Sanitasi Karakteristik Pengotor studi komprehensif proses cip pada produksi susu

termasuk diantaranya adalah Escherichia, Enterobacter, Salmonella, dan Klebsiella. Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi dilakukan segera setelah pengolahan. Mikroorganisme indikator tersebut dapat berasal dari beberapa sumber misalnya dari alat-alat pengolahan yang digunakan, dari pekerja pengolah makanan, atau dari hewan yang mencemari tempat pengolahan Fardiaz, 1987.

C. Sanitasi

Kata sanitasi diturunkan dari kata latin sanitas yang berarti sehat. Kata ini kemudian dipergunakan di industri pangan yaitu sanitasi yang berarti membuat dan mempertahankan kondisi higienis dan sehat. Sanitasi merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk menyediakan makanan yang sehat yang ditangani dalam suatu lingkungan yang higienis untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme yang menyebabkan penyakit keracunan dan untuk meminimalkan perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk makanan Marriott, 1999. Menurut Tjiptadi dan Mulyorini 1989, ilmu sanitasi adalah pengetahuan tentang berbagai kegiatan yang berkaitan dengan tindakan sanitasi. Tindakan sanitasi meliputi segala kegiatan atau perlakuan pembasmian bakteri yang cukup memadai terhadap suatu permukaan yang bersih, yaitu apabila suatu bahan pembasmi bakteri digunakan terhadapnya tidaklah efektif dengan adanya gemuk, tanah atau sisa-sisa produk.

D. Karakteristik Pengotor

Pemilihan zat kimia untuk higiene dan sanitasi beserta kadarnya ditentukan dan disesuaikan dengan perkiraan tingginya derajat pengotoran oleh sisa makanan pada permukaan alat dan mesin pengolahan Winarno dan Surono, 2004. Karakteristik pengotor dan klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dalam industri susu, pengotor umumnya terdiri dari mineral, lemak, karbohidrat, protein dan air. Selain itu, dapat juga terbentuk film putih atau abu-abu yang sering disebut sebagai milkstone atau waterstone. Film ini biasanya berakumulasi pada permukaan peralatan secara perlahan karena pencucian yang tidak bersih atau penggunaan air keras, atau keduanya Marriott, 1999. Tabel 2. Karakteristik Pengotor pada Permukaan MesinAlat Schmidt, 1997 Jenis Pengotor Kelarutan Kemudahan untuk Dibersihkan Reaksi Akibat Panas Gula Larut air Mudah Karamelisasi Lemak Larut basa Sulit Polimerisasi Protein Larut basa Sangat sulit Denaturasi Pati Larut air, larut basa Mudah hingga cukup mudah Interaksi dengan senyawa lain Garam monovalen Larut air, larut asam Mudah hingga sulit Umumnya tidak signifikan Garam polivalen Larut asam Sulit Interaksi dengan senyawa lain Tabel 3. Klasifikasi Pengotor Marriott, 1999 Jenis Pengotor Subclass Pengotor Contoh Deposit Pengotor inorganik Deposit hard water Deposit logam Deposit basa Kalsium karbonat dan magnesium karbonat Karat, oksida lainnya Film yang terbentuk oleh pencucian yang salah setelah penggunaan bahan pembersih basa Pengotor organik Deposit makanan Deposit petroleum Deposit non petroleum Sisa makanan Minyak lubrikasi Lemak hewan dan minyak tanaman Selain pengotor yang telah disebutkan diatas, pada permukaan mesin atau peralatan dapat terbentuk biofilm. Menurut Mittelman 1998, bakteri menempel dan membentuk biofilm pada permukaan melalui tiga tahapan proses. Sepanjang tahap pertama, permukaan dilapisi dengan film organik dengan cepat. Film ini tersusun dari senyawa protein seperti albumin. Tahap kedua terjadi proses adhesi pada permukaan mesin dan peralatan. Sel-sel tunggal bakteri ditransportasikan pada permukaan dan ikatan dapat balik terbentuk antara dinding sel dan substrat. Selanjutnya, senyawa polimer ekstraselular bakteri terbentuk. Senyawa polimer ekstraselular memediasi penempelan koloni primer bakteri pada film organik. Pada tahap terakhir biofilm telah terbentuk. Biofilm merupakan pengotor yang menyebabkan berbagai permasalahan serius di industri pangan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik biofilm yang lebih tahan terhadap desinfektan dibandingkan bentuk bakteri tunggalnya Mittelman 1998.

E. Bahan pembersih