dipindahkan tidak jauh dari tempat semula di sebuah bukit. Pemindahan bukti sejarah ini terjadi ketika dilakukan pelebaran jalan. Batu tersebut diletakkan
didekat tiang listrik tepat dibelakang bukit kecil.
2.3. Luas dan Pembagian Wilayah
Desa Bangun sebagian besar terdiri dari dataran tinggi, berbukit dan miring dengan kemiringan antara 10
°
- 15
°
. Ketinggian rata-rata antara 1100 sd 1200 dpl. Dari sisi tipologinya desa ini dapat digolongkan pada daerah
perladangantegalan. Dari sisi tingkat perkembangannya dapat diklasifikasikan pada tingkat swadaya.
Desa Bangun mempunyai kedudukan yang strategis karena merupakan lintasan yang menghubungkan antar Kecamatan Parbuluan, Sitinjo, Kabupaten
Samosir. Desa ini memiliki luas wilayah yang cukup luas yakni 1015 Ha. Dengan jumlah penduduk 431 KK dan jumlah penduduk 1983 jiwa, yang terdiri dari
beberapa sukuetnis diantaranya adalah Suku Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, Nias, Jawa, Padang, Flores dan suku Cina yang
senantiasa hidup rukun dan damai. Desa Bangun terdiri dari 3 tiga Dusun yaitu Dusun I Bangun Simartolu, Dusun II Bangun II, Dusun III Barisan Tigor.
2.4. Kependudukan 2.4.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah keseluruhan penduduk Desa Bangun pada April 2016 adalah 1972 jiwa. Bila dilihat dari jenis kelamin penduduk maka jumlah laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah perempuan mencapai 978 jiwa sedangkan jumlah laki laki hanya 994 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam satuan jiwa No
Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-laki
994 2.
Perempuan 978
Jumlah 1972
Sumber : Data kepala desa 2016 Suku Batak menganut sistem patrilineal, marga dan keturunan berasal dari
pihak ayah. Sehingga dalam sebuah keluarga diharapkan kelahiran anak laki-laki. Walaupun jumlah anak perempuan banyak di dalam sebuah keluarga, tidak
menutup harapan dan usaha orangtua untuk mendapatkan anak laki-laki. Karena menurut mereka anak laki-laki adalah generasi penerus.
Bila dilihat pada tabel diatas, tabel terebut menunjukkan bahwa keinginan dan harapan suku Batak Toba untuk memiliki banyak anak laki-laki tidak sesuai
dengan kenyataannya. Jumlah anak laki-laki dan anak perempuan memiliki perbedaan yang relatif sangat kecil. Jumlah anak laki-laki dan anak perempuan
hampir sama.
2.4.2 Agama
Kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan setiap penduduk telah dijamin oleh negara sehingga tidak ada paksaan untuk menganut
agamakepercayaan tertentu. Penduduk desa Bangun bebas memilih dan memeluk salah satu agama yang diakui oleh negara.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama
Dalam satuan jiwa No
Agama Jumlah
KK Jiwa
Laki- Laki Perempuan
1. Islam
10 2,3
48 2,4
27 2,7
21 2,1
2. Katolik
171 39,7
732 37,2 375
37,7 357
36,5 3.
Protestan 250 58
1192 60,4 592
59,6 600
61,4 Jumlah
431 100
1972 100
994 100
978 100
Di desa ini hanya terdapat 3 jenis agama yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam. Karena umumnya masyarakat suku Batak Toba memeluk
agama Kristen Protestan yaitu sebanyak 1192 jiwa sekitar 60. Dan suku Batak Pakpak memeluk agama Kristen Katolik sebanyak 732 jiwa sekitar 37.
Sedangkan 48 jiwa sebanyak 2,4 memeluk agama Islam berasal dari suku Batak Pakpak dan Batak Karo.
Sarana ibadah yang ada di Desa Bangun yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jumlah Sarana Ibadah
No Jenis Sarana Ibadah
Jumlah
1. Gereja
4 2.
Mesjid 1
Jumlah
5 Sumber : Data kepala desa 2016
Pada umumnya di Desa Bangun mayoritas beragama Kristen Protestan. Dilihat dari jumlah penduduk yang beragama Kristen Protestan sebanyak 250 KK
dengan jumlah penduduk sebanyak 1192 jiwa yaitu sekitar 58. Dengan jumlah
Universitas Sumatera Utara
sarana ibadah yang tersedia sebanyak tiga gedung gereja untuk Kristen Protestan. Dan jumlah penduduk yang beragama Kristen Katolik sebanyak 171 KK dengan
jumlah penduduk sebanyak 732 jiwa yaitu hampir 40. Dengan jumlah sarana ibadah yang tersedia sebanyak satu gedung gereja. Dan penduduk yang beragama
Islam sebanyak 10 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 48 jiwa yaitu sekitar 2. Sarana ibadah yang tersedia sebanyak satu gedung mesjid.
2.4.3 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa
Meskipun raja nihuta di Desa Bangun adalah suku Batak Pakpak, akan tetapi mayoritas suku bangsa di desa Bangun adalah suku Batak Toba. Hal ini
disebabkan migrasi dan tingginya mobilitas penduduk menyebabkan suku Batak Toba mendiami hampir seluruh desa Bangun. Sedangkan suku Batak Pakpak
mendiami sebagian kecil wilayah di Dusun I atau yang sering disebut dengan Bangun Simartolu.
Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa
Dalam satuan jiwa
Sumber : Data kepala desa 2016
No Suku
Jumlah KK
Jiwa Laki-
laki Pr
1. Toba
393 91.1
1743 88,4
877 88,2
866 88,6
2. Karo
3 0,7
18 0,9
8 0,8
10 1
3. Simalungun 1
0,2 6
0,3 3
0,3 3
0,3 4.
Padang 2
0,5 13
0,6 7
0,7 6
0,6 5.
Nias 1
0,2 3
0,2 2
0,2 1
0,1 6.
Jawa 2
0,5 6
0,3 4
0,4 2
0,2 7.
Pak-pak 25
5,8 161
8,2 81
8,2 80
8,2 8.
Dll 4
1 22
1,1 12
1,2 10
1
Jumlah 431
100 1972
100 994
100 978
100
Universitas Sumatera Utara
Bila dilihat pada tabel diatas, jumlah penduduk suku Batak Toba sebanyak 1743 jiwa yaitu 88,4, suku Batak Pakpak sebanyak 161 jiwa yaitu 8,2, suku
Batak Karo sebanyak 18 jiwa yaitu 0,9, suku Padang sebanyak 13 jiwa yaitu 0,6, suku Batak Simalungun sebanyak 6 jiwa yaitu 0,3, suku Jawa sebanyak 6
orang yaitu 0,3, suku Nias sebanyak 3 jiwa yaitu 0,2, dan suku lain-lain seperti Cina, Flores dan India sebanyak 22 jiwa yaitu 1.
2.4.4 Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk desa Bangun berada di sektor pertanian. Pemanfaatan sektor pertanian berkaitan dengan luasnya lahan kosong yang dapat
digunakan untuk budidaya pertanian. Usaha tani yang dilakukan adalah pertanian ladang yaitu kopi. Tetapi banyak juga yang memanfaatkan lahan kosong dengan
menanam tanaman muda seperti cabai dan sayuran. Saat ini, sebagian petani kopi sudah mulai mengganti ladang kopi menjadi ladang jeruk. Hal ini diakibatkan
ladang kopi tidak menghasilkan buah yang banyak. Harga yang ditawarkan oleh pedagang juga sangat rendah. Banyak petani kopi beralih menjadi petani jeruk.
Apalagi saat ini buah jeruk harganya cukup mahal, ditambah lagi ladang jeruk lebih menghasilkan dan menjanjikan kedepannya.
Penduduk suku Batak Pakpak yang merupakan tuan tanah di desa Bangun, memiliki banyak ladang khususnya ladang kopi. Banyak dari mereka yang
memiliki ladang kopi yang luas. Untuk menggarap ladang mereka, mereka membagi pekerjaan ladang bersama isteri, anak laki-laki, dan anak perempuannya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Dalam satuan jiwa No
Mata Pencaharian
Jumlah
KK Jiwa
Laki Pr
1. Petani
304 70,5
649 62,7
300 60,7
349 64,6
2. PNSTNIPOLRI 20
4,6 35
3,4 20
4,1 15
2,8 3.
Buruh -
- -
- 4.
Wiraswasta 47
10,9 157
15,1 69
14 88
16,3 5.
Dll 60
14 194
18,8 105
21,2 88
16,3
Jumlah 431
100 1035 100
495 100
540 100
Sumber : Data kepala desa 2016. Masyarakat di desa ini kecenderungan memiliki mata pencaharian sebagai
petani yang berjumlah 649 jiwa yaitu sekitar 63 . Lahan yang subur yang sangat menjanjikan masyarakat untuk bertani. Sebagian kecil masyarakat di desa ini
memiliki mata pencaharian sebagai PNSTNIPOLRI sebanyak 35 jiwa yaitu sekitar 3. Dan yang memiliki mata pencaharian sebagai wiraswasta sebanyak
157 jiwa yaitu sekitar 15. Beberapa masyarakat ada juga yang bekerja sebagai tukang gilingan kopi dan beternak yaitu sebanyak 194 jiwa yaitu sekitar 19.
Mayoritas penduduk di desa Bangun memiliki lahan kopi. Jadi banyak masyarakat yang bekerja sebagai tukang gilingan kopi dengan menggunakan
kayu, paku, dan palu. Gilingan kopi ini digunakan untuk mengupas kulit kopi. Gilingan kopi juga dijual ke luar desa bahkan ke luar kota. Beberapa penduduk
juga ada yang beternak ayam dan babi. Mereka memelihara babi dan dijual untuk acara pesta orang lain dan sebagian orang juga ada yang memelihara sendiri untuk
acara pesta sendiri. Sehingga bisa meringankan biaya pesta.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Bahasa
Bahasa pengantar yang digunakan di desa ini adalah bahasa Batak Toba. Tetapi bisa saja kita mendengar bahasa Pakpak saat sesama suku Batak Pakpak
sedang berbicara. Bahasa Pakpak hanya dipakai oleh sebagian kecil suku Pakpak. Saat ini anak laki-laki suku Batak Pakpak banyak yang menikah dengan
perempuan suku Batak Toba. Ketika anaknya lahir, tentunya si anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibunya. Karena si ibu berasal dari suku Batak Toba,
bahasa yang diketahui dan dipakainya adalah bahasa Batak Toba. Sehingga seorang ibu akan mengajari anaknya menggunakan bahasa Batak Toba. Begitu
juga dengan si suami akan menggunakan bahasa Batak Toba saat berbicara dengan si istri.
Bahasa Batak Pakpak bisa didengar saat sepasang suami istri yang sama sama berasal dari suku Batak Pakpak sedang berbicara. Tetapi tidak semua
pasangan suami istri yang berasal dari suku Batak Pakpak menggunakan bahasa itu. Bahasa Batak Pakpak itu dipakai oleh pasangan suami istri yang sudah lanjut
usia. Atau sesama saudara laki-laki maupun perempuan yang memakainya. Karena dulu orang tua mereka masih mengajarkan bahasa Batak Pakpak dalam
berbicara. Tetapi ketika terjadi pernikahan dengan antar suku, bahasa Pakpak tidak diajarkan lagi.
Seperti yang ditemukan oleh penulis di lapangan saat dua orang yang berasal dari suku Batak Pakpak sedang berbicara, mereka menggunakan bahasa
Batak Pakpak. Kemudian saat seorang suku Batak Toba masuk kedalam percakapan mereka, mereka mengubah bahasa mereka menggunakan bahasa
Batak Toba. Karena suku Batak Toba tersebut tidak mengetahui bahasa Batak
Universitas Sumatera Utara
Pakpak. Hal inilah yang mendorong bahasa Batak Pakpak tidak pernah terdengar dan dipakai lagi. Sehingga menyebabkan masyarakat batak Pakpak tidak
mengetahui bahasa Batak Pakpak. Untuk berinteraksi dengan lingkungannya, suku Toba, suku Pakpak, dan
suku lainnya menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa pengantar. Karena hampir semua masyarakat sudah mengetahui bahasa Batak Toba.
2.6. Sarana dan Prasarana Desa 2.6.1. Sarana Kesehatan dan Jenis Penyakit