PENANDA : “Dasar Cina sialan. Sudah belagu, sok kaya, sok borjuis
pula. Itu benar-benar pelecehan kelas berat NdahMasa aku dibilang Cina
sialan, Bayangkan, padahal aku sudah mau mengalah,kasih duit. Yang
menabrak siapa? Yang penyok mobil siapa? Semuanya kan aku yang
tanggung.” PETANDA : Cina sok kaya, sok
borjuis, belagu.
TANDA DENOTATIF : pada leksia ini menjelaskan bahwa terbentuk suatu stereotype pada kaum Tionghoa di Indonesia.
PENANDA KONOTATIF : “Itu benar-benar pelecehan kelas berat
Ndah” PETANDA KONOTATIF: bahwa
telah terbentuk suatu pemikiran yang secara sadar ataupu tidak akhirnya
membudaya turun temurun. TANDA KONOTATIF : dari leksia diatas dapat disimpulkan bahwa kaum
Tionghoa di Indonesia sering mendapatkan pelecehan baik secara verbal maupun non verbal. Adanya kebiasaan salah dalam pola pikir yang diturunkan secara
turun temurun, mengakibatkan pembatasan antara etnis tersebut. Sehingga apapun yang ditunjukkan akan dianggap salah sebenar apapun itu.
4.3 Sistem Mitos
Untuk menghasilkan sistem mitos, sistem semiologi tingkat kedua second order of semiological system mengambil seluruh system tanda pada tingkat
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pertama sebagai petanda signifier dan diberikan penanda signified lalu berdasarkan pemahaman denotatifnya Denotatif sign, bertahap kepada
sistem tanda tingkat kedua sebagai penanda konotatif connotative signifier dan petanda connotative signified hingga timbul makna baru dan makna
baru ini dinamai sebuah interprestasi data berupa makna konotatif connotative meaning
Teks novel “Dimsum Terakhir” sebagai suatu bahasa pada tatanan signifikasi akan di analisis secara mitologi pada tatanan bahasa atau system
semiologi tingkat pertama sebagai landasannya. Dengan cara sebagai berikut : 1.
Tatanan linguistik, yaitu sistem semiologi tingkat pertama “penanda- penanda” berhubungan dengan “petanda-petanda” sedemikian sehingga
menghasilkan “tanda” 2.
Selanjutnya, di dalam tatanan mitos, yakni semiologi lapis kedua, “tanda- tanda” pada tatanan pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi
“penanda-penanda” yang berhubungan pula pada “petanda-petanda” pada tatanan kedua.
Teks novel pada Dimsum Terakhir Wujud kongkrit
penggambaran
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
yang menggambarkan adanya stereotype Tionghoa
stereotype yang terjadi dalam kehidupan pada masyarakat Tionghoa
di Indonesia. Gambaran konsep penstereotipan suatu kelompok etnis dalam novel Dimsum
Terakhir di tonjolkan pada bentuk verbal yang berupa bahasa-bahasa secara langsung maupun tidak langsung. Dapat berupa tindakan pembedaan yang
langsung maupun tidak langsung bahkan pengucilan secara langsung dan juga pemikiran yang terbentuk dari sebuah akibat hubungan di masa lampau yang
mengakar dan membudaya dalam pemikiran masyarakat. Dalam novel “Dimsum Terakhir”
berbagai bentuk ketidakadilan dan kesetaraan soaial digambarkan sebagai
tindakan yang berupa pembedaan antar kelompok maupun secara individu
diskriminasi. Semua tindakan diskriminasi tersebut dilakukan atas
dasar stereotype yang menempel pada masyarakat Tionghoa, Kurangnya
adanya kesetaraan sosial secara structural dan cultural pada
Banyak tindakan-tindakan ketidakadilan yang di alami oleh
masyarakat minoritas Tionghoa di Indonesia. Pelecehan hak-hak sebagai
sesama warga Negara Indonesia yang berakibat pembedaan antara kelompok
golongan pribumi dengan kelompok masyarakat Tionghoa Cina,
banyaknya penyimpangan yang ditimbulkan sebagai sebuah akibat
stereotype negative yang melekat pada
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
masyarakat dapat menyebabkan penindasan hak asasi manusia.
bangsa Indonesia, yang disebabkan budaya yang semakin menekan hal
tersebut mengakibatkan perampasan kebebasan dasar untuk hidup dalam
kehidupan sosial yang setara dan selaras.
Novel “Dimsum Terakhir” menggambarkan konsep makna adanya stereotype yang melekat pada bangsa Indonesia terhadapa kaum Tionghoa. Stereotype yang
terbentuk pada umumnya bersifat negative, mengakibatkan sebuah tindakan pembedaan antara kelompok pribumi dan kelompok minoritas Tionghoa.
Adanya pembedaan tersebut berakibat terbatasnya hak-hak asasi manusia dan kebebasan dalam kehidupan sosial masyarakat pada kelompok minoritas
Tionghoa di Indonesia. Stereotype yang tertanam dan membudaya mengakibatkan komunikasi yang tidak efektif diantara individu itu, dan mampu
menimbulkan kesalahpahaman hingga perselisihan.
4.4 Penggambaran Stereotype pada novel “Dimsum Terakhir”