Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan Kesiapan Keluarga dalam Manerima Pasien Gangguan Jiwa

2.4.2 Fungsi Keluarga

Menurut Suprajitno 2004, ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan keluarga : a fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa nanti. b fungsi sosialisasi anak, tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. c fungsi perlindungan, keluarga melindungi anak dan anggota keluarga dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindungi dan merasa aman. d fungsi perasaan, keluarga menjaga secara instuitif, merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota lainya dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu dengan lainya sehingga ada saling pengertian satu sama lain. f fungsi religius, keluarga memperkenalkan dan mengajak anggota keluarga dalam kehidupan beragama untuk menenamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lainya yang mengatur kehidupan ini dan akan ada kehidupan lain setelah dunia ini. g fungsi ekonomis, keluarga dalam hal ini mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga lainnya. Dan h fungsi biologis, keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

2.4.3 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan

Untuk dapat mencapai tujuan kesehatan keluarga, keluarga harus memiliki tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga Effendy, 2007 yaitu : Universitas Sumatera Utara 1 Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya. Keluarga mengenal perkembangan emosional dari anggota keluarganya dan tingkah laku ataupun aktivitas yang normal atau tidak untuk dilakukan. Hal ini erat hubungannya dengan pengetahuan keluarga akan gejala-gejala gangguan jiwa. 2 Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. Segera setelah keluarga mengetahui bahwa ada kondisi anggota keluarag tidak sesuai dengan normal maka sebaiknya keluarga memutuskan dengan cepat tindakan yang harus dilakukan untuk keseimbangan anggota keluarganya dengan segera membawanya ke petugas kesehatan. 3 Memberikan pertolongan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu diri sendiri karena cacat fisik ataupun mental. Karena penderita gangguan jiwa tidak bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan aktivitas hidupnya. 4 Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga membuat iklim yang kondusif bagi penderita gangguan jiwa di lingkungan rumah agar merasa nyaman dan merasa tidak diikucilkan dari keluarga. 5 Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehtan yang ada. Untuk kesembuhan penderita gangguan jiwa, keluarga harus memiliki banyak informasi mengenai kesehtan jiwa anggota keluarganya dari lembaga petugas kesehatan yang ada.

2.4.4 Kesiapan Keluarga dalam Manerima Pasien Gangguan Jiwa

Universitas Sumatera Utara Rumah sakit jiwa seringkali mengalami kesulitan memulangkan klien ke pihak keluarga, sebab setiap kali hanya dalam waktu beberapa hari akan kambuh kembali, selain itu keluarga pasien sering menolak menerima kembali dengan berbagai macam alasan serta kurangnya pengertian terhadap penanganan dan perawatan pasien mantan gangguan jiwa. Pasien dengan perawatan pasien dengan gangguan jiwa di rumah sakit jiwa memang memerlukan waktu yang lama, terutama pasien dengan gangguan jiwa kronis menahun, disebabkan kurangnya keterlibatan keluarga untuk ikut serta cara perawatannya sehari-hari, sehingga keluarga tidak siap dan tidak dapat beradaptasi dengan pasien lagi. Dalam proses perencanaan kepulangan klien gangguan jiwa dari RSJ di awali dengan pertemuan yang pada proses keperawatan disebut dengan proses pangkajian. Proses pengkajian ini penting dilakukan untuk memperoleh data dari pasien dan keluarga sehingga dapat ditemukan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga berhubungan dengan keadaan kesehatan pasien dan perawatannya di rumah. Biasanya yang dikaji adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapan mereka menerima kepulangan pasien gangguan jiwa dan faktor-faktor tersebutlah yang palng banyak menjadi alasan keluarga menolak kehadiran klien gangguan jiwa ditengah- tengah keluarga mereka Francesca, 2010. Adapun beberapa faktor yang perlu dikaji tentang kesipan menerima pasien gangguan jiwa adalah sebagai berikut : a. Pengetahuan keluarga Universitas Sumatera Utara Sebagai sebuah keluarga, seharusnya mengetahui tentang peran dan tanggung jawab dalam proses keperawatan yang direncanakan untuk perawatan klien dirumah. Faktor ini adalah salah satu faktor yang sering kali diabaikan oleh pihak keluarga padahal peran keluarga dalam proses penyembuhan merupakan peran yang paling penting Depkes RI, 2005. Keluarga harus menambah pengetahuan dan melengkapi dirinya dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memperlakukan mereka dalam keluarga secara baik dan memadai, bersifat teraupetik dan membawa anggota keluarga tersebut kepada kesembuhan yang seterusnya. Perlakuan-perlakuan keluarga terhadap salah satu anggota keluarga yang mengidap perilaku kekerasan, apabila tidak disertai pengetahuan dan sikap yang benar dapat mengakibatkan kekambuhan kembali.Depkes RI, 2005 . Penelitian lain juga menunjukkan perlunya terapi pada keluarga diberikan untuk kesiapan keluarga dalam menerima kepulangan pasien jiwa dengan membekali mereka pengetahuan-pengetahuan tentang perawatan pasien perilaku kekerasan untuk mendukung kesembuhan penderita Huda, 2012. Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu menegetahui dan menyadari keadaan diri penderita, mengambil keputusan untuk menetukan bagaimana sikap yang sebaiknya diambil agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita boleh berhenti minum obat berobat apabila gejal-gejala sudah menghilang berkurang, juga banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa hanya perlu Universitas Sumatera Utara medikasi obat-obatan untuk dapat sembuh saat proses pemulihannya dirumah. Hal ini jelas keliru, terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga guna resosialiosasi dan pencegahan kekambuhan Huda, 2012. b. Sruktur keluarga Struktur keluarga meliputi pola dan proses komunukasi yang memungkinkan anggota keluarga untuk mengekspresikan marahnya, sedih, gembira, komunikasi yang terbuka, komunikasi yang dapat menyelesaikan konflik keluarga, suasana emosi yang hangat, saling percaya, menghargai, memperhatikan dan menerima. Pelaksanaan peran yang dilakukan keluarga, nilai-nilai yang dimilki dan dianut keluarga yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, norma sosial yang dianut oleh masyarakat turut mempengaruhi kesiapan keluarga Depkes RI, 2005. Menerima kenyataan adalah kunci pertama proses penyembuahan atau pengendalian perilaku kekerasan. Keluarga harus bersikap menerima, tetap berkomunikasi dan tidak mengasingkan penderita. Tindakan kasar, berantakan atau mengucilkan justru akan membuat penderita semakin depresi bahkan cenderung bersikap kasar. Akan tetapi, terlalu memanjakan juga tidak baik. Tetapi yang kita temukan pada kenyataannya justru keluarga menjadi emosional, kritis, bahkan bermusuhan, jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan ketika berhadapan dengan penderita memicu kekambuhan Depkes RI, 2005. c. Sistem Pendukung Universitas Sumatera Utara Keluarga sebagai sebuah kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah atau memperbaiki masalah kesehatan yang dalam hal ini adalah gangguan jiwa yang ada dalam kelompoknya sendiri, oleh karena itu keluarga merupakan sistem yang terutama sebagai pendukung bagi klien setelah pulang dari rumah sakit jiwa. Maka dukungan keluarga dan lingkungan menjadi faktor yang penting Depkes RI, 2005. Keluarga pasien diharapkan memberikan perhatian khusus kepada penderita. Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan mental menyembungikannya sehingga tidak terlihat oleh tamu-tamu yang datang ke rumah mereka. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena penderita akan merasa dikucilkan. Yang harus dilakukan adalah menyapa penderita setiap hari dan memberikan perhatian agar mereka tidak disingkirkan Depkes RI, 2005. Kesedian keluarga untuk tetap merawat dan tetap mengakuinya sebagai bagian dari orang yang sisanyangi sangatlah diperlukan agar mereka tetap merasa dihargai sebagai manusia layaknya. Dukungan keluarga dan teman merupakan salah satu obat penyembuhan yang sangat berarti bagi penderita. Dengan dibentuknya kelompok keluarga gangguan jiwa dimasyarakat akan memungkin pasien dan keluarga gangguan jiwa di masyarakat akan memungkinkan klien dan keluarga mengadakan diskusi dan tukar pengalaman dalam mengatasi gejala yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Sayangnya masyarakat sendiri justru mengasingkan keberadaan penderita gangguan jiwa sehingga hal ini turut mempengaruhi sikap keluarga terhadap pasin bahkan gangguan jiwa dianggap sebagai penyakit yang membawa aib bagi keluarga sehingga diputuskan untuk dibuang oleh keluarganya Universitas Sumatera Utara sendiri, akhirnya faktor lingkungan dalam keluarga justru tidak mendukung kesembuhan pasien Depkes RI, 2005. Penyakit jiwa sampai saat ini memang masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya sendiri. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada tingkat yang paling parah seperti “gila”, sehingga penderita harus disembunyikan atau dikucilkan, bahkan lebih parah lagi ditelantarkan oleh keluarganya. Sebenarnya tidak ada alasan yang kuat secara etis untuk melakukan diskriminasi dan perlakuan buruk terhadap penderita kelainan jiwa. Karena pengucilan dan diskriminasi justru memperburuk kondisi penderita itu sendiri. Tempat terbaik bagi penderita gangguan jiwa bukan di panti rehabilitasi atau di rumah sakit jiwa, apalagi dijalanan. Tempat terbaik bagi mereka adalah berada di tengah-tengah keluarganya, diantaranya orang-orang yang dicintainya. Yang mereka btuhkan adalah perhatian, pengertian, dukungan, cinta dan kasih sayang. Perhatian dan kasih sayang tulus dari keluarga dan orang- orang terdekatnya akan sangat membantu proses penyembuhan kondisi jiwanya. Sudah seharusnya keluarga dapat mengurangi persepsi dan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dalam keluarga dan memberikan dukungan sosial kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk mulai berinteraksi sosial, dan dorongan untuk tidak berputus asa dan terus berusaha. Terapi sosial ini akan sangat membantu penderita gangguan jiwa dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita. Universitas Sumatera Utara Penyakit gangguan jiwa ini sesungguhnya dapat teratasi dengan syarat ditangani secara tepat dan cepat. Dukungan moril dari keluarga dan orang-orang terdekat jelas sangat penting bagi penderita. Ironisnya penerimaan merupakan hal tersulit yang dapat diperoleh seorang penderita. Masih banyak orang tua yang malu mengakui anaknya adalah pengidap gangguan jiwa. Penyangkalan ini justru semakin menjauhkan penderita dari kemungkinan untuk sembuh Depkes RI, 2005. d. Sumber daya keluarga Sumber keuangan seperti ekonomi dan sumber keluarga. Pekerjaan pasien yang lalu baik pekerjaan yang pokok maupun sambilan. Kemampuan pasien untuk melakukan pekerjaan di rumah sakit jiwa dan kemungkinan klien untuk kembali ke pekerjaan semula atau harus mengganti pekerjaan yang baru Depkes RI, 2005. Faktor ini juga adalah faktor yang penting di kaji dari keluarga karena pada umumnya kemampuan finansial keluarga pasien dengan gangguan jiwa tidak memungkinkan untuk membiayai penyembuhan penyakit yang cenderung berjalan kronis sehingga kejadian seperti ini memicu tindakan dan sikap keluarga terhadap penolakan pasien gangguan jiwa. Perawatan yang dibutuhkan penderita gangguan jiwa menimbulkan dampak yang besar bagi keluarga, yaitu dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung. Universitas Sumatera Utara

2.5 Landasan Teori

Dokumen yang terkait

PENGARUH MANAJEMEN ASET TERHADAP OPTIMALISASI ASET RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

3 55 9

Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013

0 39 64

Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan

0 39 6

Pengaruh Program Psikoedukasi Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Pasien Gangguan Jiwa Akibat Ketergantungan Narkoba Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Muslim Terhadap Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Mahoni Kota Medan.”

0 0 7

KUESIONER Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Melalui Edukasi Terhadap Kemampuan Merawat Pasien Gangguan Jiwa di Kota Medan Pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2013

0 0 35

Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Melalui Edukasi Terhadap Kemampuan Merawat Pasien Gangguan Jiwa di Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0 1 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa - Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Melalui Edukasi Terhadap Kemampuan Merawat Pasien Gangguan Jiwa di Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0 0 50

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Melalui Edukasi Terhadap Kemampuan Merawat Pasien Gangguan Jiwa di Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0 0 11

PENGARUH PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI EDUKASI TERHADAP KEMAMPUAN MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA DI KOTA MEDAN PADA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2013 TESIS DIES WIRO TARIGAN

0 0 18