Hubungan keteraturan shalat lima waktu dengan regulasi emosi.

53 4. Denyut jantung tidak teratur Kadang-kadang timbul ketidak teraturan denyut jantung. Kontraksi dini jantung yang bebas dari irama jantung normal, disebut extra systolis, sering terjadi dan kemudian akan terus tidak teratur baik kecepatan maupun kekuatannya, ini disebut atrial fibrillation.

E. Hubungan keteraturan shalat lima waktu dengan regulasi emosi.

Regulasi emosi ialah kemampuan secara fleksibel untuk mengendalikan emosi yang dirasakan dan ditampilkan sesuai dengan tuntutan lingkungan Denham dalam Coon, 2005. Saat melakukan regulasi emosi, seseorang belajar untuk mengurangi atau mengendalikan emosi negatif dan mempertahankan atau membangun emosi positif Kostiuk Fouts, 2002. Menurut Krause dalam Coon, 2005, salah satu faktor yang mempengaruhi regulasi emosi seseorang adalah religiusitas. Seseorang yang tinggi tingkat religiusitasnya akan berusaha untuk menampilkan emosi yang tidak berlebihan bila dibandingkan dengan orang yang tingkat religiusitasnya rendah. Drikarya dalam Widiyanta, 2005 mendefenisikan religiusitas sebagai kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan yang harus dilaksanakan yang berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan seseorang atau kelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sesama manusia serta alam sekitarnya. Selanjutnya, Glock dan Stark dalam Anggarasari, 1997 mengatakan bahwa keberagamaan seseorang menunjuk pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya. Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah suatu penghayatan ajaran agama yang mengarah kepada ketaatan dan komitmen seseorang Universitas Sumatera Utara 54 dalam melaksanakan ajaran agamanya. Menurut Glock dan Stark dalam Ancok dan Suroso, 2005 religiusitas sendiri memiliki lima dimensi dan salah satunya adalah dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dalam keberislaman, dimensi peribadatan praktek ibadah menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al-Quran, doa, zikir, ibadah kurban, iktikaf di masjid pada bulan puasa dan sebagainya. Rahayu 2005 menyebutkan bahwa shalat adalah kegiatan yang menggabungkan antara kegiatan fisik, mental, dan spiritual. Tidak hanya itu, shalat mampu memberikan makna tak hanya bagi diri individu, tetapi juga bagi hubungan antara manusia dengan Tuhannya dan hubungan sosial manusia yang satu dengan yang lain. Tegaknya shalat berarti menyatukan pikir akal, emosi, mental spiritual, keikhlasan dan lahir fisik, perbuatan dalam satu titik keseimbangan yang harmonis, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu bentuk penyembuhan spritual adalah shalat. Shalat dengan gerakan tubuh dan waktunya yang teratur sangat bermanfaat untuk tubuh, sekaligus ia merupakan ibadah ruhiyah. Dzikir, tilawah dan doa-doanya sangat baik untuk pembersihan jiwa dan melunakkan perasaan. Berdasarkan penemuan- penemuan mutakhir yang menyatakan bahwa kesehatan tubuh dan penyakit sebenarnya berasal dari penyakit jiwa, dan banyak penyakit tubuh sesungguhnya dapat disembuhkan melalui ketenangan jiwa, maka shalat dapat dilihat sebagi sarana kesehatan tubuh juga Banna dalam Nurdin, 2006. Menurut Sholeh 2006 Shalat jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusyuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahanan tubuh imonologi khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit- Universitas Sumatera Utara 55 nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan ndividu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi coping. Shalat seperti meditasi mempunyai efek yang mu’jizat terhadap seluruh sistem tubuh kita seperti syaraf, peredaran darah, pernapasan, pencernaan, pengeluaran, otot- otot, kelenjar, reproduksi dan lain-lain. Shalat juga sebagai meditasi yang dapat melepaskan diri dari kesibukan dunia yang mencemaskan, untuk masuk ke dalam suasana tenang walau sesaat pada waktu-waktu yang telah ditentukan secara teratur, untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga dapat mengurangi kecemasan Nizami, 1981. Shalat membuat jiwa menjadi tenang, tidak gelisah, takut atau khawatir, membawa keteguhan hati dan sikap optimis serta ketenangan jiwa Rafi’udin Zainudin 2004. Hal ini sejalan dengan pendapat Hasan 2000 mengatakan salah satu hikmah shalat yaitu sebagai penenang jiwa orang resah gelisah. Basyarahil 2001 juga mengatakan bahwasanya shalat dapat menimbulkan ketenangan hati dan ketentraman batin. Berdasarkan penjelasan di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwasanya manfaat shalat yang dirasakan menggambarkan adanya peningkatan proses kemampuan seseorang dalam mengatur atau meregulasi emosinya sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa keteraturan shalat lima waktu memiliki hubungan dengan regulasi emosi. Universitas Sumatera Utara 56

F. Kerangka Berfikir