Analisis Perhitungan Population Attributable Risk PAR

pendidikan tinggi akan lebih banyak membawa anaknya berobat ke fasilitas kesehatan, tetapi ibu dengan pendidikan rendah akan lebih memilih membawa anak ke dukun atau mengobati sendiri. Pemanfaatan pelayanan kesehatan ini juga berkaitan dengan seberapa besar kesadaran keluarga mengalokasikan anggaran pendapatan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

5.5 Analisis Perhitungan Population Attributable Risk PAR

Dengan menghitung PAR dapat diketahui proporsi balita penderita pneumonia di masyarakat yang dapat dicegah, bila faktor risiko terjadinya pneumonia tersebut dihilangkan. Hasil perhitungan PAR variabel hasil chi-square p0,05 dan OR2 pada beberapa faktor risiko adalah sebagai berikut: 1. Sebanyak 44 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat dicegah dan diantisipasi sebelumnya melalui pemberian imunisasi campak. 2. Sebanyak 30 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat dicegah dan diantisipasi sebelumnya melalui pemberian imunisasi DPT. 3. Sebanyak 50 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat dicegah dan diantisipasi sebelumnya melalui pemberian ASI Eksklusif. 4. Sebanyak 27 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat didiagnosa dan dilakukan pencegahan sebelumnya segera saat lahir dengan mengetahui berat badan lahir. 5. Sebanyak 60 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat diprediksi dan didiagnosa sebelumnya serta dilakukan pencegahan ketika telah diketahui riwayat asma yang dideritanya. 6. Sebanyak 16 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat diprediksi dan diantisipasi sebelumnya saat telah diketahui apakah ibu bekerja atau tidak. Sehingga ibu yang tidak bekerja yang dianggap mencerminkan pendidikannya dan pendapatan yang memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia balita dapat diberi edukasi mengenai pentingnya upaya-upaya pencegahan terjadinya pneumonia pada balita. 7. Sebanyak 71 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat dicegah dan diantisipasi sebelumnya dengan menghindari kebiasaan merokok anggota keluarga. 8. Sebanyak 52 balita yang mengalami pneumonia sebenarnya dapat dicegah dan diantisipasi sebelumnya dengan selalu menggunakan pelayanan kesehatan dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. 5.6 Faktor Risiko Paling Dominan Berpengaruh terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2013 Hasil akhir penelitian ini menjelaskan 6 variabel yang berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita yaitu variabel status imunisasi DPT dengan p value=0,012, berat badan lahir dengan p value=0,006, riwayat asma dengan p value=0,007, pekerjaan ibu dengan p value=0,006, kebiasaan merokok dengan p value=0,003 dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan p value=0,012. Dari hasil uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita adalah kebiasaan merokok keluarga. Pengeluaran perkapita perbulan untuk rokok menjadi peringkat kedua setelah beras. Hal ini disebabkan rokok merupakan bagian penting dari adat istiadat di kabupaten karo. Memberikan rokok kepada teman bicara adalah salah satu bagian yang sangat penting dan sensitif serta istimewa dalam acara adat. Sehingga masyarakat di kabupaten karo tetap menyelipkan rokok dalam barisan adat istiadatnya. Rokok telah dan masih menjadi satu kebutuhan adat bagi masyarakat di Kabupaten Karo. Sedangkan pengeluaran untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan masih sangat rendah. Hal ini diperoleh dari hasil penelitian yang menunjukkan pemanfaatan pelayanan kesehatan juga merupakan salah satu variabel yang memiliki makna yang berarti sebagai faktor risiko dalam pengaruhnya terhadap kejadian pneumonia balita. Pendapat masyarakat tentang jauhnya tempat tinggal mereka dengan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya sehingga membutuhkan uang untuk transportasi membuat masyarakat khusus dari pedesaan jarang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Walaupun pemerintah sudah memberikan layanan pengobatan gratis,namun berita yang beredar di masyarakat bahwa layanan pengobatan gratis hanya mengandalkan pengobatan seadanya dan terbatas membuat masyarakat juga tidak memanfaatkannya. Akhirnya mereka cenderung melakukan pengobatan sendiri atau pengobatan tradisional.

5.7 Keterbatasan Penelitian