Penyerapan Tenaga Kerja GAMBARAN UMUM INDUSTRI ROKOK DI INDONESIA

kembali di tahun 2007 sebesar 6,40 persen dan mencapai puncaknya di tahun 2008 sebesar 7,87 persen. Sementara itu, produksi rokok putih terlihat terus mengalami penurunan terhitung sejak tahun 1999. Menurut Indocommercial 2006, penurunan produksi rokok putih tidak hanya dialami oleh produsen rokok berskala kecil, tetapi juga produsen rokok berskala multinasional. Produsen rokok putih terbesar yaitu Phillip Morris dan PT. BAT Indonesia pun mengalami penurunan produksi sejak beberapa tahun terakhir. Secara keseluruhan, produksi rokok putih pada tahun 2004, tercatat hanya sebesar 18,7 Milyar batang, jauh mengalami penurunan jika dibandingkan pada tahun 1999 yang sempat memproduksi sebesar 30,3 Milyar batang. Namun demikian, pertumbuhan kembali positif hingga tahun 2008, yaitu sebesar 6,25 persen. Angka tersebut dinilai memiliki selisih yang cukup jauh sebesar 11,67 persen, dibandingkan dengan angka pertumbuhan yang dicapai pada tahun 1991. Adapun rata-rata produksi rokok kretek ternyata meningkat menjadi 3,22 persen per tahun, yaitu dari 139 Milyar batang pada tahun 1997 menjadi 233 Milyar batang pada tahun 2008. Sementara itu, rata-rata produksi pada rokok putih justru menunjukkan adanya tren yang menurun sebesar 0,66 persen. Penurunan tersebut terjadi dari 20,4 Milyar batang di tahun 1991, menjadi 17 Milyar batang saja pada tahun 2008.

4.3. Penyerapan Tenaga Kerja

Sejak 1991-2008, telah terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada industri rokok kretek maupun industri rokok putih. Berdasarkan Tabel 4.2., penyerapan tenaga kerja pada industri rokok kretek jauh lebih besar dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada industri rokok putih. Hal ini disebabkan oleh jumlah perusahaan rokok kretek yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan rokok putih. Penyerapan tenaga kerja industri rokok kretek tercatat sebesar 3,08 persen 1997, meningkat terus hingga mencapai 0,95 persen 2002, kemudian sempat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -0,34 persen 2003 dan -5,87 persen 2004. Penyerapan tenaga kerja dengan nilai tertinggi dicapai pada tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 68,80 persen. Hal ini terjadi karena rentang penambahan jumlah perusahaan pada tahun tersebut mencapai 1,68 kali lipat dari tahun sebelumnya. Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kerja Industri Rokok, Tahun 1991-2008 Tahun Tenaga Kerja Industri Rokok Kretek Orang Growth Persen Tenaga Kerja Industri Rokok Kretek Orang Growth Persen 1991 139.394 4,50 4.320 3,28 1992 141.889 1,79 4.261 -1,37 1993 144.061 1,53 3.761 -11,73 1994 159.353 10,61 5.135 36,53 1995 166.842 4,70 5.254 2,32 1997 171.977 3,08 5.132 -2,32 1998 188.711 9,73 5.021 -2,16 1999 197.569 4,69 4.765 -5,10 2000 200.821 1,65 4.352 -8,67 2001 211.189 5,16 4.779 9,81 2002 213.197 0,95 1.170 -75,52 2003 212.476 -0,34 5.215 345,73 2004 199.998 -5,87 4.577 -12,23 2005 228.709 14,36 2.954 -35,46 2006 261.257 14,23 2.994 1,35 2007 278.353 6,54 2.907 -2,91 2008 469.868 68,80 4.258 46,47 Sumber : BPS 1991-2008 Berbeda dengan industri rokok kretek, industri pesaingnya yaitu rokok putih ternyata lebih banyak mengalami pertumbuhan negatif di beberapa titik tahun. Industri ini hanya mengalami pertumbuhan positif sebesar 9,81 persen 2001, 1,35 persen 2006, dan 46,47 persen 2008. Penyerapan tenaga kerja tertinggi juga terjadi di tahun 2008 yaitu sebesar 46,4 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah perusahaan antara tahun 2007 ke tahun 2008 meningkat sebesar 1,46 kali lipatnya, sehingga secara otomatis akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

4.4. Produsen Besar dalam Industri Rokok