Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 Juli 2005 1182.3 Agustus 2005 1050.09 September 2005 1079.27 Oktober 2005 1058.26 November 2005 1017.73 Desember 2005 1162.63 Januari 2006 1129.7 Februari 2006 1216.14 Maret 2006 1322.97 April 2006 1464.4 Mei 2006 1330 Juni 2006 1310.26 Juli 2006 1351.65 Agustus 2006 1444.49 September 2006 1534.62 Oktober 2006 1602.21 November 2006 1718.96 Desember 2006 1805.52 Sumber : Bank Indonesia cabang Medan

4.2.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Secara keseluruhan tahun 2004 pergerakan rupiah relatif stabil. Rupiah sempat mengalami tekanan yang cukup berarti pada triwulan II tahun 2004. Perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah terdepresiasi 9,1 dari Rp.8441 pada awal tahun menjadi Rp.9290 per dollar pada akhir tahun. Meskipun demikian, secara rata-rata tahunan rupiah hanya terdepresiasi 3,9 dari Rp.8593 pada tahun 2003 menjadi Rp.8940 per dollar pada tahun 2004. Pada paruh pertama 2004, nilai tukar rupiah secara umum bergerak relatif stabil, meskipun sempat terdepresiasi pada akhir triwulan II pada tahun 2004. Menguatnya depresiasi tersebut pada awalnya dipicu oleh faktor eksternal yang terikat dengan merebaknya ekspektasi masuknya ekonomi Amerika Serikat dalam siklus kebijakan moneter ketat, adanya kebijakan pemerintah China untuk Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 memperlambat ekspansi ekonomi serta melambungnya harga minyak dunia mencapai diatas 40 per barrel. Pada paruh kedua tahun 2004, nilai tukar bergerak relatif stabil dan kecenderungan menguat. Faktor pemicunya adalah Paket Kebijakan Stabilisasi rupiah yang diambil oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini diambil untuk mencegah berlanjutnya depresiasi rupiah pada pertengahan tahun yang dikhawatirkan akan mengancam stabilitas makro dan kesinambungan perbaikan kinerja ekonomi. Pada Agustus dan September 2004, rupiah kembali sedikit terdepresiasi akibat menguatnya ekspektasi terhadap ketidakpastian kondisi politik menjelang pelaksanaan pemilu eksekutif dan aksi pemboman di kedutaan besar Australia pada tanggal 9 September 2004. Selanjutnya selama Oktober sampai dengan Desember 2004, nilai tukar rupiah bergerak stabil dalam keadaan kisaran yang sempit. Nilai tukar rupiah selama tahun 2005 secara umum mengalami depresiasi. Selama tahun 2005, nilai tukar rupiah selalu berkisar diatas Rp.9000 per US . Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terdepresiasi selama tahun 2005 dapat berasal dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal disebabkan oleh harga minyak dunia yang terus melambung dan faktor internal dikarenakan oleh meningkatnya permintaan akan valas untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri merupakan faktor utama pemicu tekanan terhadap rupiah. Apresiasi rupiah ditunjukkan dari bulan November sebesar Rp.10035 menjadi Rp.9830 pada Desember 2005. Koordinasi kebijakan yang Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 diambil Bank Indonesia dan pemerintah berdampak positif dan berhasil memulihkan kepercayaan pasar. Pada tahun 2006, nilai tukar rupiah secara umum mengalami penguatan terhadap dollar disertai pergerakan yang stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan ini dipengaruhi oleh kondisi fundamental makro ekonomi yang membaik, daya tarik investasi keuangan dalam negeri yang terjadi serta perkembangan ekonomi global yang relatif lebih kondusif. Dengan kebijakan moneter dan fiskal yang dijalankan secara konsisten dan berhati-hati, nilai tukar rupiah dapat bergerak stabil meskipun menghadapi harga minya dunia yang masih terus meningkat selama paruh pertama 2006. Pada bulan April 2006 nilai tukar rupiah menguat terhadap dollar hingga mencapai level Rp.8775 per dollar. Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Januari 2004 sd Desember 2006 BulanTahun Nilai tukar Rupiah Januari 2004 8441 Februari 2004 8447 Maret 2004 8587 April 2004 8661 Mei 2004 9210 Juni 2004 9415 Juli 2004 9168 Agustus 2004 9328 September 2004 9170 Oktober 2004 9090 November 2004 9018 Desember 2004 9290 Januari 2005 9165 Februari 2005 9260 Maret 2005 9480 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 April 2005 9570 Mei 2005 9495 Juni 2005 9713 Juli 2005 9819 Agustus 2005 10240 September 2005 10310 Oktober 2005 10090 November 2005 10035 Desember 2005 9830 Januari 2006 9395 Februari 2006 9230 Maret 2006 9075 April 2006 8775 Mei 2006 9220 Juni 2006 9300 Juli 2006 9070 Agustus 2006 9100 September 2006 9235 Oktober 2006 9110 November 2006 9165 Desember 2006 9020 Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.3. Perkembangan Inflasi Secara umum perkembangan inflasi pada tahun 2004 terkendali, meskipun pada triwulan mengalami tekanan yang cukup besar. Hal ini ditandai dengan adanya kenaikan inflasi dari 6.47 di bulan Mei 2004 menjadi 6.83 di bulan Juli 2004. Tekanan inflasi tersebut terutama berkaitan dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang dipicu oleh perkembangan di sektor eksternal. Meskipun demikian, dengan kebijakan Bank Indonesia yang konsisten dalam mengupayakan kestabilan makro ekonomi serta didukung oleh kecukupan pasokan barang dan jasa, laju inflasi dapat dikendalikan sehingga berada dalam kisaran yang telah ditetapkan.. Pada tahun 2005, inflasi mengalami tekanan yang cukup besar. Tekanan ini dapat dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal yang turut meningkatkan Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 inflasi. Faktor internal yang berasal dari gangguan pasokan dan distribusi, tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi rupiah turut memberikan tekanan harga yang semakin tinggi. Sedangkan faktor internal dapat berasal dari respon menaiknya harga BBM domestik yang memberikan tekanan yang kuat terhadap inflasi sepanjang tahun 2005 sebagai akibat dari melambungnya harga minyak dunia. Pada tahun 2006, hampir seluruh bulan mengalami inflasi dengan dua digit angka. Inflasi berkisar diantara 14 sampai 17 di tiap bulannya. Inflasi tertinggi berada pada bulan Februari sebesar 17,92 dan inflasi terendah berada di bulan November sebesar 5,27. Kenaikan inflasi ini terutama diakibatkan karena lonjakan kenaikan harga beras. Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Inflasi Januari 2004 sd Desember 2006 BulanTahun Tingkat Inflasi Januari 2004 4.82 Februari 2004 4.60 Maret 2004 5.11 April 2004 5.92 Mei 2004 6.47 Juni 2004 6.83 Juli 2004 7.20 Agustus 2004 6.67 September 2004 6.27 Oktober 2004 6.22 November 2004 6.18 Desember 2004 6.40 Januari 2005 7.32 Februari 2005 7.15 Maret 2005 8.81 April 2005 8.12 Mei 2005 7.40 Juni 2005 7.42 Juli 2005 7.84 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 Agustus 2005 8.33 September 2005 9.06 Oktober 2005 17.89 November 2005 18.38 Desember 2005 17.11 Januari 2006 17.03 Februari 2006 17.92 Maret 2006 15.74 April 2006 15.40 Mei 2006 15.60 Juni 2006 15.53 Juli 2006 15.15 Agustus 2006 14.90 September 2006 14.55 Oktober 2006 6.29 November 2006 5.27 Desember 2006 6.60 Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.4. Perkembangan Suku Bunga Suku bunga simpanan perbankan cenderung bergerak searah dengan perkembangan suku bunga instrument moneter yaitu suku bunga SBI. Suku bunga deposito 1 bulan mencapai 4,18 pada bulan Desember dan merupakan titik tertinggi selama tahun 2004. Walaupun pada akhir tahun mencapai 4,18 tetapi pada awal tahun 2004 suku bunga yang mencapai 4,16 mengalami penurunan ditiap bulannya. Walaupun terjadi penurunan tetapi penurunan tersebut jauh lebih lambat dari penurunan di tahun sebelumnya. Melambatnya penurunan suku bunga simpanan merupakan kontribusi dari kebijakan Bank Indonesia yang berupaya menyehatkan struktur suku bunga agar suku bunga pinjaman lebih tinggi dari suku bunga instrument moneter. Pada tahun 2005, Januari suku bunga sekitar 4,1 dan terus menaik disetiap bulannya. Kenaikan suku bunga mencapai titik tertinggi di bulan Desember 2005 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 yaitu sebesar 6,03. Kenaikan ini mungkin disebabkan oleh adanya hari besar keagamaan dimana masyarakat lebih banyak menarik dananya dari perbankan untuk keperluan hari besar keagamaan tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat bertambah sehingga salah satu cara yang diambil perbankan untuk mengembalikan dana tersebut ialah dengan meningkatkan suku bunga simpananya. Pada tahun 2006, suku bunga bergerak stabil dengan pergerakan berada diantara 5-6. Suku bunga tertinggi pada tahun 2006 ini berada pada bulan Februari dan Maret yaitu 6,02 dan 6,32. Kestabilan suku bunga ini dikarenakan kondisi perekonomian makro yang makin membaik. Tabel 4.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Januari 2004 sd Desember 2006 BulanTahun Tingkat suku bunga Januari 2004 4.16 Februari 2004 3.99 Maret 2004 3.86 April 2004 3.90 Mei 2004 4.02 Juni 2004 4.04 Juli 2004 3.98 Agustus 2004 4.03 September 2004 4.01 Oktober 2004 4.09 November 2004 4.11 Desember 2004 4.18 Januari 2005 4.1 Februari 2005 4.09 Maret 2005 4.05 April 2005 4.10 Mei 2005 4.24 Juni 2005 4.28 Juli 2005 5.83 Agustus 2005 4.39 September 2005 4.97 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Di Bursa Efek Jakarta BEJ, 2007. USU Repository © 2009 Oktober 2005 5.28 November 2005 5.80 Desember 2005 6.03 Januari 2006 5.75 Februari 2006 6.02 Maret 2006 6.32 April 2006 5.91 Mei 2006 5.9 Juni 2006 5.91 Juli 2006 5.88 Agustus 2006 5.76 September 2006 5.62 Oktober 2006 5.49 November 2006 5.35 Desember 2006 5.13 Sumber : Bank Indonesia cabang Medan

4.2.5. Perkembangan Singapore Stock Indeks SSI