Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu penyebab kegagalan sistem perekonomian Indonesia ialah adanya kebijakan pemerintah mengenai sistem ekonomi konglomerasi. Sistem ekonomi berbasis konglomerasi ini kenyataannya hanya menguntungkan orang atau kelompok yang telah memiliki kemampuan dan akses ekonomi, sehingga hanya merekalah yang untung. Sementara itu, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan dan akses, tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat menguntungkan usahanya. 1 Setelah kegagalan sistem ekonomi konglomerasi, maka harapan ekonomi itu ditumpahkan ke lembaga-lembaga rakyat yang sudah teruji dan lulus dalam sejarah kehidupan masyarakat dan berbangsa. Ternyata, yang justru tahan di tengah badai krisis ekonomi adalah lembaga-lembaga ekonomi mikro yang berbasis rakyat. Industri kelas menengah kecil seperti home industries justru memiliki daya ketika berhadapan dengan krisis ekonomi. Tentunya ini menjadi motivasi tersendiri bagi lembaga pengelola ekonomi kemasyarakatan, lebih-lebih pesantren yang dalam hal ini dijadikan objek penelitian. Dalam teori Physiocrat, gabungan antar alam dan fisik beroperasi di atas asumsi, bahwa perilaku ekonomi adalah pokok dalam hukum alam. Motivasi ekonomi hanya satu aspek utama sifat manusia yang universal. Setiap orang mengarahkan minat dan alasan tindakannya pada tujuan ini. Sehingga terdapat keteraturan dalam tindakan ekonomi. Perilaku ekonomi sendiri diarahkan untuk 1 Nur Syam, H. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Berbasis Pesantren, dalam A. Halim et al., Manajemen Pesantren, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005, h. 248. meningkatkan kesejahteraan. 2 Pondok pesantren, kenyataannya adalah lembaga potensial untuk bergerak ke arah ekonomi berbasis rakyat, sebagaimana kekuatan yang dimilikinya. Jika Ponpes hanya menjadi penonton di era yang akan datang, maka lembaga-lembaga ekonomi mikro lain boleh jadi bergerak ke arah kemajuan. Oleh karena itu, kiranya diperlukan analisis yang cermat untuk melakukan penguatan kelembagaan ekonomi ini, agar tidak salah melangkah. 3 Sasaran akhir dari pengembangan pemberdayaan ekonomi Ponpes adalah kemandirian pesantren. Selama ini Ponpes selalu dilabeli dengan nama lembaga pengedar proposal dana bantuan, baik pada institusi formal atau non formal. Labeling itu tentunya tidak mengenakan. Ponpes, akan terbebas dari anggapan itu kalau Ponpes menjadi lembaga yang kuat, terutama dalam sektor ekonomi. Dengan sendirinya, tidak setiap ada kegiatan, apakah membangun gedung atau kegiatan lain, tidak selalu sibuk mengedarkan proposal kesana-kemari. 4 Dan apabila mengingat lembaga yang telah berfungsi sebagai pengelola dana yang digali dari masyarakat atas dasar ajaran keimanan belum dapat berfungsi secara maksimal, maka masih perlu dipertimbangkan penciptaan lembaga “baru” yang digerakkan oleh lembaga pesantren. Studi awal menunjukkan bahwa pesantren sangat memadai untuk dikembangkan sebagai model pengembangan ekonomi rakyat melalui suatu penelitian. 5 2 Wardi Bahtiar, Prof. Dr. M.S., Sosiologi Klasik, Dari Comte Hingga Parsons, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2006, h. 19 3 Nur Syam, H. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Berbasis Pesantren, dalam A. Halim et al., Manajemen Pesantren, h. 247. 4 Nur Syam, H. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Berbasis Pesantren, dalam A. Halim et al., Manajemen Pesantren, hal. 252-253. 5 Cik, Hasan Bisri dan Eva Rufaidah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 432 Diharapkan dalam perkembangannya, Metode dan pola pengembangan pendidikan pesantren, seyogyanya tidak lagi ditempatkan hanya sekedar “mendidik”, tetapi juga melakukan upaya maksimal untuk menciptakan hasil yang bisa diterima dalam semua level kehidupan sosial masyarakat. Sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional. Pesantren merupakan sarana penting untuk melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat desa. 6 Dengan semangat demikian, pesantren akan dianggap mampu bersenyawa dengan kondisi riil masyarakat, guna memenuhi tuntutan terhadap realitas, karena spirit dasar kehadiran pesantren adalah untuk menjadi Rahmat bagi masyarakat, baik rahmat dalam konteks pendidikan agama ataupun umum, maupun rahmat dalam aspek sosial yang lain, seperti aspek budaya, politik, hukum dan ekonomi. Salah satu pesantren yang sejak awal memiliki komitmen untuk mengembangkan ekonomi masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal adalah Pondok Pesantren Annuqayah. 7 Pesantren ini dalam derajat tertentu telah mampu menciptakan suatu terobosan yang signifikan untuk melakukan transformasi sosial yang cukup berarti dalam memberdayakan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dari awal berdirinya PP. Annuqayah pada tahun 1887 M. Hingga tahun 1978, kegiatan pengembangan masyarakat secara formal ke-organisasian belum ada di pesantren Annuqayah. Hanya saja kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang kemudian disebut „pengembangan masyarakat‟ itu, sebelumnya sudah dilakukan pesantren dalam bentuk pelayanan sosial, pendidikan keterampilan, unit-unit 6 Endang, Turmudi. Perselingkuhan Kyai dan Kekuasaannya. Yogyakarta: LkiS, 2004, h. 1 7 Pondok Pesantren Annuqayah yang berlokasi di Guluk-Guluk Sumenep Madura didirikan pada tahun 1887. Pendirinya K.H. Moh. Syarqawi. koperasi dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lewat organisasi-organisasi sosial yang berpusat di pesantren Annuqayah. Pengembangan masyarakat oleh pesantren Annuqayah dimulai sejak terbentuknya Biro Pengabdian Masyarakat Pondok Pesantren Annuqayah BPM- PPA yang didahului oleh perkenalan dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial LP3ES, sebuah LSM di Jakarta, pada tahun 1974. Waktu itu Bapak Drs. Soedomo, dari IKIP Malang disertai peneliti dari LP3ES, berkunjung ke pesantren Annuqayah untuk melakukan penelitian, bekerjasama dengan Bappeda Jawa Timur, dan IKIP Malang. Perkenalan ini kemudian berlanjut dengan korespondensi sehubungan dengan akan diadakannya Latihan Tenaga Pengembangan Masyarakat LTPM untuk kalangan pesantren di Pabelan Magelang. Karena alasan masih minimnya pengetahuan tentang LSM pada waktu itu, maka pihak pesantren tidak serta merta memenuhi tawaran tersebut. Keputusan baru diambil setelah mengkaji berbagai aspek kegiatan, serta didukung oleh surat pribadi Bapak Abdurrahman Wahid, Allahu maghfir lahu kepada K.H. Moh. Amir Ilyas, sebagai pengasuh utama An-Nuqayah periode itu, yang menjelaskan tentang arti pentingnya latihan tersebut. An-Nuqayah kemudian mengirimkan dua orang pesarta, yaitu, K.H. Abdul Basith, kiai muda yang waktu itu baru menyelesaikan studinya di perguruan tinggi, dan seorang santri senior, yaitu Bapak M. Syafi‟ie Anshori. Kemudian pada tahun 1987 BPM-PPA mengadakan Lokakarya Perencanaan Program Pengembangan Unit usahaKoperasi Lima Pondok Pesantren di An-nuqayah. Kelima pesantren partisipan itu sedang menjalankan koperasi batik, koperasi pelayanan pupuk, koperasi alat-alat tulis, koperasi pertukangan, dan koperasi pengrajin genting. 8 Melalui Biro Pengabdian Masyarakat BPM, Annuqayah antara lain, telah melakukan program usaha ternak sapi. Program ini sebagai salah satu jembatan bagi masyarakat untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan meringankan beban ekonomi masyarakat di tengah krisis yang belum terobati. 9 Oleh karena itu, dengan pesantren, maka masyarakat memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan basis ekonomi mereka di sekitar pesantren atau menjadi penyuplai suplier bagi kebutuhan santri yang berada di dalam pesantren. Sehingga dapat saling menguntungkan. Santri bisa mendapatkan bahan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya santri, sementara masyarakat memperoleh lahan untuk pengembangan ekonomi mereka dengan baik. B . Literatur Review Penelitian terdahulu yang relevan dengan fokus penelitian penulis, diantaranya adalah: yang tertuang dalam penelitian yang dilakukan oleh: M. Murtadho, “Pesantren dan Pemberdayaan Ekonomi”, penelitiannya menggunakan Studi Kasus Pada Pesantren Baitul Hamdi, dan Pesantren Turus di Pandeglang, Serang-Banten. Penelitian ini berangkat dari kenyataan yang ironis, yaitu banyak pesantren, tetapi masyarakat di sekitar pesantren tersebut masih tradisional. 8 http:www.facebook.comnote.php?note_id=117199511629358. Data diakses pada Tanggal, 20 November 2010 9 Majalah Anugerah. Edisi II, 2003, h. 11 Kenyataan ini mendorong M. Murtadho, untuk meneliti masalah ini, dengan pola mengaitkan unsur keagamaan dengan kemajuan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif, dengan memfokuskan masalah pada pesantren dan usaha ekonomi. Alhasil pada tahun 1998 pesantren telah mendirikan Koperasi BMT Muamalat Pertiwi. Terkait dengan usaha ekonomi, M, Murtadho, menemukan empat 4 model pengembangan ekonomi yang sedang berjalan di kedua pondok pesantren tersebut, diantaranya: Pertama, usaha ekonomi yang berpusat pada Kyai. Dalam contoh ini seorang Kyai mempunyai perkebunan cengkih yang luas. Untuk pemeliharaan dan pemanenan, kyai melibatkan santrinya untuk mengerjakannya. Maka terjadilah hubungan mutualisme saling menguntungkan: kyai dapat memproduksikan perkebunannya, santri mempunyai pendapatan tambahan, dengan keuntungan yang dihasilkan dari perkebunan cengkeh tersebut, kyai dapat menghidupi kebutuhan pengembangan pesantrennya. Dalam kasus di Pandeglang, peneliti menemukan pengembangan ekonomi semacam ini juga terdapat pada Pesantren Nurul Hidayah Cilaja kec. Pandeglang. Kedua, usaha ekonomi pesantren untuk memperkuat biaya operasional pesantren. Contoh, pesantren memiliki unit usaha produktif seperti, menyewakan gedung pertemuan, rumah dsb. Keuntungan usaha produktif ini, dialokasikan untuk biaya operasional pesantren. Dalam kasus Pandeglang, peneliti menemukan contoh pesantren jenis ini pada Pesantren Baitul Hamdi di kec. Menes. Ketiga, usaha ekonomi untuk santri. Dengan membekali santri ketrampilan di bidang pertanian dan peternakan. Tujuannya semata-mata untuk membekali santri agar mempunyai ketrampilan tambahan, dengan harapan menjadi bekal dan alat untuk mencari pendapatan hidup. Pesantren Baitul Hamdi di Menes Pandeglang dapat dijadikan sampel pesantren dalam jenis ini juga, karena di sana santri diajak untuk bertani, dan berkebun. Keempat, usaha ekonomi bagi para alumni santri. Pengurus pesantren dengan melibatkan para alumni santri menggalang sebuah usaha tertentu dengan tujuan untuk menggagas suatu usaha produktif bagi individu alumni, peneliti menemukan contoh pesantren dalam jenis ini ada pada Pesantren Turus desa Kabayan kec. Pandeglang. Pesantren Turus mendirikan usaha ekonomi berupa koperasi yang bergerak dalam kegiatan usaha simpan pinjam dan perdagangan. 10 Penelitian M. Murtado ini, lebih menekankan pada: pengembangan ekonomi yang berpusat pada kalangan internal pesantren. Tidak ditemukannya basis pengembangan ekonomi untuk masyarakat sekitar pesantren walaupun pengelolaan pengembangan ekonomi itu melibatkan para santri dan alumni. Literatur review lainnya yang sesuai dengan soal pengembangan ekonomi masyarakat, ditulis oleh Abd. Hamid Wahid, M.Ag 2009 yang tertuang dalam penelitiannya, disampaikan sebagai sumbang saran dalam Pertemuan Pesantren - Departemen Agama 2003 di Puncak Bogor, dengan judul; Peran Pemberdayaan Potensi Pesantren: RMI dan Pengalaman BPPM Nurul Jadid. Yang menjadi fokus penelitiannya, adalah tentang peran BPPM Badan Pengembangan Pesantren dan masyarakat dan RMI Rabithatul Ma‟ahidil Islamiyah dalam pemberdayaan potensi pesantren dan masyarakat. Bentuk riil peran BPPM dan 10 http:balitbangdiklat.depag.go.idindex.php?option=com_contentview=articleid=13 1: pesantren-dan-pemberdayaan-ekonomicatid=46:jurnal. Data diakses pada Tanggal, 20 November 2010 dengan judul : pesantren dan pemberdayaan ekonomi studi kasus pesantren baitul hamdi dan pesantren turus di pandeglang RMI dalam pemberdayaan potensi pesantren tertuang dalam peningkatan wawasan dan keterampilan santri, melalui aktifitas pendidikan-pendidikan singkat, penjaringan beasiswa bagi para santri yang berpotensi untuk dikirim studi ke lembaga-lembaga profesional, baik di dalam maupun ke luar negeri. Sedangkan pemberdayaan potensi masyarakat meliputi: 1 sektor pertanian, 2 nelayan, 3 ternak, 4 niaga dan 5 industri kecil. Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat BPPM ini, Program- program rintisannya mengacu pada pengembangan masyarakat atau Community Development CD dengan memberikan pinjaman lunak soft loan yang sistemnya memakai pola modal atau dana berputar revolving fund . dan memberikan bantuan dengan berbentuk dana hibah untuk dikelola oleh pesantren atau masyarakat sendiri. BPPM PP. Nurul Jadid, dalam melakukan aktifitas CD community development yaitu, membuat masyarakat binaan, fokusnya pada masyarakat petani, masyarakat nelayan atau pesisir, dengan memberikan pelatihan berternak ayam potong, dan berternak sapi susu. Model pembinaannya dengan stimulasi, penyadaran dan pembinaan ekonomi masyarakat berorientasi pasar. Kelompok-kelompok masyarakat binaan yang ditunjuk, di latih membuat industri kecil, penggunaan hasil tangkapan ikan secara efektif, pemberian pinjaman modal bagi buruh tani untuk sewa lahan cocok tanam, dan pembelian pupuk. Program-program CD tersebut terlaksana dengan bekerjasama, baik dengan lembaga-lembaga founding agency NGO, maupun dengan instansi pemerintahan yang berkompeten. 11 Dibandingkan dengan penelitian M. 11 http:www.facebook.comnote.php?note_id=191802798918. Judul: Eksistensi Pesantren Pada Dunia Pendidikan. Data di akses pada Tanggal 20 November 2010 Murtadho, Penelitian Abd. Hamid Wahid, M.Ag ini sudah lebih maju: pertama, dikarenakan pengembangan ekonomi yang ditelitinya tidak hanya untuk internal pesantren saja, tapi sudah menyentuh pada ekonomi masyarakat dengan merujuk pada pola community development CD. Kedua, penelitian yang dilakukan Abd. Hamid Wahid, lebih kepada optimalisasi peran BPPM dan RMI Rabithatul Ma‟ahidil Islamiyah Nurul Jadid, sebagai instrumen lembaga pengembangan masyarakat untuk menggali potensi-potensi yang ada di pesantren maupun pada masyarakat. Oleh karena itu penelitian saya yang berjudul: Bentuk-bentuk Pengembangan Ekonomi Masyarakat Di Pesantren studi kasus atas pengembangan ekonomi masyarakat di PP. Annuqayah guluk-guluk sumenep madura ini bermaksud untuk mengetahui dan melihat pesantren dan pengembangan ekonomi yang ditujukan tidak hanya untuk internal pesantren, tetapi juga untuk masyarakat sekitar pesantren.

C. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah