2.7 Vitamin C
Gambar 2.2 Vitamin C http:www.wikimedia.org.
Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena
bersentuhan dengan udara oksidasi terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi
cukup stabil dalam larutan asam . Vitamin C adalah vitamin yang paling labil.
Asam askorbat vitamin C adalah suatu turunan heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidarat yang erat berkaitan degan monosakarida. Vitamin C dapat disintesa
dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuhh-tumbuhan dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam 2 bentuk di alam, yaitu L-asam askorbat bentuk reduksi dan
L-asam dehidro askorbat bentuk oksidasi.
2.8 Parameter-parameter yang diamati
2.8.1 Kadar Air
Mikroorganisme, seperti halnya semua organisme memerlukan air untuk mempertahankan hidupnya dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa
lain. Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan.
Universitas Sumatera Utara
Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer dan sebagai bahan yang dapat
mendispersikan berbagai senyawa yang ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan malah berfungsi sebagai pelarut yang dapat melarutkan bahan seperti garam,
vitamin yang larut dalam air, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi.
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan
mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110
o
C selama 3 jam atau sampai diperoleh berat yang konstan. Winarno, F.G.,1995.
2.8.2 Kadar Abu
Abu adalah zat anoganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Salah satu cara
penentuan abu total yaitu dengan metode gravimetri. Penentuan kadar abunya yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-600
o
C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut.
Bahan dengan kadar air yang tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Lamanya pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8
jam. Penagabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit.
Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran yang lain. Jadi, semakin rendah kadar abu dalam makanan maka semakin baik bahan tersebutSudarmadji, S.,dkk,1989.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Kadar Serat Kasar
Serat-serat yang terdapat dalam bahan pangan yang tidak tercerna mempunyai sifat positif bagi gizi dan metabolisme. Nama atau istilah yang digunakan untuk serat tersebut untuk
serat adalah dietary fiber. Walaupun demikian serat kasar tidaklah identik dengan dietary fiber. Menurut Scala1975 kira-kira hanya sekitar seperlima sampai setengah dari
seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi sebagai dietary fiber.Winarno,F.G.,1995
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Di dalam analisis penentuan serat kasar diperhitungkan
banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisisnya adalah : 1.
defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut lemak.
2. digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol mendidih dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh
luar. Langkah terakhir dari analisis serat kasar yaitu dengan mengabukan sampel dalam tanur.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut. Menurut SNI
kadar serat dalam nata mencapai 4,5. Sudarmadji, S.,dkk,1989
Pengujian Kekuatan Tarik
Penentuan kekuatan tarik dilakukan dengan beban tertentu pada spesimen sehingga terjadi perubahan panjang regangan yang selanjutnya menyebabkan spesimen menjadi putus.
Hasil dari pengujian diperoleh harga beban putus dan regangan. Harga beban putus dalam
Universitas Sumatera Utara
satuan Mpa dan regangan dalam satuan mm, dapat dilihat dalam lampiran. Sifat mekanik seperti kekuatan tegangan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.1.
Kekuatan tegangan = BR
x WI
BL 1.1
Dengan BL adalah beban putus, WI adalah lebar sampel dan BR adalah ketebalan sampel. Dan untuk menentukan persen regangan dengan persamaan 1.2
Regangan =
100 x
LE BE
1.2
Dengan BE adalah perpanjangan saat putus dan LE adalah perpanjangan awal. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menentukan sifat mekanik. Hepburn,C.,1991.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian menggunakan indera, penilaian menggunakan kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara pengujian
organoleptik adalah dengan metode penyicipan. Uji penyicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang
menyenangi. Pada uji penyicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok ini uji penyicipan termasuk uji kesukaanhedonik.
Pada uji hedonik, panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka
atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Dalam penganalisaan, skala hedonik ditransformasi
menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisa-analisa statistik.Soekarto,S.T.,1981.
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan Buffer Asetat 0,2 M pH 4
Adapun perhitungan dalam pembuatan buffer asetat 0,2 M dengan pH 4 adalah sebagai berikut :
pH = pKa + log
[ ]
[ ]
asam garam
untuk pH = 4 dan pKa = 4,76 Log
[ ]
[ ]
asam garam
= pH - pKa = 4 – 4,76
= - 0,76 Jadi,
[ ]
[ ]
asam garam
= 0,1738
garam =
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
asam garam
asam garam
+ 1
x 100
= 100
1738 ,
1 1738
, x
+ = 14,8066
asam =
[ ]
[ ]
100 1
1 x
asam garam
+
=
100 1738
, 1
1 x
+
= 85,1934
Untuk buffer asetat 0,2 M dengan pH 4 dapat ditentukan massa asam dan massa garamnya sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Massa garam CH
3
COONa = garam x [garam] x BM = 14,8066 x 0,2 M x 82,03481 gmol
= 2,4293 gL
Massa asam CH
3
COOH = asam x [asam] x BM
= 85,1934 x 0,2 M x 60,05298 gmol = 10,2322 gL
Cara pembuatan buffer asetat 0,2 M pH 4 adalah sebagai berikut : -
Ditimbang 2,4293 g Na-asetat p.a dan 10,2322 g asam asetat glasial lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL.
- Dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda.
- Lalu dihomogenkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat
1. Gelas beaker
Pyrex 2.
Gelas ukur Pyrex
3. Gelas erlenmeyer
Pyrex 4.
Neraca analitik Ohaus
5. Indikator universal
Merck 6.
Autoklaf Webecco
7. Oven
Gallenkamp 8.
Tabung reaksi Pyrex
9. Inkubator
Fisher Cientific 10.
Hot plate Thermolyne
11. Termometer
12. Labu takar
Pyrex 13.
Cawan Petri 14.
Jangka sorong 15.
Labu alas Pyrex
16. Bunsen
17. Botol akuades
18. Statif dan klem
Pyrex 19.
Tanur Gallen Kamp
20. Indikator Universal
Fisher 21.
Scanning Microscope Electron 22.
Seperangkat Alat Uji Tarik Tokyo Testing Machine
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Bahan-Bahan
1. Air kelapa
2. Akuades
3. Starter Acetobacyter xylinum
4. Gula pasir
5. Urea
s
p.a.E.Merck 6.
Asam askorbat
s
p.a.E.Merck 7.
CH
3
COOH glasial p.a.E.Merck
8. CH
3
COONa
s
p.a.E.Merck 9.
H
2
SO
4 p
p.a.E.Merck 10.
K
2
SO
4 s
p.a.E.Merck 11.
Alkohol 96 Teknis 96 Bratachem
12. N-heksan
p.a.E.Merck 13.
NaOH
s
p.a.E.Merck
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.1.1 Pembuatan larutan H
2
SO
4
1,25
Dipipet 3,22 mL larutan Asam sulfat, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250mL,diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.
3.2.1.2 Pembuatan Buffer Asetat 0,2 M pH 4
Ditimbang 2,429 g Na asetat p.a dan 10,232 gram asetat glasial dan dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL dan dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda.
3.2.1.3 Pembuatan Larutan NaOH 1,25
Ditimbang 12,5 g NaOH dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda lalu dihomogenkan.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1.4 Pembuatan Larutan K
2
SO
4
10
Sejumlah 10g K
2
SO
4
dimasukkan ke dalam labu takar 100mL, dilarutkan dengan akuades sampai garis tanda lalu dihomogenkan.
3.2.2 Sterilisasi Alat
Dicuci alat-alat yang akan digunakan sampai bersih, kemudian dikeringkan dan ditutup rapat dengan kapas kemudian dengan kertas. Setelah itu dimasukkan ke
dalam autoklaf dan ditutup rapat. Disterilisasi sampai suhu 121
o
C selama lebih kurang 15 menit.
3.2.3 Pembuatan Starter Air Kelapa
500 mL air kelapa disaring dengan menggunakan kain kasa. Ditambahkan 20 gula pasir, 0,5 urea. Dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk hingga larut.
Kemudian diasamkan dengan menambahkan buffer asetat 0,2M sebanyak 5mL untuk mempertahankan pH 4 ke dalam air kelapa. Kemudian dimasukkan ke
dalam botol kaca yang telah disterilkan dan ditutup. Setelah dingin diinokulasi dengan 20 A.xylinum, selanjutnya difermentasi selama 1 minggu hingga
terbentuk lapisan nata putih diatasnya.
3.2.4 Pembuatan Selulosa Bakterial
Sebanyak 100mL air kelapa hasil penyaringan dituangkan ke dalam gelas beaker, ditambahkan 10 gula pasir , 0,5 urea dan diaduk hingga larut. Dipanaskan
sampai mendidih sambil diaduk hingga larut. Kemudian diasamkan dengan menambahkan buffer asetat 0,2M sebanyak 1mL untuk mempertahankan pH 4.
Kemudian diangkat dan ditutup dengan kertas koran yang bersih. Dibiarkan hingga suhu kamar, lalu ditambahkan 10 starter A.xylinum. Difermentasi selama
15 hari pada suhu kamar.
3.2.5 Pembuatan Selulosa Bakterial dengan penambahan asam askorbat
Sebanyak 100 mL air kelapa hasil penyaringan dituangkan ke dalam gelas beaker, ditambahkan 10 gula pasir, 0,5 urea, dan dipanaskan sampai mendidih sambil
Universitas Sumatera Utara
diaduk hingga larut. Kemudian diasamkan dengan menambahkan buffer asetat 0,2M pH 4. Kemudian diangkat dan ditutup dengan kertas koran yang bersih.
Dibiarkan hingga suhu kamar, lalu ditambahkan 0,5 g asam askorbat, ditambahkan 10 starter A.Xylinum. Difermentasi selama 15 hari pada suhu
kamar. Diulangi perlakuan yang sama untuk masing-masing penambahan asam askorbat
1,0g, 1,5g, dan 2,0g asam askorbat.
3.3 Parameter yang Diamati
3.3.1 Pengukuran Ketebalan Nata
Dilakukan pengukuran ketebalan selulosa bakterial dengan menggunakan jangka sorong pada empat tempat yang berbeda selanjutnya dihitung ketebalan rata-rata.
3.3.2 Penentuan Kadar Air
Selulosa bakterial ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam. Didinginkan dalam desikator selama 20 menit, kemudian ditimbang hingga berat
konstan. Dihitung berat air yang menguap dengan rumus :
100 x
awal berat
akhir berat
awal berat
Air Kadar
− =
Sudarmadji,1984
3.3.3 Penentuan Kadar abu
Selulosa bakterial ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya. Dibakar dalam tanur pengabuan pada suhu 600
o
C selama 5 jam sampai diperoleh abu berwarna putih abu-abu. Didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang hingga berat konstan. Dihitung kadar abunya dengan rumus :
100 x
sampel berat
abu berat
abu Kadar
=
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Penentuan kadar serat
Sebanyak 2g selulosa bakterial yang telah dikeringkan pada suhu 110
o
C dihaluskan. Kemudian dilarutkan dalam 50ml alkohol 96 dan diuapkan,
selanjutnya ditambahkan 50ml n-heksan kemudian direfluks selama 30 menit dan disaring. Dipindahkan selulosa bakterial tersebut ke dalam erlenmeyer 600ml dan
ditambahkan dengan 200ml H
2
SO
4
1,25. Gelas erlenmeyer dipasang pada pendingin liebig lalu didihkan selama 30 menit. Kemudian disaring dengan kertas
saring, residunya dicuci dengan akuades panas. Dipindahkan residu secara ke dalam gelas elenmeyer, sisanya dicuci dengan 200ml NaOH 1,25 sampai semua
residu masuk ke dalam erlenmeyer. Dididihkan selama 30 menit. Disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Dicuci residu dengan K
2
SO
4
10, lalu dicuci lagi dengan akuades panas kemudian dengan alkohol 96. Kertas
saring tersebut diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya kemudian dikeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 110
o
C dan didinginkan di dalam desikator. Diabukan dalam tanur pada suhu 600
o
C selama 5 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Ditimbang sampai diperoleh berat yang
konstan. Dihitung kadar seratnya dengan menggunakan rumus berikut :
100 x
awal Berat
serat Berat
serat Kadar
=
3.3.5 Uji Organoleptis terhadap selulosa bakterial dengan penambahan asam askorbat
Selulosa bakteri dengan penambahan asam askorbat hasil fermentasi, kemudian dipanen dan harus mengalami perlakuan sebelum dikonsumsi yaitu penghilangan
asam dan pemasakan. Proses penghilangan asam bertujuan untuk menghilangkan asam asetat yang terjebak dalam tekstur selulosa yang dapat mempengaruhi rasa
dan aroma selulosa bakteri menjadi asam. Selulosa bakteri dipotong-potong berbentuk kubus kemudian dicuci dengan air
bersih. kemudian dilakukan pemasakan dalam larutan gula untuk memberi rasa manis pada selulosa bakteri. Pengukuran nilai organoleptis dari selulosa bakteri
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan metode kesukaan memakai angka hedonik dan numerik dengan 15 orang panelis dengan kondisi yang baik, tidak merokok, sebelum mencicipinya
meminum air putih terlebih dahulu dan berasal dari lingkungan yang sama. Dalam penentuan organoleptis dilakukan dengan skala yang terdapat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Pengukuran Nilai Organoleptis Terhadap Selulosa Bakteri dengan penambahan Asam Askorbat
Skala Hedonik Skala Numerik
Amat Sangat Suka 5
Sangat Suka 4
Suka 3
Agak Suka 2
Netral 1
Tidak Suka
3.3.6 Uji Tarik
Selulosa bakterial yang telah terbentuk dipotong untuk spesimen uji tarik sesuai dengan ASTM D-638-72-Type IV. Selulosa bakterial dipotong pada ketebalan
0,5 cm untuk uji tarik.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Skema Penelitian
3.4.1 Skema Pembuatan Starter Air Kelapa
Disaring
Ditambahkan 20 gula pasir Ditambahkan 0,5 urea
Dipanaskan sambil diaduk hingga larut
Ditambahkan buffer asetat 0,2M sebanyak 5mL untuk
mempertahankan pH 4
Dituangkan ke dalam wadah fermentasi yang telah
disterilkan dalam keadaan panas
Didinginkan Ditambahkan 20 starter
Acetobacter xylinum Diinkubasi pada suhu kamar
selama 1 minggu 500 ml air kelapa
Residukotoran filtrat
Larutan asam bergula
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Skema Pembuatan Selulosa Bakterial dengan penambahan asam askorbat
Disaring
Ditambahkan 10 gula pasir
Ditambahkan 0,5 urea Dipanaskan hingga mendidih
sambil diaduk hingga larut Ditambahkan buffer asetat
0,2M sebanyak 1mL untuk mempertahankan pH 4
Didinginkan Ditambahkan dengan asam
askorbat dengan variasi 0 g, 0,5 g, 1,0g, 1,5g, 2,0g
Ditambahkan 10 starter Acetobacter xylinum
Difermentasi selama 15 hari
Dianalisa Residukotoran
filtrat
Larutan asam bergula 100 mL air kelapa
Ketebalan Selulosa bakterial
Kadar air
Kadar serat
Ujiorga noleptis
Uji Tarik
Kadar abu
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Skema Penentuan Kadar Air
Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya
Dikeringkan dalam oven pada suhu 100- 105
o
C selama 5 jam Didinginkan di dalam desikator selama 20
menit Ditimbang sampai berat konstan
Dihitung kadar airnya
3.4.4 Skema Penentuan Kadar Abu
Dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya
Dibakar dalam tanur pada suhu 600
o
C selama 5 jam
Didinginkan di dalam desikator selama 20 menit
Ditimbang sampai berat konstan Dihitung kadar abunya
2g sampel
Hasil
2g sampel
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.4.5 Skema Penentuan Kadar Serat
Dikeringkan pada suhu 110
o
C Dihaluskan
Ditambahkan 50mL alkohol 96 dan diuapkan Ditambahkan 50mL n-heksan dan direfluks
selama 30 menit Disaring
Ditambahkan 200mL H
2
SO
4
1,25 Dipasang gelas erlenmeyer pada pendingin liebig
Dididihkan selama 30 menit Disaring
Dicuci dengan akuades Dipindahkan ke dalam gelas erlenmeyer
Dicuci dengan 200mL NaOH 1,25 sampai semua residu masuk ke dalam erlenmeyer
Dididihkan kembali selama 30 menit Disaring
Dicuci dengan K
2
SO
4
10 Dicuci lagi dengan akuades panas
Dicuci kembali dengan alkohol 96 dan diletakkan dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya
Diabukan dalam tanur pada suhu 600 C
Didinginkan dalam desikator Ditimbang sampai berat konstan
Dihitung kadar seratnya
2,5 g sampel
Residu Filtrat
Residu Filtrat
Residu Filtrat
Hasil
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh variasi penambahan vitamin C terhadap selulosa bakterial yang terbentuk yaitu pada ketebalan, kadar air, kadar abu, kadar serat, kadar
vitamin C, uji organoleptik dan uji tarik. Untuk ketebalan dan kadar serat dilakukan analisis secara statistik dengan menggunakan analisis varians ANAVA. Analisis ini
diuji dengan menggunakan statistik F dengan taraf signifikan 5 dan 1.
Hipotesa : Ho
= Apabila tidak ada pengaruh variasi penambahan vitamin C terhadap ketebalan,dan kadar serat pada selulosa bakterial yang dihasilkan.
Ha = Apabila ada pengaruh variasi penambahan vitamin C terhadap
ketebalan,dan kadar serat pada selulosa bakterial yang dihasilkan.
Kriteria keputusan : Jika F hitung
≤ F tabel : maka Ho diterima dan Ha ditolak
Jika F hitung ≥ F tabel
: maka Ho ditolak dan Ha diterima
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Kadar Air
Penentuan kadar air pada selulosa bakterial dapat dihitung dengan cara sebagai berikut Berat cawan
= 0,6681 g Berat sampel
= 2,0321 g Berat cawan + sampel basah
= 2,7002 g Berat cawan + sampel setelah pengeringan = 2,4800 g
Berat uap air = 1,7619 g
100 x
sampel Berat
air uap
Berat air
kadar =
= 100
0321 ,
2 7619
, 1
x = 86,70
4.2.2 Kadar Abu
Penentuan kadar abu pada selulosa bakterial dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Berat cawan
= 14,5720 g Berat sampel
= 2,0321 g Berat cawan + sampel basah
= 16,6041 g Berat cawan + sampel setelah pengeringan = 14,7634 g
Berat abu = 0,0086 g
100 x
sampel Berat
abu Berat
abu kadar
=
100 0321
, 2
0319 ,
x =
= 1,57
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Kadar Serat
Penentuan kadar serat pada selulosa bakterial dengan penambahan vitamin C dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Berat kertas saring = 0,8009 g
Berat sampel = 2,0322 g
Berat kertas saring + sampel = 2,8331 g
Berat kertas saring + sampel setelah pengeringan = 2,7610 g
Berat serat = 0,0721 g
100 x
sampel berat
serat berat
serat kadar
=
= 100
0322 ,
2 0721
, x
= 3,55
4.2.4 Uji Tarik
1. Harga Regangan
Regangan =
100 x
Lo Stroke
Contoh : Sampel spesimen uji mempunyai panjang 5,2 cm dan nilai stroke 18,62 mm, untuk penambahan vitamin C sebesar 1,0 g, maka diperoleh persen regangan :
Regangan =
100 2
, 5
62 ,
18 x
= 358,07
2. Harga Tegangan
Tegangan =
permukaan Luas
Load
Universitas Sumatera Utara
Contoh : Sampel spesimen uji mempunyai panjang 5,2 cm dan lebar 1,01 cm. Bila harga Load 5,4 kgf, untuk penambahan vitamin C sebanyak 1,0 g, maka nilai tegangan
diperoleh : Tegangan
=
2
252 ,
5 4
, 5
cm kgf
= 1,028 kgfcm
2
4.3 Analisis data
a. Ketebalan selulosa bakterial
Ketebalan selulosa bakterial dengan penambahan vitamin C dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL, yaitu sebagai berikut.
DB umum = r.t – 1
= 5.5 – 1 = 14
DB perlakuan = t – 1
= 5 – 1 = 4
DB galat = tr – 1
= 53 – 1 = 10
1. FK =
t r
GT .
2
= 5
3 797
, 10
2
x = 7,77
2. JK umum =
FK X
n i
i
−
∑
=1 2
= [0,703
2
+ 0,8011
2
+ … + 0,519
2
- 7,77] = 0,309
Universitas Sumatera Utara
3. JK perlakuan =
FK r
Ti
n i
−
∑
=1 2
= 77
, 7
3 572
, 1
... 415
, 2
115 ,
2
2 2
2
−
+
+ +
= 0,30
4. JK galat = JK umum – JK perlakuan
= 0,309 – 0,30 = 0,0067
5. KT perlakuan =
perlakuan DB
perlakuan JK
= 4
3 ,
= 0,075
6. KT galat =
galat DB
galat JK
=
10 0067
,
= 0,00067
7. F hitung =
galat KT
perlakuan KT
= 00067
, 075
, = 111,94
Universitas Sumatera Utara
Harga F pada tabel adalah : F
0,05
= 3,48 F
0,001
= 5,99 F hitung F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, dengan arti bahwa terdapat
perbedaan ketebalan yang sangat nyata pada tiap selulosa bakterial dengan penambahan vitamin C. Data hasil perhitungan ketebalan dan kadar serat selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran halaman 52-53.
b. Uji Organoleptik