Daun jambu mete sendiri memiliki banyak senyawa kimia yang masih belum terindentifikasi secara sempurna. Beberapa senyawa kimia
dalam daun jambu mete terbukti memiliki efek biologis yang dapat membantu memperbaiki kesehatan manusia. Beberapa kandungan
senyawa kimia dalam daun jambu mete adalah tanin-galat, flavonol, asam akardiol, asam elagat, senyawa fenol, kardol, dan metil kardol Yuliarti,
2009. Menurut penelitian dari Nugroho 2013, daun jambu mete
memiliki kandungan fenolik total yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu mete memiliki kandungan
fenolik sebesar 20 mg ekuivalen asam galat per 100 g ekstrak etanolik daun jambu mete. Kandungan senyawa fenolik dalam daun jambu mete ini
diketahui memberikan efek biologis pada kesehatan manusia. Beberapa bagian tanaman jambu mete memiliki khasiat dan
kegunaan. Di daerah Jawa Barat, daun muda tanaman jambu mete dikonsumsi sebagai lalapan Sulistyawati, 2009. Daun dan kulit batang
tanaman jambu mete dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus, disentri, beberapa jenis radang, asma,
dan bronkitis Edet, 2013.
B. Senyawa Fenolik
Secara umum senyawa fenolik merupakan zat atau senyawa yang mengandung satu atau lebih cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus
hidroksil yang menempel. Senyawa fenolik dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu fenol sederhana, asam fenolat dan aldehid,
asetopenon dan asam fenilasetat, asam sinamat, kumarin, flavonoid, bifalvonil, stilben dan benzofenon, benzoquinon, lignan, betacianin, tanin
dan plobafen. Asam fenolat, flavonoid, stilben dan lignan merupakan senyawa fenolik yang paling melimpah pada tanaman Vermerris dan
Nicholson, 2006. Senyawa fenolik bertindak sebagai metabolit yang sangat penting
dalam tanaman. Selain sangat penting dalam pertumbuhan dan reproduksi, senyawa fenolik sangat penting dalam tanaman karena berguna sebagai
agen pelindung terhadap berbagai patogen. Selain itu, senyawa fenolik dalam tanaman berkaitan dengan sifat tampilan tanaman itu sendiri,
terutama mengenai warna tanaman apakah akan berwarna cerah atau gelap Mujica, 2009.
Senyawa fenolik memiliki efek antimutagenik, anti-kanker dan anti-inflamasi, namun studi klinis lebih lanjut untuk mendukung efek
tersebut pada manusia masih perlu dibahas lebih lanjut. Selain karena efek kesehatannya, aktivitas senyawa fenolik sebagai antioksidan sering
dibahas, karena senyawa fenolik dapat bereaksi dengan reactive oxygen species ROS dan menghilangkan aktivitas radikalnya sehingga tidak
berbahaya lagi terhadap sel tubuh manusia Sochor, 2010.
C. Metode Folin – Ciocalteu
Metode Folin-Ciocalteu sering digunakan dalam penentuan total senyawa fenol dalam suatu tanaman atau buah Hemingway, 1991.
Metode ini didasarkan pada reduksi asam fosfotungstat dalam larutan alkali menjadi fosfotungstat biru. Absorbansi yang terbentuk akibat
fosfotungstat biru sebanding dengan jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam sampel, sehingga dapat diketahui seberapa besar jumlah kandungan
senyawa dengan gugus fenol dalam suatu sampel tanaman yang dinyatakan dengan ekuivalen asam galat
Cindrić et al, 2011.
Banyak penelitian telah menggunakan reagen Folin-Ciocalteau untuk menentukan kandungan fenolik total yang terkandung dalam suatu
tanaman, hal tersebut karena kelebihan dari metode ini. Kelebihan dari metode Folin
– Ciocalteu adalah fleksibilitas metode sehingga beberapa rincian spesifik dari proses ini dapat dimodifikasi, sehingga dapat
memudahkan dalam penggunaannya Blainski, 2013.
D. Radikal Bebas