Faktor Anak Faktor Risiko

Sedangkan faktor risiko meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan menderita penyakit kronis. Depkes RI, 2000. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 3 faktor yaitu: faktor balita, faktor lingkungan dam faktor perilaku.

2.4.1 Faktor Anak

a. Umur Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan dengan anak balita. Anak berumur kurang dari 1 tahun mengalami batuk pilek 30 lebih besar dari kelompok anak berumur anatara 2 sampai 3 tahun. Mudahnya usia di bawah 1 tahun mendapatkan risiko pneumonia disebabkan imunitas yang belum sempurna dan lubang saluran pernafasan yang relatif masih sempit. Menurut Daulaire 1991, risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak berumur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak dibawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang masih sempit. b. Jenis kelamin Dalam program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut P2 ISPA dijelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia Depkes RI, 2004. Menurut Sunyataningkamto 2004, hal ini disebabkan karena diameter saluran pernafasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan atau adanya perbedaan dalam daya tahan tubuh antara anak laki-laki dan perempuan. Dari penelitian di Indramayu yang dilakukan selama 1,5 tahun didapatkan kesimpulan bahwa pneumonia lebih banyak menyerang balita berjenis kelamin laki-laki 52,9 dibandingkan perempuan Sutrisna, 1993. c. Status Imunisasi Campak Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita. Salah satu pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Sekitar 43,1 - 76,6 kematian akibat ISPA yang berkembang dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis, dan Campak. Bila anak sudah dilengkapi dengan imunisasi DPT dan campak, dapat diharapkan perkembangan penyakit ISPA tidak akan menjadi berat. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti Difteri, Pertusis dan Campak. Maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam pemberantasan ISPA. Dengan imunisasi campak yang efektif, sekitar 11 kematian pneumonia balita dapat dicegah. Dari hasil pengamatan selama 58 tahun periode penelitian di Amerika Serikat terhadap kematian karena pneumonia balita diamati sejak tahun 1939 sampai 1996 menunjukkan vaksinasi campak berperan dalam menurunkan kematian akibat pneumonia Sjenileila, 2002. d. Imunisasi DPT Imunisasi membantu mengurangi kematian anak dari pneumonia dalam dua cara. Pertama, vaksinasi membantu mencegah anak dari infeksi yang berkembang langsung menyebabkan pneumonia, misalnya Haemophilus influenza tipe b Hib. Kedua, imunisasi dapat mencegah infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit misalnya, campak dan pertusis. Tiga vaksin yang memiliki potensi untuk mengurangi kematian anak dari pneumonia adalah vaksin campak, Hib, dan vaksin pneumokokus. Imunisasi DPT merupakan salah satu imunisasi yang efektif untuk mengurangi faktor yang meningkatkan kematian akibat ISPA UNICEF, WHO 2006. Menurut Susi 2011, balita yang tidak mendapatkan imunisasi DPT mempunyai peluang mengalami pneumonia sebanyak 2,34 kali disbanding balita yang mendapatkan imunisasi DPT dan hasil uji statistic menyatakan ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi DPT pada balita dengan kejadian pneumonia p value = 0,049: α = 0,05. e. Status Pemberian Vitamin A Sejak tahun 1985 setiap 6 bulan posyandu memberikan kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan empat tahun. Pemberian kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak anak berusia enam bulan. Kapsul merah dosis 100.000 IU diberikan untuk bayi umur 6- 11 bulan dan kapsul biru dosis 200.000 IU untuk anak umur 12-59 bulan. Pemberian vitamin A berperan sebagai protektif melawan infeksi dengan memelihara integritas epitelfungsi barier, kekebalan tubuh dan mengatur pengembangan dan fungsi paru Klemm, 2008. Menurut Sutrisna 1993, dikatakan bahwa ada hubungan antara pemberian vitamin A dengan risiko terjadinya ISPA. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anak dengan Xerophtalamin ringan memiliki risiko dua kali menderita ISPA, terutama anak-anak yang berusia kurang dari 3 tahun. f. Status Gizi Balita Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia Sutrisna, 1993. Beberapa studi melaporkan kekurangan gizi akan menurunkan kapasitas kekebalan untuk merespon infeksi pneumonia termasuk gangguan fungsi granulosit, penurunan fungsi komplemen dan menyebabkan kekurangan mikronutrien Sunyataningkamto, 2004. Sjenileila Boer 2002 menjelaskan bahwa status gizi mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia dengan nilai OR: 3,194 95 CI: 1,585- 6,433. g. Pemberian ASI Eksklusif Air susu ibu diketahui memiliki zat yang unik bersifat anti infeksi. ASI juga memberikan proteksi pasif bagi tubuh balita untuk menghadapi patogen yang masuk ke dalam tubuh. Pemberian ASI eksklusif terutama pada bulan pertama kehidupan bayi dapat mengurangi insiden dan keparahan penyakit infeksi. Sehingga pemberian ASI secara Eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Hasil penelitian Naim 2001 di Jawa Barat menjelaskan anak usia 4 bulan – 24 bulan yang tidak mendapat ASI Eksklusif menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap terjadinya pneumonia dan memiliki risiko terjadinya pneumonia 4,76 kali disbanding anak umur 4 bulan-24 bulan yang diberi ASI eksklusif ditunjukkan dengan nilai statistic OR=4,76 95 CI: 2,98-7,59. h. Berat Badan Lahir Bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR mempunyai risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal. Hal ini terutama terjadi pada bulan-bulan pertama kelahiran sebagai akibat dari pembentukan zat anti kekebalan yang kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan penyakit saluran pernafasan lainnya. Hasil penelitian Herman 2002 di Sumatera Selatan menjelaskan balita yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah memilki risiko 1,9 kali untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan bayi yang mempunyai riwayat berat badan normal namun efek tersebut secara statistic tidak bermakna hal ini ditunjukkan dengan nilai OR= 1,9 95 CI: 0,7-4,9 p=0,175. i. Riwayat Asma Dawood 2010 menjelaskan anak-anak dengan asma akan mengalami peningkatan risiko terkena radang paru-paru sebagai komplikasi dari influenza. Bayi dan anak-anak kurang dari lima tahun berisiko lebih tinggi mengalami pneumonia sebagai komplikasi dari influenza saat dirawat di rumah sakit. Bayi usia 6 bulan-2 tahun dengan asma mempunyai risiko dua kali lebih tinggi menderita pneumonia.

2.4.2 Faktor Lingkungan