan kawasan berdasarkan daya dukung kawasan.


(29)

15 Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk pihak pengelola terkait pengembangan produk wisata alam berdasarkan daya dukung. Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, dibuat alur pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur kerangka berpikir Cikole Jayagiri Resort

Potensi

Sumberdaya Pengunjung

Masyarakat Sekitar

Kawasan Kondisi Kawasan

Rekomendasi Pengembangan Kawasan berdasarkan Daya Dukung

Strategi Pengembangan

Perhutani (Pengelola)

Skala Likert

Penentuan Prioritas Produk Daya Dukung


(30)

16

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Cikole Jayagiri Resort dan masyarakat di sekitar kawasan tepatnya masyarakat Rukun Warga (RW) 07 Rukun Tetangga (RT) 05 yang terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam dengan fasilitas lengkap yang layak dalam menerapkan penentuan produk wisata berbasis ekologi. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui survei langsung dan wawancara langsung kepada masyarakat sekitar kawasan, pengunjung dan pengelola Cikole Jayagiri Resort dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data-data yang terkait dengan penelitian ini. Data ini diperoleh dari instansi terkait seperti KPH Bandung Utara dan Kantor Desa Cikole serta berbagai pustaka seperti buku, jurnal, dan internet.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui permasalahan yang terjadi (Martono 2010). Pengambilan contoh secara purposive ditujukan kepada pihak pengelola diantaranya site manager, kepala bagian pemasaran outbound, dan tata usaha serta masyarakat Desa Cikole, khususnya RW 07 RT 05 yang tempat tinggalnya berjarak kurang lebih 1 km dengan Cikole Jayagiri Resort. Penentuan jumlah masyarakat yang dijadikan responden ditentukan berdasarkan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 responden (Gujarati 2007). Penentuan jumlah


(31)

17 pengunjung yang dijadikan responden ditentukan berdasarkan accidental sampling, yaitu seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut berada di lokasi penelitian dan orang tersebut bersedia untuk diwawancarai (Mustafa 2000). Jumlah keseluruhan pengunjung yang menjadi responden sebanyak 40 orang.

4.4 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif, analisis kualitatif dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengidentifikasi persepsi pengunjung mengenai kawasan Cikole Jayagairi Resort berdasarkan skala Likert, mengidentifikasi strategi pengembangan kawasan dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal dengan analisis SWOT, serta menentukan prioritas produk wisata alam berbasis ekologi yang dapat diterapkan menggunakan AHP. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan Microsoft Excel 2007, SPSS 16, dan Expert Choice 11. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Matriks metode analisis data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1

2

3

4

Mengidentifikasi persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort.

Menganalisis strategi dalam

mengembangkan kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan faktor internal dan eksternal.

Menentukan prioritas produk wisata alam yang dapat diterapkan di Cikole Jayagiri Resort.

Menganalisis daya dukung kawasan Cikole Jayagairi Resort berdasarkan prioritas produk wisata alam

Data sekunder: Kondisi fisik yang terdapat di kawasan Cikole Jayagiri Resort. Data primer: Survei dan wawancara lansung kepada pengunjung. Data primer: Survei dan wawancara langsung kepada pengelola.

Data primer: Survei dan wawancara langsung kepada pengelola.

Data primer: Survei dan wawancara langsung kepada pengelola.

Skala Likert

Analisis SWOT

AHP

Daya dukung kawasan (DDK)


(32)

18

4.4.1 Persepsi Pengunjung Terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort

Responden diberikan pertanyaan terkait beberapa keadaan dari kawasan Cikole Jayagirir Resort yang meliputi kondisi kawasan, sarana yang terdapat dikawasan, prasarana sebagai penunjang kawasan, keragaman aktivitas luar ruang kawasan, dan pengelolaan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Kriteria penilaian persepsi pengunjung dijelaskan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Kriteria persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort

No. Pertanyaan SB B CB KB TB

1. Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi yang

terdapat di kawasan ini?

a. Pemandangan alam

b. Kenyamanan

c. Kebersihan

d. Keamanan

2. Bagaimana pendapat anda mengenai sarana yang

terdapat di kawasan ini?

a. Penginapan

b. Restoran

c. Tour guide

3. Bagaimana pendapat anda mengenai prasarana

yang terdapat di kawasan ini?

a. Kondisi jalan

b. Kendaraan umum

c. Rute tujuan

4. Bagaimana pendapat anda mengenai keragaman

aktivitas yang terdapat di kawasan ini?

a. Bumi perkemahan

b. Treetop

c. Fun games

d. ATV ride

e. Paint ball

f. Hiking

g. Safari hutan (offroad)

5. Bagaimana pendapat anda mengenai pengelolaan

kawasan wisata ini?

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan skala Likert atau analisis persepsi dengan rataan skor. Metode ini mengenali indikator utama dalam penilaian kawasan Cikole Jayagiri Resort. Indikator mengenai penilaian kawasan Cikole Jayagiri Resort meliputi persepsi pengunjung terhadap kondisi kawasan, sarana, prasarana, keragaman aktivitas luar ruang, dan pengelolaan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Bobot nilai jawaban responden pada kuisioner adalah dengan skala Likert yang diberi nilai secara kuantitatif dari 1 sampai 5. Cara penilaian terhadap hasil jawaban responden dengan skala Likert dapat dilihat dalam Tabel 3.


(33)

19 Tabel 3 Bobot nilai jawaban responden

Jawaban responden Bobot nilai

Sangat setuju 5

Setuju 4

Ragu-ragu 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

Untuk mengambil kesimpulan pada setiap variabel digunakan rata-rata dari setiap indikator. Nilai rata-rata tersebut diperoleh dari penjumlahan hasil kali total responden pada masing-masing skor dengan skornya, kemudian dibagi dengan jumlah total responden secara keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk mencari rataan skor tersebut adalah:

∑ ...(1)

Sumber: Nazir (2002)

Keterangan: Rs = Rata-rata

ni = Responden yang memiliki skor tertentu si = Bobot skor

N = Jumlah total responden

Interpretasi selanjutnya diperoleh dengan mencari nilai rataan skor dengan rumus:

...(2)

Sumber: Nazir (2002)

Keterangan: Rs = Rata-rata

m = Jumlah alternatif jawaban tiap pernyataan

Penelitian ini menggunakan skala Likert dari 1 sampai 4 sehingga nilai skor rataan yang diperoleh menjadi:


(34)

20

Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai skor rataan

Skor rataan Jawaban responden Interpretasi hasil

1.00 - 1.80 Sangat tidak setuju Tidak baik

1.81 - 2.60 Tidak setuju Kurang baik

2.61 - 3.40 Cukup Cukup baik

3.41 - 4.20 Setuju Baik

4.21 - 5.00 Sangat setuju Sangat baik

Sumber: Nazir (2002)

4.4.2 Analisis Strategi Pengembangan Kawasan Cikole Jayagiri Resort

Pengembangan strategi alternatif kawasan Cikole Jayagiri Resort menggunakan analisis SWOT (Strenght-Weakness-Opportunities-Threats). Analisis SWOT sendiri merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi pemecahan permasalahan. Analisis ini pada dasarnya dipertimbngakan secara logika dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities) secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). (Rangkuti 1997).

4.4.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)

Matriks IFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal suatu objek wisata yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan di kawasan Cikole Jayagiri Resort, sedangkan matriks EFE digunakan untuk menganalisis peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Pengisian tabel matriks IFE dan EFE dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut (Rangkuti 1997):

1. Data yang telah diperoleh diklasifikasikan berdasarkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman).

2. Data yang telah diklasifikasikan menjadi faktor internal diberikan bobot pada setiap data tersebut, dimulai dari skala 0.0 ( tidak penting) hingga 1.0 (sangat penting) berdasarkan seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Jumlah dari semua bobot yang


(35)

21 diberikan tidak boleh lebih dari skor 1.00. Kemudian setiap data tersebut diberikan rating mulai dari yang paling berpengaruh (diberikan nilai 4) hingga yang tidak berpengaruh (diberikan niali 1). Kemudian setiap bobot dikalikan rating untuk memperoleh faktor pembobotan. Hasil yang diperoleh akan menunjukan rating dari unsur internal (Tabel 5).

Tabel 5 Analisis faktor internal

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bobot*Rating (Skor)

Kekuatan (strengts) Kelemahan (weakness)

Total

Sumber: Rangkuti (1997)

3. Menentukan data faktor eksternal dengan melakukan perlakuan yang sama seperti saat menentukan data faktor internal terhadap setiap data yang diperoleh (Tabel 6).

Tabel 6 Analisis faktor eksternal

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Bobot*Rating (Skor)

Peluang (opportunites) Ancaman (therats)

Total

Sumber: Rangkuti (1997)

4.4.2.2 Matriks Kuadran SWOT

Berdasarkan Rangkuti (1997) agar mengetahui secara pasti posisi strategi yang sesungguhnya maka dilakukan pemetaan dari masing-masing hasil pengurangan matrks IFE dan EFE dengan melaui tahapan:

1. Melakukan pengurangan antara skor faktor kekuatan dengan kelemahan dalam matriks IFE. Kemudian dipetakan dalam matriks kuadran SWOT pada sumbu x. 2. Melakukan pengurangan antara skor faktor peluang dengan ancaman dalam

matriks EFE. Kemudian dipetakan dalam matriks kuadran SWOT pada sumbu y.

3. Mencari posisi strategi pengembangan yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran matriks SWOT (Gambar 2).


(36)

22

Gambar 2 Matriks kuadran SWOT 1. Kuadran I (positif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang, Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

2. Kuadran II (positif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenya, organisasi disarankan untuk segera memperbanyak ragam strategi taktisnya.

3. Kuadran III (negatif, positif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Sebab, strategi yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.


(37)

23 4. Kuadran IV (negatif, negatif)

Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.

4.4.2.3 Matriks SWOT

Matriks SWOT adalah sebuah alat pencocokan untuk menyususn formulasi strategi yang dapat mengembangkan empat jenis strategi, diantaranya strategi SO peluang), strategi WO (kelemahan-peluang), strategi ST (kekuatan-ancaman), dan strategi WT (kelemahan-ancaman). Tujuan dari formulasi strategi ini adalah untuk menghasilkan rumusan arahan strategi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort yang disesuaikan dengan faktor internal dan eksternal yang dimiliki kawasan dengan pendekatan matriks SWOT (Tabel 7).

Tabel 7 Matriks SWOT

Faktor Internal Faktor Eksternal Strength (S) Faktor-faktor kekuatan Weakness (W) Faktor-faktor kelemahan Opportunities (O). Faktor-faktor Peluang Strategi S-O Gunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi W-O Atasi kelemahan dengan

memanfaatkan peluang

Threats (T) Faktor-faktor

Ancaman

Strategi S-T Gunakan kekuatan untuk

menghindari ancaman

Strategi W-T

Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: Rangkuti 1997

4.4.3 Analisis Pemilihian Prioritas Produk Wisata Alam

Penyusunan strategi prioritas bertujuan untuk menentukan strategi yang paling baik yang dapat dijalankan oleh Cikole Jayagiri Resort. Penggunaan AHP bertujuan untuk menyederhanakan persoalan yang kompleks dan proses pengambilan keputusannya dipercepat. Secara grafis, AHP dapat dikonstruksikan


(38)

24

sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level pertama, subkriteria dan akhirnya alternatif.

Prinsip kerja dari AHP itu sendiri, yaitu :

1. Decomposition, yaitu pemecahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan tehadap unsur-unsurnya sampai tak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan (hirarki) dari persoalan tadi.

2. Comparative Judgement. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian itu merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penelitian disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison (Tabel 8). Tabel 8 Kategori perbandingan penentuan tingkat kepentingan elemen

Kategori Perbandingan Nilai

Faktor vertikal sama penting dengan faktor horisontal 1

Faktor vertikal lebih penting dari faktor horisontal 3

Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horisontal 5

Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horisontal 7

Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horisontal 9

Apabila ragu-ragu diantara kedua nilai elemen yang diperbandingkan didekati dengan nilai tengah yang berdekatan.

2,4,6,8

Kebalikan dari keterangan nilai tingkat 2-9 1/(2-9)

Sumber: Saaty (1983)

3. Synthesis of Priority. Pada setiap matriks pairwise comparison terdapat prioritas lokal. Oleh karena pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan keseluruhan prioritas harus dilakukan sintesa diantara prioritas lokal tersebut. Pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting


(39)

25 Sasaran

Kriteria

Alternatif

Gambar 3 Struktur hirarki penentuan prioritas

4. Logical consistency. Konsistensi dalam hal ini mempunyai dua makna. Pertama bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dari relevasinya. Kedua bahwa tingakat hubungan Antara objek-objek didasarkan pada kriteria tertentu misalnya sama penting, jelas lebih penting, mutlak lebih penting.

4.4.4 Analisis Daya Dukung

Analisis daya dukung ditujukan pada pengelola kawasan Cikole Jayagiri Resort dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dan tetap mempertahankan keaslian dari kawasan itu senidiri. Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda 2007). Perhitungan daya dukung kawasan digunakan dengan pendekatan CC (Carrying Capacity) dengan formula sebagai berikut (Boullon, 1985 dalam Libosada, 1998) :

Carrying Capacity (CC) =

...(3)

Koefesien rotasi =

…………... (4)

Daya dukung kawasan per hari = ...(5) Pemilihan produk

wisata

Karakteristik pengunjung Potensi

sumberdaya

Dukungan stakeholder

Sarana dan prasarana

Menikamati pemandangan


(40)

26

V GAMBARAN UMUM PENELITIAN

5.1 Sejarah Pendirian Cikole Jayagiri Resort

Cikole Jayagiri Resort merupakan salah satu lokasi wisata yang memiliki metamorfosa pengelolaan dimulai pada sekitar tahun 1980 dikelola oleh Perhutani dengan nama Bumi Perkemahan Cikole, kemudian dikelola oleh Kelola Bisnis Mandiri Wisata (KBM), ketiga dikelola oleh Martha Horeka dan sempat berganti nama menjadi Jugle Park dan pada tahun 2010 Cikole Jayagiri Resort kembali dikelola oleh Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bandung Utara dengan nama Cikole Jayagiri Resort. Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam dengan berbagai fasilitas pendukung, seperti penginapan, café, dan memiliki berbagai macam kegiatan luar ruang seperti berkemah dan kegiatan outbound

lainnya. Luas area yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort seluas 15 Ha dan luas area yang dipergunakan untuk kegiatan wisata seluas 10 Ha.

Cikole Jayagiri Resort merupakan kawasan wisata alam yang tetap mempertahankan keberadaan hutan pinus dan dalam perkembangnya Cikole Jayagiri Resort juga bekerjasama dengan beberapa pihak investor. Salah satu investor yang bekerjasama dengan Cikole Jayagiri Resort adalah Bandung Tree Top. Hal ini merupakan salah satu proses pengembangan yang dilakukan oleh Cikole Jayagiri Resort dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki.

Sarana dan prasarana, khususnya akomodasi untuk menunjang kegiatan

meeting maupun outing yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort merupakan investasi KPH Bandung Utara. Strategi yang dikembangkan oleh KPH Bandung Utara adalah dengan melakukan positioning secara tepat, dengan cara menarik wisatawan yang ingin melakukan kegiatan meeting maupun outing dan ditujukan bagi wisatawan dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke atas. KPH Bandung Utara juga menggunakan strategi memperkuat informasi mengenai kawasan dengan memanfaatkan media teknologi dan melakukan pemasaran secara agresif.

KPH Bandung Utara melakukan penataan internal berupa pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM) dan pemantapan organisasi. Penaatan SDM merupakan suatu keharusan, terutama untuk mengubah mindset dan kebiasaan, agar bisa mencerminkan pelayanan wisata untuk tingkat sosial ekonomi


(41)

27 mengengah ke atas. Dalam penataan organisasi dibentuk site manager dan beberapa koordinator kegiatan (Lampiran 2).

5.2 Letak Geografis Cikole Jayagiri Resort

Cikole Jayagiri Resort berlokasi di Desa Cikole tepatnya di Jalan Raya Tangkuban Perahu No 147, Cikole, Lembang. Cikole Jayagiri Resort terletak 28 km sebelah utara Kota Bandung. Kondisi jalan menuju kawasan beraspal, dan dapat dilalui kendaraan roda dua maupun empat. Secara geografis letak Cikole Jayagiri Resort berada pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut (DPL), dengan curah hujan rata-rata pertahun adalah 2700 mm dengan suhu udara 12-290C.

5.3 Fasilitas yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort

Fasilitas yang mendukung dalam pengembangan produk wisata di Cikole Jayagiri Resort berdasarkan informasi pengelola dan pengamatan diantaranya adalah:

1. Gerbang

Gerbang yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort berada tepat di gerbang keluar-masuk utama kawasan. Selain itu di gerbang utama menuju kawasan Cikole Jayagiri Resort juga terdapat pos piket.

2. Pos piket

Pos piket yang terletak di gerbang keluar-masuk utama kawasan Cikole Jayagiri Resort ini berfungsi sebagai pusat informasi pertama pengunjung dan bertugas untuk menanyakan maksud dan kedatangan pengunjung sehingga dapat diarahkan langsung oleh petugas piket.

3. Tempat Parkir

Tempat parkir Cikole Jayagiri Resort memiliki dua area parkir yang pertama terdapat di depan front office sebagai area parkir mobil, dan area parkir yang kedua yang digunakan sebagai area parkir motor berada di belakang front office.


(42)

28

4. Pusat informasi

Pusat informasi yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort ini dinamakan dengan front office. Front office merupakan bangunan yang dijadikan tempat informasi sekaligus sebagai tempat pemesananpaket wisata dan penginapan. 5. Papan Informasi

Papan informasi yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort berisi keterangan atau penjelasan mengenai arah, keadaan lokasi, ataupun hal-hal yang tidak maupun boleh dilakukan, dan bentuk dari papan informasi yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort adalah bentuk papan informasi manual.

6. Function Room atau Aula

Aula yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memiliki luas ruangan 200m2 yang dapat dimanfaatkan untuk rapat dan juga seminar, kapasitas maksimal dari aula tersebut adalah 200 orang, dengan fasilitas kursi, meja, LCD projector dan

sound system. 7. Penginapan

Penginapan di Cikole Jayagiri Resort menyediakan beragam jenis dan tipe tempat menginap mulai dari cottage, villa dan kamar dengan mengadopsi desain Jawa, Sunda, dan Lombok. Penginapan yang mengadopsi desain jawa adalah tipe penginapan rumah kayu memiliki fasilitas dua kamar tidur, satu dapur, dan satu kamar mandi untuk tipe rumah kayu senidiri terdapat lima unit. Tipe penginapan kakia dan jengjen yang mengadopsi desain Sunda memiliki masing-masing dua unit dan satu unit penginapan dengan fasilitas untuk tipe kakia adalah dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur, dan satu kamar mandi. Fasilitas yang terdapat di tipe jengjen adalah tiga kamar tidur, satu ruang tamu dan dua kamar mandi, sedangkan untuk penginapan yang mengadopsi desain Lombok adalah tipe penginapan Lombok dengan fasilitas satu kamar tidur dan satu kamar mandi. 8. Café

Café yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort bernama Café de Forret dengan kapasitas maksimal 50 orang pengunjung yang menyediakan beragam menu pilihan mulai dari masakan Sunda, Oriental, dan Barat.


(43)

29 9. Camping Ground

Camping ground yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memiliki beberapa area blok kemah, diantaranya blok A memiliki kapasitas maksimal 200 orang, blok B berkapasitas 100-175 orang, blok C berkapasitas 100-200 orang, blok D berkapasitas 75-150 orang, dan blok E mampu menampung 100-250 orang.

10. Toilet

Fasilitas toilet yang dimiliki Cikole Jayagiri Resort terdapat diberbagai lokasi kegiatan wisata, seperti di area penginapan, tree top, ATV ride, dan area perkemahan.

11. Mushola

Mushola yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort memilki kapasitas maksimal 25 orang. Cikole Jayagiri Resort memiliki dua mushola, diantaranya satu berada di area penginapan dan satu di area outdoor activity.

5.4 Karakteristik Pengunjung Cikole Jayagiri Resort

Secara keseluruhan pengunjung Cikole Jayagiri Resort sangat beragam, data yang diambil mengenai data pribadi responden meliputi jenis kelamin, usia, status pernikahan, asal daerah, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Jumlah responden yang diwawancarai sebanyak 40 responden yang dilakukan pada bulan Maret hingga April 2014 adalah sebagai berikut:


(44)

30

Tabel 9 Karakteristik pengunjung

No Data Pribadi Jumlah Presentase (%)

1. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan 21 19 52.5 47.5 2. Usia

a. 17-25 tahun

b. 26-34 tahun

c. 35-43 tahun

d. 44-52 tahun

e. ≥53 tahun

11 5 9 11 4 27.5 12.5 22.5 27.5 10.0 3. Status Pernikahan

a. Belum Menikah

b. Menikah

15 25

37.5 62.5 4. Asal Daerah

a. Dalam Kota

b. Luar Kota

20 20

50.0 50.0 5. Pendidikan

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Perguruan Tinggi

- - 6 34 - - 15.0 85.0 6. Pekerjaan

a. PNS

b. Pegawai Swasta

c. Wiraswasta d. Pelajar/Mahasiswa e. Lainnya 16 11 6 3 4 40.0 27.5 15.0 7.5 10.0 7. Pendapatan

a. < Rp 500 000

b. Rp 500 000- Rp 1 500 000

c. Rp 1 500 001- Rp 2 500 000

d. Rp 2 500 001- Rp 3 500 000

e. > Rp 3 500 000

2 9 9 5 15 5.0 22.5 22.5 12.5 37.5 Sumber: Hasil analisis data primer (2014)

Berdasarkan hasil yang ditunjukan pada Tabel 9 mengenai data karakteristik pengunjung, menunjukan bahwa responden yang datang ke Cikole Jayagiri Resort sebagian besar adalah laki-laki dengan presentase 52.5%, dengan rata-rata rentang usia yang paling banyak berkunjung 17-25 dan 44-52 tahun (27.5%), serta sebagian besar reponden telah menikah atau sebesar 62.5% responden telah menikah. Berdasarkan hasil pengolahan kuisoner menunjukan bahwa responden tidak hanya berasal dari dalam kota. Hal ini terlihat dari presentase asal daerah pengunjung, yang memiliki presentasi masing-masing sebesar 50% baik luar maupun dalam kota. Hal ini menunjukan bahwa Cikole Jayagiri Resort sudah dikenal oleh wistawan di luar Kota Bandung.


(45)

31 Sebagian besar pengunjung merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 40%, dan sebanyak 85% atau 34 responden dari 40 responden berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi. Sebanyak 37.5% atau 15 responden memiliki pendapatan diatas Rp 3 500 000 per bulannya.

5.5 Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan

Cikole Jayagiri Resort yang terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang memiliki jarak yang tidak terlalu jauh dengan pemukiman Desa Cikole. Oleh karena itu yang dijadikan sampel dalam penelitian ini merupakan masyarakat Desa Cikole dengan 30 responden yang merupakan masyarakat RW 07 RT 05. Tabel 10 Karakteristik masyarakat

No Data Pribadi Jumlah Presentase (%)

1. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan 18 12 60.0 40.0 2. Usia

a. 17-25 tahun

b. 26-34 tahun

c. 35-43 tahun

d. 44-52 tahun

e. ≥53 tahun

6 7 7 10 - 20.0 23.3 23.3 33.3 - 3. Lama Tinggal

a. 17-25 tahun

b. 26-34 tahun

c. 35-43 tahun

d. 44-52 tahun

e. ≥53 tahun

3 3 5 10 9 10.0 10.0 16.7 33.3 30.0 4. Status Pernikahan

a. Belum Menikah

b. Menikah

3 27

10.0 90.0 5. Pendidikan

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Perguruan Tinggi

6 7 12 5 20.0 23.3 40.0 16.7 6. Pekerjaan

a. PNS

b. Pegawai Swasta

c. Wiraswasta d. Lainnya 1 4 18 7 3.3 13.3 60.0 23.3 7. Pendapatan

a. < Rp 500 000

b. Rp 500 000- Rp 1 500 000

c. Rp 1 500 001- Rp 2 500 000

d. Rp 2 500 001- Rp 3 500 000

e. > Rp 3 500 000

- 20 5 4 1 - 66.7 13.3 16.7 3.3 Sumber: Hasil analisis data primer (2014)


(46)

32

Responden yang terdiri dari 18 orang penduduk laki-laki atau sebesar 60% dan 12 orang penduduk perempuan atau sebesar 40%. Responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan karena waktu wawancara dilakukan bukan pada hari atau jam kerja, sehingga kepala keluarga mudah untuk ditemui. Responden paling banyak terdapat pada kelompok usia 44 sampai dengan 52 tahun dengan jumlah responden sebanyak 10 orang atau sebasar 33.3%. Sebagian besar responden sudah berkeluarag dengan jumlah responden sebanyak 27 orang atau 90%, dengan rata-rata responden yang menetap di Desa Cikole selama 44 sampai 52 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 33.3%.

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pola pikir dalam pengambilan suatu keputusan. Berdasarkan hasil observasi di lapang, responden sebagian besar berpendidikan SMA dan Sederajat sebesar 40%, dengan sebagian besar masyarakat Desa Cikole RT 05 bekerja sebagai wiraswasta sebesar 60%. Sebanyak 20 orang atau sebesar 66.7% masyarakat RT 05 Desa Cikole memiliki rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp 500 000 sampai dengan Rp 1 500 000.


(47)

33

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Persepsi Pengunjung terhadap Kawasan Cikole Jayagiri Resort

Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort merupakan suatu penilaian pengunjung terhadap kondisi, sarana, prasarana, keragaman aktivitas luar ruang yang disediakan oleh pengelola, dan penilaian pengelolaan kawasan untuk menunjang kegiatan wisata dari pengunjung. Penilaian persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort dengan melakukan wawancara kepada 40 orang responden. Tabel 11 menunjukkan tingkat persepsi pengunjung berdasarkan interval nilai tanggapan.

Tabel 11 Persepsi pengunjung terhadap kawasan Cikole Jayagiri Resort

No. Pertanyaan

Jawaban responden Nilai

skala

Likert

Tingkat persepsi

SB B CB KB TB

1. Bagaimana pendapat anda mengenai kondisi yang terdapat di kawasan ini?

a. Pemandangan alam

b. Kenyamanan c. Kebersihan d. Keamanan 2.50 1.25 0.38 0.13 1.60 2.70 2.70 2.70 0.30 0.23 0.75 0.90 - - - - 4.40 4.18 3.83 3.73 SB B B B 2. Bagaimana pendapat anda mengenai

sarana yang terdapat di kawasan ini?

a. Penginapan

b. Restoran

c. Tour guide

0.38 0.13 0.13 1.90 1.90 2.40 1.28 1.13 1.05 0.05 0.25 0.05 3.60 3.40 3.63 B CB B 3. Bagaimana pendapat anda mengenai

prasarana yang terdapat di kawasan?

a. Kondisi jalan

b. Kendaraan umum

c. Rute tujuan

0.13 - - 1.80 2.20 2.10 1.05 0.98 0.98 - - - 2.98 3.18 3.08 CB CB CB 4. Bagaimana pendapat anda mengenai

keragaman aktivitas yang terdapat di kawasan ini?

a. Bumi perkemahan

b. Treetop

c. Fun games

d. ATV ride

e. Paint ball

f. Hiking

g. Safari hutan (offroad)

- - - - - - - 2.60 2.80 3.00 2.70 2.50 2.50 2.80 0.30 0.60 0.53 0.68 0.68 0.90 0.75 0.05 - 0.10 0.15 0.20 - 0.05 2.95 3.40 3.63 3.53 3.38 3.40 3.60 CB CB B B CB CB B 5. Bagaimana pendapat anda mengenai

pengelolaan kawasan wisata ini? - 3.10 0.45 0.05 3.60 B

Sumber: Hasil analisis data primer (2014)

Keterangan: SB=Sangat Baik B=Baik CB=Cukup Baik KB=Kurang Baik TB=Tidak Baik

Skala Likert: 1.00-1.80 (Tidak Baik), 1.81-2.60 (Kurang Baik), 2.61-3.40 (Cukup Baik), 3.41-4.20 (Baik), dan 4.21-5.00 (Sangat Baik).


(48)

34

Persepsi pengunjung terhadap kondisi kawasan, seperti pemandangan alam yang masih dipertahankan dinilai sangat baik oleh pengunjung dengan nilai skala

Likert sebesar 4.40, untuk kenyaman, kebersihan, dan keaman di Cikole Jayagiri Resort dinilai baik oleh pengunjung dengan masing-masing nilai skala Likert

sebesar 4.18, 3.38, dan 3.73. Sehingga rata-rata penilaian kondisi kawasan Cikole Jayagiri Resort dinilai baik oleh pengunjung.

Penilaian sarana yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort, seperti penginapan, restoran, dan tour guide mendapatkan nilai masing-masing dari pengunjung adalah baik, cukup baik, dan baik. Nilai skala Likert dari masing-masing sarana kawasan sebesar 3.60, 3.40, dan 3.63. Penilaian terhadap prasarana yang mendukung pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort, seperti kondisi jalan dinilai cukup baik dengan nilai skala Likert sebesar 2.98, kendaraan umum dinilai cukup baik dengan nilai skala Likert sebesar 3.18, penilaian yang sama juga diberikan pengunjung terhadap rute jalan dengan nilai skala Likert sebesar 3.08.

Penilaian pengunjung terhadap aktivitas luar ruang yang terdapat di Cikole Jayagiri Resort, seperti kegiatan berkemah, treetop, hiking, dan paintball dinilai cukup baik oleh pengunjung dengan masing-masing nilai skala Likert untuk berkemah sebesar 2.95, treetop sebesar 3.40, hiking sebesar 3.40, dan paintball

sebesar 3.38 sedangkan kegitan fun games, ATV ride, dan safari hutan dinilai baik oleh pengunjung dengan nilai skala Likert masing-masing sebesar 3.63 untuk fun games, 3.53 untuk ATV ride, dan 3.60 untuk kegiatan safari hutan atau offroad. Penilaian terhadap pengelolaan kawasan secara keseluruhan dinilai oleh pengunjung baik dengan nilai skala Likert sebesar 3.60.

6.2 Analisis Pengembangan Strategi Kawasan Cikole Jayagiri Resort

Analisis SWOT yang diterapkan dalam objek wisata merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dari suatu strategi pemecahan permasalahan pengembangan potensi yang terdapat di kawasan wisata tersebut. Hasil data analisis SWOT yang dilakukakn menghasilkan kemungkinan alternatif strategi yang terbaik dan menjadi salah satu dasar perumusan rekomendasi dalam pengembangan kawasan wisata bagi pengelola Cikole Jayagiri Resort.


(49)

35 Responden yang diwawancari terkait dengan analisis ini terdiri dari tiga pihak pengelola kawasan Cikole Jayagiri Resort diantaranya adalah site manager, kepala bagian pemasaran outbound, dan tata usaha. Menurut David (1997) dalam

Sanudin (2009) untuk menentukan responden tidak ada jumlah minimal yang harus dipenuhi, sepanjang responden yang dipilih adalah orang-orang yang memenuhi bidang yang dijalaninya. Namun, semakin banyak responden yang dilibatkan akan semakin baik untuk mengurangi subjektivitas.

Perumusan alternatif strategi meliputi dua tahapan, yaitu tahap masukan (input stage) dan tahap pencocokan (matching stage). Tahap masukan merupakan tahap pengelompokan hasil identifikasi serta menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Tahap kedua yaitu tahap pencocokan merupakan tahap perumusan strategi menggunakan analisis matriks kuadran SWOT dan matriks SWOT.

6.2.1 Tahap Masukan (Input Stage)

Tahap masukan atau input stage merupakan tahap pertama yang dilakukan sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya dalam tahap formulasi strategi. Pada tahap ini dilakukan pengelompokan hasil identifikasi faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal objek wisata ke dalam matriks IFE dan EFE.

Faktor internal terdiri dari kekuatan dan kelemahan di lingkungan Cikole Jayagiri Resort, sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort. Faktor-faktor dari analisis lingkungan internal dijabarkan ke dalam matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan faktor-faktor dari analisis lingkungan eksternal dijabarkan ke dalam matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation).

Berdasarkan hasil wawancara dan analisis mengenai faktor-faktor internal terhadap tiga responden, maka tahapan selanjutnya dilakukan pembobotan dengan menggunakan kuisioner. Pembobotan faktor internal merupakan suatu upaya untuk membandingkan setiap faktor internal yang mempengaruhi kawasan Cikole Jayagiri Resort. Hasil penilaian bobot dan rating masing-masing responden kemudian dibuat dalam bentuk matriks IFE dari keseluruhan responden.


(50)

36

Matriks IFE menjabarkan faktor-faktor strategis internal dalam kategori kekuatan dan kelemahan kawasan wisata. Hasil analisis matriks IFE menggambarkan seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategi internal terhadap pengembangan kawasan wisata. Faktor internal dalam metode SWOT merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang berpengaruh terhadap perkembangan perusahaan itu sendiri (David 2009). Faktor internal diperukan dalam suatu perencanaan perusahaan, karena perusahaan dapat memprediksi sejauh mana keputusan yang dapat diambil untuk memajukan perusahaan tersebut. Hasil dari wawancara kepada tiga orang pihak pengelola menghasilkan enam faktor strategi kekuatan dan empat faktor strategi kelemahan. Data mengenai faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan disajikan dalam Matriks IFE Tabel 12.

Tabel 12 Matriks IFE strategi pengembangan kawasan

No. Faktor Strategi Internal Rating Bobot Skor

(RatingxBobot)

Kekuatan

1. Mengutamakan keaslian dari hutan pinus dengan panorama alam yang menarik dan berbagai kegiatan wisata.

4 0.089 0.355

2. Memiliki sarana dan prasarana yang cenderung

lengkap. 4 0.080 0.320

3. Memiliki beberapa tempat penginapan yang didesain berdasarkan budaya Jawa, Sunda, dan Lombok.

3 0.092 0.275

4. Letak kawasan yang strategis. 4 0.084 0.337

5. Termasuk dalam rencana pengembangan wisata

andalan Perum Perhutani. 4 0.084 0.337

6. Kerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan. 3 0.096 0.289

Jumlah Total 1.913

Kelemahan

1. Variasi paket objek wisata yang terbatas. 2 0.106 0.213

2. Fluktuasi kunjungan yang tinggi pada masa liburan

saja. 2 0.101 0.201

3. Tidak ada pemaparan mengenai kawasan dari pihak

pengelola 3 0.086 0.257

4. Sudah ada pemanfaatan internet tapi masih bersifat

pasif. 2 0.092 0.183

Jumlah Total 0.854

Sumber: Hasil analisis data primer (2014)

Berdasarkan tabel IFE dapat diketahui bahwa kekuatan utama dalam pengembangan kawasan Cikole Jayagiri Resort adalah letak kawasan yang strategis dan juga termasuk dalam rencana pengembangan Perhutani. Selain itu


(51)

37 untuk dapat menarik minat pengunjung pengelola tetap mempertahankan keberadaan dari hutan pinus dan juga pengelola menyediakan fasilitas yang lengkap dalam satu kawasan, seperti penginapan, restoran atau café dan keragaman aktivitas luar ruang yang ditawarkan pengelola. Dalam pengembangan kawasan pengelola juga melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan yang bertujuan melengkapi keragaman aktivitas luar ruang.

Faktor kelemahan merupakan penghalang bagi pengembangan kawasan Cikole Jayagiri, beberapa faktor kelemahan yang menjadi penghalang diantaranya adalah variasi objek wisata yang ditawarkan oleh pengelola bersifat tertbatas, sehingga pengunjung yang sudah memilih salah satu paket yang disediakan tidak dapat menikmati beberapa kegiatan wisata yang ditawarkan, kedua jumlah kunjungan yang tinggi pada musim liburan saja. Tidak adanya pemaparan dari pihak pengelola mengenai kawasan, seperti kegiatan yang dapat dilakukan dalam kawasan Cikole Jayagiri Resort kepada pengunjung, dalam hal ini pengelola terlalu mengacu pada leaflet atau brosur yang sudah disediakan dan guide yang bertugas langsung dalam kegiatan yang akan dilakukan oleh pengunjung. Kelemahan dari Cikole Jayagiri Resort yang keempat adalah pihak pengelola sudah memanfaatkan internet sebagai media promosi, seperti adanya blog yang memberikan penjelasan mengenai kawasan dan pengunjung juga dapat melakukan reservasi secara online, akan tetapi dalam blog tersebut penjelasan mengenai kawasan tidak sesuai dengan perubahan atau perkembangan fasilitas yang terdapat langsung dalam kawasan, dan pemesanan reservasi secara online kurang begitu ditanggapi dibanding memesan dengan menelpon atau datang langsung ke Cikole Jayagiri Resort.

Matriks EFE menjabarkan faktor-faktor strategis eksternal dalam kategori peluang dan ancaman kawasan wisata. Hasil analisis matriks EFE menggambarkan seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategi eksternal terhadap pengembangan kawasan wisata. Menurut David (2009) faktor ekternal dalam metode SWOT terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis makro bertujuan mengidentifikasi peluang dan ancaman makro yang berdampak terhadap nilai yang dihasilkan perusahaan. Analisis ekternal mikro diterapkan pada lingkungan yang lebih dekat dengan institusi yang bersangkutan, seperti


(1)

59

Lampiran 4 Perhitungan Daya Dukung Kawasan Cikole Jayagiri Resort berdasarkan kegiatan wisata

1. Menikamati pemandangan alam dengan duduk santai Luas area yang disediakan pengelola:

 Tempat duduk yang tersebar di seluruh kawasan sebayak 40 buah:

 Waktu yang disediakan pengelola : 9 jam (540 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1.5 jam (90 menit)

 Koefisien rotasi :

6

 Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi) = 40 x 6 = 240

2. Berkemah

 Jumlah unit atau blok yang disediakan : 5 blok

 Waktu yang disediakan pengelola : 24 jam (1440 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 24 jam (1440 menit)

 Koefisien rotasi :

1

 Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi) = 5 x 1 = 5

3. Outbound a. Tree top

 Jumlah unit fullbody harness yang disediakan : 10 unit

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 40 menit

 Koefisien rotasi :

10.5  Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)


(2)

60

b. ATV ride

 Jumlah unit yang disediakan : 6 unit

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 0.5 jam (30 menit)

 Koefisien rotasi :

14

 Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi) = 6 x 14 = 84

c. Paintball

 Jumlah unit yang disediakan : 20 unit

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1.5 jam (90 menit)

 Koefisien rotasi :

4.67 = 5  Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi)

= 20 x 4.67 = 93.34 = 93

d. Offroad

 Jumlah unit yang disediakan : 5 unit

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1 jam (60 menit)

 Koefisien rotasi :

7

 Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi) = 5 x 7 = 35

e. Fun games

 Jumlah guide yang disediakan : 4 guide

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 1 jam (60 menit)

 Koefisien rotasi :

7

 Daya tampung per hari : (DDK x Koef. rotasi) = 4 x 7 = 32


(3)

61

f. Hiking

 Jumlah guide yang disediakan : 4 guide

 Waktu yang disediakan pengelola : 7 jam (420 menit)  Waktu dominan yang dibutuhkan individu : 2 jam (120 menit)

 Koefisien rotasi :

3.5  Daya tamping per hari : (DDK x Koef. rotasi)


(4)

62

Lampiran 5 Dokumentasi Kawasan

Gerbang masuk Cikole Jayagiri Resort

Area outdoor activity


(5)

63


(6)

64

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cimahi pada tanggal 2 Juli 1993 dari ayah Sugeng Winarno dan ibu Iit Saribanon. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 1997 bersekolah di TK Aisyah lalu melanjutkan ke SDN Baros III Kota Cimahi pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cimahi pada tahun 2007 dan melanjutkan ke SMA Negeri 3 Cimahi. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

Selama kuliah penulis merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman (2011- 2012) dan Himpunan Profesi Resources and Environmental Economics Student Association divisi Enterpreneurship (2011-2012) serta ketua divisi Enterpreneurship Himpunan Profesi Resources and Environmental Economics (2012-2013).

Selama masa perkuliahan penulis aktif di berbagai kepanitiaan diantaranya Pamitran UKM Gentra Kaheman, Aerogreen 2011, The 3rd Greenbase, The 4th Greenbase, danOMI 2013.