25
berbicara tentang dialog antar agama adalah bahwa dialog hendaknya tidak dilakukan secara intelektual verval dan teologis
belaka. Untuk mengembangkan etika Dan kultur kerukunan umat
beragama dapat dilakukan melalui dialog antar agama. Menurut Azyumardi Azra terdapat lima bentuk dialog yang dapat dilakukan,
yaitu:
32
a Dialog Parlementer Parliamentary Dialogue, yakni dialog yang
melibatkan ratusan peserta. Dalam dialog dunia global, dialog ini paling awal diprakarsai oleh world
’s parliament of religious pada
tahun 1893 di Chicago.
b Dialog Kelembagaan Institusional Dialgue. Yakni dialog
diantara wakil-wakil institusional berbagai organisasi agama. Dialog kelembagaan ini seperti yang dilakukan melalui wadah
Musyawarah Antarumat Beragama oleh majeli agama yakni MUI.
c Dialog Teologi Theological Dialogue, yakni mencakup
pertemuan-pertemuan regular maupun untuk membahas persoalan teologis dan filosofis, seperti dialog ajaran tentang kerukunan
antarumat beragama, melalui konsep ajaran sesuai dengan agama
masing-masing.
d Dialog dalam masyarakat Dialogue in Community, dan dialog
kehidupan Dialogue of Life, dialog dalam kategori ini pada umumnya ialah penyelesaian pada hal-hal praktis dan aktual
dalam kehidupan. Seperti, pemecahan masalah kemiskinan,
masalah pendidikan.
e Dialog Kerohanian Spiritual Dialogue, dialog ini bertujuan
menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara
berbagai agama.
Tentu saja dialog juga dapat dilihat sebagai tujuan
32
Dialog: Kritik dan Identitas Agama, Yogyakarta: DIAN Dialog Antar Iman di Indonesia dengan Penerbit PUSTAKA PELAJAR, h. 117
26
menengah atau tujuan instrumental. Dialog bukan merupakan tujuan akhir, melainkan sesuatu yang dijalankan untuk mencapai tujuan
selanjutnya. Namun, tujuan hidup bersama tidaklah dapat dicapai dengan baik tanpa keterlibatan semua pihak. Dalam cakrawala
holistik, partisipasi dan rasa bagi keseluruhan merupakan keutamaan. Dengan demikian, dialog merupakan gaya hidup orang beriman dan
beragama, merupakan sesuatu yang perlu dan harus dijalankan jika seseorang atau komunitas ingin setia kepada panggilan manusiawi
dan ilahiah.
33
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Toto Suryana dalam Jurnal yang berjudul
“Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama”. Hasil menunjukan bahwa keberagaman merupakan realita dan ketentuan dari
Allah Tuhan semesta alam, maka diperlukan rasa keberterimaan dan usaha untuk memelihara dengan mengarahkannya kepada kepentingan dan tujuan
bersama. Perbedaan yang terjadi merupakan fakta yang harus disikapi secara positif sehingga antar pemeluk agama terjadi hubungan kemanusiaan
yang saling menghargai dan menghormati. Agama bersifat unversal, tetapi beragama tidak mengurangi rasa kebangsaan, bahkan menguatkan rasa
kebangsaan. Agama mendorong penganutnya untuk membela kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negaranya. Pluralitas merupakan sebuah fakta
sosial historis yang melekat pada ke Indonesian. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural dan multikultural. Menjadi manusia
Indonesia berarti menjadi manusia yang sanggup hidup dalam perbedaan dan bersikap toleran. Bersikap toleran berarti bisa menerima perbedaan
dengan lapang dada, dan menghormati hak pribadi dan sosial pihak yang berbeda the other menjalani kehidupan mereka.
34
33
J.B. banawiratma, Zainal Abidin Bagir, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, Jakarta: PT Mizan Publika, 2010, h. 13
34
Toto Suryana, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Jurnal Pendidikan Agama Islam-
Ta’lim, Vol. 9, No. 2, 2011
27
2. Penelitian yang dilakukan oleh Moch. Yudi Sulaiman tentang “Pembinaan
Kesadaran Pluralisme
Agama Dikalangan
Narapidana Lembaga
Permasyarakatan Anak di Blitar”. Hasil menunjukan bahwa Manfaat yang ditimbulkan dari pembinaan kesadaran pluralisme agama di kalangan LP.
Anak di Blitar adalah bertambahnya semangat para narapidana untuk hidup dalam perbedaan dan terciptanya saling menghormati, menghargai,
menyayangi, dan saling tolong-menolong terhadap agama lain. Pembinaan keagamaan yang dilakukan para pembina ataupun agamawan menimbulkan
dampak positif bagi narapidana yaitu dengan terciptanya kerukunan beragama, baik antar interen agama maupun antar narapidana yang
berlainan agama.
35
3. Penelitian yang dilakukan oleh Kajian LEMHANAS RI tentang
“Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional”. Hasil
menunjukan bahwa: a.
Bangsa Indonesia memiliki heterogenitas dalam bidang agama. Perbedaan ini merupakan kekuatan, namun berpotensi menjadi ancaman
konflik sosial bernuansa agama yang terjadi berulang kali dan sulit dihilangkan. Oleh karena itu diperlukan upaya komprehensif dari
segenap elemen bangsa untuk menangani dan mengantisipasinya ke depan.
b. Kerukunan hidup umat beragama mengandung arti kesediaan untuk
menerima perbedaan keyakinan individu maupun kelompok lain, kesediaan memberi kebebasan orang lain untuk mengamalkan ajaran
yang diyakininya dan kemampuan untuk bersikap simpati dan empati pada suasana kekhusyukan yang dirasakan orang lain.
c. Kerukunan umat beragama merupakan suatu keadaan yang dinamis. Hal
tersebut sangat tergantung pada sikap dan respons dari masyarakat umat beragama terhadap permasalahan yangdapat memicu terjadinya konflik.
35
. Yudi Sulaiman, Pembinaan Kesadaran Pluralisme Agama Dikalangan Narapidana Lembaga Permasyarakatan Anak di Blitar, skripsi pada STAIN Kediri, 2004, h. 60-61
28
Adapun faktor-faktor pemicu konflik bernuansa agama di Indonesia, antara lain:
1 Perbedaan keyakinanakidah
2 Penyiaran agama
3 antuan keagamaan luar negeri
4 Perkawinan antarpemeluk agama
5 Pendidikan agama
6 Perayaan hari besar keagamaan
7 Penodaan agama
8 Kegiatan kelompok sempalan
9 Pendirian rumah ibadah
10 Kepentingan politik, ekonomi dan ideologi
11 Masalah individukelompok yang melibatkan umat lainnya
d. Pada setiap konflik bernuansa agama, pemerintah harus selalu hadir
untuk menangani dengan memberi solusi melalui berbagai cara pendekatan keamanan, dialog, pembinaan dan pendidikan. Cara
tersebut belum optimal karena persoalannya menyangkut keyakinan keimanan yang tidak bisa diseragamkan. Peran pemerintah harus
ditingkatkan dengan menggandeng semua pihak. e.
Selain pemerintah hadir di seluruh sektor kehidupan masyarakat, ketegasan para pemimpin untuk membela Konstitusi RI perlu
ditingkatkan, juga harus dijaga agar jangan sampai masuk ke dalam situasi tuna konstitusi dan terus-menerus menghidupkan serta
menggiatkan terwujudnya Civil Society, yang salah satu cirinya adalah kedewasaan dalam bertindak dan berperilaku.
f. Ketegasan negara dalam menegakkan konstitusi menjadi sangat
mendesak. Hal ini menuntut kecekatan negara untuk hadir dalam berbagai persoalan yang dihadapi bangsa, khususnya dalam ketegangan
yang terindikasi berbau suku, agama, ras dan antargolongan SARA. Kalau negara terkesan membiarkan kekerasan yang ada, maka eskalasi
akan terjadi dan tentu berakibat buruk bagi kesatuan dan persatuan
29
bangsa. Negara jangan sampai kalah terhadap tekanan dari kelompok- kelompok “radikal” dan yang tidak menginginkan kehidupan yang
rukun.
36
4. Penelitian yang dilakukan oleh Marzuki tentang “Kerukunan Antar Umat
Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia”
37
. Hasil penelitiannya menunjukan: a.
Piagam Madinah adalah kumpulan naskah yang berisi perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Muslim, baik dari
golongan Muhajirin maupun golongan Anshar, dan perjanjian antara
Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi di Madinah. Piagam ini terdiri dari 47 pasal yang mengatur masalah kesatuan umat bangsa di
Madinah, kesediaan untuk saling membantu, saling menasehati, saling membela, dan menghormati kebebasan beragama.
b.
Piagam Madinah mengatur dengan tegas kebebasan beragama bagi para penganut agama yang ada di Madinah, terutama kaum Muslim dan kaum
Yahudi. Sebagai kepala negara, Nabi menjamin hak semua rakyat
Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim dalam melakukan aktivitas keagamaan. Nabi akan menindak tegas siapa pun yang melakukan
pengkhianatan terhadap perjanjian yang sudah dibuat dalam Piagam
Madinah. c.
Kerukunan umat beragama di Indonesia pada prinsipnya sudah di atur dengan baik. Berbagai aturan sudah dibuat oleh pemerintah untuk
melaksanakannya. Aturanaturan ini tidak jauh berbeda dengan aturan
yang tertuang dalam Piagam Madinah. Jika pada akhirnya muncul berbagai konflik antarumat beragama di Indonesia, hal ini tidak semata-
mata terkait dengan masalah agama belaka, tetapi sudah ditunggangi oleh berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik.
36
LEMHANAS RI, Membangun Kerukunan Umat Beragama Guna Terwujudnya Harmonisasi Kehidupan Masyarakat Dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jurnal Kajian
LEMHANAS RI, edisi 14, Desember, 2012.
37
Marzuki, Kerukunan Antar Umat Beragama dalam Wacana Masyarakat Madani: Analisis Isi Piagam Madinah dan Relevansinya Bagi Indonesia, dalam Jurnal, 2006.