Pemodelan Multivariat Perhitungan Population Attributable Risk PAR

4.8 Analisis Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Rumah Sakit Umum Kabanjahe 4.8.1 Seleksi Bivariat Tabel 4.10 Analisis Faktor Risiko Yang Berpengaruh terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2013 Variabel P value Status Imunisasi Campak 0,009 Status Imunisasi DPT 0,005 Status Pemberian Vitamin A 0,451 Status Gizi Balita 0,769 Pemberian ASI Eksklusif 0,004 Berat Badan Lahir 0,002 Riwayat Asma 0,000 Pendidikan Ibu 0,067 Pekerjaan Ibu 0,018 Sosial Ekonomi 0,192 Kebiasaan Merokok Keluarga 0,000 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 0,000 p value 0,25 Dari hasil analisis bivariat, variabel yang memenuhi syarat untuk masuk pemodelan multivariat dengan p value 0,25 adalah status imunisasi campak, status imunisasi DPT, pemberian ASI Eksklusif, berat badan lahir, riwayat asma, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sosial ekonomi, kebiasaan merokok keluarga, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan

4.8.2 Pemodelan Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat beberapa variabel yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap kejadian pneumonia. Pada penelitian ini dipergunakan uji regresi logistik ganda multiple logistic regression untuk mencari faktor risiko yang paling dominan terhadap kejadian pneumonia pada anak balita di RSU Kabanjahe Kabupaten Karo. Adapun tahapan analisis multivariat sebagai berikut: a. Melakukan analisis pada model univariat pada setiap variabel dengan tujuan untuk mengestimasi peranan masing-masing variabel b. Melakukan pemilihan variabel yang potensial untuk dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap bermakna adalah variabel yang mempunyai nilai p lebih kecil dari 0,25 p0,25 c. Pembuatan model faktor risiko kejadian pneumonia, variabel yang akan dimasukkan di dalam model adalah variabel yang mempunyai nilai p lebih kecil dari 0,05. Dalam penelitian ini ada 12 variabel yang diduga berpengaruh terhadap kejadian pneumonia yaitu: Status Imunisasi Campak, Status Imunisasi DPT, Status Pemberian Vitamin A, Status Gizi Balita, Pemberian ASI Eksklusif, Berat Badan Lahir, Riwayat Asma, Pendidikan Ibu, Pekerjaan Ibu, Sosial Ekonomi, Kebiasaan Merokok Keluarga, Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. Untuk membuat model multivariat, variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan variabel kejadian pneumonia dependen, seperti pada tabel 4.10. Dari hasil analisis bivariat, variabel yang memenuhi syarat untuk masuk pemodelan multivariat dengan p value 0,25 adalah status imunisasi campak, status imunisasi DPT, pemberian ASI Eksklusif, berat badan lahir, riwayat asma, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sosial ekonomi, kebiasaan merokok keluarga, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan variabel dominan yang memengaruhi kejadian pneumonia. Dalam pemodelan ini semua kandidat dicobakan secara bersama-sama, kemudian variabel yang nilai p-value 0,05 akan dikeluarkan secara berurutan dimulai dari nilai p value terbesar backward selection. Tabel 4.11 Langkah Pertama Regresi Logistik Analisis Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2013 Variabel B SE Wald P value Status imunisasi campak 0,014 0,599 0,001 0,981 Status imunisasi dpt -1,431 0,678 4,456 0,035 Asi eksklusif -0,747 0,600 1,551 0,213 Berat badan lahir -1,695 0,760 4,982 0,026 Riwayat asma -2,066 0,575 12,895 0,000 Pendidikan ibu -0,720 0,728 0,979 0,322 Pekerjaan ibu -1,713 0,871 3,871 0,049 Sosial ekonomi -0,149 0,561 0,070 0,791 Kebiasaan merokok -2,185 0,694 9,912 0,002 Pemanfaatan pelayanan kesehatan -1,715 0,570 9,063 0,003 dikeluarkan secara bertahap backward selection Setelah dikeluarkan variabel dengan nilai p 0,05 secara bertahap, maka didapatkan 6 variabel yang akan masuk sebagai kandidat model yaitu: status imunisasi DPT, berat badan lahir, riwayat asma, pekerjaan ibu, kebiasaan merokok dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam proses pemodelan ini juga dilakukan uji interaksi antara kombinasi terhadap variabel bebas yang secara substansibiologis berinteraksi. Kesimpulan dari uji interaksi ini dapat dilihat langsung dari nilai p value nya. Jika p value lebih besar dari 0,05 berarti tidak ada interaksi antar variabel sehingga dapat masuk kedalam model. Model yang valid adalah model tanpa ada interaksi antar variabel. Tabel 4.12 Hasil Uji Interaksi Variabel P value Status imunisasi DPTBerat Badan Lahir 0,932 Status imunisasi DPTriwayat asma 0,995 Status imunisasi DPTpekerjaan ibu 0,816 Status imunisasi DPTpemanfaatan pelayanan kesehatan 0,297 Riwayat asmaBerat Badan Lahir 0,977 Riwayat asmapekerjaan ibu 0,335 Riwayat asmamerokok 0,479 Berat badan lahirkebiasaan merokok 0,197 Berat badan lahirpekerjaan ibu 0,278 Pekerjaan ibumerokok 0,704 Pekerjaan ibu Pemanfaatan pelayanan kesehatan 0,255 Dari hasil uji interaksi memperlihatkan p value 0,05 berarti tidak ada interaksi antar setiap variabel sehingga semua variabel dapat masuk kedalam model. Tabel 4.13 Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Untuk Pemodelan Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2013 Variabel B SE Wald OR 95 CI P value Status imunisasi DPT 0,816 0,325 6,311 2,262 1,197-4,278 0,012 Berat badan lahir 0,995 0,360 7,623 2,704 1,335-5,479 0,006 Riwayat asma 0,932 0,343 7,387 2,541 1,297-4,977 0,007 Pekerjaan ibu 0,590 0,302 3,812 2,014 1,995-3,262 0,006 Kebiasaan merokok 1,019 0,339 9,027 2,770 1,425-5,385 0,003 Pemanfaatan pelayanan kesehatan 0,889 0,352 6,375 2,433 1,220-4,852 0,012 Overal Percentage 82,8 Dari keseluruhan proses analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari 10 variabel pada tahap backward selection yang diduga berpengaruh dengan kejadian pneumonia pada balita di RSU Kabanjahe terdapat 6 variabel yang secara bermakna berpengaruh yaitu: status imunisasi DPT, berat badan lahir, riwayat asma, pekerjaan ibu, kebiasaan merokok, pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dengan demikian diperoleh model regresi dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y = 2,570+0,816 imunisasi DPT+0,995 berat badan lahir+ 0,932riwayat asma+ 0,590 pekerjaan ibu+ 1,019kebiasaan merokok+ 0,889pemanfaatan pelayanan kesehatan Dari model diatas didapatkan suatu turunan perhitungan matematika tentang probabilitas anak balita untuk menderita pneumonia adalah 1 Pneumonia= 1+e 2,570+0,816DPT+0,995beratbadanlahir+0,932asma+0,590pekerjaanibu+1,019merokok+0,889Yankes Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi tinggi atau rendahnya pengaruh faktor risiko dalam pengaruhnya dengan pneumonia sebesar 82,8 overall percentage 82,8. Pada variabel status imunisasi DPT dengan nilai OR 2,262 95CI:1,197-4,278 artinya balita yang menderita pneumonia 2,3 kali kemungkinannya tidak mendapatkan imunisasi DPT dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Demikian juga dengan variabel berat badan lahir dengan OR 2,704 95CI:1,335-5,479 artinya balita yang menderita pneumonia 2,7 kali kemungkinannya balita dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Pada variabel riwayat asma dengan nilai OR 2,541 95CI:1,297-4,977 artinya anak balita yang menderita pneumonia 2,5 kali kemungkinannya memiliki riwayat asma dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Pada variabel pekerjaan ibu dengan nilai OR 2,014 95CI:1,995-3,262 artinya balita yang menderita pneumonia 2 kali kemungkinannya berasal dari ibu yang tidak bekerja dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Demikian juga dengan variabel kebiasaan merokok dengan OR 2,770 95CI:1,425-5,385 artinya balita yang menderita pneumonia 2,7 kali kemungkinannya merupakan balita dari keluarga yang memiliki kebiasaan merokok dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Pada variabel pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan nilai OR 2,433 95CI:1,220-4,852 artinya balita yang menderita pneumonia 2,4 kali kemungkinannya berasal dari keluarga yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan dibandingkan dengan balita yang tidak menderita pneumonia. Berdasarkan nilai OR, kita dapat memperkirakan kekuatan pengaruh variabel status imunisasi DPT, berat badan lahir, riwayat asma, pekerjaan ibu, kebiasaan merokok dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam pengaruhnya terhadap kejadian pneumonia. Makin besar nilai OR, makin kuat pula pengaruh variabel tersebut terhadap kejadian pneumonia. Variabel dengan nilai OR terbesar merupakan variabel paling dominan atau berisiko dalam pengaruhnya terhadap kejadian pneumonia. Pada penelitian ini variabel paling dominan adalah kebiasaan merokok dengan OR:2,770 95CI:1,425-5,385, diikuti oleh berat badan lahir dengan nilai OR:2,704 95CI:1,335-5,479, riwayat asma dengan OR:2,541 95CI:1,297- 4,977, pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan OR:2,433 95CI:1,220-4,852, status imunisasi DPT OR:2,262 95CI:1,197-4,278 dan pekerjaan ibu dengan OR 2,014 95CI:1,995-3,262. Dalam model ini dapat memperkirakan pengaruh faktor risiko dalam pengaruhnya terhadap kejadian pneumonia sebesar 82,8.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh antara Faktor Balita terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di RSU Kabanjahe