1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan
tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk
meningkatkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang handal sebagai dasar
pengambilan keputusan. Informasi keuangan merupakan salah satu informasi yang digunakan untuk
pengambilan keputusan ekonomis. Laporan keuangan perlu diaudit, hal ini bertujuan untuk memastikan kesesuaian laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen dengan Standar Akuntansi Keuangan SAK. Dalam perusahaan publik, pemilik tidak bisa secara langsung melakukan verifikasi terhadap
informasi keuangan yang disajikan oleh manajemen. Kepercayaan yang besar dari masyarakat serta pemakai laporan keuangan
auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dihasilkannya agar tidat terjadi audit failure. Kasus audit failure pernah terjadi dan menimpa pada sejumlah perusahaan terkemuka seperti Enron, Xerox, Tyco
dan Worldcom yang melibatkan banyak pihak dan berdampak luas
2 Riyanto,2007:148. Sebagai contoh kasus Enron yang terjadi pada tahun 2000,
yang melibatkan Chief Executive Officier CEO, komisaris, komite audit, auditor internal sampai dengan auditor eksternal Susiana dan Herawati,
2007:1. Skandal Enron berupa perhitungan atas total revenue Enron tahun 2000 dinyatakan sebesar US 100,8 milyar dan dibenarkan oleh auditor
eksternal Arthur Andersen. Laporan keuangan tersebut diuji kembali oleh Petroleum Finance Company
PFC dan ternyata hanya berjumlah US 9 milyar dan Enron mempunyai utang senilai US 1,2 milyar yang
disembunyikan dengan teknik off-balance sheet. Hal ini mengakibatkan Enron pailit, rusaknya citra profesi akuntan, dan kerugian ratusan juta dialami
investor Riyanto, 2007: 148. Di Indonesia, kasus audit failure terjadi pada perusahaan Kimia Farma dan
Bank Lippo Riyanto, 2007:148. Kasus perusahaan Kimia Farma terjadi mark up
terhadap laba tahun 2001 ditulis Rp. 132 milyar padahal sebenarnya hanya senilai Rp. 99,594 milyar. Sedangkan pada Bank Lippo terjadi pembukuan
ganda pada tahun 2002. Pada tahun tersebut BAPEPAM menemukan adanya tiga versi laporan keuangan. Laporan yang berbeda itu, pertama, yang
diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada tanggal 28 Nopember 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada tanggal 27 Desember 2002, dan
ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan
disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada tanggal 6 Januari 2003. Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan
3 mencantumkan “opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang
disampaikan pada tanggal 6 Januari 2003. Akibat adanya manipulasi tersebut maka Bapepam menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp. 500.000.000,- kepada
PT. Kimia Farma Tbk dan kepada auditornya sebesar Rp. 100.000.000,-. Sedangkan untuk Bank Lippo dijatuhkan sanksi sebesar Rp. 2,5 Milyar, karena
pencantuman kata “diaudit” dan “opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada tanggal 28 Nopember
2002, dan sanksi denda sebesar Rp. 3,5 Milyar juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner akuntan publik KAP Prasetio, Sarwoko Sandjaja karena
keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan agunan yang diambil alih AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Berdasarkan kasus-kasus audit failures diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masih rentannya profesi akuntan dalam menghadapi kecurangan
terhadap profesi yang dijalankannya, terlebih pada kualitas audit yang dihasilkannya sehingga untuk meminimalisasi audit failure tersebut dibutuhkan
independensi, kompetensi serta integritas yang tinggi oleh para auditor. Penggunaan teknologi serta pendekatan komputerisasi dalam proses
keuangan diyakini menjadi salah satu cara untuk meminimalisasi adanya audit failure
. Kehadiran dan pesatnya perkembangan teknologi informasi dewasa ini memberikan berbagai kemudahan pada kegiatan bisnis dalam lingkungan yang
semakin penuh ketidakpastian. Peran teknologi informasi sebagai alat bantu dalam pembuatan keputusan bisnis pada berbagai fungsi maupun peringkat
manajerial, menjadi semakin penting bagi pengelola bisnis karena kemapuan
4 teknologi informasi dalam mengurangi ketidakpastian. Di bidang sistem
informasi, teknologi adalah suatu hal yang menjamah ke segala arah khususnya dalam rantai nilai, karena setiap aktivitas akan menciptakan nilai dan memakai
informasi Ekayani, Ghozali, dan Zulaekha, 2005:820. Teknologi informasi juga dapat membantu meningkatkan sistem informasi
akuntansi. Sistem informasi yang berbasis komputer dapat melakukan fungsinya secara lebih cepat dan tepat serta pemprosesan datanya akan lebih
murah bila dibandingkan dengan sistem manual. Kebutuhan penggunaan akan alat bantu dalam pengolahan data sesungguhnya sudah dikenal dari zaman
dahulu. Bangsa Yunani dan Romawi 400 SM tercatat sebagai bangsa yang mempopulerkan penggunaan lempengan kayu, tulang, lilin dan lembaga metal
untuk pembuatan catatan dalam perhitungan hutang piutang, pengeluaran, dan pencatatan harta yang dimiliki pertama kali. Setelah abad 19 terjadi peralihan
dari alat manual ke alat mekanik dan mekanik elektronik. Pada awalnya, penggunaan teknologi informasi pada akuntansi adalah
untuk mengatasi masalah-masalah yang ada pada akuntansi manual yang berhubungan dengan kesalahan dan ketidak-efisienan manusia serta
penggunaan kertas. Teknologi informasi membuka peluang untuk mengurangi kejadian-kejadian dan biaya yang terkait dengan permasalahan tersebut. Disini
dapat dilihat bahwa sistem informasi akuntansi berbasis komputer pada awalnya ditujukan untuk mendukung efisiensi operasi perusahaan. Untuk itu
seorang atasan perlu mempunyai ukuran kinerja para karyawan supaya tidak timbul suatu masalah. Informasi tentang kinerja karyawan juga diperlukan pula
5 bila suatu saat atasan ingin mengubah suatu sistem yang ada. Kita sering
terjebak untuk menilai seseorang berkinerja buruk, padahal sistem atau peralatan yang digunakan yang tidak memenuhi syarat Juwono, 2000.
Laporan dan pelaporan keuangan yang merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan selama periode tertentu. Pelaporan keuangan dengan menggunakan komputer dapat
meningkatkan efektivitas manajemen perusahaan dalam menganalisis, mensupervisi dan merevisi kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dalam
perkembangannya selalu berusaha untuk mempertahankan keunggulan dalam berbisnis dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan
tersebut. Penggunaan sistem akuntansi berbasis komputer ini didukung karena
memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat memproses sejumlah transaksi dengan cepat dan terintegrasi, dapat menyimpan dan mengambil data dalam
jumlah besar, dapat mengurangi kesalahan matematis, menghasilkan laporan dengan tepat waktu dalam berbagai bentuk serta dapat menjadi alat bantu
pengambilan keputusan. Kondisi perusahaan yang telah beralih dari sistem akuntansi manual
menjadi sistem Pengolahan Data Elektronik PDE, menuntut auditor untuk melakukan perubahan pada prosedur dan tehnik pengolahan data yang
digunakan dalam melakukan tugas auditnya. Dampak perubahan teknologi informasi bagi seorang auditor yang dikemukakan oleh Murphy dan Parker
6 1989 dalam Wibowo dan Hardiningsih 2003, menyatakan bahwa terdapat
perubahan tradisi berkurangnya bukti tertulis dimana auditor harus memahami akses rutin ke dalam sistem, sistem otorisasi organisasi serta memahami
bagaimana sistem bekerja melakukan perhitungan. Adapun dampak lain yang ditimbulkan dari penggunaan teknologi informasi berbasis komputer adalah
munculnya perilaku computer anxiety yakni menurut Sudaryono dan Astuti 2005:896, adalah sebagai suatu kecenderungan seseorang menjadi susah,
khawatir atau ketakutan mengenai penggunaan teknologi informasi komputer pada masa sekarang atau pada masa yang akan datang.
Untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat penggunaan sistem informasi berbasis komputer di atas, untuk itu perlu adanya pencegahan
terhadap segala bentuk kesalahan dan pengamanan terhadap sistem informasi berbasis komputer tersebut. Dalam hal ini auditor harus memahami dan dapat
menilai serta menguji rancangan pengendalian intern ketika melaksanakan audit sistem informasi berbasis komputer. Namun untuk melaksanakan audit
sistem informasi berbasis komputer tentunya seorang auditor sistem informasi harus memenuhi standar kualitas audit sistem informasi. Karena bagaimana
pun juga peran auditor independen sangat diperlukan sebagai pemberi opini atas kewajaran dan keyakinan kegiatan operasional suatu perusahan dan
lembaga ekonomi lainnya yang menggunakan sistem akuntansi berbasis komputer. Dengan demikian peran auditor menjadi suatu hal yang penting bagi
Kantor Akuntan Publik KAP untuk meningkatkan kualitas jasa audit yang diberikannya.
7 Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa
lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dihasilkannya. Kusharyanti 2003 mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan
pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji materil tergantung pada kualitas
pemahaman auditor kompetensi sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Sementara itu AAA Financial
Accounting Committee 2000 dalam Christiawan 2002:83 menyatakan
bahwa “kualitas audit ditentukan oleh dua hal, yaitu kompetensi dan independensi.” Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas
audit. Kualitas audit ini sangat penting karena dengan kualitas audit yang tinggi
maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu adanya kekhawatiran akan merebaknya
skandal keuangan, dapat mengikisnya kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan akuntan publik. Keterlibatan CEO, komisaris, komite
audit, internal auditor, sampai kepada auditor eksternal salah satunya dialami oleh Enron, cukup membuktikan bahwa kecurangan banyak dilakukan oleh
orang-orang dalam. Terungkapnya skandal-skandal sejenis ini menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat keuangan, yang
8 salah satunya ditandai dengan turunnya harga saham secara drastis dari
perusahaan yang terkena kasus. Keterlibatan komite audit diharapkan mampu meningkatkan kualitas audit.
Urgensi keterlibatan komite audit ada pula kaitannya dengan belum optimalnya peran pengawasan yang ditanggung dewan komisaris di banyak perusahaan di
negara-negara korban krisis yang lalu. Indonesia khususnya semakin diperparah dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis
kita berupa pemusatan control atau pengendalian kepemilikan perusahaan di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja. Tugas pokok dari komite audit
pada prinsipnya adalah membantu dewan komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Hal tersebut terutama berkaitan dengan
review sistem pengendaliam intern perusahaan, memastikan kualitas laporan
keuangan, dan meningkatkan efektivitas fungsi audit. Adanya komite audit diharapkan dapat memberikan rekomendasi akuntan publik, menilai hal-hal
yang menyangkut penugasan akuntan publik seperti engangement letter dan estimated fees
, menilai kebijakan akuntansi serta pelaksanaanya, dan meneliti laporan keuangan, termasuk laporan tahunan, laporan auditor dan management
letter .
Keahlian seorang auditor menjadi syarat utama yang harus dimiliki seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya selain independensi dari seorang
auditor tersebut. Hal ini sama halnya seperti yang ada dalam Pernyataan Standar Auditing SPAP, 2001:150.1 bahwa selain independensi persyaratan
utama yang harus dimiliki oleh seorang auditor adalah keahlian dan due
9 professional care
. Namun seringkali definisi keahlian dalam bidang auditing diukur dengan pengalaman Mayangsari, 2003. Rahmawati dan Winarna
2002, dalam risetnya menemukan fakta bahwa pada auditor, expectation gap terjadi karena kurangnya pengalaman kerja dan pengetahuan yang dimiliki
hanya sebatas pada bangku kuliah saja. Padahal auditor ketika mengaudit harus memiliki keahlian yang meliputi dua hal unsur yaitu, pengetahuan dan
pengalaman. Karena berbagai alasan seperti yang diungkapkan di atas, pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam
memprediksi kinerja akuntan publik, dalam hal ini semakin ahli dan berpengalaman seorang auditor maka semakin baik dan memadai pula kualitas
audit yang dihasilkan. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi
seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk menjalankan peranannya
yang menuntut tanggungjawab yang semakin luas, auditor eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi modern.
Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor menurut Hall 1968, tercermin dalam lima hal, yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial,
kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan sesama rekan seprofesi. Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang
profesional, auditor harus menjalani pelatihan yang cukup. Pelatihan tersebut berupa kegiatan-kegiatan, seperti seminar, simposium, lokakarya pelatihan itu
sendiri dan kegiatan penunjang keterampilan lainnya.
10 Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penggunaan teknologi informasi
dewasa ini telah banyak berpengaruh besar terhadap perkembangan audit sistem informasi Juwono, 2000. Sehingga perubahan dari sistem akuntansi
manual menjadi sistem akuntansi yang didukung oleh teknologi komputer mengharuskan seorang auditor dalam melakukan auditing mengikuti suatu
jejak elektronik electronic trail dan tidak lagi melacak melalui kertas-kertas. Penelitian mengenai keterkaitan teknologi informasi telah banyak
dilakukan diantaranya Jurnali dan Supomo 2002 yang meneliti tentang pengaruh faktor kesesuaian tugas teknologi dan pemanfaatan teknologi
informasi terhadap kinerja akuntan publik. Hasil penelitiannya bahwa teknologi informasi berpengaruh positif terhadap kinerja akuntan publik.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sangsoko 2002 tentang audit sistem informasi: analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapannya
pada kantor akuntan publik di Indonesia. Dari hasil penelitian ini didapat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan pada akuntan publik
antara lain adalah umur kantor akuntan publik, kebutuhan dan dorongan kesadaran dari kantor akuntan publik, kemampuan dan pendidikan dari
personalia kantor akuntan publik, adanya petunjuk atau pedoman audit sistem informasi dan kemampuan teknik-teknik audit sistem informasi. Hasil
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang positif terhadap tingkat penerapan audit sistem informasi.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik SPAP, 2001, audit yang dilaksanakan auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi ketentuan dan
11 standar pengauditan. Standar pengauditan tersebut mencakup mutu
professional auditor, independensi, pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Jadi seorang auditor dapat
menghasilkan laporan audit yang berkualitas jika auditor tersebut melaksanakan pekerjaanya secara profesional.
Penelitian mengenai kualitas audit penting bagi KAP dan auditor agar mereka dapat mengetahui faktor-faktor yang menpengaruhi kualitas audit dan
selanjutnya dapat meningkatkan kualitas audit yang dihasilkannya. Bagi pemakai jasa audit, penelitian ini penting yakni untuk menilai sejauh mana
akuntan publik dapat konsisten dalam menjaga kualitas audit yang diberikannya. Pada penelitian kali ini, penulis ingin meneruskan hasil
penelitian dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yunita 2010 tentang “Pengaruh keterlibatan komite audit, Kompetensi, dan Independensi
terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis komputer” sehingga penelitian ini mengacu pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya.
Pada penelitian Nurchasanah dan Rahmanti 2004 menganalisis faktor- faktor penentu kualitas audit. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa
faktor pengalaman audit dan faktor keterlibatan pimpinan KAP berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
Christina 2007, menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh kompetensi dan independensi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan
kompetensi dan independensi secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit pada beberapa KAP di Jawa Tengah.
12 Peneliatian yang dilakukan oleh Yunita 2010, menyatakan bahwa keterlibatan
komite audit, kompetensi, dan independensi auditor berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kualitas audit atas sistem informasi berbasis
komputer. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan antara peneliti ini dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini peneliti mengganti dua variabel
independen dari peneliti terdahulu yakni independensi dan kompetensi dengan variabel independen bebas keahlian auditor dan profesionalisme auditor serta
menambahkan satu variabel independen yaitu teknologi informasi sebagai variabel moderating. Penggantian dua variabel terdahulu dilakukan karena
sudah seringnya variabel independensi dan kompetensi dijadikan variabel penelitian terhadap kualitas audit oleh para peneliti serta dua variabel tersebut
sudah terbukti dan teruji berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan dari penelitian-penelitian sebelumnya, terlihat bahwa kualitas
audit tidak bisa diukur secara pasti, sehingga hasil penelitiannya pun berbeda- beda. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Peran Komite Audit, Keahlian Auditor dan Profesionalisme Auditior Terhadap Kualitas Audit atas Sistem Informasi
Berbasis Komputer dengan Teknologi Informasi sebagai Variabel Moderating”.
13
B. Perumusan Masalah