Tradisi Budaya Setempat Terhadap Pemenuhan Hak Reproduksi

Kabupaten Jember. LH dan UR merupakan tipe keluarga Nuclear Family. j. HE merupakan salah satu karyawati kebidanan, dia bekerja di Akademi Kebidanan Bina Husada sejak tahun 2007. Latar belakang pendidikan HE adalah SI Ekonomi, HE merupakan staf akademik. HE berusia 33 tahun, dia merupakan anak ke tiga dari 3 bersaudara. HE berasal dari kabupaten Banyuwangi, dia berdomisili di jember sejak awal dia bekerja di Akbid Bina Husada. HE merupakan suku jawa, dia menganut agama islam. Suami HE bernama FA dia berusia 32 tahun. HE menikah dengan FA sejak 4 tahun yang lalu. Pekerjaan FA adalah karywan swasta disalah satu perusahaan di Kabupaten Jember. FA merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, FA berasal dari Banyuwangi dia merupakan suku jawa, FA memeluk agama islam. FA dan HE dikaruniai 2 orang anak berumur 3 tahun dan 3 bulan. Mereka berdomisili didaerah perumahan puri nirwana type 36 di Kabupaten Jember. LH dan UR merupakan tipe keluarga Nuclear Family.

C. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November – Mei 2015. Adapun hasil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tradisi Budaya Setempat Terhadap Pemenuhan Hak Reproduksi

Dalam Menentukan Jumlah Anak dan Pemilihan Alat Kontrasepsi. Pada tema tradisi budaya setempat ini menekankan pada persepsi masing-masing pasangan usia subur didalam pengaturan jumlah anak dan pemilihan alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 perpustakaan.uns.ac.id commit to user pasangan informan suami istri didapatkan hasil bahwa, sebagain besar informan mengatakan tidak ada budaya yang mempengaruhi dalam menentukan jumlah anak. Informan karyawati dan suami berasal dari suku jawa, betawi, madura dan oseng. Berkaitan dengan pepatah banyak anak banyak rejeki sebagian besar informan sudah tidak mempercayai hal tersebut, pepatah tersebut sudah tidak berlaku lagi saat ini, tetetapi mereka mempercayai bahwa masing-masing anak memiliki rejeki masing- masing. Para informan tidak mempercayai mitos, tetetapi mereka lebih mempercayai pada keyakinan yang mereka anut. Ada berbagai macam argumen yang dikemukakan oleh Pasangan informan karyawati dan suami di antaranya, para informan mengatakan bahwa pepatah tersebut hanya berlaku pada jaman dahulu dan tidak bisa disamakan dengan jaman sekarang. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan: Informan DS mengatakan dia tidak mempercayai dengan pepatah tersebut. DS mengatakan bahwa jumlah anak itu tidak usah terlalu banyak. DS berasumsi bahwa setiap orang tua memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan etika, pendidikan dan kebutuhan anak – anak mereka. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh DS : “Ndak saya ndak percaya ,, Yo maksutku i tu gini,, kalau opo yo anak tu cukup saja,, yo pendidikane,yo etika e kan yo diperhatikan anak la nek banyak anak otomatis kan ga da waktu buat ngurus,, keuangannya kan harus di bagi bagi,,ya wes pokok’e seng standart mbak” DS , 21 4 2015 Hal yang sama juga dikatakan oleh informan OD. OD berpendapat bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan commit to user pengaturan jumlah anak. dia juga tidak mempercayai terkait dengan pepatah banyak anak, banyak rejeki. Hal sesuai dengan apa yang dikatakan oleh OD: “Sama sih ga ee ga da,,yang mempengaruhi kalau untuk yang ee biasa kan banyak anak banyak rejeki,, gitu kan,, ga juga sih ,, aku ga ada seperti itu yang sudah se ini aja,, kalau yang kayak gitu ga da ” OD 2842015 Informan LS berpendapat bahwa pepatah tersebut, berlaku pada jaman dahulu. LS menceritakan pengalamannya, bahwa nenek dari LS memiliki 8 orang anak, dan terbukti ke 8 anak tersebut memiliki kondisi ekomoni yang berkecukupan. LS berpendapat bahwa kondisi saat ini sudah tidak bisa disamakan dengan kondisi dulu. Jaman sekarang pertumbuhan penduduk sangat pesat sekali, sehingga tidak berlaku lagi pepatah banyak anak banyak rejeki . Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan LS : “Mungkin itu ,,,ada benernya,,kalau seperti nenek saya gitu mbak,,dulu punya 8 orang anak,,banyak anak banyak rejeki,,terbukti mbak,,tetapi kita lihat kondisi sekarang mbak,,kita tidak bisa menyamakan kondisi dulu dengan kondisi saat ini,, apalagi sekarang yo mbak,,dengan kondisi yang saat ini pertumbuhan penduduknya sangat pesat sekali,, jadi kalau menurut saya tidak berlaku banyak anak banyak rejeki,,tetapi cuman kalau anak itu membawa rejeki masing masing kalau menurut saya itu benar,, ” LS 2642015 LH juga mangatakan bahwa tidak ada kebudayaan atau mitos yang berpengaruh terhadap jumlah anak. “Nek aku kebetulan kan asli banyuwangi mbak,,eeee,,, kuwi rumangsaku kok ora enek seh,,yo biasa seh, ” LH 2242015 Informan IK juga mengatakan bahwa pada jaman sekarang pepatah tersebut sudah tidak relevan. IK berasumsi bahwa memang Tuhan mengatur rejeki masing-masing, tetetapi saat ini biaya pendidikan sangat commit to user mahal, jadi hal tersebut perlu difikirkan hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan olek IK : “Kalau mungkin pepatah itu ya mbak,, kayaknya kalau sekarang antara percaya dan tidak percaya ya mbak,,memang Allah mengatur ya,, setiap anak kan mempunyai rejeki masing masing ya,, melihat dari biaya pendidikan apa apa nyaa ee ,, ya ndak relevan klo yg sekarang,, gitu mbak “ IK 2442015 NK juga berpendapat, bahwa pepatah tersebut hanya berlaku pada jaman dulu, dijaman modern seperti saat ini pepatah tersebut sudah tidak berlaku lagi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan NK: “Ohh ndak mbak,, sudah modern sekarang mbak,, itu kan jaman dulu “ NK 2742015 Informan WD juga mengatakan dia tidak mempercayai terkait pepatah tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan WD: ne’e masalah ekonomi banyak anak banyak rejeki ,, itu mbak,,sekarang ndak percaya akan hal itu ya mbak,,nek aq seh mbak,, WD 2942015 Informan LB juga berpendapat, bahwa tidak ada mitos yang mempengaruhi terhadap pengaturan jumlah anak, informan LB lebih mengaitkan permasalahan tersebut pada tujuan pernikahan, salah satunya adalah memperbanyak keturunan. Dia lebih mempercayai pada keyakinan tersebut. Informan LB beragam muslim, dia mengatakan bahwa Rosullullah menganjurkan umatnya untuk memiliki banyak keturunan, jadi latarbelakang keyakinan tersebut yang meyakini untuk memiliki banyak keturunan. Informan LB juga mengatakan bahwa harus mempertanggung jawabkan jika memiliki banyak anak dan tidak boleh perpustakaan.uns.ac.id commit to user menelantarkan anak – anak tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan LB: “Kalau yang itu ya,,eee kalau dari mitos sihh ndak ada mbak,, itu kalau kami lebih ke kepercayaan,, kembali ketujuan pernikahan mbak yang mana untuk memperbanyak keturunan ya,, kita yang kembali pada kepercayaan kita, kebetulan kita muslim,, bahwa Rosullullah menganjurkan kita untuk memperbanyak keturunan gitu kan mbak ,,mungkin banyak anak itu maka akan membuat beliau bangga gitu,, jadi eee mungkin background keyakinan seperti itu,,sehingga mungkin masih kuat sehingga insyallah mempengaruhi,,, ya ndak papa kalau banyak anak ,,tetapi ee ya gitu bertanggung jawab bisa mendidik begitu mbak,, ojok terus di jarne gitu aja,, “ LB 2542015 Informan DA juga mengatakan tidak ada mitos yang mempengaruhi terhadap pengaturan jumlah anak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan DA: “Klo di saya ndak ada,,” DA 2042015 Begitu pula dengan informan HE , juga mengatakan tidak ada mitos yang mempengaruhi terhadap pengaturan jumlah anak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan DA “Ndak,,ndak ada mbak” HE 2342015 Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh suami informan, rata-rata suami informan mengatakan tidak ada budaya yang mempengaruhi terhadap pengaturan jumlah anak. Suami informan mengatakan bahwa keadaan yang ada sekarang sudah modern tidak bisa disamakan dengan jaman dulu, anggapan pepatah banyak anak banyak rejeki sudah tidak berlaku lagi pada jaman sekarang, jika dilihat dari segi medis juga tidak masuk akal, dan juga commit to user mengatakan bahwa anak adalah sebagai investasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan: DN merupakan suami dari OD, DN mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terhadap pengaturan jumlah anak, semua berjalan apa adanya ha ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh DN: “Kalau yang eeee mempengaruhi ga ada sih berjalan apa adanya gitu ”DN 2842015 DM merupakan suami dari LB, DM mengatakan bahwa selama dia tinggal di Jawa, tidak ada mitos atau kepercayaan yang mempengaruhi terkait dengan pengaturan jumlah anak. DM juga berpendapat bahwa semakin banyak anak maka semakin menyenangkan, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh DM: “Kalau menurut saya pengaruh budaya selama saya di jawa ini ya,,ga da pengaruhnya ,,semakin banyak kalau menurut saya mungkin semakin baik semakin rame gitu mbak ,,, ” DM 2542015 EK merupakan suami dari DS, EK juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan pengaturan jumlah anak. EK berpendapat bahwa dia mengininkan jumlah anak yang standart, jumlah anak yang standart menurut EK adalah dua dan maksimal adalah tiga. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh EK : “Ga pengaruhi ki,, kebudayaan, Ohhh yo ndak pas no,, lek saya kurang setuju anu ae seng opo jenenge,seng stabil ae opo dua anak cukup opo tiga anak ta,,terserah wes ,,pokok ojok papat maksimal telu nek aku mbak ” EK 2142015 perpustakaan.uns.ac.id commit to user Hal yang sama juga dikatakan oleh UR, UR merupakan suami dari LH. Dia mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang menyimpang terkait dengan pengaturan jumlah anak, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan UR: “Ehmmmm,, ga da sih mbak,, biasa biasa aja,,ga ada yang menyimpang sih saya kira “ UR 2242015 FA merupakan suami dari HE, dia juga berpendapat bahwa tidaka da kebudayaan yang menyimpang terkait dengan pengaturan jumlah anak. hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan FA: “Sama lek anak ki ga ada mbak” FA 2342015 LK merupakan suami dari IK, setau LK tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan pengaturan jumlah anak, terkait dengan pepatah banyak anak banyak rejeki LK berpendapat bahwa tidak berlaku pada jaman modern seperti saat ini. Hal ini sesuai dengan pndapat dari LK : “Opoo yo mbak,, eee kalau setau saya tidak ada mbak, ee saiki jaman wes modern mbak,, dadi wes ga usum mbak ,, ” LK 2442015 MT merupakan suami dari LS. Menurut pendapat dari MT terkait dengan pepatah banyak anak banyak rejeki, jika dilihat dari segi medis pepatah tersebut tidak masuk akal, tetetapi jika dilihat dari segi agama pepatah tersebut, merupakan hal yang wajar. MT berpendapat bahwa Tuhan pasti memberikan rizki pada tiap masing- masing anak. Tetapi informan tersebut berpendapat, jika seseorang yang mempunyai strata ekonomi yang tinggi, walaupun memiliki banyak anak, hal tersebut tidak commit to user menjadi permasalahan. Tetetapi jika informan MT memiliki banyak anak, dia mempermasalahkan hal tersebut, karena informan tersebut berasumsi kondisi ekonomi keluarganya yang tidak terlalu kaya pas- pasan. Informan tersebut mengatakan, memang benar Tuhan akan mencukupi, tetetapi harus dilihat dengan kemampuan kondisi keluarga masing-masing. Informan tersebut berpendapat bahwa pepatah tersebut merupakan pepatah yang subjektif, karena ukuran kemampuan ekonomi masing-masing keluarga berbeda.. Hal ini sesuai dengan pa yang dikatakan oleh informan MT : “Kalau itu mungkin gini ya mbak ya,,itu memang kalau dilihat dari segi medis yo ndak masuk mbak kata kata itu kalau tetetapi dari segi agama dan budaya yo klo menurut saya ya normal - normal saja karena kan yg memberi rejeki Allah,,jadi ya bener mbak banyak anak banyak rejeki,, bener mba,, tetapi kita lihat lagi masa depan anaknya,,,iya kalau orang tuanya menteri gitu ga papa mbak meskipun anaknya 5 gitu yaa ndak papa ,,dia kaya,,nahh klo saya gini mbak kan biasa biasa aja gitu mbak,,ya kasian mbak,,walaupun dari fikiran kita kan Allah yang ngasik rejeki,,tetapi kan yo,, itu tidak melampaui syariat mbak,,nahh banyak anak banyak rejeki itu kalau menurut saya yo pepatah dalam tanda kutip,, itu buat siapa gitu mbak,, ” MT 2642015 SH merupakan suami dari NK , informan tersebut mengatakan tidak ada kebudayaan yang mempengauhi, dia beranggapan bahwa anak adalah sebagai investasi, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakn oleh SH: ”Ndak ndak ndak percaya anak itu sebagai investasi gitu mbak,,, heeee “SH 2742015 Hal yang sama juga dikatakan oelh IF, IF mengatakan tidak ada kebudayaan yang mempengauhi hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh IF: commit to user “Ndak ada mbak” IF 2942015 Mertua orang tua karyawati juga mengatakan pendapat yang sama terkait pepatah tersebut. Mereka berpendapat bahwa jaman sekarang sudah tidak berlaku lagi pepatah tersebut. Kondisi saat ini sudah berbeda dengan kondisi jaman dahulu. Mereka lebih memikirkan kaitanya dengan kesejahteraan masa depan anak, program pemerintah, kondisi ekonomi dan juga pendidikan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada informan mertuaorang tua “Kalo jaman sekarang itu lain dengan dulu,,klo jaman sekarang itu kan lain dengan dulu banyak anak banyak rejeki, kondiisi, nah kalok sekarang ya banyak anak ya repot sekarang, apalagi ya melihat penghasilan orang tua ya,, kan ndak iso sekolah ya tinggi tinggi paling gak ya bisa sekolah tinggi gitu,kan yo kebutuhan banyak “ ED 3042015 “Contohnya begini seperti ini anu,,,eeee seperti bude bude saya eee yang tidak bisa baca tulis gitu ,,,eeee gitu mbak ee yo anggapannya anak ki piro piro nggowo rejeki dewe dewe ,,tetapiii eee untuk generasi berikutnya eeee sudah mikir ,,kan sudah mikir,, yo eee kaitanya dengan program pemerintah, kaitanya terus kesehatan,,ee ekonomi juga,, terus eeee pekerjaan ,,,banyak hal lah mbak,,sudah modern lah mbak “ RB 152015 “Eee endak endak dek,,biasa nya kalau didaerah saya dulu itu banyak,,mbak,, tetapi saya yo ndak dengerin ,,ndak eee ndak dengerin mbak,,biar sudah “ SM 252015 Pendapat yang sama juga dikatakan oleh informan bidan praktek mandiri. Menurut pendapat mereka pepatah tersebut sudah tidak berlaku lagi pada saat ini. Bahkan menurut pendapat salah satu bidan, bidan tersebut merasa kesulitan untuk menyuruh akseptor untuk berhenti commit to user menggunakan KB, karena bidan tersebut beranggapan bahwa akseptor tersebut sudah memasuki masa program anak kedua. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada informan Bidan Praktek Mandiri “Ohhh lek saiki wes ga onok ,, wes mek sak persen seng ngomong ngono saiki,,ada pasien saya itu buk tak kon leren suntk iku buk,, sampek kesellll aq lek ngongkon anaknya sudah lima tahun saya gitukan anaknya sudah 5 tahun bukk wayae leren anu anu buk anu buk menirukan gaya pasien jika bicara buk wayae leren sameyan engkok kan dari 5 tahun dia suntik kan kadang kadang kan teko pil,, mau dia suruh berhenti itu malah wegah iku suruh meteng lek anak’e gede iku berhenti lek anak’e wes gede malah wegah lek suruh meteng rata rata pasien saya begitu ”AN 352015 Pendapat yang sama juga dikatakan oleh informan bidan praktek mandiri. Bidan tersebut mengatakan bahwa kondisi saat ini, para pasien merasa malu jika memiliki anak lebih dari dua ini terjadi pada pasien bidan yang berasal dari kota maupun dari desa. Bahkan pada saat melakukan ANC Antenatal Care atau periksa hamil bidan tersebut memberikan konseling pada pasien bahwa nanti setelah melahirkan di sarankan untuk segera menggunakan alat kontrasepsi. Menurut pemaparan bidan tersebut, kebanyakan masyarakat jaman sekaramg merasa malau jika memiliki anak lebih dari dua atau tiga anak. jadi erkait dengan pepatah banayak anak banay rejeki sudah tidak berlakau pada jaman sekarang. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada informan bidan praktek mandiri “Ohhh gak kalau sekarang,,kalau sekarang gini tidak banyak anak banyak rejeki, justru mereka malah justru kalau mereka malah malu klo memilki anak lebih dari dua,, misal seperti itu jadi semua pasien saya commit to user baik di desa maupun dikota jarang yang memilki anak lebih dari tiga maksut saya klo dua dua lebih itu masih ada ya,,tetapi kalau lebih tiga itu jarang jadi kalau bnyak anak banyak rejeki tidak ada seperti itu,, bahkan mereka itu pasca persalinan itu langsung saya konseling anc saya konseling buk pas anc, saya nanti setelah melahirkan itu nanti pakek kb ya,, gitu itu mereka mau bahkan kb saya pasca plasenta banyak,,dan itu mereka mau,, itu terbukti,, bahwa mereka sadar ohh iya jadi saya haris mengatur jumlah kelahiran saya ,,” TY 452015 Tetetapi ada salah satu suami informan yang membenarkan pepatahtersebut. Informan HD membenarkan pepapatah tersebut, informan tersebut berkeyakinan bahwa pepatah tersebut merupakan falsafah agama, dan menyakini bahwa berapa pun jumlah anak yang diberikan pasti Tuhan akan memberikan rizki pada anak – anak tersebut dan setiap anak mempunyai rejeki masing-masing, hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh informan : “Ya,, bener juga banyak anak banyak rejeki ya kalau anaknya 10 jadi jendral semua kan ya enak yaa falsafasah jawa banyak anak banyak rejeki itu sebenernya ada filsafat dengan agama juga,, setiap anak kan bawak rejeki masing masing, ndak mungkin anaknya banyak terus ndak dikasik rejeki itu ndak mungkin,, itu pasti nantinya dikasik mbak “ HD 2042015 Berkaitan dengan pemilihan alat kontrasepsi sebagian besar informan menjawab tidak ada budaya yang menyimpang dilingkungan mereka tinggal yang mempengaruhi terhadap pemakaian alat kontrasepsi, para informan lebih mempercayai terhadap manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi itu sendiri yaitu untuk mengatur jarak kelahiran dan pemakaian alat kontrasepsi tersebut lebih ditekankan pada niat pemakaiannya. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Ada juga informan karyawati berbendapat bahwa pemakaian alat kontrasepsi dikatakan haram jika untuk membatasi jumlah anak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakakan oleh informan: Informan LB mengatakan penggunaan KB tersebut ditekankan pada niat pengguna masing-masing. Jika niat penggunanya adalah untuk menjaga rentan antara anak pertama dan anak kedua maka diperbolehkan tetapi jika untuk membatasi hanya untuk memilki satu atau dua anak, maka hukumnya adalah tidak diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan: “Penggunaan kb itu menurut agama itu tergantung dari niatnya ,, jadi bukan Kbnya itu sendiri tergantung niatnya itu dari awal itu gimana gitu,,ketika memang diperbolehkan dari agama itu niatnya itu untuk apa,,menjaga rentan atau jarak antara anak yang satu dengan yang lain tetapi kalau dengan menggunakan KB niatnya untuk ini eee apa,, membatasi cukup untuk satu aja atau dua aja,,emang dari segi agama itu tidak diperbolehkan dalam artian diharamkan gitu mbak, tetapi memang kalau dari produknya itu sendiri diperbolehkan, tetapi kalau menurut saya yang harus diluruskan oleh pengguna adalah dari niatnya masing- masing” LB 2542015 Informan DA mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. DA mengatakan bahwa setelah melahirkan oleh bidan dia langsung disaranakan untuk menggunakan alat kontrasepsi, DA berasumsi bahwa jarak antara anak pertama dan kedua harus diperhitungkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan DA: “Ndak ada,, malah eee memang kan untuk kb kan di sarankan itu apalagi pas dulu melahirkan anak pertama,, eee untuk pemaiakan kb kan jaraknya kan antara anak pertama sama anak kedua kan jangan terlalu dekat kan kalau dekat kan kasian,, nah klo saya lebih percaya itu ” DA 2042015 commit to user Informan OD juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayanna yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh OD: “Eeee lek alat kontrasepsi sih saya rasa ndak ada ya mbak” OD 2842015 Informan DS juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayanna yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh DS: “Lek aku seh mbak lek kaitanen karo alkon ga da seh mbak,, lebih tak lihat dari manfaatnya aja “ DS 21 42015 Informan LH juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi, jika pun informan tersebut mengettahui terkait dengan mitos-mitos yang merugikan tentang KB yanng merugikan , informan tersebut juga tidak mempercayai hal tersebut . Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh LH: “Ehmmmm,,kalau kaitannya dengan kontrasepsi ga ada sih,, kalaupun ada ehmmm dan itu kok kelihatannya merugikan,, saya tidak setuju,, ” LH 2242015 Informan HE juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. Informan HE mengatakan bahwa sekarang adalah jaman modern, hal yang terbaik yang diambil . penngunaan kontrasepsi ditekankan untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran anak, karena berkaitan dengan kebutuhan masing-masing anak. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh OD : commit to user “Kalau kita endak ,,sekarang kita kan jamannya sudah modern, yang terbaik yang kita ambil,,eee jadi sesuai dengan jamannya yg sekarang toh juga ada kebaikannya kalau kontrasepsi itu lebih untuk mengatur , kasih sayangnya, terus kaitanyan dengan biaya,, kan ragat te arek cilik kan akeh toh,,eee jadi kita sebagai orang tua ni maunya yaa nanti lebih baik dari orang tuanya ” HE 2342015 Informan IK juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh IK: “Lek KB aku ga ada mbak,, ga pernah denger juga,,” IK 2442015 Informan LS juga mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. Informan tersebut lebih menekan kan pada hal faedah dan modhorot dari penggunaan kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh LS: “Gak sihh,, ga sihh ga da kaitnya,, klo menurut saya ga da hubunganya kita lihat lagi itu lebih banyak faedahny a ato mudhorotny gitu aja sihhh” LS 2642015 Hal yang sama juga dikatakan oleh informan orang tuamertua dalam hal pemilihan alat kontrasepsi tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi dalam hal pemilihan alat kontrasepsi lebih ditekakankan pada manfaat kontrasepsi itu sendiri. Menurut keyakinan informan tidak mengapa menggunakan alat kontrasepsi asalkan disesuaikan dengan kaidah- kaidah agama. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh informan mertuaorang tua commit to user “Kalau,,kalu itu,,itu eeee pemilihan metode kontrasepsi tidak ada kaitannya mbak,,eeee kita kembali lagi pada manfaatnya,,saya eeee ga ini mbakk eee ga terlalu kalau ini,, yaa” RB 152015 “Kalau menurut saya klo pernah dengar yoo dari islam mana gitu yo,,, itu ndak papa Kb itu yoo,,malah apa,, eee apa kita sesuai dengan kaidah kaidah yang disesuaikan pemerintahyo ndak papa, ” ED 3042015 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh informan suami , dalam hal pemakaian alat kontrasepsi tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi, tetetapi lebih ditekankan pada kepercayaan pengguna masing-masing. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh beberapa suami informan : Informan MT mengatakan bahwa tidak ada kebudayaan yang mempengaruhi terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi. informan MT kurang megetahui terkait dengan hukum dari penggunaan KB, informan tersebut mengatakan bahwa dia merupakan orang yang tidak terlalu fanatik dengan agama. Informan tersebut mengatakan penggunaan alat kontrasepsi bisa dilihat dari kondisi ekonomi, jika keadaan ekonomi selayaknya kondisi informan MT, dia merasa harus menggunakan KB karena berkaitan dengan kondisi ekonomi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan : “yaaa dari budaya kayak mitos-mitos gitu ga da ya mbak lebih ke kepercayaan eee yaa pernah denger dulu kalau KB itu ada yang bilang haram lah atau makruh lah,, masalah haram ndak nya,,, kita buka dulu dikitabnya,,kebetulan kami bukan orang yg fanatik kita dengan agama jadi ya,, klo lebih telitinya saya ndak tau ya klo itu lebih baik dikehidupan dan lebih afdol maksudnya itu tidak membebani yo ndak papa apalagi kalau kerjanya biasanya aja ya kasian klo ndak ber KB kan yo kasian,, yang ini anaknya masih kecil keluar lagi adeknya,, terus anaknya kecil 4 gitu kan ya kasian klo menrut saya iu kb itu ada baiknya perpustakaan.uns.ac.id commit to user juga ada buruknya tergantung kita itu memaknainya gimana gitu mbak” MT 2642015 Informan DM juga mengatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi tersebut dilihat dari niat pengguna masing-masing. Informan tersebut berpendapat jika penggunaan KB tersebut untuk membatasi informan tersebut kurang setuju, dia berasumsi bahwa anak adalah titipan dari yang Kuasa. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan DM : “Penggunaan Kb ya,, kalau dari mitos seh ga tau ya mbak lek menurut saya penggunaan Kb ya,, tergantung nitanya,, ya klo untuk rentan klo terlalu pendek juga ga baik ya,, tetapi kalau membatasi ya saya kurang setuju juga gitu namanya anak kok wong itu titipan kok ,, selama kita bisa merawat ya ga masalah gitu,,” DM 2542015 Ada juga pendapat salah satu informan yang mengatakan bahwa masih ada mitos yang berkembang di tempat informan tinggal, berdasarkan hasil observasi, lingkungan tempat tinggal informan merupakan daerah pedesaan yang didominasi oleh suku madura, pengetahuan yang kurang terhadap alat kontrasepsi membuat mereka tidak mau menggunakan KB, ada anggapan bahwa pemakaian alat kontrasepsi dapat membuat kandungan menjadi kering, oleh sebab itu ada sebagian tetangga informan yang tidak menggunakan alat kontrasepsi. Tetetapi hal tersebut tidak mempengaruhi informan dikarenakan informan mengerti dari manfaat alat kontrasepsi itu sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh informan : “Eeeee ,,kalau saya sih ndak ada mbak,,ndak mempengaruhi,,tetapi emang enek mbak kalau di daerah sini itu kebanyakan kalau masyarakat yang ndak ngerti ku,,ndak melok kb mbak ,,ga dibolehin biasanya tu perpustakaan.uns.ac.id commit to user mbak,, takute jare kering tu mbak,, jadi iya kadungane ku mbak kering jare ,,itu jare ga iso punyak anak,,nah itu mainsetnya orang orang seh gitu mbak,, jadi mbak emang neng kene ki,, seng melok kb wong seng ngerti ngerti,,dadekno emang wong seng neng mburi mburi kuwi anaknya banyak” WD, 2942015 Menurut pendapat bidan praktek mandiri terkait dengan mitos tersebut para bidan membenarkan bahwa memang masih ada mitos terkait dengan penggunaan kontrasepsi. salah satu mitos tersrbut adalah penggunaan alat kontrasepsi meneyebabkan kandungan menjadi kering, biasanya mitos-mitos seperti itu banyak berkemabnag pada masayarakat urban madura. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan pada informan bidan praktek mandiri “Itu biasane lek gitu tu ,, yang nganu biasane seng kandungane kering tu lek seng biasane pil bu,,seng pil KB khusus ngomomge lek biasane jangka waktu panjangan tu kering” AN 352015 “Ada ada,, tidak tidak ini misal gini, walaupun saya dikota ya,,, itungan nya ini dikota ya tetapi,, tetetapi kayak budaya budaya iya ada dipinggiran pinggiran itu ya,, nun sewu misal budaya madura gitu ya,,atau ini anuan yang ini nanti kering atau ini kayak gitu tu masih ada ,,he’em masih ada” TY 452015 Dari pemaparan yang disampaikan oleh para informan dapat disimpulkan bahwa tidak ada kepercayaan kebudayaan yang menyimpang terkait dengan pengaturan jumlah anak. Begitupula dengan pemilihan metode kontrasepsi. Berkaitan dengan pepatah banyak anak banyak rejeki, semua informan karyawati mengatakan tidak mempercayai hal tersebut. Tetetapi masih ada salah satu informan suami yang masih mempercayai pepatah banyak anak banyak rejeki. Informan tersebut adalah informan HD. Informan HD berpendapat bahwa pepatah tersebut commit to user merupakan filosofi dari kepercayaan yang informan anut. Informan HD adalah seorang muslim. Didalam ajaran muslim, mempercayai bahwa Tuhan akan menjamin rizki setiap hambanya. Informan tersebut berpendapat bahwa, jika banyak anak maka kebutuhannya tidak akan bisa terpenuhi, merupakan pemikiran dari logika manusia saja. Faktor kepercyaan berpengaruh dalam hal ini. Informan mempercayai bahwa berapapun jumlah anak yang dimiliki pasti mempunyai rejeki masing – masing.

2. Dukungan Sosial Terhadap Pemenuhan Hak Reproduksi Dalam