Peranan Orang Tua Dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

(1)

,

EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK

(Studi Kasus di Lingkungan RT.004 RW.01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara )

Diajukan Kepada Fakultas

ff*rrah

dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.D

Oleh :

Klairatul

Mashfirah

109011000051

JT]RUS$[ PENDIDIKAF{ AGAMA

ISLAM

FAKT]LTAS

ILMU TARBIYAII

DAFT KNGURUANT

UNTVERSITAS

ISLAM

I\IEGERI

SYARIF

HIDAYATT]LLAH

JAKARTA

t435Ht20t4l0'd

l rln


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muarao Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara) disusun

oleh KHAIRATUL MAGI{FIRAH Nomor Induk Mahasiswa 109011000051,

diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 05 Mei 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu penulis berhak memperoleh gelar

sarjana Sl (S.Pd.D dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 05 Mei 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. H. Abdul Maiid Khon. M.As

NrP. 19580707 198703 1 00s

Seketaris (Sekretaris JurusaniProdi) Marhamah Saleh. Lc. MA

NIP. 19720313 200801 2 010

Penguji I

Prof. Dr. Armai Arief, MA

NrP.19560119 198603 1 003

Penguji II

Dr. H. Sapiudin Sidiq. MA

NrP. 19670328 200003 1 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegu{Uan

Tanggal

/*y7

tlf

,otq

an dan l(esurua

,

pry


(3)

Peranan

Orang Tua Dalam

Pengembangan Kecerdasan

Emosional

Dan

Spiritual Anak

(Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara )

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

Sebagai Salah Satu Syarat trntuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Khairatul Maehfirah 109011000051

Di

bawah bimbingan Dosen Pembimbing $kripsi

\

NIP : 19710319 199803 2 001

JT]RUS$T PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM

FAKT]LTAS

ILMU

TARBIYAH

DAII

KEGURUAII

T]NTVERSITAS

ISLAM

NMGERI

SYARIF

HIDAYATT]LLAH

JAKARTA

1435

Hlz0t4Mt

SururinlMA. Dr


(4)

Skripsi

ini

berjudul Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak di Lingkungan RT. 004' RW. 01' Kelurahan

Kamal Muara,

Kecamatan Penjaringan,

Jakarta Utara

disusun oleh

Khairatul Maghfirah,

NIM.

109011000051, Jurusan Pendidikan Agarna Islam,

Fakultas

Ilmu

Tarbiyah

dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya

ilxoiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang

ditetapkan oleh fakultas.

Jakart4 15 April2014

Yang mengesahkarl

I{IP:

t9710319 199803 2001


(5)

JI. lr. H. Juanda No 95 Cipudat 15412 htdoEda Hal 1t1

SURAT PERNYATAAN KARYA

SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Khairatul Maghfirah

Jakart4 30 Okeober 1992

10901 l0000sr

Pendidikan Agama Islam

Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual Anak di Lingkungan RT. 004,

RW. 01

Kelurahan

Kamal

Muara

Kecamatan

Penj aringan Jakarta Utara. Dosen Pembimbing : Dr. Sururin,llA

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apayang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasatr.

Jakart4 15 April2014

Mahasiswa Ybs.

Khairatul Magbfirah NIM. 109011000051 Nama

Tempat Tel. Lahir

NIM

JurusanlProdi Judul Skripsi


(6)

KHAIRATUL MAGHFIRAH, NIM 109011000051. The Role of Parents in Improving Emotional and Spiritual Intelligence of Children (a Case Study in the Area of RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

Emotional and spiritual intelligence are very important for human being. The effort of developing those intelligences must be started from parents because they are the first who are known by their children. The parents are the first school for their children.

The purpose of this research is to describe and know the role of parents in improving emotional and spiritual intelligence of children in area RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. This research used qualitative research approach, therefore the method that was used in this research is descriptive method. In addition, in collecting data, the writer used library research and field research.

Based on the result of the research that has been done by the writer, it shows that the role of parents and the improvement of emotional and spiritual intelligence of children in the area RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara are bad. In addition, it is still had to be developed. The examples or models that were shown by parents were not appropriate yet with the expectations. Generally, those were caused by parents who are busy for their works, even every parent want to have children with the optimal emotional and spiritual. However, as the parents, to be a good model for their children are still not optimal.


(7)

ABSTRAK

KHAIRATUL MAGHFIRAH, NIM 109011000051. PERANAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL ANAK (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

Kecerdasan emosional dan spiritual sangat penting dalam dan bagi kehidupan manusia. Upaya dalam mengembangkan kecerdasan tersebut haruslah dimulai dari orang tua, karena orang tualah yang pertama kali dikenal oleh seorang anak, orang tua merupakan madrasah pertama untuk anaknya.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui peranan orang tua dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian kualitatif dan metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dan di dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, menunjukkan bahwa peran orang tua dan pengembangan kecerdasan emosional dan spiritual anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Penjaringan Jakarta Utara dapat dikatakan kurang baik, dan masih perlu ditingkatkan lagi. Keteladanan yang dicerminkan oleh orang tua belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan, hal itu disebabkan karena umumnya orang tua sibuk bekerja. padahal setiap orang tua menginginkan anaknya memiliki kecerdasan emosional dan spiritual yang optimal, namun untuk menjadi teladan yang baik bagi anaknya masih kurang optimal.


(8)

KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا ها مسب

Assalamu’alaikum, wr. wb.

Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan rahmat dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan program S1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., Tuhan Maha Pengasih, yang tak pernah pilih kasih. Tuhan Maha Penyayang, Yang sayang-Nya tiada terbilang. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada teladan mulia kita Nabi Muhammad saw., yang memandu kita dalam menggapai kebahagiaan didunia dan akhirat, kepada keluarga, sahabat dan kita sebagai pengikutnya yang mendapat syafaat di Yaumil Akhir. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Namun, berkat bantuan dan motivasi yang tak ternilai dari berbagai pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis berusaha dengan kemampuan yang ada untuk menghasilkan penulisan yang baik dan berguna. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ketua Jurusan PAI.

4. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA. sekretaris Jurusan PAI.

5. Ibu Dra. Sofiah, M.Ag dosen penasehat akademik Jurusan PAI Kelas B.

6. Ibu Dr. Sururin, MA. Selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan penuh

kesabaran serta keikhlasan telah banyak meluangkan waktunya, arahan dan bimbingan dari awal proses penulisan hingga akhir penulisan skripsi ini.


(9)

7. Bapak dan Ibu dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama perkuliahan berlangsung, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi sesama dan membawa keberkahan.

8. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

terutama jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang telah memberikan kontribusi selama penulis menjadi mahasiswa.

9. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut

memberikan pelayanan dan fasilitas untuk meminjam buku-buku perkuliahan dan refrensi untuk skripsi ini.

10. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang tak hentinya berdoa untuk penulis, terima

kasih untuk segenap kasih sayang yang tiada berbatas waktu. Bagiku Ayahanda dan Ibunda tercinta adalah permata terindah pilihan Allah untukku.

11. Seluruh keluarga, Kakak, Adik, Encang, Encing dan masih banyak lagi

anggota keluarga yang lainya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan baik secara moril ataupun materil.

12. Kawan-kawan seperjuangan di FITK, jurusan PAI angkatan 2009. Khususnya

PAI kelas B, Nisrina Nur Amelia (Sisin), Maghfirah Ngabalin (Maghe), Nur Faizah (Oren), Nurdianah (Dhi), Ulfa Nurul Hikmah yang telah memberikan dukungan untuk tetap semangat, terima kasih sudah menjadi teman yang baik untuk penulis.

13. Kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini,

penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Akhirnya hanya kepada Allah semata penulis berserah diri, memohon dan menyerahkan segala persoalan. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua. Penulis menyadari segala kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dimasa mendatang.

Wassalamu’alaikum, wr. wb.

Jakarta, 05 Mei 2014

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Peranan Orang Tua ... 9

1. Pengertian Peranan ... 9

2. Pengertian Orang Tua ... 11

3. Peran Orang Tua ... 13

4. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua ... 21

B. Kecerdasan Emosional (EQ) ... 26

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 26

2. Esensi Kecerdasan Emosional ... 29

3. Karakteristik Kecerdasan Emosional ... 32

4. Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional 36 C. Kecerdasan Spiritual (SQ) ... 39

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual ... 39

2. Karakteristik Kecerdasan Spiritual ... 43


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

B. Metode Penelitian ... 56

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Teknik Pengumpulan data ... 58

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 60

F. Instrumen Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 66

A. Deskripsi Data ... 66

B. Analisis Data ... 68

C. Interpretasi Data ... 94

BAB V PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak yang dilahirkan telah memiliki potensi, salah satunya potensi dalam bentuk kecerdasan, baik itu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ), maupun kecerdasan lainnya.

Dalam Islam, setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksud dapat berupa potensi, sebelum manusia dilahirkan ke dunia, Allah telah memberinya potensi.

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak

dilahirkan seorang anak melainkan dengan fitrah, maka orang tuanyalah

yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”.1

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional tertera bahwa Pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus meningkatkan harkat dan martabat manusia. Selain itu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kehidupan manusia kearah yang sempurna. Sehingga pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat


(13)

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.2 Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, Islam

mengupayakan pengembangan seluruh potensi manusia agar berjalan seimbang dan dinamis demi terwujudnya seluruh potensi manusia secara sempurna. Potensi yang dimiliki manusia merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga dari Allah, karena setiap mereka adalah khalifah di muka bumi ini.





























































“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah: 30).3

Potensi atau kecerdasan-kecerdasan tersebut akan sangat

mempengaruhi kepribadian, bahkan mungkin kegagalan atau kesuksesannya. Namun bukan berarti proses itu semuanya telah usai, tidak dapat diubah dan tidak dapat dipengaruhi. Karena kepribadian seseorang bersumber dari bentukan keluarga, sekolah dan lingkungan. Atau lebih dikenal dengan sebutan tri pusat pendidikan.

Orang tua, pendidik dan lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam mengarahkan dan mengembangkan potensi yang telah

2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional, (Yogyakarta:

Media Wacana Press, 2003), Cet. III, h. 12.

3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, juz 1(Bandung: Mizan, 2009), cet. 1, h. 7.


(14)

diberikan oleh Allah pada diri anak tersebut. Kunci pertama dalam pengembangan kecerdasan anak terletak pada lingkungan keluarganya, terutama orang tua. Ada pepatah mengatakan bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, baik buruknya anak tergantung didikkan orang tuanya, karena orang tua adalah madrasah pertama untuk anaknya.

Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar yang tidak boleh dilupakan. Anak selain bagian dari keluarga, juga merupakan bagian dari masyarakat, yang dipundaknya terpikul beban pembangunan di masa mendatang dan juga sebagai generasi penerus dari sebelumnya. Oleh karena itu, orang tua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing serta mendidik anaknya dengan baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan

kebahagiaan akhirat. Sebagaimana dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 9,

Allah mengingatkan kepada orang tua agar memperhatikan keturunannya.





































“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa : 9).4

Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah di sini maksudnya adalah lemah dalam segala aspek kehidupan, seperti: lemah iman, psikis, pendidikan, ekonomi, terutama lemah iman (spiritual).

Fenomena yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia saat ini yang masih menganggap bahwa seseorang yang cerdas adalah yang mendapat nilai tertinggi, IQ-nya berada di atas rata-rata. Siswa yang cerdas adalah siswa yang nilai raportnya tinggi. Sementara sikap, kreativitas, kemandirian, emosi dan spiritualitasnya belum mendapat penilaian yang proporsional. Sehingga keyakinan umum di masyarakat bahwa jika anak mereka mendapat nilai A,

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, juz 4,(Bandung: Mizan, 2009), cet. 1, h. 79.


(15)

maka mereka akan meraih gelar yang baik dan mendapat pekerjaan yang layak, dengan gaji yang memuaskan yang akan menjamin keberhasilan dan kebahagiaan sepanjang hidupnya.

Paradigma tersebut masih dapat ditemukan saat ini, dan itu bukan karena kebanyakan orang masih berpikir dengan cara lama, tapi juga karena memang paradigma dan sistem evaluasi pendidikan belum beranjak dari

paradigma lama dan cara berpikir positivistik.5 Jika paradigma dan hal ini

terus terjadi di dalam pendidikan Indonesia, apa yang terjadi di kemudian hari?.

Orang tua tentu menginginkan anaknya dapat menjadi pribadi yang unggul, tidak hanya cerdas secara intelektualnya saja, melainkan cerdas secara emosional dan cerdas secara spiritualnya.

Cerdas secara intelektual tidak bisa dijadikan parameter untuk menentukan tinggi-rendahnya kecerdasan manusia dan intelektual bukanlah satu-satunya penentu sebuah keberhasilan. Baru-baru ini mitos itu telah dipatahkan oleh Daniel Goleman, ia mengatakan bahwa keberhasilan siswa tidak hanya ditentukan oleh IQ melainkan juga ditentukan oleh EQ.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya, agar dapat mengungkapkannya secara selaras melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.6

Anak yang memiliki EQ tinggi lebih mampu mengenal emosinya sendiri, lebih mampu secara bijaksana menentukan sikap dan mengambil keputusan; lebih mampu mengendalikan emosi diri agar dapat terungkap dengan seimbang dan selaras; lebih mampu memotivasi diri lebih tekun dalam menghadapi frustasi, lebih tampil menyelesaikan konflik dan mengatasi stress sehingga kemampuan berpikirnya tidak terganggu dan sekaligus cukup berkonsentrasi terhadap berbagai materi pelajaran yang diterimanya. Anak tersebut lebih mampu berempati, peka terhadap perasaan orang lain, lebih peduli pada keadaan disekitarnya. Dengan demikian lebih

5 Agus Effendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfabeta, 2005), cet. I, h. 180. 6 Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Penterjemah, T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. X, h. 411.


(16)

mudah bergaul dan berkomunikasi, dapat bekerja sama dengan baik dalam

lingkungan sosialnya.7

Selain itu bermunculan lagi istilah baru tentang kecerdasan yang intinya menolak anggapan bahwa IQ bukanlah sebagai satu-satunya parameter untuk

mengukur kecerdasan manusia, seperti SQ (Spiritual Quotient) atau yang

lebih akrab dikenal dengan kecerdasan spiritual yang dipopulerkan oleh Danah Johar dan Ian Marshall.

Danah Johar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah kecerdasan jiwa, yaitu kecerdasan yang dapat membantu manusia

menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.8 SQ adalah

landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi seorang manusia.

Kecerdasan spiritual (SQ) juga memungkinkan diri menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. SQ juga membantu menjalani hidup pada makna yang lebih dalam; menghadapi baik dan jahat, hidup dan mati,

serta asal-usul sejati dari penderitaan dan keputus-asaan manusia.9

Ketiadaan kecerdasan spiritual bisa sangat berbahaya. Karena, bisa saja ketika seseorang memiliki IQ tinggi dan EQ tetapi tidak diimbangi dengan SQ maka bisa terjadi ketimpangan dalam pribadi seseorang dan bisa saja akibat dari ketimpangan tersebut akan berdampak pada lingkungan social. Misalnya orang yang pandai membuat bom atau senjata, ketika IQ-nya tidak diimbangi dengan EQ dan SQ, bom atau senjata tersebut disalahgunakan untuk tindak kejahatan (kriminalitas), seperti fenomena yang bisa dilihat sekarang ini banyak sekali aksi terorisme yang meresahkan

7 Nuraida, Character Building untuk Guru, (Jakarta: Aulia Publishing House, 2007), h. 78. 8 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir

Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 135.


(17)

masyarakat, prilaku bunuh diri dan korupsi yang sudah merajarela kini sudah mewarnainya dan menjadi masalah serius bangsa ini.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap prilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan

memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip “hanya karena

Allah”.10

Kecerdasan bukanlah kemampuan genetis yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil pembentukan atau perkembangan yang dicapai oleh seorang individu, dan proses pembelajarannya berlangsung seumur hidup.

Upaya pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual perlu mendapat perhatian yang serius dari para orang tua. Karena orang tua adalah pendidik pertama anak sebelum anaknya memasuki pendidikan formal atau sekolah.

Orang tua mempunyai posisi sebagai pemimpin keluarga atau rumah tangga. Selin itu juga, sebagai pembentuk pribadi utama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan tata cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung dengan sendirinya akan

masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.11

Ringkasnya, orang tua merupakan model atau figur bagi anak. Prilaku anak meniru didasari oleh keingintahuan anak yang semakin besar

mencoba-coba sesuatu sesuai dengan tumbuh-kembangnya.12

Pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak perlu dilakukan oleh orang tua sejak dini. Sebab masa anak-anak inilah masa pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya agar menjadi generasi yang mampu mengembangkan dirinya secara optimal.

Beranjak dari apa yang telah dipaparkan di atas, dapat dipahami bahwa orang tua mempunyai peranan penting dalam pengembangan

10 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual

(ESQ), (Jakarta: Arga, 2001), Cet. I, h. 57.

11 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. XVII, h. 67.

12 Elga Adriana, Tanya Jawab Problem Anak Usia Dini Berbasis Gender, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), Cet. V, h. 128.


(18)

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anaknya. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk mengulas lebih dalam, dan selanjutnya

akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “PERANAN ORANG

TUA DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL ANAK (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan adalah sebagai berikut :

1. Adanya paradigma yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual adalah

segalanya dan akan membawa keberhasilan serta kesuksesan dalam hidup atau kebahagiaan hidup.

2. Terjadi ketimpangan orientasi pendidikan yag lebih menekankan pada

aspek kecerdasan intelektual daripada kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

3. Adanya ketimpangan prilaku sosial, hal ini akibat ketiadaan atau

kurangnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual.

4. Para orang tua lebih mementingkan kecerdasan intelektual, dan anak

diserahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Padahal peran orang tua sangat penting dalam pengembangan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak khususnya dalam lingkungan keluarga.

5. Masa anak-anak merupakan masa yang paling penting dan baik untuk

menanamkan nilai-nilai kehidupan sebagai pondasi kehidupan dewasa nantinya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi yang telah dipaparkan diatas, Skripsi yang

berjudul: PERANAN ORANG TUA DALAM PENGEMBANGAN

KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL


(19)

Yang pertama, orang tua yang dimaksud adalah orang tua yang memiliki anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Dan anak yang dimaksud adalah anak yang berusia mulai dari 10 sampai 17 tahun.

Kemudian mengenai kecerdasan, penulis hanya membahas dua kecerdasan yaitu: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Karena keduanya sangat berkaitan erat dan penting untuk dipaparkan.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan masalahnya adalah : Bagaimanakah peran orang tua dalam pengembangan EQ dan SQ anak di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara?.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis tuliskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menjelaskan dan mengetahui peranan orang tua dalam

mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak di di lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dengan adanya penelitian ini penulis mendapatkan pengalaman baru,

memperkaya khazanah ilmu dan pengetahuan yang akan dijadikan modal untuk kelak ikut serta berkontribusi dalam mengembangkan EQ dan SQ anak.

2. Orang tua, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan

membantu orang tua dalam mendidik dan mengembangkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual anak mereka menjadi lebih optimal.


(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.Peranan Orang Tua 1. Pengertian Peranan

Peranan adalah kata dasar dari “peran” yang ditambahkan akhiran “an”, peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perangkat

tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dalam masyarakat.1

Peranan menurut Levinson sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sebagai berikut:

“peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, dan peranan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat.”2

Kata peran setelah mendapatkan akhiran “an”, kata peranan memiliki

arti yang berbeda, diantaranya:

a) peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu

peristiwa.3

b) peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status

seseorang.4

1 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 333.

2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1990), cet. IV, h. 269.

3 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), ed. 3, h. 854.


(21)

Menurut Biddle dan Tomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, penilaian, sangsi dan lain-lain. Kalau peran ibu digabungkan dengan peran ayah maka menjadi peran orang tua dan menjadi lebih luas sehingga perilaku-perilaku yang diharapkan juga menjadi lebih

beraneka ragam.5

Peranan adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada

individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.6 Harapan-harapan akan

menjadi pertimbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan itu ditentukan oleh norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Peranan ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk di dalam keluarga.

Peranan diartikan sebagai suatu pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri khas semua petugas dari semua pekerjaan atau jabatan

tertentu.7 Pribadi manusia beserta aktifitas-aktifitasnya tidak semata-mata

ditentukan oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang berlangsungg tetapi juga dipengaruhi oleh sejauhmana peranan manusia dalam mempengaruhi proses itu.

Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa peranan merupakan aspek yang dinamis. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan. Bila dihubungkan dengan kata “orang tua” memiliki arti

bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan oleh orang tua, baik ayah maupun ibu. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau seseorang yang mempunyai wewenang dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya untuk mencapai tujuan. Peranan alangkah lebih baiknya dilaksanakan oleh

4 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. I, ed. 1, h. 73.

5 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. V, h. 224.

6 Davit Berry, Pokok-pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 106.

7 Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1975), h. 12.


(22)

individu-individu yang dianggap mampu melaksanakan perannya. Misalnya orang yang berkedudukan di dalam masyarakat, seperti peran guru dalam mengatasi kebodohan, peran orang tua dalam mendidik anak, dan jika suatu peran itu dilaksanakan dengan baik maka dapat mewujudkan kehidupan manusia yang aman dan damai.

2. Pengertian Orang Tua

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah orang tua diartikan dengan: ayah dan ibu kandung, orang-orang tua atau orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), atau orang yang dihormati

(disegani) dikampung (masyarakat).8

Dalam bahasa Arab istilah orang tua dikenal dengan sebutan “ Al-Walid”.9 Pengertian tersebut dapat dilihat dalam Al-Qur‟an surat Lukman ayat 14:















































“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang

ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah

kembalimu”.10

Dalam bahasa Inggris istilah orang tua dikenal dengan sebutan

parent” yang artinya “orang tua laki-laki atau ayah, orang tua perampuan atau ibu”.11 Orang tua memiliki arti sebagai orang yang dituakan, dikatakan tua karena berdasarkan kematangan dan pengalaman hidupnya.

Menurut para ulama, orang tua adalah pria dan wanita yang berjanji dihadapan Sang Khalik dalam perkawinan untuk hidup sebagai suami istri

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 627.

9 Ahmad Warson Munawwi, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. XIV, h. 1580.

10 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, juz 21(Jakarta: PT. Sinergi Indonesia, 2012), h. 581.

11 Atabih Ali, Kamus Inggris Indonesia Arab, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), cet. I, h. 593.


(23)

dan siap sedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Ini berarti bahwa pria dan wanita yang terikat

dalam perkawinan siap sedia untuk menjadi orang tua.12

Menurut M. Nashir Ali menjadi orang tua adalah dua orang yang membentuk keluarga, segera bersiap mengemban (memperkembangkan)

fungsinya sebagai “orang tua”. Menjadi orang tua dalam arti menjadi bapak

atau ibu dari anak-anaknya, menjadi penanggung jawab dari lembaga kekeluargaannya sebagai satu sel anggota keluarga, dan di dalam keluarga cinta dari ayah ibu dan sanak saudaranya sangat penting untuk membesarkan seorang anak lahir batin. Tanpa cinta dalam keluarga itu,

seorang menjadi kerdil lahir-batin, atau rusak dan timpang

perkembangannya.13

Dari pengertian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang merawat dan mendidik anaknya, mereka pemimpin bagi anak dan keluarganya, juga orang tua adalah panutan dan cerminan bagi anaknya yang pertama kali ia kenal, ia lihat dan ia tiru, sebelum anak mengenali lingkungan sekitarnya.

Orang tua selain telah melahirkan anak ke dunia ini, orang tua juga mengasuh dan membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, orang tua jugalah yang selalu mendampingi dan membantu anak-anaknya untuk mengenal hal-hal apa saja yang ada di dunia ini, serta menjawab dengan jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh buah hati mereka.

Hubungan orang tua dan anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosional anaknya, terutama dasar-dasar kelakuan seperti sikap, reaksi, tingkah laku, agamanya dan dasar-dasar kehidupan lainnya.

Orang tua juga merupakan pusat kehidupan rohani si anak dan sebagai penyebab kenalnya seorang anak dengan dunia luar. Maka, setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian hari sangat dipengaruhi oleh peran orang tuanya. Jadi, orang tua atau ibu dan ayah memiliki peranan

12 Kartini Kartono, Peranan Keluarga, (Jakarta: Rinaka Cipta, 2003), h. 37. 13 M. Nashir Ali, Dasar-dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 77.


(24)

yang sangat penting atas pendidikan anak-anaknya dan sudah jelas pengetahuan pertama yang diterima seorang anak adalah dari orang tuanya.

Kini jelaslah bahwa, seorang anak akan menjadi manusia yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga tempat anak tersebut dibesarkan. Kelak kehidupan anak tersebut juga akan mempengaruhi masyarakat sekitarnya, sehingga pendidikan keluarga yang dalam hal ini dilakukan oleh orang tua merupakan dasar terpenting untuk kehidupan anak sebelum masuk sekolah dan terjun kemasyarakat.

3. Peran Orang Tua

Orang tua sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, sebab orang tua merupakan guru pertama dan utama bagi anaknya, orang tua juga sebagai pondasi utama bagi perkembangan pribadi anak.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan

keluarga.14

Orang tua adalah pendidik utama dan pertama, dikatakan utama karena pendidikan dari tempat ini mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan anak kelak dikemudian hari, dikatakan pertama karena di tempat inilah anak mendapatkan bimbingan dan kasih sayang untuk yang pertama kalinya, dari orang tuanyalah anak pertama kali mengenal dunia, mengenal dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup. Karena perannya yang sangat penting maka orang tua harus benar-benar menyadarinya sehingga mereka dapat memperankannya sebagaimana mestinya.

Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang empat peran orang tua dalam mendidik anak, yaitu:

a. Peran Orang Tua Sebagai Teladan

Seringkali anak cenderung memandang orang tua sebagai model dalam melakukan peran sebagai orang tua, sebagai suami atau istri, atau


(25)

model hidup sebagai anggota masyarakat,15 oleh sebab itu untuk membawa anak kepada kedewasaan, orang tua harus memberi teladan yang baik karena anak suka mengimitasi kepada orang yang lebih tua

atau orang tuanya.16

Orang tua yang soleh merupakan contoh teladan yang baik bagi perkembangan anak, baik jiwa, pribadi, maupun pembentukan prilaku anak. Apabila orang tua membiasakan diri untuk berprilaku dan berakhlak baik, taat kepada Allah, menjalankan syariat agama, serta memiliki jiwa sosial, maka dalam diri anak akan timbul dan terbentuk sifat yang ada pada orang tuanya, karena ia akan meniru dan mencontoh apa yang ia lihat dalam kehidupannya sehari-hari dari tingkah laku orang

tuanya.17

b. Peran Orang Tua sebagai Pendidik

Orang tua juga berperan dalam mendidik anak dan

mengembangkan kepribadiannya, karena pada dasarnya pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua. Pendidikan anak secara umum di dalam keluarga terjadi secara alamiah, tanpa disadari oleh orang tua, namun pengaruh dan akibatnya amat besar. Karena itulah, suasana keluarga, ketaatan orang tua beribadah, dan perilaku, sikap dan cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam, akan menjadikan anak yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga baik, beriman dan berakhlak terpuji.

c. Peran Orang Tua sebagai Motivator

Motivasi merupakan dasar tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Motivasi adalah unsur penting dalam tarbiyah dan tidak boleh disepelekan. Memberi dorongan kepada anak memainkan peranan penting dalam jiwa, memicu gerak positif konstruktif dan mengungkap potensi dan jati dirinya yang terpendam. Sebagaimana ia dapat

15Kartini Kartono, Op. cit., hal. 28.

16 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 155.

17 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, (Bandung: Al-Bayan, 1995), cet. II, h. 49.


(26)

meningkatkan kontinuitas kerja dan mendorongnya untuk terus maju

kearah yang benar.18

Motivasi memiliki peran besar bagi anak sehingga akan terus menerus dilakukan, membantu selalu mengetahui hobi anak-anak, kemampuan dan kekuatan mereka. Diantara motivasi yang bermanfaat adalah memberi semangat kepada anak untuk melakukan hal-hal yang baik yang mengarahkan kepada komitmen dan berpegang teguh kepada nilai ajaran agama, seperti memberi buku-buku Islami, mengajak hadir ke

majlis ulama, peryaan hari besar Islam, khutbah dan seminar.19

Sidney D Craig dalam buku “Mendidik dengan Kasih”,

menjelaskan bahwa orang tua dapat memotivasi anak dengan berbicara atau bertindak terhadap anak dengan jalan sedemikian rupa agar didalam diri anak tercipta hasrat untuk berbuat sesuai dengan yang diharapkan

orang tua.20 Karena dengan dorongan itulah dapat memacu semangat

kreativitas anak di dalam mengembangkan sesuatu, terutama dalam menuntut ilmu pengetahuan, sehingga dengan demikian semangat anak bertambah, di samping itu pula ia merasakan bahwa dirinya ada perhatian dan bimbingan dari orang tua.

d. Orang Tua Sebagai Pemberi Kasih Sayang

Menurut Zakiah Daradjat, “orang tua secara kodrati diberi Allah

perasaan kasih sayang dan kemampuan untuk menyayangi serta

kecendrungan menolong dan merawat anak”.21

Pada umumnya ibu yang memgang peranan penting terhadap pendidikan anak-anaknya sejak anak itu dilahirkan. Ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga, baik atau buruknya pendidikan ibu terhadap anak akan berpengaruh besar terhadap

18 Mahmud Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak,Terj. dari Manhaj

Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli, oleh Hamim Thohari, dkk, (Jakarta: Al-I‟tishom Cahaya Umat,

2004), Cet. 1, hal. 94.

19 Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak (Panduan

Mendidik Anak Sejak Masa Kandungan Hingga Dewasa),Terj. dari Kaifa Turabbi Waladan

Shalihan oleh Zaenal Abidin,(Jakarta: Daarl Haq, 2004), hal. 383-385.

20 Sidney D Craig, Mendidik dengan Kasih, Terj. dari Raising Your Child, Not by Force but by

Love oleh YB Tugiarso, (Yogyakarta: Kanisius. 1990), .hal. 87.

21 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV. Ruhama, 1995), cet. II, h. 49.


(27)

perkembangan dan watak anak. Kelangsungan anak sejak lahir berada di tangan ibu.

Kasih sayang orang tua terhadap anaknya merupakan salah satu bentuk pendidikan yang sangat baik bagi perkembangan anak. Sebab anak akan merasakan ikatan batin yang cukup kuat dalam membina hubungan cinta kasih antara dirinya dengan kedua orang tuanya. Dalam syariat Islam pun dianjurkan kepada orang tua, para pendidik dan orang-orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak untuk memiliki sifat kasih sayang.

Kasih sayang berarti menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan emosi anak, dan mendukung dengan cara yang jelas dikenali oleh anak, yaitu dengan cara melibatkan secara aktif dalam

kehidupan emosi anak.22

Berikut akan penulis uraikan mengenai bentuk kasih sayang pada umumnya yang dapat mengembangkan kecerdasan intelegensi dan emosional anak serta spiritualnya.

1) Mendongeng atau Bercerita Untuk Anak

Hampir semua anak sangat senang mendengar cerita dan dongeng dari ayah, ibu atau siapa saja. Mula-mula yang paling disenangi oleh anak adalah cerita anak yang menyangkut dunianya sendiri. Kesenangan dan kegembiraan anak mendengarkan cerita dongeng ini hendaknya dimanfaatkan oleh segenap orang tua dalam rangka mendidik anaknya. Sebagaimana dikutip oleh para ahli psikologi dan pendidikan:

“anak-anak yang secara teratur didongengi akan memiliki perbendaharaan kata yang jauh lebih besar dibandingkan dengan anak-anak yang tidak pernah mendengarkan dongeng. Mereka lebih pandai dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Adapula menfaat yang penting untuk masa sekolah, anak belajar

mendengarkan dengan tekun, dan konsentrasi pada suatu hal”.23

22 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 29.


(28)

Al-Qur‟an mempergunakan cerita sebagai alat pendidikan seperti cerita tentang Nabi dan Rasul terdahulu, cerita kaum yang hidup terdahulu baik yang ingkar kepada Allah ataupun yang beriman kepada-Nya.

Allah telah menceritakan kepada Rasulullah SAW cerita yang paling baik, tentang kejadian-kejadian baik, sebagaimana cerminan bagi umat manusia dan menjadi peneguh Rasulullah SAW seperti yang terdapat dalam firman-Nya:

. . . .











.

“Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka

berfikir.” (Q.S. Al-A‟raf: 176).24

2) Pemberian Pujian dan Hadiah

Menurut Henry N. Siahan, “pujian yang bersifat konstruktif

(membangun) ialah pujian yang jujur dari hati yang tulus ikhlas, wajar, memberikan dorongan dan semangat. Pujian yang bersifat destruktif (merusak) ialah pujian yang berlebih-lebihan, tidak wajar,

dibuat-buat dan kadang-kadang pujian seperti ini menjengkelkan”.25

Sebagai ayah dan ibu yang bijaksana harus bersedia membagi waktunya dengan anak. Memuji anak bila ia melakukan sesuatu perbuatan yang baik, dan menunjukkan bahwa mereka ikut khawatir mengenai hal yang ditakutkan anak bila anak merasa lemah dalam suatu pelajaran tertentu di sekolah. Tidak sepatutnya orang tua mengecam anak, bahkan sebaliknya orang tua harus turut memperlihatkan bahwa mereka ikut khawatir akan prestasi anak tersebut. Kalau merasakan adanya simpati dari orang tua maka anak mau menceritakan kesulitannya, sehingga orang tua lebih mudah untuk memberikan bantuan kepada anaknya.

Setiap anak yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan hidupnya lebih bahagia, dan kebahagiaan membantu perkembangan anak. Mereka menjadi lebih mudah menaruh perhatian pada hal di luar

24 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, juz 9, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 233.

25 Henry N. Siahan, Peranan Ibu Bapak Mendidik Anak, (Bandung: Angkasa, 1991), cet. I, h. 63.


(29)

dirinya, bersedia memikirkan orang lain, dan yang lebih penting juga mampu menunjukkan simpati pada orang lain.

Dalam memberikan pujian dan hadiah setiap orang tua harus bertindak proporsional, jadi orang tua hanya memuji dan memberi hadiah pada anak yang berhasil melaksanakan tugasnya.

Di sisi lain pemberian pujian kepada anak tidak terlalu banyak memberi manfaat. Hal ini akan menimbulkan sikap sombong pada diri anak karena ia merasa lebih dari yang lain. Pujian dan pemberian hadiah ini bertujuan memberi semangat dan dorongan kepada anak sebagai apresiasi agar anak mampu menjadi yang lebih baik lagi.

3) Menghargai Anak

Menghargai anak dalam setiap tingkah lakunya merupakan dorongan yang akan merangsang anak melakukan hal-hal yang baik untuk dirinya. Tindakan ini juga dapat menanamkan toleransi diantara anak dan orang tua.

Orang tua sering kali mengolok-olok anak dalam bentuk apapun, hal ini menyebabkan si anak merasa tidak dihargai. Hukuman, perintah, larangan yang dilakukan tanpa alas an yang masuk akal dan wajar juga menyebabkan anak merasa tidak dihargai. Demikian pula tindakan dan sikap orang tua yang selalu menunjukkan kekuasaan dan kebesaran akan memberikan pengertian pada anak bahwa ia tidak dihargai. Akibat dari hilangnya rasa harga diri itu antara lain anak akan merasa rendah diri, tindak berani bertindak, lekas marah dan

sebagainya.26

Empati, merupakan cara yang tepat dilakukan oleh orang tua guna memahami dan menyelami perasaan anak sehingga ia merasa dihargai. Dengan adanya penghargaan dari orang tuanya akan timbul di dalam diri anak rasa percaya diri.


(30)

4) Menciptakan Komunikasi Antara Orang Tua dan Anak

Masalah yang tidak pernah habis dibicarakan orang dalam kehidupan manusia ialah hubungan atau komunikasi antara orang tua dan anak.

“Pada hakikatnya, komunikasi yang bisa menguntungkan kedua

belah pihak ialah komunikasi timbal balik, yang di dalam

komunikasi tersebut terdapat spontanitas serta keterbukaan”.27

Dalam kondisi seperti ini, orang tua akan dapat mengetahui dan mengikuti perkembangan jalan pikiran anak. Orang tua dapat menggunakan situasi komunikasi untuk anak berkembang dan belajar. Sedangkan untuk si anak, pikiran anak akan berkembang karena anak dapat mengungkapkan isi hati (pikirannya), bisa memberi usul dan pendapat berdasarkan penalarannya.

Gagal berkomunikasi dengan anak mungkin juga merupakan suatu bentuk penolakan, namun tidak selalu demikian. Barang kali orang tua sibuk, sehingga tidak mau diganggu oleh anaknya, atau lupa bahwa ia mempunyai anak yang memerlukan perhatian. Oleh karena itu, hendaknya setiap orang tua menyediakan waktu mereka untuk bisa mendengarkan pendapat mereka, dan hendaklah bersikap bijaksana atau berempati untuk menjadi pendengar yang baik untuk anak-anaknya.

Kasih sayang adalah sesuatu yang indah, suci dan diidamkan oleh setiap orang. Sebagaimana cinta, kasih sayang tidak akan lahir tanpa orang yang melahirkannya. Seseorang tidak akan memperoleh kasih sayang apabila tidak ada orang lain yang memberi. Secara demikian wajar kalau kita mengenal berbagai macam bentuk kasih sayang, semua sangat tergantung kepada kondisi penyayang dan yang disayangi. Dengan bertitik tolak kepada kasus hubungan orang tua dengan anaknya bisa membedakan berbagai bentuk kasih sayang

berikut ini:28

27 Alex Sobur, Anak Masa Depan, (Bandung: Angkasa, 1986), cet. X, h. 228. 28 Djoko Widagho, dkk., Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 43.


(31)

a) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif sementara si anak bersikap pasif. Dalam hubungan ini orang tua memberi kasih sayang yang berlebihan terhadap anaknya, baik berupa materi ataupun non materi, sementara si anak hanya menerima saja, mengiyakan tanpa sedikit pun berusaha memberikan respon. Kondisi semacam ini biasanya akan menciptkan anak yang senantiasa takut, kurang berani menyatakan pendapat, minder atau dengan kata lain cenderung membentuk sosok anak yang tidak mampu berdiri sendiri.

b) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif

sementara anak bersikap aktif. Dalam bentuk ini si anak mencurahkan kasih sayang kepada kedua orang tuanya secara berlebihan, kasih sayang ini diberikan secara sepihak. Orang tua cenderung mendiamkan tingkah lakunya dan tidak memberikan respon terhadap apapun yang diperbuat anak.

c) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap pasif

sementara si anak juga bersikap pasif. Dalam bentuk ini jelas masing-masing pihak membawa cara hidup dan tingkah lakunya tanpa saling memperhatikan satu sama lain. Suasana keluarga terasa dingin, tidak ada tegur sapa, dan yang jelas tiada kasih sayang. Kecenderungan yang menonjol dalam bentuk ini orang tua hanya memenuhi segala kebutuhan anak dalam bidang materi semata-mata.

d) Suatu bentuk kasih sayang dimana orang tua bersikap aktif

sementara si anak juga bersikap aktif. Dalam bentuk ini orang tua dan anak saling memberi kasih sayang secara berlebihan sehingga hubungan antara orang tua dan anak terasa intim dan mesra, saling mencintai, saling menghargai, dan yang lebih jelas saling membutuhkan.


(32)

4. Tugas dan Tanggung Jawab Orang Tua

Anak adalah makhluk ciptaan Allah swt. yang hadir di tengah keluarga atas dasar fitrah. Mereka menjadi sumber kebahagiaan keluarga yang harus dijaga dan dipertahankan kesuciannya oleh kedua orang tuanya demi pertumbuhan kepribadiannya, Allah berfirman:



















































“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).29

Dalam firman-Nya tersebut, Allah swt. memerintahkan segenap orang beriman agar memelihara diri dan keluarganya dengan penuh tanggung jawab agar terhindar dari bahaya dunia dan akhirat. Untuk menindaklanjuti tugas dan kewajibannya, orang tua dituntut menjadi pendidik pertama dan utama bagi putra-putrinya.

Anak adalah amanah Allah swt. maka orang tua wajib menjaga keselamatan lahir dan kesucian batinnya. Orang tua pun wajib mengupayakan biaya yang cukup untuk keperluan jasmani anak-anaknya, tetapi yang lebih penting adalah berusaha mencerdasakan anak dan memperbaiki budi perketinya. Dengan kata lain, pola pendidikan orang tua terhadap anak-anak adalah keserasian antara pemenuhan kepentingan dan kebutuhan jasmani dengan pendidikan keagamaan dan keluhuran budi

pekertinya.30

Tugas dan tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak sejak masa bayi bukanlah suatu usaha yang mudah. Orang tualah yang bertanggung jawab membentuk masa depan anak-anak mereka. Hal tersebut bukanlah soal kecil, karena berhasil atau gagal dalam tanggung jawab ini

29 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Terj. dari Al- Jami’ Lil Ahkam Al-Qur’an, oleh Mahmud Hamid Utsman dan M. Ibrahim Hifnawi,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Juz. 28, Jilid. 18, Cet. 1, hal. 744.


(33)

berarti membawa pengaruh yang luas, baik dalam lingkungan keluarga itu

sendiri maupun kepada masyarakat dan bangsa.31

Sebelum membahas lebih luas lagi, penulis akan mengemukakan beberapa fungsi keluarga yang harus dilaksanakan. Berikut adalah beberapa

fungsi keluarga:32

a. Fungsi sosialisasi

Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. melalui fungsi ini, keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dengan demikian sosialisasi berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.

b. Fungsi afeksi

Kasih sayang atau rasa cinta merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pandangan psikiatri mengatakan bahwa penyebab utama gangguan emosional, prilaku, dan kesehetan fisik adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan dan hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan yang intim.

c. Fungsi edukatif

Keluarga merupakan guru pertama dalam pendidikan anak. hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak mulai dari bayi, belajar jalan hingga mampu berjalan.

d. Fungsi religious

Fungsi keagamaan ini mendorong semua komponen keluarga untuk berkembang menjadi insan-insan agama yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Model pendidikan agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan

berbagai cara: Pertama, dengan menampilkan penghayatan dan perilaku

keagamaan yang sungguh-sungguh. Kedua, pengadaan sarana ibadah.

31 Wauran, Pendidikan Anak Sebelum Sekolah, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1977), Cet. 6, hal. 20.


(34)

Ketiga, hubungan sosial yang baik antara anggota keluarga dan lembaga keagamaan.

e. Fungsi protektif

Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para anggotanya. Keluarga berfungsi melindungi para anggotanya dari hal-hal yang negatif. Dalam masyarakat, keluarga harus memberi perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya.

f. Fungsi rekreatif

Fungsi rekreatif bertujuan memberikan suasana yang sangat gembira dalam lingkungan keluarga. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari dan mendapatkan hiburan.

Keluarga dengan pembagian tugas antara ayah dan ibu tidak ada artinya jika mereka masing-masing jalan sendiri tanpa adanya kordinasi. Menurut Hasbullah, fungsi dan peranan orang tua dalam keluarga adalah sebagai berikut:

a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak

Keluarga adalah pendidik pertama bagi seorang anak untuk mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti disetiap keluarga, bahwa anak dilahirkan di dalam keluarga yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman yang pertama merupakan faktor yang terpenting dalam perkembangan kepribadian anak.

b. Menjamin kehidupan emosional anak

Suasana di dalam keluarga merupakan suasana yang meliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasana yang aman dan tentram. Melalui keluarga, kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih saying dapat dipenuhi atau dapat berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya hubungan darah antara anak dan orang tuanya.


(35)

c. Menanamkan dasar pendidikan moral

Pendidikan moral dalam keluarga dapat ditanamkan sejak dini melalui keteladanan, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang tepat dicontoh oleh anaknya. Dengan teladan ini, melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamanan diri dengan orang ditiru dan hal ini sangat penting dalam membentuk kepribadian seorang anak. Segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikagumi, inilah salah satu proses yang ditempuh anak mengenai nilai.

d. Memberikan dasar pendidikan sosial

Dalam kehidupan keluarga, merupakan basis yang sangat penting dalam peletakan dasar-dasar pendidikan sosial anak. Sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial resmi yang minimal terdiri dari ayah, ibu dan anak. Perkembangan benih-benih kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama melalui keluarga yang penuh keserasian seperti misalnya tolong menolong, gotong-royong, bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian, kebersihan, dan kenyamanan dalam segala hal.

e. Peletakan dasar-dasar keagamaan

Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Di samping sangat menentukan dalam menanamkan dasar-dasar moral, yang tidak kalah penting adalah berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan dalam pribadi

anak.33

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama, dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga. Anak seharusnya dibiasakan ikut serta untuk menjalankan ibadah, mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti mengaji dan sebagainya. Kegiatan seperti ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak. Kenyataan membuktikan,

33 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 39-43.


(36)

bahwa anak yang masa kecilnya tidak tahu-menahu dengan segala hal yang berhubungan dengan keagamaan, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hal-hal yang mengenai tentang keagamaan, hidupnya gersang dan sulit untuk dikontrol.

Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memilki lingkungan tunggal yaitu keluarga. Kebiasaan yang dimiliki anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga, sejak ia bangun tidur sampai ia tidur kembali. Orang tua adalah pendidik kodrati bagi anaknya. Tanggung jawab orang tua tidak hanya terletak pada materi saja, akan tetapi pada pendidikan non materinya. Beberapa hal yang termasuk tanggung jawab orang tua, antara lain:

a. Mencintai

Cinta adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar, berarti secara kongkret bahwa orang tua harus terbuka kepada anak-anaknya.

b. Memberikan Perlindungan

Anak-anak sangat mengharapkan perlindungan dari orang tuanya hingga mereka merasa aman dan kerasan. Percaya mempercayai adalah syarat mutlak untuk menciptakan suasana aman dan tentram. Suasana keterbukaan yang memberikan kesempatan pada anak untuk ikut berbagi kebahagiaan, keberhasilan namun juga kegagalan dan keprihatinan.

c. Memberikan Bimbingan

Orang tua harus menerima bakat dan kemampuan yang ada pada anak, tetapi tetap bertumpu pada asas pokok yaitu menerima anak apa adanya. Agar kemampuan anak berkembang, orang tua harus menciptakan ruang lingkup yang menyenangkan dan menghindari segala hal yang menekan anak. Jadi bimbingan harus didasarkan atas kepercayaan kepada anak dan bimbingan orang tua harus selalu menyesuaikan diri dengan keadaan nyata si anak.


(37)

d. Memberikan Pengakuan

Orang tua harus menghargai pribadi seorang anak. Anak berhak untuk didekati dengan penuh respek. Anak pun mempunyai hak-hak di rumah, di keluarga dan di sekolah. Walaupun masih amat bergantung pada orang lain dan masih amat lemah, ia hendaklah diperlakukan sebagai pribadi.

e. Kebutuhan akan Disiplin

Anak adalah manusia yang harus didewasakan. jadi sedikit demi sedikit sesuai dengan umurnya ia harus diajari dan dibiasakan bahwa ia adalah mahluk sosial yang harus bergaul dengan orang lain atau sesamanya. Ia harus belajar bahwa pergaulan berarti ada aturan, ada batas-batas pada perilakunya.

Orang tua hendaknya menjadi contoh kedisiplinan ini, apabila anak melihat bahwa ayah dan ibu mereka adalah orang yang tahu akan disiplin, maka ia akan menerima bahwa kepadanya dituntut disiplin juga. Disiplin pula adalah salah satu syarat untuk

dapat mencintai dan menghargai orang lain.34

Telah dijelaskan diatas bahwa tanggung jawab pendidikan anak terletak ditangan orang tuanya dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain, kecuali ada berbagai keterbatasan orang tua, maka sebagian tanggung jawab dilimpahkan kepada orang lain (sekolah).

B.Kecerdasan Emosional (EQ)

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah emosi berasal dari kata “emutus” atau “emovere” yang artinya

mencerca “to stir up” yaitu sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu,

misalnya emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang yang

34 JDrost SJ, Proses Pembelajaran sebagai Proses Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 22-24.


(38)

menyebabkan orang tertawa, marah, dilain pihak merupakan suasana hati

untuk menyerang dan mencerca sesuatu.35

Daniel Goleman merumuskan emosi sebagai perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis serta serangkaian kecenderungan untuk

bertindak.36 Oleh karena itu, secara umum emosi mempunyai fungsi untuk

mencapai sesuatu pemuasan atau perlindungan diri atau bahkan kesejahteraan pribadi pada saat berhadapan dengan lingkungan atau objek tertentu, emosi dapat juga dikatakan sebagai alat yang merupakan wujud

dari perasaan yang kuat.37

Dalam beberapa buku, istilah Emotional Quotient biasanya

dituliskan Emotional Intelligence (EI). Tapi istilah itu mengacu pada suatu

arti yaitu kecerdasan emosional. Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of Hampshire untuk

menerangkan kualitas emosi yang tampaknya penting bagi keberhasilan.38

Mereka mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai himpunan bagi kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan untuk memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan.

Pakar psikologi Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf mengatakan

bahwa: Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and

effectively apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection and influence. (kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, mengerti, dan secara efektif mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebuah sumber energy manusia, informasi, hubungan dan pengaruh). Kecerdasan emosional

35 E. Usman Effendi dan Juhana S. Praja, Pengantar Psikologi, (Bandung: Angkasa, 1993), h.

79.

36 Bambang Sujiono dan Juliani Nurani Sujiono, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini

Panduan Orang Tua dalam Membina Perilaku Anak Sejak Dini, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2005), h. 120. 37Ibid., h. 94.

38 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 5.


(39)

menuntut pemilikkan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat,

menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.39

Nana Syaodah mengatakan kecerdasan emosional adalah

kemampuan mengendalikan diri (mengendalikan emosi), memelihara dan memacu metivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, mampu menerima

kenyataan, dapat merasakan kesenangan meskipun dalam kesulitan.40

Menurut Daniel Goleman, kecerdasan emosional mengandung

beberapa pengertian. Pertama, kecerdasan emosional tidak hanya berarti

sikap ramah. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari.

Kedua, Kecerdasan emosional bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian rupa sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memngkinkan orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran

bersama.41

Jeanne Segal mengemukakan kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan yang menggambarkan kecerdasan hati, membuat seseorang berhasil dalam kehidupannya, berkaitan dengan hubungan pribadi dan antar pribadi, bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan untuk mengenali diri (menyadari keadaan diri, mengendalikan diri yang spontan, dan membangkitkan motivasi dalam diri) serta memahami gejolak perasaan orang lain (lewat empati dan

kecakapan bergaul).42

39 Robert K. Cooper, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi Ter, Alex Tri Kantjo Widodo, Emotional Intellegence in Leadership and Organizations, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. I, h. XV.

40 Nana Syaodah Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), cet. I, h. 97.

41 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. III, h. 9.


(40)

Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja otak kanan. Menurut

De Porter Hernacke otak kanan manusia memiliki cara kerja yang acak.43

Jadi kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan emosinya secara efektif, baik untuk mencapai sasarannya, untuk menciptakan hubungan antar manusia yang produktif serta kemampuan mengetahui dan menangani perasaan pribadi dengan baik, serta mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif.

2. Esensi Kecerdasan Emosional

Setiap manusia memiliki perasaan untuk menimbang sebuah keputusan yang berat di samping akal sehat. Dengan pertimbangan-pertimbangan emosional manusia dapat menjadi lebih bijak dalam mengarungi kehidupan ini. Dan yang membedakan bahwa manusia memiliki kecerdasan emosional atau tidak adalah dengan kualitas-kualitas yang terdapat di dalam kecerdasan emosional tersebut.

John Mayer menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampak penting bagi keberhasilan, kualitas-kualitas tersebut antara lain: Empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai. kemampuan

memecahkan masalah antar pribadi, tekun, setia kawan44, keramahan, dan

sikap hormat.

Kesembilan kualitas yang disebutkan oleh John tersebut pada dasarnya merupakan bentuk dari kepribadian-kepribadian dalam diri individu. Adapun keramahan serta sikap hormat merupakan dua manifestasi kepribadian ketimuran yang sarat dengan nilai-nilai. Keramahan adalah salah satu sikap mental seseorang yang baik dalam berinteraksi dan sikap hormat adalah bentuk kepribadian yang menjunjung tinggi nilai-nilai

hierarki sosiologis.45 Dengan demikian maka menifestasi dari kecerdasan

43 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 92.

44 Lawrence E. Shapiro, Mengajarkan Emotional Intelligent Pada Anak (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 5.

45 A. Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992), cet. III, h. 50.


(41)

emosional akan nampak melalui pola tingkah laku individu dalam

kehidupan sehari-hari. Al-Qur‟an surat An-Nahl ayat 78































“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.46

Melalui ayat tersebut Allah menegaskan bahwa manusia ketika datang ke dunia ini tidak mengetahui apa-apa, namun manusia dibekali

dengan sama’, abshar dan af’idah untuk dipergunakan dalam mengarungi

derasnya laju perkembangan zaman di bumi ini. Manusia membutuhkan akal pikiran sebagai penetralisir dari budaya yang pada akhirnya akan membentuk pola kepribadian. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syarkawi bahwa kepribadian seorang anak dipengaruhi besar oleh lingkungannya, karena lingkunganlah yang pada akhirnya membentuk pola kepribadian

anak.47

Syarkawi menjelaskan sebagai berikut, contohnya: “pada dasarnya

pola kepribadian yang ditampilkan pada anak merupakan manifestasi dari pendidikan yang diberikan orang tua kepadanya melalui komunikasi.

Contoh, orang tua sering memerintahkan kepada anaknya, tolong kalau

nanti ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada karena ibu mau istirahat. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong itu boleh atau halal dilakukan. Akibatnya, anak juga melakukan prilaku berbohong kepada orang lain termasuk kepada orang tuanya sendiri. Jika anak mendapatkan kepuasan bahkan dikembangkan oleh anak dan bahkan mungkin saja berbohong itu akan menjadi kesenangannya dan

menjadi keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya.48

46 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, juz 14, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 375.

47 Syarkawi, Pembentukkan Kepribadian Anak, Peran Moral, Orang Tua, Intelektual,

Emosional dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: Bumi Aksara,

2006), cet. I, h. 19-20 48Ibid., h. 20


(1)

(2)

(3)

KEMENTERIAN AGAMA UIN

JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 1 5412 lndonesia

FORM (FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-081

Tgl.

Terbit :

1 Maret 2010

No.

Revisi: :

01

Hal 1t1

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.01/F.1/KM .01.31 ...12012

Lamp.

:-Hal

:Bimbingan Skripsi

Nama

NIM

Jurusan

Semester

Judul Skripsi

Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Mahasiswa ybs.

Jakarta, 19 Desember 2012

Kepada Yth.

Sururin, MA. Dr. Pembimbing Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah

Jakaffa.

As s al amu' alaikum wr.w b.

Dengan

ini

diharapkan kesediaan Saudara

untuk

menjadi

pembimbing I/II (materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Khairatul Maghfiroh

1 090 I I 00005 I

Pendidikan Agama Islam Tujuh

(VIf

Peranan Madrasah dalam Pengembangan Emotional Qoutient dan

Spiritual Quotient slswa.

Judul tersebut telah disetu-fui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 19 Desember

2012, abstraksiloutline terlampir. Saudara dapat rnelakukan perubahan redaksional pada

judul

tersebut.

Apabila

perubahan substansial dianggap

perlu,

mohon

pembimbing

menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan

skripsi

ini

diharapkan selesai dalam rvaktu

6

(enam)

bulan, dan

dapat

diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Was s alamu' alaikant wr.wb.

rn Agama lslam

.Ag

199803 1 002


(4)

Nama

Nim

Jurusan/Prodi Tanggal Pengajuan

Pembimbing Skripsi

Khairatul

Maghfrah

10901 1000051

PAVSl

Jumoat, 06 September 2013

Judul Skripsi

Sebelumnya

: Peranan Madrasah dalam Pengembangan

Emotional Quotient dan Spiritual Quotient Siswa Judul Skripsi Saat

ini

: Peranan Orang Tua dalam Pengembangan

Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus

di

Lingkungan RT. 004 RW. 01 Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penjaringan

Jakarta Utara)

Status *)

(r/)

Disetujui

(

) Tidak Disetujui

Jakart4 06 Septembet 2013 Mahasiswa ybs

Khairatul Mashfirah

NrM.

109011000051

No Nama Dosen

Pembimbing

NIP

1 Dr. Sururin,

MA

19710319 199803 2 001

*l


(5)

KEMENTERIAN AGAMA UIN JAKARTA

FITK

Jl. lr. H. Juada No 95 Ctpdat 15112 tndonefia

FORM

(FR)

No. Dokumen

:

FITK-FR-AKD-082 Tgl.

Terbit :

1 Maret 2010 No.

Revisi: :

01

Hal 1

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.01/F.1 /KM.01.3/... ..12012 Lamp. : Outline/Prcposal

Hal

: Permohonan

lzin

Penelitian

Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Pembantu Dekan Bklang Akademk

Jakarta, 13 September 2A13

Kepada Yth.

Bapak Ketua RT 004 RW 01

di Tempat

Assalamu' al aikum wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Nama

: Khairatul Maghfirah

NIM

: 109011000051

Jurusan

: Pendidikan Agama lslam (PAl)

Semester

:Vlll(Delapan)

Judul

Skripsi

: Peranan Orang Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual Anak (Studi Kasus di Lingkungan RT. 004 RW. 01

Kelurahan Kamal Muara Kecamatan Penj aringan-Jakarta Utara)

adalah benar mahasiswa/i Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang

sedang

menyusun

skripsi,

dan

akan

mengadakan penelitian

(riset)

di

instansi/sekolah/madrasah yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon Saudara

dapat

mengizinkan mahasiswa

tersebut

melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalam u' al aikum wr.wb.

ikan Aganm

lrlnnr


(6)

Kecamatan Penjaringan

Jakarta Utara

SI]RAT

KETER

NGAN

No.

...

../

RT. 004

Kld/ru/...12014

Yang

bertanda tangan

di

bawah

ini

Ketua Rukun

Tetangga

004

RW.

0l

Kelurahan

Kamal Muar4

Kecamatan Penjaringan Jakarta

Utarq

menerangkan bahwa:

Nama

NIM

Tempat/Tanggal

Lahir

Jurusan

Khairatul Maghfirah

10901 1000051

Jakarta, 30 Oktober 1992 Pendidikan Agama Islam

Nama

tersebut

benar telah

melaksanakan

penelitian

(observasi)

dalam

rangka penulisan dan penlusunan

skripsi yang berjudul

"Peranan

Orang

Tua dalam Pengembangan Kecerdasan Emosional dan Spiritual

Anak

(Study Kasus

di

Lingkungan

RT.

004

RSi.

01

Kelurahan

Kamal Muara

Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara).

Demikian surat

keterangan

ini

dibuat

dengan

sebenarnya

untuk

dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.