Reaksi Ikan Terhadap Rangsangan Cahaya

2.7 Reaksi Ikan Terhadap Rangsangan Cahaya

Indera penglihatan pada sebagian besar ikan ekonomis penting merupakan indera utama yang memungkinkan terciptanya pola tingkah laku mereka terhadap keadaan lingkungannya. Kemampuan indera mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir seluruh lingkungan disekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit pada bagian belakang ikan yang tidak dapat dilihat oleh ikan. Daerah sempit ini dikenal sebagai dead zone Gunarso, 1985. Mata adalah organ perkembangan fotosensitif tingkat tinggi yang kompleks yang terdapat pada struktur tulang yang terlindungi pada tengkorak. Pada retina mata ikan terdapat sel fotoreceptor Ada dua pola reaksi ikan terhadap cahaya, yaitu fototaksis dan fotokinesis. Fototaksis merupakan gerakan spontan dari ikan untuk mendekati atau menjauhi cahaya. Fotokinesis merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh hewan dalam kebiasaan hidupnya Ben Yami, 1976. He 1989 menyatakan bahwa fototaksis pada ikan adalah pergerakan ikan kearah tertentu sebagai reaksi atas suatu sumber cahaya. Fototaksis dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1 fototaksis positif atau photopholic : berenang menuju kesuatu sumber cahaya, 2 fototaksis negatif atau photophobia : berenang menjauhi sumber cahaya. Selanjutnya He 1989 mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fototaksis pada ikan, yaitu : 1 faktor internal a umur dan tingkat kematangan gonad : ikan yang sedang memijah dan bertelur biasanya bersifat fototaksis negatif, b Jenis kelamin : beberapa jenis ikan betina bersifat fototaksis negatif ketika matang gonad, akan tetapi ikan jantan pada jenis yang sama bersifat fototaksis positif ketika matang gonad, c penuh atau tidaknya perut : ikan yang sedang lapar lebih bersifat fototaksis daripada ikan dengan perut yang penuh. 2 Faktor eksternal a suhu air : ikan akan mempunyai sifat fototaksis yang kuat apabila berada pada lingkungan dengan suhu air yang optimal, b tingkat cahaya lingkungan : siang hari tau pada saat bulan purnama akan mengurangi sifat fototaksis, c intensitas dan warna sumber cahaya : jenis ikan yang berbeda akan berbeda pula responnya terhadap intensitas dan warna cahaya, d ada atau tidaknya makanan : beberapa jenis ikan akan bersifat fototaksis apabila terdapat makanan, sedangkan jenis lainnya akan berkurang sifat fototaksisnya, e kehadiran predator akan mengurangi sifat fototaksis. Menurut Ayodhyoa 1981, peristiwa berkumpulnya ikan dibawah sumber cahaya dapat dibedakan menjadi : 1 peristiwa langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tertarik oleh cahaya lampu yang digunakan atau ikan bersifat fototaksis positif, 2 peristiwa tidak langsung, yaitu berkumpulnya ikan karena tujuan mencari makan yang disebabkan oleh adanya plankton dan ikan kecil yang terpikat cahaya. Tertariknya ikan pada cahaya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain untuk mencari intensitas cahaya optimum investigatory reflex, untuk mencari makanan, dan untuk membentuk kawanan Woodhead, diacu dalam Ben Yami, 1976. Salah satu faktor yang menentukan tertarik dan terkumpulnya ikan di sekeliling lampu adalah kekuatan dan warna lampu yang digunakan. Ikan dapat membedakan warna cahaya asalkan cukup terang dan masing-masing jenis ikan menyukai warna terang yang berbeda-beda Ayodhyoa, 1981. Gunarso 1985 menyatakan bahwa ikan ternyata mempunyai penglihatan yang cukup baik untuk membedakan warna. Ikan umumnya sangat peka terhadap cahaya yang datang dari arah dorsal tubuhnya. Gunarso 1985 melengkapi, bahwa umumnya ikan akan cenderung berorientasi kearah kanan dari datangnya cahaya. Ikan tidak menyukai cahaya yang datang dari arah ventral atau bagian bawah tubuhnya. Bila keadaan tidak memungkinkan untuk turun kearah sumber cahaya, ikan menyebar kearah horizontal. Ikan yang tertarik pada cahaya pada umumnya menyukai cahaya yang terang dan tenang. Cahaya yang tidak tenang flickering light seperti petir, lampu senter yang dihidup-matikan akan menakutkan atau setidaknya mengganggu syaraf ikan Subani, 1983. Mitsugi 1974 menyatakan bahwa lampu yang digunakan dalam perikanan tidak hanya menarik larva ikan dan ikan muda saja tapi juga zooplankton dan jenis-jenis ikan yang tidak tertarik ikan oleh cahaya. Dalam percobaannya Mitsugi menemukan beberapa kelompok ikan yang tertangkap karena pikatan cahaya, yaitu : 1 ikan-ikan yang tertarik oleh pikatan cahaya, diantaranya adalah : mackerel, sardin, cumi-cumi dan barakuda, 2 ikan-ikan yng kurang tertarik oleh pikatan cahaya, diantaranya adalah : ekor kuning, tuna, dan salmon, 3 ikan-ikan yang takut oleh cahaya photophobia, diantaranya adalah : belut, kepiting, dan gurita. 2.8 Pemanfaatan Cahaya dalam Operasi Penangkapan Ikan Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri. Masuknya cahaya ke dalam air, sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya tersebut. Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya kedalam perairan. Faktor lain yang juga menentukan masuknya cahaya ke dalam air adalah absorbsi penyerapan cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis. Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, maka nilai iluminasi lux suatu sumber cahaya akan menurun dengan semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut. Dengan sifat-sifat fisik yang dimiliki oleh cahaya dan kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya cahaya, nelayan kemudian menciptakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga melakukan tingkah laku tertentu untuk memudahkan dalam operasi penangkapan ikan. Tingkah laku ikan kaitannya dalam merespon sumber cahaya yang sering dimanfaatkan oleh nelayan adalah kecenderungan ikan untuk berkumpul di sekitar sumber cahaya. Untuk tujuan menarik ikan dalam luasan yang seluas-luasnya, nelayan biasanya menyalakan lampu yang bercahaya biru pada awal operasi penangkapannya. Hal ini disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang paling pendek dan daya tembus ke dalam perairan relatif paling jauh dibandingkan warna cahaya tampak lainnya, sehingga baik secara vertikal maupun horizontal cahaya tersebut mampu mengkaver luasan yang relatif luas dibandingkan sumber cahaya tampak lainnya. Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan sampai pada jarak jangkauan alat tangkap catchability area dengan menggunakan cahaya yang relatif rendah frekuensinya, secara bertahap. Cahaya merah digunakan pada tahap akhir penangkapan ikan. Berkebalikan dengan cahaya biru, cahaya merah yang mempunyai panjang gelombang yang relatif panjang diantara cahaya tampak, mempunyai daya jelajah yang relatif terbatas. Sehingga, ikan-ikan yang awalnya berada jauh dari sumber cahaya kapal, dengan berubahnya warna sumber cahaya, ikut mendekat ke arah sumber cahaya sesuai dengan daya tembus cahaya merah. Setelah ikan terkumpul di dekat kapal area penangkapan alat tangkap, baru kemudian alat tangkap yang sifatnya mengurung gerombolan ikan seperti purse seine, sero atau lift nets dioperasikan dan mengurung gerakan ikan. Dengan dibatasinya gerakan ikan tersebut, maka operasi penangkapan ikan akan lebih mudah dan nilai keberhasilannya lebih tinggi. Perbedaan warna cahaya lampu yang digunakan nelayan dalam penangkapan ikan akan memberikan hasil yang berbeda pada jumlah tangkapan. Perbedaan ini mungkin merupakan akibat dari jenis ikan tersebut senang atau tertarik pada warna dan intensitas sinar tertentu. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Ayodhyoa 1981 bahwa salah satu faktor yang menentukan berkumpulnya jenis ikan pelagis yang mempunyai sifat fototaksis positif disekeliling cahaya lampu adalah sangat tergantung dari kekuatan dan warna cahaya yang digunakan. Sifat ini dimiliki juga oleh jenis cumi-cumi Loligo sp seperti yang dikemukakan oleh Talahatu 1983 dan Saimima 1989. Contoh lainnya yaitu jenis ikan Stelophorus heterolobus bereaksi terhadap semua sinar, namun reaksi tertinggi ternyata terhadap sinar putih dan kuning. Respon ikan terhadap perbedaan intensitas cahaya atau keterangan sebuah cahaya juga berbeda-beda pada setiap jenis ikan. Tidak semua jenis ikan atau cumi-cumi mempunyai respons yang yang sama terhadap cahaya yang terang. Ada jenis ikan yang mempunyai respon cukup besar terhadap cahaya, dan ada pula yang menyukai kegelapan atau intensitas cahaya yang tidak terlalu besar. Salah satu contohnya adalah jenis cumi-cumi bila berada pada sinar merah tingkah lakunya seakan-akan berada pada tempat yang gelap Sudjoko 1988. Dalam percobaan lain yang dilakukkan oleh Talahatu 1983 di Pelabuhan Ratu diperoleh bahwa pada umumnya cumi-cumi senang berkumpul didaerah bayangan kapalperahu dari pada area yang langsung terkena cahaya. Keadaan ini sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Nomura dan Kamasaky 1975 bahwa intensitas cahaya langsung yang mampu menarik cumi-cumi Loligo sp berkisar pada 5-100 lux. Jika cahaya lebih besar dari 100 lux, maka cumi-cumi tersebut tidak akan tertarik batas intensitas cahaya yang dapat diterima oleh cumi-cumi adalah 100 lux. Selain dikarenakan faktor ikan tersebut mempunyai sifat fototaksis positif, ada faktor lain yang menjadi penyebab berkumpulnya ikan-ikan tersebut pada cahaya lampu, yaitu pada daerah sekitar cahaya lampu terdapat hewan yang menjadi makanan ikan-ikan tersebut. Dengan kata lain terdapat makanan bagi ikan-ikan atau cumi-cumi itu, dimana makanannya antara lain plankton, udang, dan ikan-ikan kecil yang memiliki sifat fototaksis positif sehingga mendekati cahaya. Setelah ikan-ikan kecil itu berkumpul, maka cumi dan ikan-ikan yang lebih besar sebagai predator mendekati cahaya untuk memangsa ikan-ikan kecil dan plankton yang terdapat disekitar lampu. Cumi-cumi merupakan salah satu hewan yang termasuk dalam kategori predator aktif, yaitu predator yang aktif mengejar mangsanya dalam mencari makan. Cumi-cumi Sepioteuthis lessoniana juga merupakan hewan neritik yang daerah sebarannya dari permukaan sampai kedalaman 100 m Sudjoko, 1988. 3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian