Uji Multikolinieritas Uji Heteroskedastisitas Pengujian Hipotesis Parsial Uji Signifikan T

54

3.7.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas berhubungan dengan adanya korelasi antara variabel independen. Sebuah persamaan regresi dikatakan baik bila persamaan tersebut memiliki variabel independen yang saling tidak berkorelasi. Semakin rendah korelasi antar variabel independen maka persamaan tersebut akan semakin baik. Uji ini harus dilakukan bila kita ingin mendapatkan hasil yang baik dan menggunakan persamaan regresi tersebut sebagai penduga estimator Erlina 2011 : 103. Pengambilan keputusan multikolinearitas dilakukan dengan melihat: 1. VIF atau CI 10 maka diduga mempunyai persoalan multikolonieritas. 2. VIF atau CI 10 maka tidak terdapat persoalan multikolonieritas. 3. Tolerance 0,1 maka diduga mempunyai persoalan multikolonieritas. 4. Tolerance 0,1 maka tidak terdapat persoalan multikolonieritas.

3.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi tidak terjadi kesamaan regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain Erlina 2011 : 106, Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari heteroskedastisitas. Universitas Sumatera Utara 55

3.7.1.4 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode saat ini dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya Erlina, 2011 : 107, Autokorelasi sering terjadi pada sampel dengan data time series. Run test digunakan untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi pada penelitian yang dilakukan. Hasil output SPSS dengan model probabilitas signifikansi dibawah 0,05 menyimpulkan terdapat gejala autokorelasi pada model regresi yang digunakan Ghozali, 2005:108. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan cara melihat besaran durbin-watson D-W sebagai berikut: 1. Angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W diatas +2, berarti ada autokorelasi negatif. Jika asumsi telah terpenuhi dapat dilakukan model persamaan linear berganda dari data yang tersedia.

3.7.2 Persamaan Regresi Linear Berganda

Metode ini merupakan metode pengamatan yang memiliki banyak data yang terjadi sebagai akibat lebih dari dua variabel disebut X1, X2, X3, dan seterusnya yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan dari variabel terikat Universitas Sumatera Utara 56 yang disebut Y Sudjana, 2005 : 347. Hubungan fungsional antara variabel terikat dan variabel bebas dibuat sebagai berikut: Dimana : Y = Variabel Dependen = Konstanta = Koefisien regresi berganda X = Variabel Independen e = Variabel pengganggu error Jika e diasumsikan = 0, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda dari suatu populasi sebagai berikut: ̂ Sedangkan persamaan linear berganda untuk sampel, satu variabel dependen dan lima variabel independen dapat dinyatakan sebagai berikut: ̂ + + Dimana: ̂ = Belanja Modal BM = Konstanta b = Koefisien regresi berganda X = Pendapatan Asli Daerah PAD X 2 = Dana Bagi Hasil DBH X 3 = Dana Alokasi Umum DAU Universitas Sumatera Utara 57 X 4 = Dana Alokasi Khusus DAK X 5 = Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran SiLPA

3.7.3 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variable - variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar dari penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Secara matematis jika nilai =1, maka Adjusted sedangkan jika nilai , maka Adjusted jika k 1, maka adjusted akan bernilai negatif. Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square berkisar antara 0 sampai 1. Pada umumnya sampel dengan data Time Series memiliki R Square maupun Adjusted R Square cukup tinggi atau 0,5. Sedangkan sampel dengan data silang Crossection pada umumnya memiliki R Square Square maupun Adjusted R Square agak rendah yaitu 0,5, namun Universitas Sumatera Utara 58 tidak menutup kemungkinan nilai R Square maupun Adjusted R Square cukup tinggi.

3.7.4 Pengujian Hipotesis

Mengingat dalam banyak penelitian sering ingin mengetahui apakah antara dua variabel terdapat hubungan yang independen atau tidak, maka kita perlu melakukan uji independensi. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dengan pengujian hipotesis parsial uji signifikan T dan pengujian hipotesis simultan uji signifikan F.

3.7.4.1 Pengujian Hipotesis Parsial Uji Signifikan T

Uji signifikan T digunakan untuk membuktikan apakah variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen. Untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal pada KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara pada periode tahun 2009 - 2013. Menurut Sudjana 2012 : 227, “ untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan uji t”. Jika t hitung t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika t hitung t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jika tingkat signifikan dibawah 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Universitas Sumatera Utara 59

3.7.4.2 Pengujian Hipotesis Simultan Uji Signifikan F

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

7 86 98

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 90 92

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

2 39 85

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

10 69 114

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 41 93

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 40 75

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Terhadap Pengalokasian Belanja Modal Studi Kasus Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Periode Tahun 2009 - 2013

7 91 132

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 0 12