11 Jaringan pipa sanitasi DSDP
Denpasar Sewerage Development Project
berupa pipa beton dengan diameter 200mm sampai dengan 800mm. Kedalaman pipa sanitasi bervariasi
antara 1.5 meter sampai dengan 7 meter dari permukaan jalan Jaringan Distribusi Gas dan Bahan Bakar Lainnya adalah jaringan pipa untuk
mengalirkan gas atau bahan bakar lainnya ke pelanggan. Dalam hal ini belum ada jaringan pipa gas di lokasi yang ditinjau.
2.1.2 Hak Penguasaan Negara Atas Jalan.
UU No. 38 Tahun 2004 menentukan bahwa, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah danatau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel. Pengertian demkian dianut pula di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025 selanjutnya disebut UU No. 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655 PP No. 34
Tahun 2006, dan Permen PU No. 20PrtM2010. Dalam pengertian jalan dalam UU No.38 Tahun 2004 tersebut tampak bahwa jalan
memiliki bagian-bagian. Bagian-bagian jalan tersebut dinyatakan dengan tegas di dalam Pasal 11 bahwa, bagian-bagian jalan terdiri dari ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar
ruang manfaat jalan. Sedangkan ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 13, jalan dikuasai oleh Negara. Artinya bahwa jalan berada di bawah kekuasaan Negara. Penguasaan Negara tersebut memberi wewenang kepada
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan
secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional, meliputi: pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan. Wewenang pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan jalan
12 meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten dan jalan desa. Sedangkan wewenang pemerintah kota
sebatas penyelenggaraan jalan kota. Hak penguasaan jalan ada pada Negara bermakna bahwa, pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan negara, mempunyai hak menyelenggarakan jalan secara umum. Penyelenggaraan jalan harus menjamin terselenggaranya peranan jalan yang berdasarkan rencana
tata ruang wilayah dengan memperhatikan keterhubungan antarkawasan atau keterhubungan dalam kawasan serta dilakukan secara konsepsional dan menyeluruh.
Hak penguasaan Negara atas jalan bersumber dari UUD 1945 Pasal 33 ayat 3. Hak menguasai tersebut dalam konteks hak dan kewajiban Negara sebagai pemilik yang bersifat
sebagai badan hukum publik, bukan sebagai badan hukum privat. Negara sebagai pemilik berarti Negara memiliki wewenang sebagai pengatur, perencana, pelaksana dan sekaligus sebagai
pengawas pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan jalan.
16
Dalam pemikiran barat, kekuasaan Negara tersebut digunakan sebagai alat untuk mencapai perkembangan individu sehingga
perkembangan individu yang berkemampuan sepenuhnya sebagai dasar poltik dan hukum dari masyarakat modern. Gagasan demikian sudah ada sejak demokrasi Athena yang kemudian
dikembangkan oleh John Locke dan diadopsi ke dalam deklarasi hak asasi manusia di Perancis dan konstitusi Amerika Serikat.
17
Dengan demikian, Negara sebagai pemilik jalan berwenang mengelola dan memanfaatkan jalan untuk mengembangkan potensi individu sehingga memiliki
kemampuan sepenuhnya untuk berkembang, dan pemanfaatan ruang milik jalan oleh pihak lain memerlukan izin dari Negara.
2.1.3 Penggunaan Jalan Dalam Penguasaan Pemerintah Kabupaten Badung Untuk Penempatan Jaringan Utilitas.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap sarana utilitas memerlukan adanya keterpaduan perencanaan dalam penempatan jaringan utilitas di bawah tanah, di atas tanah dan di
dalam laut yang diarahkan menggunakan sarana jaringan utilitas terpadu dengan memperhatikan kepentingan umum dan keserasian lingkungan. Sarana utilitas yang diperlukan tersebut antara
lain: transportasi jalan raya, jalan rel dan bandar udara; air bersih penyediaan, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment, dan fasilitas distribusi; air limbah pengumpulan, treatment,
16
Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas Tanah, Cetakan 1, Yogyakarta: Total Media, 2009, hlm. 101.
17
W. Friedman, Legal Theory, terjemahan Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum, Hukum dan Masalah- masalah Komtemporer
, Jakarta: Raja Jaya Offset, 1990, hlm. 46.
13 pembuangan, dan sistem pemakaian kembali, listrik produksi dan distribusi; perumahan,
bangunan publik antara lain: sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam kebakaran; pengolahan gas alam, pengaturan banjir, drainase, dan irigasi; dan fasilitas publik lain.
Kegiatan penempatan jaringan utilitas di bawah tanah, di atas tanah dan di dalam laut dapat menimbulkan akibat tertentu khususnya kemungkinan terjadinya kerusakan sararana dan
prasarana kota milik instansi atau Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini, penempatan jaringan utilitas dilakukan pada bagian-bagian jalan milik pemerintahan Kabupaten Badung.
Pasal 46 PP No. 34 Tahun 2006 menentukan bahwa bagian-bagian jalan dapat dimanfaatkan untuk bangunan utilitas, penanaman pohon, dan prasarana moda transportasi lain.
Penempatan bangunan utilitas dapat dilakukan pada tempat tertentu di ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan. Bangunan utilitas pada jaringan jalan di dalam kota dapat ditempatkan di
dalam ruang manfaat jalan tetapi dengan ketentuan: a. yang berada di atas tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan
atau trotoar sehingga tidak menimbulkan hambatan samping bagi pemakai jalan; atau b. yang berada di bawah tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari tepi paling luar bahu jalan
atau trotoar sehingga tidak mengganggu keamanan konstruksi jalan. Jarak tertentu tersebut di atas ditentukan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Sedangkan Bangunan utilitas pada jaringan jalan di luar kota, dapat ditempatkan di dalam ruang milik jalan pada sisi terluar.
Penempatan, pembuatan, dan pemasangan bangunan utilitas direncanakan dan dikerjakan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang ditetapkan oleh Menteri. Sedangkan rencana kerja,
jadwal kerja, dan cara-cara pengerjaan bangunan utilitas dimintakan persetujuan penyelenggara jalan sesuai kewenangannya. Selanjutnya, Permen PU No. 20PrtM2010 menentukan bahwa,
bangunan dan jaringan utilitas di bawah tanah harus diletakkan pada kedalaman paling sedikit 1,5 satu koma lima meter dari permukaan jalan terendah pada daerah galian atau dari tanah
dasar pada daerah timbunan. Sedangkan bangunan dan jaringan utilitas di atas tanah harus diletakkan pada ketinggian paling rendah 5 lima meter dari permukaan jalan tertinggi.
Permukaan tanah pada lintasan bangunan dan jaringan utilitas yang ditempatkan di bawah tanah harus diberi tanda yang bersifat permanen.
14
2.1.4 Asas atau Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma.