Teori Strategi Komunikasi LANDASAN TEORITIS

a. Individual Differences Theory Teori ini menyatakan bahwa khalayak yang secara selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya apabila bersangkutan dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya, dan nilai-nilainya. Tanggapanya terhadap pesan komunikasi seperti itu akan diubah oleh tataan psikologisnya. b. Social Categories Theory Asumsi dasar dari teori ini ialah bahwa kendatipun masyarakat modern sifatnya heterogen, orang yang mempunyai sejumlah sifat yang sama akan memiliki pola hidup tradisional yang sama. Kesamaan orientasi dan perilaku ini akan mempunyai kaitan dengan gejala yang diakibatkan media massa. Suatu kelompok dari khalayak akan memilih isi pesan komunikasi yang kira-kira sama dan akan memberikan tanggapan yang kira-kira sama pula. c. Social Relationship Theory Menurut teori tersebut, sebuah pesan komunikasi mula-mula disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang- lengkap atau well informed , dan dinamakan “pemuka pendapat” atau opinion leaders. Oleh pemuka pendapat ini pesan komunikasi tersebut diteruskan melalui saluran antarpersona dari mulut ke mulut, kepada orang-orang yang kurang terpaannya oleh media massa atau, dengan perkataan lain, orang-orang yang tidak berlangganan surat kabar, radio dan televisi. Dalam hubungan sosial yang seperti itu, si pemuka pendapat tadi bukan saja meneruskan informasi, tetapi juga menginterprestasikannya. d. Cultural Norms Theory Pada hakikatnya merupakan anggapan yang mendasar bahwa, melalui penyajian yang selektif dan penekanan pada tema tertentu, media massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara yang khusus. 16 D. Unsur – Unsur Komunikasi Antar Budaya Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Banyak aspek budaya turut menetukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan langsung atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi. Unsur budaya ini mempengaruhi persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Persepsi adalah proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan ekseternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara mengubah energi fisik lingkungan menjadi pengalaman bermakna. Perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya. Budaya cenderung menetukan kriteria mana yang penting ketika mempersepsi sesuatu. 17 Bila memadukan unsur tersebut, sebagaimana yang dilakukan saat berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-komponen suatu sistem stereo – setiap komponen berhubungan dengan komponen lainnya. Dalam keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi sendiri- 16 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004, h. 30. 17 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005 , h. 25. sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya. Dalam kajian komunikasi antar budaya, dikenal tiga unsur utama sosial budaya utama, ialah sebagai berikut : 18 1. Sistem Kepercayaan belief dan Nilai – nilai values Kepercayaan mengkaitkan hubungan antara objek yang diyakini individu, dengan sifat-sifat tertentu objek tersebut secara berbeda-beda. Tingkat, derajat, kepercayaan itu menunjukkan pula kedalaman dan isi kepercayaan seseorang. Jika seseorang merasa lebih pasti dalam kepercayan maka lebih besar pulalah kedalaman dan isi kepercayaan. Budaya memaninkan peranan dalam proses pembentukan kepercayaan. Terlepas dari benar atau salahnya penerimaan dan penggunaannya oleh individu yang berbeda latar belakang kebudayaan dalam komunikasi antar budaya. Dengan kata lain komunikasi antar budaya tidak dipersoalkan keyakinannya itu salah atau benar sepanjang berkaitan dengan sesuatu kepercayaan. Hendaknya seseorang hadapi kepercayaan itu sebagaimana adanya, apabila seseorang menginginkan komunikasi efektif dan dapat berhasil dengan memuaskan. Sistem kepercayaan erat kaitannya dengan nilai-nilai values yang ada, sebab nilai-nilai itu adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap, yang meliputi kualitas atau asas-asas seperti: 18 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya Jakarta : UT , 1995, h. 58. - kemanfaatan - kebaikan - keindahan estetika - kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan Di antara nilai-nilai values itu ada yang sudah membaku dan meresap lama melalui proses internalisasi kepada individu-individu. Nilai- nilai budaya ini erat kaitannya dengan nilai agama sehingga sering istilahnya digabung menjadi sistem nilai-nilai budaya dan nilai agama. Kesemua nilai dan norma tersebut adalah aspek evaluatif dari sistem kepercayaan yang menentukan perilaku-perilaku mana yang baik dan buruk, mana yang dituruti dan dihindari. Dibandingkan dengan pemahaman klasifikasi kepercayaan dan nilai, klasifikasi kepercayaan dan sikap sulit memastikannya dilingkungan kelompok. Kesulitannya sejauh mana faktor kepercayaan yang mempengaruhi sikap terhadap diri sendiri dan orang lain serta yang terjadi diantara mereka. 19 2. Sikap dan Pandangan Dunia world view Sikap didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek. Sikap dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan akan turut membentuk sikap, kesiapan untuk merespons dan akhirnya perilaku diri sendiri. 20 19 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya Jakarta : UT , 1995, h. 60. 20 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, h. 27. Jika dihubungkan dengan komunikasi antarbudaya, sikap attitude adalah kesiapan jawaban respons perilaku sehari-hari terhadap dunia, manusia dan peristiwa di lingkungan. Kesiapan sikap perilaku tersebut adalah hasil dan cara belajar merespons lingkungan dalam kawasan budaya tertentu. Proses terbentuknya kecenderungan sikap meliputi tiga unsur: - Unsur kognisi dan keyakinan - Unsur evaluasi - Unsur intensitas harapan 21 Ketiga unsur tersebut berintegrasi dalam proses kejiwaan yang menciptakan kecenderungan-kecenderungan bereaksi terhadap lingkungan. Semua unsur - unsur kebudayaan, adat istiadat, pranata, sistem sosial dan sistem kepribadian sampai pada sistem organik, melatarbelakangi perspektif sikap dan perilaku seseorang. Sikap bukanlah sebuah motif atau reaksi tetapi yang hanya dipahami melalui klasifikasi: - Sikap positif atau konstruktif - Sikap negatif atau destruktif 22 Pandangan Dunia World of View Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhdap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah- masalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk. Pandangan dunia membantu untuk mengetaui posisi dan tingkatan 21 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya Jakarta : UT , 1995, h. 60. 22 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya, h. 61 seseorang dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, sulit melihatnya dalam suatu interaksi antarbudaya. Dengan cara-cara yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan dunia mempengaruhi komunikasi antarbudaya, oleh karena sebagai anggota suatu budaya setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang tertanam dalam jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana seseorang memandangnya. 23 Cara pemahaman pandangan hidup mengenai dunia world view itu adalah melalui substansi dan kerumitan dari pengaruh kuatnya terhadap kebudayaan masyarakat, bangsa-bangsa, yang seringkali tidak disadari. Pandangan hidup mengenai manusia dan alam ini satu dalam keseimbangan dan keselarasanya baik makro dan mikro kosmosnya. Sedangkan pandangan hidup lainnya memandang manusia itulah pusatnya, terpisah dari alam semesta, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikuasai manusia. Umumnya dikenal tiga tipe pandangan dunia : Afrosentris, Eurosentris dan Asiosentris. - Afrosentris, cara pandang bahwa semua realitas itu berada dalam keadaan terpadu dan hidup secara keseluruhan dan dalam keagungan. Tidak ada pemisahan dari segi spiritual dan material. - Asiosentris, cara pandang bahwa materi itu hanyalah sebagai ilusi. Yang bersumber dari alam spiritual itulah yang nyata real. 23 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, h. 29. - Eurosentris adalah memandang materi itu nyata atau riil. Yang spiritual itu adalah ilusi semata. 24 3. Organisasi Sosial Organisasi sosial sebagai unsur budaya, merupakan cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan bagaimana lembaga- lembaganya mempengaruhi cara anggota-anggota budaya itu mepersepsi dunia serta bagaimana pula mereka berorganisasi. Dikenal dua jenis bentuk pengorganisasian yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya. a. Kebudayaan geografis di lingkungan batas-batas wilayah: negara, suku bangsa, kasta, sekte keagamaan dan sebagainya. b. Kebudayaan dalam kedudukan dan peranan sosialnya yang berkaitan dengan cara-cara berperilaku, profesi dan ideologi tertentu. Anggota organisasi sosial masyarakat modern di Indonesia umumnya berperan pada berbagai jenis organisasi sosial di samping sebagai anggota keluarga, ataukah warga RTRW, karyawan kantor pemerintahan dan swasta. Nilai-nilai dan norma kaidah di setiap organisasi dalam peranan dan profesinya tersebut adalah bagian dari nilai-nilai dan norma yang berlaku di lingkungan sebagai keseluruhan unsur budaya. Ada dua faktor yang berpengaruh dalam peranan keorganisasian: pertama, bahwa persepsinya akan berbeda, dan kedua, apa yang dikomunikasikan adalah pencerminan dari apa yang dipersepsikan oleh kebudayaannya. 25 24 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya Jakarta : UT , 1995, h. 61 25 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya Jakarta : UT , 1995, h. 64

E. Akulturasi dan Budaya

1. Pengertian Akulturasi

Menurut istilah ilmu antropologi budaya, akulturasi merupakan proses pencampuran antara dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Akulturasi sebagai istilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari satu pihak dalam proses percampuran yang mengandung pengertian adanya pertukaran kebudayaan dan timbal balik. Proses akulturasi umumnya menyebabkan martabat kedua kebudayaan itu meningkat kepada taraf yang lebih tinggi. Dalam bidang psikiatri berarti proses perubahan budaya, apabila individu dipindahkan dari suatu lingkungan budaya ethnik tertentu ke lingkungan budaya ethnik lain. 26 Akulturasi diberikan pengertian sebagai perpaduan antara dua kebudayaan atau lebih dan telah menyatu sehingga unsur-unsur kebudayaan pembentuknya sudah tidak dapat terlihat lagi. Akulturasi akan mencakup berbagai aspek kehidupan termasuk di dalamnya adalah bahasa, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian. 27 Dalam proses transformasi budaya, ada dua hal unsur penting terhadap pentingnya perubahan nilai, yaitu terjadinya proses inkulturasi dan akulturasi. kedua proses tersebut mempunyai hubungan timbal balik, dan berganti-ganti – dapat merupakan penghalang atau pendorong satu sama lain, dan mengalami proses kelanjutan atau pembekuan. 26 Franklin Books Programs, Ensiklopedi Umum Yogyakarta:Kanisius, 1973, h. 30. 27 Andreas Soeroso, Sosiologi 1 Jakarta:Yudhistira Quadra, 2008, h. 63. Inkulturasi merupakan penempaan-penempaan setiap individu sebagai subjek kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol melawan penyelewengan, dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang. Inkulturasi dianggap berhasil jika terjadi penggabungan antara tradisi dan ekspresi pribadi, sehingga dengan demikian nilai-nilai dapat berasimilasi secara dinamis. Di samping inkulturasi, para proses transformasi budaya terjadi pula apa yang disebut sebagai akulturasi. Proses ini merupakan wahana atau area dua kebudayaan bertemu, di mana masing-masing dapat menerima nilai- nilai bawaanya. Untuk dapat berhasil dengan baik, proses akulturasi perlu memenuhi beberapa syarat, diantaranya syarat persenyawaan affinity, yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut. Gillin mengibaratkan persenyawaan ini sebagai „menyerap‟, sebagai bagian organik, sedangkan Amman melihatnya sebagai „penjiwaan‟ kebudayaan. Syarat lain terbentuknya proses akulturasi adalah adanya keseragaman homogenity, seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya. Kemudian syarat fungsi, seperti nilai baru yang diserap hanya sebagai suatu manfaat yang tidak penting atau hanya sekadar tampilan, sehingga proses akulturasi dapat berlangsung dengan cepat. Dengan demikian, suatu nilai yang tepat fungsi dan bermanfaat bagi kebudayaan sehingga akan memiliki daya tahan lama. Ciri terjadinya proses akulturasi yang utama adalah diterimanya kebudayaan luar yang diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan asal. Sedangkan Soekanto, mengelompokkan unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, di antaranya adalah „kebudayaan benda‟, sesuatu yang besar manfaatnya, dan unsur „kebudayaan‟ yang mudah disesuaikan. Unsur „kebudayaan yang sulit diterima‟, adalah kepercayaan, ideologi, falsafah, dan unsur yang membutuhkan proses sosialisasi. 28

2. Faktor Akulturasi

Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu tetapi beraneka ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki imigran sebelum bermigrasi. Berikut ini faktor akulturasi dalam memberi andil kepada potensi akulturasi yang besar. Kemiripan antara budaya asli imigran dan budaya pribumi mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi. Begitu seseorang imigran memasuki budaya pribumi, proses akulturasi mulai berlangsung. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi. Usia pada saat berimigrasi. Imigran yang lebih tua umumnya mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang baru dan mereka lamban dalam memperoleh pola-pola budaya baru. 29 Latar belakang pendidikan. Faktor penguasaan bahasa ikut juga menentukan. Imigran yang sudah menguasai bahasa masyarakat pribumi, lebih besar potensi akulturasinya. Latar belakang pendidikan imigran 28 Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia Jakarta: Erlangga, 2007, h. 29. 29 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, h. 27.