1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian adalah : bagaimana pengaruh pemberdayaan keluarga melalui edukasi terhadap kemampuan merawat pasien gangguan jiwa di
Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2013?.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan keluarga melalui edukasi terhadap kemampuan merawat pasien gangguan jiwa di Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Sumatera Utara tahun 2013.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh pemberdayaan keluarga melalui edukasi terhadap kemampuan merawat pasien gangguan jiwa di Kota Medan pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sumatera Utara tahun 2013. 1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara dalam merumuskan kebijakan tentang pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi pasien gangguan jiwa. 2. Sebagai wahana pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya dalam
pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa. 3. Hasil penelitian ini dijadikan perbandingan dan referensi pada penelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Jiwa
2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Konsep gangguan jiwa dari the Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder DSM adalah : Mental disorder is conceptualized as clinically significant
behavioural or psychological syndrome or pattern that occurs in an individual and that is associated with present distress eg., a painful symptom or disability ie.,
impairment in one or more important areas of functioning or with a significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of freedom.
Artinya, gangguan jiwa dikonseptualisasikan secara klinis sebagai sindrom psikologis atau pola behavioral yang terdapat pada seorang individu dan diasosiasikan dengan
distress misalnya simtom yang menyakitkan atau disabilitas yakni, hendaya di dalam satu atau lebih wilayah fungsi yang penting atau diasosiasikan dengan resiko
mengalami kematian, penderitaan, disabilitas, atau kehilangan kebebasan diri yang penting sifatnya, yang meningkat secara signifikan APA-DSM, 2000.
Konsep “disability” dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders adalah keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk
melaksanakan suatu aktivitas pada tingkat personal, yaitu melakukan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup
mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil. Gangguan
Universitas Sumatera Utara
kinerja performance dalam peran sosial dan pekerjaan tidak digunakan sebagai komponen esensial untuk didiagnosis gangguan jiwa, oleh karena itu hal ini berkaitan
dengan variasi sosial-budaya yang sangat luas. Dari konsep tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa di dalam konsep gangguan jiwa meliputi : a adanya gejala klinis
yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku dan sindrom atau pola psikologik. b gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan” distress, antara lain dapat
berupa: rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tenteram, disfungsi organ tubuh, dan lain-lain dan c gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” disability dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup. Menurut Depkes RI 2003 gangguan jiwa adalah gangguan
pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari fungsi pekerjaan dan fungsi sosial dari orang
tersebut. Sedangkan menurut Muslim 2002 gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola prilaku atau psikologi seseorang yang secara klinis cukup bermakna dan yang
secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan distress di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.
Gangguan jiwa mental disorder merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri penyakit degeneratif,
kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam
arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan
Universitas Sumatera Utara
menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien Hawari, 2006.
Penggunaan istilah gangguan jiwa maupun gangguan mental sering dipakai secara bergantian. Penelusuran istilah gangguan jiwa justru akan memunculkan
mental illness atau mental disorder. Mental illness atau sakit jiwa merupakan kondisi gangguan secara medis berkaitan dengan proses berpikir, suasana hati, kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain, dan fungsi sehari-hari sebagai individu National Alliance on Mental Illness, 2012. Sedangkan mental disorder atau
gangguan mental menekankan pada permasalahan yang lebih kompleks dari gangguan individu yakni gangguan dari luar individu yang mempengaruhi individu
seperti: keluarga, budaya, ekonomi, dan masyarakat. Penggunaan istilah gangguan mental saat ini sering digunakan karena lebih menekankan pada upaya kesehatan
mental mulai tahun 1600 yang merupakan upaya penyembuhan, perawatan, dan pemeliharaan pada permasalahan gangguan mental individu yang menyangkut
permasalahan pribadi maupun di luar diri individu termasauk keluarga dan masyarakat sekitar.
2.1.2 Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Penyebab gangguan jiwa bermacam-macam, ada yang bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak
adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang
disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak.
Universitas Sumatera Utara
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim 2002, gangguan jiwa terjadi
karena tidak dapat memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi,
yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari pengaruh orang lain. Ketiga,
kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang
mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri infioryty complex yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab
timbulnya rendah diri adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan
ketegangan emosi. Dari pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan jiwa seperti yang
dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi konflik dalam diri, tidak terpenuhinya
kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan kurang dicintai dan perasaan rendah diri.
Disamping hal tersebut di atas banyak faktor yang mendukung timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek yang saling
mendukung yang meliputi biologis, psikologis, sosial budaya atau lingkungan. Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebab-sebab gangguan jiwa adalah kompleks. Pada
Universitas Sumatera Utara
seseorang dapat terjadi penyebab satu atau beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebab-sebab gangguan jiwa penting untuk mencegah dan
mengobatinya. Proses mengenai timbulnya gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor.
Suryani 2007 mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga faktor yang berperan sama yaitu :
1. Faktor Biologik Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit seperti
kriteria penyakit dalam ilmu kedokteran yang terkait dengan kelainan-kelainan neurotransmiter, biokimia, anatomi otak, dan faktor genetik yang ada hubungannya
dengan gangguan jiwa. 2. Faktor Psikologik
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan orang itu. Hal ini sangat
tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan sosial dan tingkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman
hidup seseorang. Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku
yang sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan kembali.
Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak
Universitas Sumatera Utara
kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya. Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan
perwujudan dari pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.
3. Faktor Sosio-budaya Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan
terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosio- budaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Adanya perbedaan satu budaya
dengan budaya yang lainnya, merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa. Inkulturasi dapat menyebabkan pola kepribadian
berubah dan terlihat pada psikopatologinya. Prubahan budaya yang cepat seperti identifikasi, kompetisi, inkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan
jiwa. Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Penderita yang dengan status ekonomi rendah erat hubungannya dengan
prevalensi gangguan afektif.
2.1.3 Tanda atau Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep 2007 adalah : a. Ketegangan tension, rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-
perbuatan yang terpaksa convulsive, hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar mempersepsikan sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,
Universitas Sumatera Utara
padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang
sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bias mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada
menurut orang lain. c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah abulia susah membuat
keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan waham kebesaran, tetapi di lain waktu ia bias merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya
depresi sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. e. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam
lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh. Yosep, 2007. Gangguan kesehatan jiwa sering ditandai dengan sikap kurang percaya diri
dan orang lain, perasaaan malu, ragu-ragu, dan perasaan bersalah yang berlebihan. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa kesehatan jiwa sangat tergantung pada
seberapa jauh seorang individu mampu mengembangkan potensi yang mereka miliki untuk mengembangkan sifat-sifat positif dalam berbagai fase kehidupan. Atau kita
dapat mendefinisikan kesehan jiwa sebagai sebuah kondisi dimana seseorang bebas
Universitas Sumatera Utara
dari gejala gangguan jiwa, yang disertai dengan rendahnya konflik psikologi, dan memiliki kepuasan dalam bekerja serta mampu menghargai dan mencintai orang lain
Penderita gangguan jiwa biasanya ditandai dengan kelemahan prilaku, kelemahan proses pikir, kelemahan ekspresi emosi, atau pembicaraan yang sulit
dimengerti, atau mengisolasi diri dari lingkungan. Para penderita gangguan jiwa mengalami fluktuasi periode baik dan buruk secara ekstrim. Mereka yang mengalami
gangguan jiwa biasanya lebih mudah terstigmatisasi, yang ditandai dengan rendahnya status sosial, dan penuh prasangka. Hal ini dapat mengakibatkan kesulitan untuk
menilai diri sendiri sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, sehingga sulit mencari pertolongan, atau sulit untuk mengenal diri sendiri dan orang lain APA,
2001. Gangguan psikis berbeda dengan gangguan jiwa, dimana gangguan psikis
biasanya ditandai dengan beberapa gejala seperti kecemasan, depresi, gangguan tidur dan lain-lain. Gangguan ini sangat tergantung pada tipe dan beratnya gejala, dan
dapat mempengaruhi kemampuan menyelesaikan masalah, kesenangan dalam hidup, dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Gejala yang dialami orang dengan
gangguan psikis belum bisa digunakan untuk menegakkan sebuah diagnosa. Gangguan psikis merupakan reaksi normal terhadap sebuah kesulitan dalam
kehidupan. Sementara gangguan jiwa merujuk pada kesulitan psikis yang sudah mengarah pada sebuah diagnosa Aiyub, 2012. Sementara ketika orang sakit dan
merasa stres berat dalam hidup, dan orang kurang mampu menilai realitas kenyataan, biasanya disebut periode psikotis Johannessen, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Jenis-Jenis Gangguan Jiwa
Dalam ICD X International Classification of Diseases–X, jenis gangguan jiwa tersebut antara lain : a gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan
narkotika dan zat- zat adiktif lainnya, b skizofrenia dan gangguan psikotik lain, c gangguan afektif depresi, mania, d ansietas kecemasan yang tidak beralasan,
gangguan somatoform psikosomatis, e gangguan mental organik demensia, delirium, epilepsi, pasca stroke, dll. f gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja
gangguan perkembangan belajar, gangguan tingkah laku, hiperaktifitas, autisme, gangguan cemas dan depresi.
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para ahli berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim 2002 macam-macam
gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan,
gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa
dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan
emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a. Skizofrenia Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian
pengetahuan kita tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang
Universitas Sumatera Utara
Maramis, 2005. Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini
secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bias timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak
diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak atau cacat. b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri Kaplan dan Sadock, 2005. Depresi juga dapat
diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya Hawari, 2007. Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat berupa serangan
yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam Nugroho, 2008. Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai
karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri
rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul
sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai.
Universitas Sumatera Utara
c. Kecemasan Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap
orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya Maslim 2002. Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan
takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan
dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Stuart dan Sundeen 2009 mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat
tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan kecemasan panik. d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian psikopatia dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan inteligensi
tinggi ataupun rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau
tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif,
kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif, kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat.
e. Gangguan Mental Organik Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jaringan otak Maramis,2005. Gangguan fungsi jaringan otak ini
Universitas Sumatera Utara
dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak.
Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila
hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya.
Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan
menahun. f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah Maramis, 1994. Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan
sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan
dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penanganan dan Perawatan Gangguan Jiwa
Penanganan gangguan jiwa dapat dilakukan dengan beberapa terapi yang mempunyai teknik dan metode tertentu :
a. Terapi psikofarmaka Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh
terhadap taraf kualitas hidup klien Hawari, 2005. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis,
anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia, anti-panik, dan anti obsesif- kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,
neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika Hawari, 2005. b. Terapi somatik
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh lain. Salah satu bentuk
terapi ini adalah Electro Convulsive Therapy ECT. Terapi elektrokonvulsif merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada
otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik
tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia di dalam otak
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin mirip dengan obat anti depresan. Daulima, 2006.
c. Terapi Modalitas Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien gangguan yang
bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif. Ada beberapa jenis terapi modalitas,
antara lain: 1 Terapi individual, terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat
dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan
sistematis terstruktur sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga diharapkan
mampu meredakan penderitaan distress emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
2 Terapi lingkungan. Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi
Universitas Sumatera Utara
kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
3 Terapi Kognitif. Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan keyakinan yang tidak
akurat tentang stressor tersebut. Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu
memodifikasi perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang
diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun perubahan kognitif.
4 Terapi Keluarga. Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan treatment unit. Tujuan terapi
keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak
bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya. Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi dan kontribusi
dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga
mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing- masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
5 Terapi Kelompok. Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui
media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran
diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive. Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah
kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat.
Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan, Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi
aversi atau rileks kondisi. 6 Terapi Bermain. Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa
anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji tingkat
perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik dan paripurna berfokus pada masyarakat yang sehat
jiwa, rentan terhadap stress dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan. Pelayanan keperawatan yang komprehensif adalah pelayanan yang
Universitas Sumatera Utara
difokuskan pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah psikososial
dan gangguan jiwa dan pencegahan tersier pada pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan Videbeck, 2008
Varcarolis 2006 pelayanan keperawatan diberikan secara terus menerus continuity of care dari kondisi sehat sampai sakit dan sebaliknya, baik di rumah
maupun di rumah sakit, di mana saja orang berada, dari dalam kandungan sampai lanjut usia. Perawat dapat mengaplikasikan konsep kesehatan jiwa komunitas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga anggota masyarakat sehat jiwa dan yang mengalami gangguan jiwa dapat dipertahankan di lingkungan masyarakat
serta tidak perlu dirujuk segera ke rumah sakit jiwa. Perawat yang memiliki pengetahuan penanganan psikis diharapkan dapat berperan sebagai pendeteksi awal
gangguan psikis dan kejiwaan yang ada di lapangan, yang selanjutnya jika diketahui mengalami masalah psikososial agar segera dibawa ke puskesmas untuk mendapat
perawatan lanjutan dengan pendekatan Community Mental Health Nursing CMHN.
2.2.1 Pendekatan Model Konsep Keperawatan Jiwa dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Masyarakat
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan
kesadaran dan sebagainya melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan Notoatmodjo, 2012. Perilaku kesehatan yang berhasil diadopsi
masyarakat maka akan bertahan lama bahkan selama hidup dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk tindakan atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk
kesehatan.
2.2.2 Community Mental Health Nursing CMHN
Manajemen adalah proses pelaksanaan kerja yang dilakukan melalui orang Gillies, 1994. Manajemen keperawatan adalah pendekatan sistem yang menjelaskan
sebagai suatu proses yang sejajar dan menunjang proses keperawatan. Proses manajemen keperawatan selaras proses keperawatan meliputi tahapan pengumpulan
data pengkajian, diagnosa atau identifikasi masalah kesehatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Adanya keselarasan antara proses manajemen
keperawatan dengan proses asuhan keperawatan diharapkan keduanya saling menopang dalam mewujudkan pelayanan keperawatan yang professional. Pelayanan
keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat yang membutuhkannya, sehingga manajemen pelayanan
keperawatan yang adekuat perlu diterapkan dalam mewujudkan pelayanan keperawatan yang berkualitas Keliat dan Akemat, 2011. Pelayanan Keperawatan
atau intervensi keperawatan untuk penanganan masalah gangguan jiwa berdasarkan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen Kesehatan lebih menekankan pada
upaya pencegahan preventif dan promotif, namun upaya ini tidak akan tercapai bila hanya dilakukan di rumah sakit. Oleh karena itu pandangan hospital based bergeser
menjadi community based.
Universitas Sumatera Utara
CMHN memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan kesehatan jiwa individu, keluarga atau kelompok. Konsep dari community
mental health nursing ditujukan kepada kesehatan jiwa secara kolektif bagi semua orang yang tinggal dimasyarakat Mohr, 2006. Tujuan CMHN yaitu memberikan
pelayanan, konsultasi dan edukasi, informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen komunitas lainnya, menurunkan angka risiko terjadinya gangguan
jiwa. 2.3 Pemberdayaan Keluarga dalam Penanganan Gangguan Jiwa
Pemberdayaan keluarga dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat jiwa, disertai pengembangan lingkungan
yang mendukung pengembangan perilaku sehat jiwa. Pemberdayaan keluarga diperlukan untuk membantu keluarga merawat pasien gangguan jiwa dan mengatasi
masalah dan beban dalam merawat pasien gangguan jiwa. Upaya pemberdayaan keluarga dapat dilakukan di masyarakat dan tatanan pelayanan kesehatan
Upaya pemberdayaan keluarga bertujuan membantu keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga, yaitu 1 mengenal gangguan jiwa anggota
keluarganya, 2 menetapkan pelayanan kesehatan jiwa yang akan digunakan, 3 merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 4 merawat diri
sendiri anggota keluarga yang menjadi care giver, 5 memodifikasi lingkungan keluarga yang mendukung penyembuhan pasien gangguan jiwa, 6 menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Berikut akan diuraikan tentang upaya
Universitas Sumatera Utara
pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga.
2.3.1 Ruang Lingkup Pemberdayaan Keluarga
Menurut Depkes RI 2006 pemberdayaan keluarga ini dibatasi pada pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa, namun untuk berdayanya keluarga
yang mengalami gangguan jiwa harus didukung seluruh pihak yang terkait dengan penanganan penderita gangguan jiwa. Kegiatan yang terkait adalah :
a. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam pemberian informasi dan psikoedukasi masalah kesehatan jiwa.
b. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam merawat pasien gangguan jiwa.
c. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam pemberian dukungan psikologis pada keluarga pasien gangguan jiwa.
d. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam peningkatan kemandirian melalui jejaring dukungan keluarga.
e. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa melalui kerjasama lintas sektor.
f. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam pencatatan dan pelaporan.
g. Peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petugas kesehatan, penyedia program kesehatan, lintas program, lintas sektor, kader kesehatan, dan organisasi
masyarakat serta pihak swasta yang peduli terhadap kesehatan jiwa dalam monitoring dan evaluasi.
2.3.2 Strategi Pemberdayaan Keluarga
Strategi yang harus dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa, antara lain:
a. Meningkatkan sosialisasi kebijakan, strategi dan materi program pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa pada seluruh stakeholder.
b. Mengoptimalkan peran dan fungsi-fungsi sektor terkait sesuai dengan tugas pokok, dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, serta mekanisme
Universitas Sumatera Utara
kerja dan koordinasi program yang dilaksanakan secara sinkron dan sinergis dalam pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa.
c. Mengembangkan kelompok-kelompok jejaring dukungan keluarga Family Support Network yang berbasis wilayah, dalam meningkatkan kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga pasien gangguan jiwa.
d. Meningkatkan kemandirian dan kualitas keluarga pasien gangguan jiwa. 2.3.3
Upaya Pemberdayaan Keluarga Melalui Edukasi Family Psycho Education
Family Psychoeducation FPE adalah tindakan keperawatan spesialis yang tepat untuk diberikan pada keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami
gangguan kesehatan baik penyakit fisik maupun gangguan jiwa. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik Stuart dan
Laraia, 2005. Keluarga menjadi unit penting yang mempengaruhi kesehatan pasien karena
keluarga yang akan merawat pasien dirumah. Terlebih untuk keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa yang memerlukan perawatan jangka
panjang. Psikoedukasi keluarga ini merupakan sebuah metode yang berdasarkan pada penemuan klinik terhadap pelatihan keluarga yang bekerjasama dengan tenaga
keperawatan jiwa professional sebagai bagian dari keseluruhan tindakan klinik untuk anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa Keliat dan Akemat, 2011.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk mengurangi kekambuhan pasien gangguan jiwa, meningkatkan fungsi pasien dan keluarga sehingga mempermudah pasien
Universitas Sumatera Utara
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat dengan memberikan penghargaan terhadap fungsi sosial dan okupasi pasien gangguan jiwa. Meningkatkan pengetahuan
anggota keluarga tentang penyakit dan pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga dalam upaya menurunkan angka kekambuhan, mengurangi beban keluarga,
melatih keluarga untuk bisa mengungkapkan perasaan, bertukar pandangan antar anggota keluarga atau orang lain Keliat dan Akemat, 2011.
Terapi psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif karena dalam terapi mengandung unsur untuk meningkatkan pengetahuan keluarga
tentang penyakit, mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala–gejala penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi
anggota keluarga itu sendiri. Tujuan program pendidikan ini adalah meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan keluarga bagaimana teknik
pengajaran untuk keluarga dalam upaya membantu mereka melindungi keluarganya dengan mengetahui gejala-gejala perilaku dan mendukung kekuatan keluarga Stuart
dan Laraia, 2005. Aktifitas program psychoeducational untuk keluarga menurut Stuart dan
Laraia 2005, dapat meningkatkan kemampuan terdapat unsur didaktik yaitu : Komponen didaktik: memberikan informasi tentang gangguan jiwa dan sistim
kesehatan jiwa. Kemampuan kognitif yang mengalami peningkatan yaitu keluarga mampu mengetahui penyebab gangguan jiwa, tanda gejala gangguan jiwa akibatnya
keluarga mampu untuk merawat pasien gangguan jiwa.
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan program pendidikan mempunyai batasan dan didesain terbatas terutama untuk pola pikir dan perilaku dari keluarga. Yang paling penting dari
program psikoedukasi keluarga adalah bertemu keluarga berdasarkan pada kebutuhan dan keluarga memberi kesempatan untuk bertanya, bertukar pandangan dan
bersosialisasi dengan anggota yang lain dan profesi kesehatan mental. Psikoedukasi keluarga sangat efektif diberikan kepada keluarga. Kenaikan kemampuan psikomotor
pada kelompok intervensi dimungkinkan karena terapi psikoedukasi keluarga yang berkaitan dengan adanya komponen ketrampilan latihan yang terdiri dari :
komunikasi, latihan menyelesaikan konflik, latihan asertif, latihan mengatasi perilaku dan mengatasi stress. Komponen latihan terdapat dalam sesi tiga yaitu demonstrasi
keluarga cara berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain, memperagakan cara beraktifitas dan meragakan cara memberikan obat pada pasien.
Peningkatan kemampuan psikomotor ini kemungkinan berkaitan dengan teori belajar yang menjelaskan bahwa seorang belajar bukan saja dari pengalaman
langsung, tetapi dari peniruan, peneladanan modeling. Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan artinya seseorang mampu memiliki ketrampilan
tertentu bila terdapat jalinan positif dan stimuli yang diamati dan karakteristik diri seseorang. Kemampuan psikomotor dalam merawat klien ditujukan pada kemampuan
keluarga untuk senantiasa memberi pujian dan penghargaan pada klien, berupaya memberi dukungan pengobatan dengan membawa klien berobat ke pelayanan
kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Notoatmodjo 2007 menentukan bahwa kecakapan untuk menyelesaikan problem praktis, meningkat pada usia 40-50 tahun. Kemampuan psikomotor
didapatkan sebagian besar keluarga mampu meragakan cara berinteraksi, berkenalan dengan orang lain dan yang jarang dilakukan adalah mengontrol minum obat dan
melibatkan dalam aktifitas, karena klien masih dirawat di rumah sakit. Penelitian Wardani dkk, 2006 dalam penelitian yang berjudul pengaruh
psikoedukasi terhadap beban dan kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi di Yogyakarta. Keluarga yang mendapatkan terapi psikoedukasi keluarga
meningkatkan kemampuan yang bermakna sebesar 25,36 kali. Goldenberg 2004 menyatakan bahwa psikoedukasi adalah terapi yang diberiakan untuk memberikan
informasi terhadap keluarga yang mengalami distress, memberikan pendidikan pada mereka untuk meningkatkan ketrampilan, untuk dapat memahami dan meningkatkan
koping akibat gangguan jiwa yang dpat mengakibatkan masalah pada keluarga. Lawrenece dan Veronika 2002 mengungkapkan terjadi peningkatan 33
pada kelompok klien skizofrenia setelah diberikan terapi psikoedukasi keluarga, karena dalam psikoedukasi keluarga berisi tentang : peningkatan hubungan yang
positif antara anggota keluarga, meningkatkan stabilitas keluraga, menajemen stess keluarga, kemampuan motorik keluarga melalu role play. Dengan demikian dapat
disimpulkan penelitian ini menjawab hipotesa bahwa terapi psikoedukasi keluarga meningkatkan kemampuan keluarga secara bermakna dalam merawat klien isolasi
sosial.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pemberdayaan keluarga pasien gangguan jiwa untuk mampu mengenal gangguan jiwa, dilakukan oleh tenaga kesehatan di masyarakat lingkungan tempat
tinggal dan tatanan pelayanan kesehatan, yaitu puskesmas, rumah sakit umum daan swasta yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, dan rumah sakit jiwa.
a. Upaya Petugas Kesehatan di Masyarakat dalam Membantu Keluarga Mengenal Gangguan Jiwa. Tenaga kesehatan di masyarakat adalah perawat dan dokter
Puskesmas yang telah dilatih tentang pelayanan kesehatan jiwa. Upaya tenaga kesehatan di masyarakat dalam membantu keluarga mengenal masalah,
dilakukan dengan cara: 1 Memberikan penyuluhan gangguan jiwa tentang: pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, dan akibat dari gangguan jiwa. 2 Mendeteksi pasien gangguan jiwa melalui pengkajian.
3 Menjelaskan gangguan jiwa yang dialami oleh pasien. 4 Menjelaskan masalah dan beban yang dapat dialami keluarga.
5 Mengidentifikasi masalah dan beban yang dialami oleh keluarga. 6 Menjelaskan masalah dan beban yang dialami oleh keluarga.
b. Upaya Petugas Kesehatan di Pelayanan Kesehatan dalam Membantu Keluarga Mengenal Gangguan Jiwa. Tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan adalah
perawat dan dokter Puskesmas, Rumah Sakit Umum dan swasta yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa, serta Rumah Sakit Jiwa, yang telah dilatih
tentang pelayanan kesehatan jiwa. Upaya pemberdayaan keluarga untuk
Universitas Sumatera Utara
mengenal masalah, dilakukan tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan dengan cara:
1 Menginformasikan tentang gangguan jiwa: pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan akibat dari gangguan jiwa, melalui informasi langsung pada
pengunjung, pembagian leaflet, pemasanganan poster. 2 Mendeteksi gangguan jiwa melalui pengkajian terhadap pasien yang
berkunjung ke Puskesmas, RS Umum dan swasta yang memiliki fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Misalnya tenaga kesehatan mendeteksi pasien
yang bicara atau senyum-senyum sendiri, atau tanda dan gejala gangguan jiwa lainnya, saat pasien sedang menunggu giliran panggilan untuk
pemeriksaan. 3 Menjelaskan kondisi gangguan jiwa yang dialami oleh pasien.
4 Menjelaskan masalah dan beban yang dapat dialami keluarga. 5 Mengidentifikasi masalah dan beban yang dialami oleh keluarga.
6 Menjelaskan masalah dan beban yang dialami oleh keluarga.
c. Keluarga Menetapkan Pelayanan Kesehatan Jiwa yang Akan Digunakan. Upaya