xiv
Antara Variabel X dan Variabel Y.
....................................................... 65 Tabel 4.35 :
Interpretasi Data
....................................................................................... 68
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 4 : Profil Madrasah
Lampiran 5 : Daftar siswa kelas VII E MTs Al Hidayah
Lampiran 6 : Instrument Soal test
Lampiran 7 : Rancangan Perencanaan Pembelajaran RPP
Lampiran 8 : Nilai Hasil Test Mapel Al Quran Hadis
Lampiran 9 : Pedoman Angket
Lampiran 10 : Tabel pedoman angka indeks korelasi Lampiran 11 : Tabel pedoman angka degree of freedom df
Lampiran 12 : Perhitungan Angka Indeks Korelasi antara variabel X dan Y
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 pendidikan adalah:
“Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Tujuan kompetensi mata pelajaran pendidikan agama islam khususnya
Alqur’an Hadist adalah sebagai berikut: Satu, meningkatkan kecintaan siswa terhadap
Qur’an Hadis. Dua, membekali siswa dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Qur’an dan Hadis sebagai pedoman dalam menyikapi dan
menghadapi kehidupan. Tiga, meningkatkan kekhusuan siswa dalam beribadah terutama sholat dengan menerapkan hukum bacaan tajwid
serta isi kandungan suratayat dalam surat-surat pendek yang mereka baca.
Dari ketiga tujuan kompetensi tersebut, poin ketigalah yang paling penting yakni bagaimana siswa dapat melafalkan, membaca, menulis
serta manghafal Al Qur’an dengan baik dan benar, karena apabila siswa mampu membaca
dan menulis Al Qur’an dengan baik, maka siswa akan lebih mudah menghafalnya yang kemudian akan
menumbuhkan kecintaan siswa terhadap Al Qur’an. Pada kenyataannya masih terdapat guru-guru yang belum
sepenuhnya memahami tugasnya sebagai pengajar dan pendidik sehingga mereka kurang memperhatikan segi-segi kognitif, apektif,
maupun psikomotorik yang seharusnya dikuasai peserta didik dan jenjang tertentu. Hal ini mungkin dapat dimengerti mengingat cukup
banyak masalah yang dihadapi seperti yang dikemukakan oleh Sri Wahyuni Djiwandono bahwa “semua guru dihadapkan pada masalah-
masalah, masalah banyaknya siswa dalam kelas, masalah ekonomi dan
kenakalan anak-anak, masalah tekanan masyarakat yang kurang menghargai peranan guru dan sebagainya.
1
Namun, permasalahan yang paling menonjol adalah guru yang tidak memenuhi standar kompetensi terutama pedagogik yang
berhubungan langsung dengan kegiatan pembelajaran. Padahal kompetensi yang harus dimiliki siswa di atas, sangat membutuhkan
peranan guru yang baik dari segi penguasaan materi maupun teknik pemebelajaran di lapangan. Untuk melaksanakan profesinya, tenaga
pendidik khususnya guru sangat memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan keguruan yang memadai dalam arti
sesuai dengan tuntutan zaman dan kemajuan sains dan teknologi. Diantaranya pengetahuan tentang teori belajar. Banyak teori yang
dikeluarkan oleh para ilmuan dan teoritikus pendidikan atau pengajaran yang mungkin akan terjadi falsifikasi teori yang menuntut
kearifan guru untuk menilai dan kemudian mengaplikasikannya. Seorang guru harus mampu melaksanakan serangkaian kegiatan
terencana dan terorganisasi. Termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar dalam kelas. Kegiatan itu bertujuan menghasilkan
perubahan-perubahan positif dalam diri anak didik, sejauh perubahan itu dapat diusahakan melalui usaha belajar. Dengan belajar yang
terarah dan terpimpin, anak didik memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang sesuai dengan apa yang diinginkan,
maka perumusan tujuan standar kompetensi Al Qur’an Hadis menentukan hasil-hasil yang seharusnya diperoleh.
Secara umum, permasalahan diatas terjadi karena dua faktor: Pertama faktor yang berasal dari guru yaitu banyak guru yang suka
mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan, maupun proses evaluasi. Keadaan ini
merupakan sebagai akibat dari asumsi para guru yang merasa dirinya
1
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Grasindo, 2002, h. 23
sudah mengajar dengan baik.
2
Faktor yang kedua adalah faktor yang datangnya dari orang tua atau wali murid yakni orang tua di rumah
seringkali tidak memperhatikan perkembangan si anak dalam hal belajar. Kebanyakan waktu di rumah lebih banyak digunakan bermain
daripada belajar. Padahal pelajaran yang diterima di sekolah belum tentu dapat dicerna dengan baik, sehingga perlu adanya bimbingan
tambahan dari orang tua. Dalam proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar-mengajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Itu berarti bahwa berhasil atau tidaknya tujuan pembelajaran banyak tergantung pada bagaimana
proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian
perbuatan guru dan siswa yang berlangsung dalam situasi pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Kegagalan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran tidak lepas dari adanya peran guru di dalamnya. Hal ini dapat
dimengerti karena guru merupakan unsur utama yang melaksanakan kegiatan pokok yaitu proses belajar mengajar. Dan peran tersebut
menuntut guru harus mempersiapkan sebaik-baiknya. Hendaknya guru mempunyai catatan pribadi untuk mengamati perkembangan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai oleh semua siswa tanpa terkecuali
Profesionalisme seorang guru mutlak diperlukan. Sesuai dengan empat standar kompetensi guru meliputi kompetensi profesional,
pedagogik, sosial dan kompetensi personal. Keprofesionalan guru tidak hanya sebatas mempunyai gelar sarjana kependidikan akan tetapi
ia juga harus senantiasa mengembangkan ilmunya sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, guru haruslah memiliki kompetensi
pedagogik yakni manguasai berbagai teknik dan metode pendidikan
2
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakrya, 2008 Cet. VIII h. 20
maupun pengajaran agar dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dimanapun dengan kondisi apapun yang efektif dan efesien.
Kompetensi sosial seorang guru dilihat bagaimana guru tersebut dapat berkomunikasi dengan baik sacara verbal maupun non verbal baik
komunikasi dengan siswa, guru-guru yang lain, wali siswa maupun masyarakat. Terakhir, guru haruslah mempunyai kompetensi personal
yakni memiliki keperibadian yang baik yang dapat dicontoh atau ditiru oleh murid. Atau dapat pula diartikan guru tersebut memiliki
kesungguhan dan tekad yang kuat dalam dirinya untuk menjalankan profesinya.
Pelaksanaan pendidikan yang terjadi di dalam kelas oleh guru haruslah efektif dan efesien agar proses belajar mengajar menjadi
sebuah proses yang menyenangkan, seorang guru haruslah dapat melakukan pengelolaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Teori kegiatan belajar mengajar merupakan usaha yang dilakukan oleh guru agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
lancar. Dalam pembelajaran ada banyak teori yang dapat dipilih dan digunakan
guru secara
proposional sejalan
dengan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai. Keberhasilan guru dalam kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari bagaimana guru tersebut
mengelola pembelajarannya sehingga siswa mampu mencapai tingkat kemampuan yang optimal, sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Penguasaan teori pembelajaran merupakan salah satu unsur kompetensi pedagogik yang penting untuk dikuasai guru karena, hal
itu diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru hendaknya menguasai secara
fungsional pendekatan sistem pengajaran, prosedur, metode, teknik pengajaran secara mendalam serta berstruktur bahan ajar dan mampu
merencanakan penggunaan fasilitas pengajaran. Agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, maka diperlukan
keterampilan seorang guru dalam mengelola pembelajaran, baik itu