Analisa Hasil Penelitian Pembahasan
76
pembinaan kerukunan hidup antara umat beriman harus dimulai dengan penyadaran, mengapa orang beragama. Kalau orang sungguh-sungguh
secara konsekuen, jujur untuk mengabdi Tuhan, maka sikap terhadap sesamanya pasti juga akan dijiwai oleh semangat keagamaannya. Maka
kerukunan merupakan perwujudan dari penghayatan iman, perwujudan dari pengabdian kepada Tuhan, sebab setiap agama mengajarkan kedamaiaan.
22
Pada kenyataannya, dalam masayarkat yang berada di wilayah Desa Cigugur, yang dalam hal ini peneliti hanya mengambil tiga Agama atau
ajaran yaitu Agama Kristen, Islam dan Ajaran Sunda Wiwitan yang sudah berpuluhan tahun adanya tidak menunjukan pertentangan atau pertikaian
yang menyebabkan kerugian besar dari berbagai pihak, justru mereka akur- akur saja. Mereka membangun keteraturan masyarakatnya tidak diwujudkan
dengan melakukan konflik terlebihdahulu. Karena bagi masyarakat Sunda, pada umumnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai Ketuhanan yang tinggi.
Hal ini menunjukan bahwa orang-orang Sunda selama ini dikenal sebagai orang-orang yang taat menjalankan ibadah keagamaannya, apakah ia
sebagai orang Islam, Kristen, Hindu, Budha atau penganut agama-agama tradisional lainnya yang masih dikenal di beberapa tempat di Jawa Barat.
Adanya kesadaran akan nilai Ketuhanan yang tinggi menunjukan bahwa orang-orang Sunda dikenal sebagai homo religius. Dalam kehidupan sosial
sehari-hari mereka tekun beribadat, beriman, dan mereka percaya dengan umujr yang semakin tua, senantiasa mengubah cara hidup sebagai mana
tercermin dalam ungkapan yang sangat populer di Jawa Barat, kudu ngukur ka kujur nimbang ka awak dalam bahasa Indonesia, sama artinya dengan
kata- kata “bercermin diri”.
Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat Desa Cigugur, dari segi ajarannya tidak menunjukan ketidaksetabilan, karena memang berbeda.
Tidak juga nilai agama yang harus difungsikan kepada semua masyarakat umum dan dikonsensuskan melalui adaptasi, sesuatu yang tidak mungkin
22
AP. Budiyono HD, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beriman 2, Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kansius, 1983, h 279-280
77
akan terjadi, karena setiap sistem internal dan eksternal keagamaan yang berada di Desa Cigugur berbeda dan sangat absolut. Itulah Agama, disatu
sisi agama memberikan fungsi terciptanya kerukukunan bagi penganutnya. Tetapi disisi lain justru agama memberikan dampak yang negativi
bagi terciptanya konflik atau permusuhan, ketika agama satu dan lainnya berinteraksi. Ajaran agama mengandung dkotrin-doktrin yang bertolak-
belakang satu sama lainnya. Tentunya untuk menghindari permasalahan Agama perlu adanya kompromi-kompromi dari setiap agama dalam
membangun kerukunan hidup bersama dalam perbedaan. Kompromi yang dimaksud adalah ajaran agama yang berhungan dengan interaksi dengan
agama lain, karena setiap agama ini memiliki ajaran untuk hidup bersama dengan agama lain. Nilai-nilai hubungan dengan kelompok agama lain yang
berbeda inilah perlu dipertemukan untuk membangun dan membina sebuah kerukunan hidup bersama. Karena semua Agama di atas menerima untuk
hidup bersama dalam perbedaan. Masyarakat mulai menyadari akan perlunya kedamaian antara
sesama warga dan perpecahan adalah sangat merugikan mereka, karena pada dasarnya mereka adalah satu bangsa bahkan satu rumpun yaitu rumpun
sunda. Kadaan tersebut terus dipelihara sampai saat ini, sehingga sampai
penelitian ini dilakukan belum pernah terjadi perbedaan pendapat yang menimbulkan perpecahan antar mereka, apalagi menimbulkan konflik antar
agama. Namun demikian tidak berarti sama sekali perbedaan-perbedaan pendapat antara mereka, ada juga perbedaan kecil yang diakibatkan oleh
permasalahan yang sangat sepele dan dibesar-besarkan oleh kelompok yang tidak senang dengan adanya kedamaian.
Untuk melestarikan keutuhan dalam hubungan tersebut, para pemimpin atau tokoh-tokoh agama mencoba melakukan hal-hal sebagai
berikut: a.
Setiap terjadi kontak atau hubungan antara umat beragama mereka tidak menggunakan hubungan keagamaan, tapi menggunakan sistem pada saat
78
terjadinya hubungan atau kontak dilakukan, seperti perdagangan, pertanian, kemasyarakatan dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya rasa keagamaan pada kelompok masing-masing. b.
Ditanamkan pada masyarakat beragama agar merasakan bahwa mereka adalah satu etnis, atau keluarga, satu desa, satu bahasa, satu budaya,
sehingga bila terjadi konflik antar mereka akan dirasakan bersama akibatnya.
c. Para tokoh agama selalu memberikan penjelasan tentang kerukunan
dengan didasarkan pada refrensi-refrensi yang tercantum pada ajarannya. d.
Masing-masing anggota masyarakat mengenalkan dan mengetahui identitas dan agama yang dianut oleh warga desa yang ada sehingga
dapat menghindari pergaulan yang mengakibatkan konflik antar mereka. e.
Para tokoh agama dari masing-masing tidak membesar-besarkan masalah bila terjadi sedikit gesekan antar umatnya dan mencoba diselesaikan di
lingkungan masing-masing serta cukup diwakili oleh para tokohnya dalam menyelesaikan masalahnya.
f. Pemerintah desa tidak membedakan hak dan kewajiban mereka, baik
dalam pelayanan, pergaulan dan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam mengangkat aparatnya kepala desa memasukan unsur semua
agama. g.
Pola hubungan kekeluargaan lebih ditekankan daripada hubungan keagamaan bagi keluarga yang menganut dua agama.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Durkheim dan fungsionalis berikutnya berpendapat bahwa suatu sistem sosial bekerja seperti sistem
organik. Masyarakat terbentuk dari struktur-strukturbaturan kebudayaan yakni keyakinan dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan
dan praktik yang sudah mantap yang terhadap keyakinan dan praktik itu warga masyarakat tunduk dan taat. Dimana institusi-institusi di dalam
masyarakat memainkan peranannya dengan baik, dengan menggunakan
79
istilah fungsionalis, melaksanakan fungsi yang diperlukan dalam memelihara masyarakat dalam keadaan yang stabil dan memuaskan.
23
Seperti Teori Fungsionalis yang dikemukakan Durkheim di atas sesuai dengan realita yang ada di Masyarakat Desa Cigugur. Kerukunan di
Desa Cigugur terwujud berdasarkan kordinasi dan kompromi dari berbagai pihak, penganut agama, tokoh agama, organisasi keagamaan, maupun
pemerintah sendiri. Peran dari berbagai segmen inilah yang menciptakan kerukunan antar umat beragama. Semangat inilah yang muncul dalam
masyarakat Desa Cigugur. Jadi setiap agama menjalankan nilai ajaran masing dan disiarkan dalam pola internalnya sendiri. Maksudnya adalah
urusan agamaibadahkeyakinan tidak bisa disamakan antara Islam, Kristen, Sunda Wiwitan bahkan dengan yang lainnya. Keinginan untuk hidup
bersama walau dalam perbedaan keyakinan atau kepercayaan, tentunya hal inilah yang ingin diwujudkan oleh masyarakat Desa Cigugur. Dengan
semangat kordinasi dari berbagai pihak, baik penganut agama, tokoh agama, organisasi keagaaman maupun pemerintahan mewujudkan kompromi-
kompromi nilai dan norma yang perlu dan tidak perlu dilakukan oleh masing penganut agama.
Semangat kordinasi dari berbagai pihak ini tentunya sesuai dengan gambaran yang disajikan oleh Dahrendorf mengenai pokok teori
fungsionalisme adalah sebagai berikut:
24
a. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif gigih dan
stabil b.
Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik c.
Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, memberikan sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu sistem
d. Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada konsensus
mengenai nilai di kalangan para anggotanya
23
Pip Jones, Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga Post- Moderenisme, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, h. 52-53
24
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, h. 216
80
BAB V PENUTUP