Penetapan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan pembacaan absorbansi terhadap kromogen MDA-TBA dengan konsentrasi
0,086; 0,129; 0,172 mM pada panjang gelombang 400-600 nm. Pemilihan panjang gelombang dengan rentang 400-600 nm dikarenakan warna
kromogen yang terbentuk berada pada rentang panjang gelombang 490- 560 nm. Digunakan tiga konsentrasi yang berbeda agar dapat
merepresentasikan panjang gelombang kromogen MDA-TBA pada berbagai tingkat konsentrasi penambahan deoksiribosa yang berbeda.
Tabel III. Hasil pembacaan panjang gelombang maksimum
kromogen MDA-TBA
Konsentrasi Deoksiribosa
mM maksimum
hasil pembacaan nm
maksimum yang digunakan
untuk pengukuran nm
maksimum teoritis nm
0,086 530,5
530,5 532
0,129 530,5
0,172 531
Dari hasil pembacaan panjang gelombang maksimum kromogen MDA- TBA, didapatkan panjang gelombang maksimum pada 530,5 nm Tabel
III. Panjang gelombang yang didapat mendekati panjang gelombang teoritis yang telah ditentukan Halliwell 1987, yaitu 532 nm.
I. Estimasi Aktivitas Antioksidan dengan Radikal Hidroksil
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode penangkapan radikal hidroksil oleh senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan
sehingga mengurangi degradasi dari deoksiribosa akibat dari penyerangan radikal bebas terhadap deoksiribosa. Berkurangnya degradasi dari
deoksiribosa akan mengakibatkan berkurangnya produk hasil degradasi
dari deoksiribosa yaitu MDA sehingga akan mengakibatkan berkurangnya kompleks MDA-TBA yang terbentuk. Berkurangnya kompleks MDA-
TBA yang terbentuk ditandai dengan pudarnya warna merah muda yang terbentuk akibat dari sedikitnya kromogen MDA-TBA.
Pengujian aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan penambahan berbagai seri konsentrasi fraksi etil asetat ekstrak
etanolik daun jambu mete ke dalam campuran reagen Fenton yang selanjutnya dilakukan penambahan deoksiribosa. Selain penambahan
fraksi etil asetat, terdapat juga kontrol negatif yang berisi campuran reagen Fenton dan deoksiribosa tanpa penambahan senyawa antioksidan. Kontrol
negatif berfungsi sebagai pembanding untuk mengetahui nilai absorbansi kromogen MDA-TBA apabila dalam campuran tidak terdapat senyawa
antioksidan. Kontrol positif dari uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini adalah kuersetin. Penggunaan kuersetin sebagai kontrol positif
berfungsi sebagai pembanding terhadap senyawa uji untuk mengetahui absorbansi kromogen MDA-TBA bila ditambahkan dengan senyawa yang
telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Berdasarkan penelitian Fidrianny 2012 disebutkan bahwa ekstrak
etanolik daun jambu mete dengan metode DPPH memiliki aktivitas antioksidan. Pada penelitian ini aktivitas antioksidan diukur dengan
metode deoksiribosa. Penggunaan metode deoksiribosa dalam mengukur aktivitas antioksidan akan memberikan informasi tentang seberapa besar
aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal OH sehingga dapat
melindungi deoksiribosa. Keuntungan dari metode deoksiribosa adalah sederhana dan mudah dilakukan, selain itu metode deoksiribosa dapat
merepresentasikan penyerangan radikal hidroksil terhadap deoksiribosa dan bagaimana antioksidan dapat melindungi deoksiribosa dari radikal
bebas Halliwell, 1987. Dari tabel IV dapat dilihat bahwa kontrol negatif memiliki
absorbansi yang lebih besar dibandingkan dengan berbagai seri larutan kontrol positif. Tingginya absorbansi pada kontrol negatif disebabkan
karena pada kontrol negatif tidak ditambahkan senyawa antioksidan sehingga tidak terdapat senyawa yang menangkal radikal hidroksi yang
terbentuk, akibatnya radikal hidroksil akan langsung bereaksi dengan deoksiribosa yang mengakibatkan peningkatan MDA sebagai hasil
degradasi dari deoksiribosa. Peningkatan MDA akibat degradasi deoksiribosa juga akan diiringi dengan peningkatan kompleks yang terjadi
antara MDA dan TBA sehingga absorbansi meningkat.
Tabel IV. Hasil uji aktivitas antioksidan kuersetin dengan metode deoksiribosa
Replikasi Konsentrasi
gmL Absorbansi
kontrol Absorbansi
kuarsetin IC
Persamaan regresi linier
I 5,05
0.7378 0,7267
1,50 y = 1,556x -
6,3974 R = 0,9935
7,58 0,6967
5,57 10,1
0,6783 8,06
12,63 0,6355
13,86 15,15
0,6138 16,80
II 5
0.6412 0,6281
2,04 y = 1,3537x -
5,1497 R = 0,9909
7,5 0,6145
4,16 10
0,5825 9,15
12,5 0,5703
11,06 15
0,5417 15,50
III 5
0.3885 0,3788
2,50 y = 1,4208x -
4,3037 R = 0,9922
7,5 0,3601
7,31 10
0,3519 9,43
12,5 0,3389
12,80 15
0,3204 17,52
Pada kontrol positif terdapat penambahan senyawa kuersetin yang memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat melindungi deoksiribosa
dari radikal hidroksil, sehingga hasil degradasi dari deoksiribosa menjadi semakin sedikit dan kompleks MDA-TBA yang terbentuk akan sedikit
juga yang mengakibatkan absorbansi menjadi menurun. Pada tabel IV juga menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi
dari kuersetin pada kontrol positif maka semakin tinggi aktivitas antioksidan yang diberikan. Aktivitas antioksidan terlihat dari IC yang
semakin besar sejalan dengan penambahan konsentrasi dari kuersetin. Pada gambar 8 menunjukkan korelasi linier antara konsentrasi
kuersetin yang ditambahkan dengan IC yang didapat. Aktivitas
antioksidan dinyatakan dengan IC
50
yaitu konsentrasi yang dibutuhkan dari suatu senyawa antioksidan untuk menghambat radikal hidroksil sebesar
50. Nilai 50 dari Inhibition Concentration merupakan nilai median dari 100 konsentrasi penghambatan IC yang dilakukan antioksidan
terhadap radikal bebas. Penggunaan IC
50
sebagai nilai dalam pengukuran aktivitas antioksidan agar hasil dari penelitian dapat dibandingkan dengan
penelitian lainnya karena IC
50
merupakan acuan yang sering dipakai peneliti dalam mengukur aktivitas antioksidan. Nilai IC
50
dapat diganti dengan IC
15
, IC
25
, maupun IC
90
tergantung dengan kondisi dan tujuan dari penelitian Sweet, 1997. Nilai IC
15
, IC
25
, maupun IC
90
merupakan nilai 15, 25, dan 90 penghambatan radikal bebas. Nilai-nilai tersebut juga
dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan aktivitas antioksidan karena merupakan titik persentil dari distribusi 100 penghambatan.
Nilai IC
50
dapat ditentukan dengan persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi dari senyawa uji dengan IC.
Semakin kecil nilai IC
50
maka semakin kuat aktivitas antioksidan dari suatu senyawa dalam menangkap radikal bebas.
Gambar 8. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan kuersetin Replikasi 1
Grafik liniearitas dari hasil aktivitas antioksidan kuersetin diwakili oleh replikasi satu Gambar 7, dikarenakan kedua replikasi lainnya
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Dalam penelitian ini nilai IC
50
tidak dapat diperoleh dikarenakan konsentrasi dari kuersetin yang ditambahkan tidak mencapai 50 penghambatan radikal bebas, hal
tersebut akibat dari keterbatasan kelarutan dari kuersetin. Maka dari itu digunakan IC
15
dalam menentukan kekuatan aktivitas antioksidan. Pada beberapa penelitian banyak digunakan nilai aktivitas antioksidan
berdasarkan IC
15
dan IC
25
dikarenakan keterbatasan kelarutan dari senyawa yang diuji Nugroho et al, 2006; Unal, 2014. Dari ketiga
replikasi pada pengujian aktivitas antioksidan kuersetin sebagai kontrol positif menunjukkan hasil perhitungan IC
15
secara intrapolasi yang berada
y = 1,556x - 6,3974 R = 0,9935
0,000 2,000
4,000 6,000
8,000 10,000
12,000 14,000
16,000 18,000
5 10
15 20
IC
Konsentrasi μgmL
Kurva konsentrasi kuersetin vs IC
pada rentang konsentrasi yang digunakan dalam pengukuran seri konsentrasi kontrol positif.
Tabel V. Hasil uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete dengan metode deoksiribosa
Replikasi Konsentrasi
gmL Absorbansi
kontrol Absorbansi
senyawa uji IC
Persamaan regresi linier
I 10,1
0,608 0,5389
11,37 y = 0,7028x +
2,5082 R = 0,9915
20,2 0,5199
14,49 30,3
0,4681 23,01
40,4 0,4214
30,69 50,5
0,3745 38,40
II 9,9
0,5132 0,4489
12,53 y = 0,6724x +
5,5826 R = 0,9903
19,8 0,4229
17,56 29,7
0,3751 26,91
39,6 0,3408
33,59 49,5
0,3174 38,15
III 10,1
0,5378 0,4879
9,28 y = 0,7166x +
0,4054 R = 0,9906
20,2 0,4691
12,77 30,3
0,4238 21,20
40,4 0,3789
29,55 50,5
0,3403 36,72
Tabel V menunjukkan absorbansi dari campuran reagen Fenton dan deoksiribosa yang telah diberi senyawa uji lebih kecil dibandingkan
dengan absorbansi dari kontrol negatif. Hal tersebut menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dalam fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu
mete. Pada tabel V juga dapat dilihat bahwa dengan penambahan
konsentrasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete pada campuran reagen Fenton dan deoksiribosa maka aktivitas antioksidan yang
ditimbulkan juga semakin besar. Semakin meningkatnya aktivitas
antioksidan terlihat dari nilai IC yang didapat setelah peningkatan konsentrasi dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete.
Dilakukan tiga kali replikasi pada uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete, dari masing-masing replikasi didapat
persamaan regresi linier yang akan digunakan dalam menentukan nilai IC
15
. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan jumlah dan kelarutan fraksi etil asetat dalam penelitian.
Gambar 9. Kurva persamaan regresi linier aktivitas antioksidan fraksi etil asetat replikasi 3
Dalam kurva pada gambar 8 ditunjukkan bahwa nilai IC
15
yang didapat merupakan hasil intrapolasi. Penggunaan IC
15
dikarenakan IC yang dihasilkan dari aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik
daun jambu mete tidak mencapai 50 penghambatan antioksidan, sehingga bila dihitung untuk mencari IC
50
maka akan terjadi ekstrapolasi. Penghambatan yang didapat kurang dari 50 dikarenakan fraksi yang
y = 0,7166x + 0,4054 R = 0,9926
0,000 5,000
10,000 15,000
20,000 25,000
30,000 35,000
40,000
10 20
30 40
50 60
A b
so rb
a n
si
Konsentrasi μgmL
Kurva konsentrasi fraksi vs IC
telah habis dan kurangnya kelarutan dari fraksi etil asetat dalam air sehingga konsentrasi dari fraksi yang diujikan tidak dapat mencapai 50.
Gambar 8 merupakan hasil regresi linier dari replikasi tiga yang mewakili replikasi lainnya karena kedua replikasi lainnya menunjukkan
hasil perhitungan IC
15
secara intrapolasi. Ketiga nilai IC
15
dari fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete berada dalam rentang konsentrasi
yang digunakan dalam pengukuran seri konsentrasi fraksi etil asetat.
Tabel VI. Hasil perhitungan IC
15
kuersetin dan fraksi etil asetat
Kuersetin
Replikasi IC
15
Rerata ± SD μgmL
I 13,75
14,07 ± 0,70 II
14,88 III
13,58
Fraksi etil asetat
Replikasi IC
15
Rerata ± SD μgmL
I 17,77
17,38 ± 3,1 II
14,00 III
20,36
Hasil dari uji aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete ini tidak dapat dibandingkan dengan hasil penelitian lain
dikarenakan perbedaaan acuan nilai yang digunakan. Pada penelitian lain digunakan nilai IC
50
sebagai nilai acuan kekuatan aktivitas antioksidan, sedangkan dikarenakan aktivitas antioksidan pada penelitian ini terkendala
keterbatasan bahan dan kelarutan dari senyawa uji maka IC yang diperoleh tidak dapat mencapai 50 sehingga pada penelitian ini
digunakan nilai IC
15
. Tabel VI menunjukkan hasil dari pengukuran aktivitas antioksidan kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun
jambu mete. Hasil yang didapat berupa nilai IC
15
, rata-rata IC
15
dari kue
rsetin adalah 14,07±0,70 gmL dan rata-rata IC
15
fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete
adalah 17,38±3,1 gmL. Untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara IC
15
kuarsetin dengan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete, maka data aktivitas
antioksidan yang didapat diuji secara statistik. Software yang digunakan dalam uji statistik adalah Minitab
®
17 trial version. Pertama dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data
terdistribusi normal atau tidak. Normalitas dari data kuersetin dan fraksi etil asetat diuji dengan menggunakan uji Ryan-Joiner yang memiliki
kemiripan dengan uji Saphiro-Wilk Chantasorn, 2011. Dengan menggunakan taraf kepercayaan 95 maka apabila nilai p 0,05 maka
data telah terdistribusi normal. Hasil perhitungan nilai p untuk data kuersetin adalah 0,100 dan untuk data fraksi etil asetat ekstrak etanolik
daun jambu mete adalah 0,100. Karena kedua data memiliki nilai p 0,05 maka data IC
15
kuersetin dan fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete terdistribusi normal.
Setelah uji normalitas selanjutnya dilakukan uji homogenitas dengan Uji F-Dua Variansi. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui
apakah variansi antara kelompok yang diuji berbeda atau tidak Dahlan, 2009. Nilai p yang diperoleh, yaitu 0,093 atau lebih besar dari 0,05, dari
hasil p tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan variansi IC
15
dari kuersetin dan fraksi etil asetat. Setelah diketahui homogenitas dari data, selanjutnya dilakukan uji
T tidak berpasangan. Uji T tidak berpasangan dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara rerata IC
15
dari kuersetin dan fraksi etil asetat. Dari hasil perhitungan dengan program Minitab
®
17 trial version didapatkan nilai p sebesar 0,155. Karena nilai p 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata IC
15
dari kuersetin dan fraksi etil asetat tidak berbeda bermakna pada taraf kepercayaan 95.
74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kandungan fenolik total pada fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun
jambu mete sebesar 632,6±23,4 mg ekuivalen asam galat per gram fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete.
2. Nilai aktivitas antioksidan fraksi etil asetat ekstrak etanolik jambu
mete dengan metode deoksiribosa yang dinyatakan sebagai IC
15
sebesar 17,4 ± 3,1 gmL, IC
15
fraksi etil asetat ekstrak etanolik daun jambu mete bila dibandingkan dengan IC
15
kuersetin tidak berbeda bermakna, sehingga dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat ekstrak
etanolik daun jambu mete memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antioksidan dari daun jambu mete dengan metode DPPH agar didapat nilai IC
50
dari daun jambu mete.