Pembelajaran Kooperatif Kajian Teori

diri. Untuk mengukur prestasi belajar seharusnya guru mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.1.4. Pembelajaran Kooperatif

Roger, dkk 1992 dalam Huda 2012:29 menjelaskan bahwa, “C ooperative learning is group learning actifity organized in such a way yhat learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of other”. pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajaranya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Rusman 2011:204 Cooperative Learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang. Sependapat dengan Rusman, Sugiyanto 2010:37 menyatakan pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dari ketiga pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa Cooperative Learning merupakan pendekaan pembelajaran dengan mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap kelompok terdir dari 4-5 siswa. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar dengan cara bekerjasama. Dalam kelompok seluruh siswa mempunyai tujuan bersama yang nantinya akan dicapai bersama-sama dengan kata lain yaitu dengan cara bekerjasama. 2.1.4.1.Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Johnson Johnson 1994, Sutton 1990 dalam Trianto 2010: 60-61, terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan yang positif antar siswa, interaksi antar siswa saling mengikat, tanggung jawab individual, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil serta proses kelompok. Terkait dengan saling ketergantungan yang positif antar kelompok. Johnson Johnson memaparkan seorang siswa tidak akan dapat mencapai kesuksesan secara individu tanpa kelompok. Dengan demikian siswa akan merasa dirinya adalah bagian dari kelompok dan kemudian akan bertanggung jawab terhadap kelompoknya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa unsur- unsur pembelajaran kooperatif antara lain: 1 Saling ketergantungan yang positif antar siswa. 2 Interaksi antar siswa saling mengikat. 3 Tanggung jawab individual. 4 Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. 5 Proses kelompok. Menurut Johnson Johnson 1994 dalam Huda 2012:46 berpendapat bahwa relasi pembelajaran kooperatif yang baik haruslah memiliki setidak-tidaknya sebagian besar dari kelima elemen dasar di atas. 2.1.4.2.Tujuan Pembelajaran Kooperatif Johnson Johnson 1994 dalam Trianto 2010:57 menyatakan bahwa tujuan pokok pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun kelompok”. Melengkapi pendapat dari Johnson Johnson serta Trianto, Rusman 2011:210 berpendapat bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah “untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi”. Menurut Suprijono 2009:59 tujuan pembelajaran kooperatif adalah “membentuk suatu kelompok menjadi pribadi yang kuat”. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan keterampilan kepada siswa meliputi keterampilan akademik maupun keterampilan sosial bekerjasama menggunakan pembelajaran dalam kelompok. 2.1.5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Lie dalam Rusman 2011:218 pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang dengan kelompok yang heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri. Sedikit berbeda dari pendapat Lie, Trianto 2010:75 menyatakan tipe Jigsaw II dikembangkan oleh Slavin. Pada tipe II ini siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi ahli. Hal ini untuk memperoleh gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan. Melengkapi pendapat Trianto, Egen. P dan Kauchak. D 2012:137 menjelaskan Jigsaw II “merupakan strategi pembelajaran di mana siswa individu menjadi pakar tentang sub bagian satu topik dan mengajarkan sub- bagian itu kepada orang lain”. Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pada tipe Jigsaw II siswa diberikan kesempatan belajar secara keseluruhan konsep sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi ahli. Hal ini bertujuan agar siswa dapat mengetahui keseluruhan materi yang akan dipelajarinya. Jadi setidaknya siswa sudah mengetahui garis besar materi yang dipelajari dalam kelompok. Setelah itu baru siswa akan mendalami bagian yang akan menjadi spesialisnya untuk dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Pada Jigsaw II diadakan penilaian secara kelompok tidak hanya penilaian secara individu seperti yang dilakukan pada Jigsaw I . Menurut Slavin 2005:14 menjelaskan bahwa di akhir Jigsaw II akan diadakan kuis atau penilaian yang lain, skor dari kuis ini akan digunakan untuk penghitungan skor kemajuan siswa. Skor kemajuan dari setiap siswa akan dikontribusikan kepada kelompok yang nantinya digunakan untuk menentukan pengakuan kelompok tim baik, tim sangat baik, dan tim super. Berikut ini adalah acuan untuk menghitung skor kemajuan menurut Slavin 2005:159: Tabel 1. Skor kemajuan Skor Kuis Poin Kemajuan Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5 10-1 poin dibawah skor awal 10 Sampai 10 poin di atas skor awal 20 Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 Kertas jawaban sempurna terlepas dari skor awal 30 Skor kemajuan setiap siswa dalam kelompok dijumlah dan dicari rata-ratanya. Berdasarkan rata-rata tersebut dapat diketahui skor kemajuan kelompok yang dapat digunakan untuk memberikan penghargaan pada setiap kelompok. Berikut ini adalah kriteria penghargaan kelompok menurut Rusman 2011:216: Tabel 2. Kriteria penghargaan kelompok Kriteria Rata-rata Tim Penghargaan 0≤N≤5 - 6≤N≤15 Tim baik Good Team 16≤N≤20 Tim sangat baik Great Team 21≤N≤30 Tim super Super Team Menurut Slavin 2005:160 kriteria untuk menentukan penghargaan kelompok bukanlah kriteria yang bersifat tetap, kita diperbolehkan untuk mengubah kriteria di atas. Pada penelitian ini peneliti memilih menggunakan kriteria penghargaan kelompok menurut Rusman. 2.1.5.1.Langkah-langkah Pembelajaran dengan Jigsaw II Slavin, dalam Trianto 2010:75 memaparkan langkah-langkah untuk merencanakan kegiatan Jigsaw II, terdiri dari 6 langkah: orientasi, pengelompokan, pembentukan dan pembinaan kelompok ahli, diskusi kelompok ahli di dalam grup asal, tes dan pengakuan kelompok. Langkah pertama adalah orientasi. Dalam langkah ini siswa diperkenalkan mengenai bagaimana proses pembelajaran akan dilaksanakan selain itu pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar secara keseluruhan konsep scan read juga dilaksanakan pada langkah ini. Langkah yang kedua adalah pengelompokan, pengelompokan yang dimaksud adalah dengan membuat kelompok kecil terdiri dari 4-6 siswa setiap kelompok kelompok asal. Kemudian dalam kelompok ini dilakukan pembagian materi yang jelas kepada setiap anggotanya. Langkah ketiga dan keempat adalah pembentukan dan pembinaan kelompok ahli, siswa dari seluruh kelompok yang memperoleh materi yang sama dikumpulkan dan dibuat kelompok baru yang bernama kelompok ahli. Di dalam kelompok tersebut siswa yang memperoleh materi yang sama akan berdiskusi dan mendalami materi yang mereka peroleh. Langkah kelima adalah diskusi kelompok ahli di dalam kelompok asal, kegiatan ini dilakukan agar seluruh siswa dalam kelompok asal memperoleh satu kesatuan materi secara utuh yang akan mereka dapatkan dari para ahli dalam kelompok tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan cara presentasi atau setiap ahli menjelaskan materi yang mereka dapatkan di kelompok asal secara bergantian. Langkah keenam adalah tes dan pengakuan kelompok, kegiatan ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa dan sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran tersebut. 2.1.5.2.Langkah-langkah Membuat Materi Jigsaw II Slavin 2005:238 memaparkan langkah-langkah untuk membuat materi Jigsaw II sebagai berikut: 1 Pilihlah satu atau dua bab cerita yang mencakup materi untuk dua atau tiga hari. Jika materi tersebut akan dibaca siswa di kelas, materi yang dipilih harus tidak lebih dari 30 menit untuk dibaca. 2 Buatlah satu lembar ahli untuk tiap unit. Lembar ini sebagai petunjuk kepada siswa pada bagian mana siswa tersebut harus berkonsentrasi dalam membaca. 3 Buatlah kuis, tes berupa esai atau yang lainya untuk setiap unit. Isi kuis tersebut harus berisi minimal dua kali jumlah topik atau kelipatan topik tersebut agar jumlah soal seimbang disetiap topiknya. Misalnya membagi topik menjadi lima maka jumlah soal kuis adalah sepuluh, lima belas, dua puluh dan seterusnya. 4 Menggunakan skema diskusi, misalnya pada pembentukan kelompok heterogen pada kelompok asal dan pembagian kelompok ahli. Dalam pembagian kelompok ahli kita dapat menentukan secara acak dalam tiap kelompok atau dengan menentukan siswa mana yang akan masuk kelompok ahli mana. 2.1.5.3.Perbedaan Pembelajaran tipe Jigsaw II dengan pembelajaran tipe Jigsaw I Jigsaw II dan Jigsaw I sebenarnya sama karena Jigsaw II merupakan sebuah adaptasi dari teknik Jigsaw I , namun ada beberapa aspek yang membedakannya. Trianto 2010:75 menjelaskan bahwa pada jigsaw II siswa diberi kesempatan untuk mempelajari konsep secara keseluruhan sebelum ia mempelajari apa yang akan menjadi keahliannya. Hal yang membedakan antara Jigsaw II dan Jigsaw I adalah pada Jigsaw II diawali dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mempelajari konsep secara keseluruhan sehingga siswa sudah mengetahui keseluruhan materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini bisa dilakukan dengan cara guru memberikan penjelasan garis besar materi yang akan dipelajari. Kemudian baru dilanjutkan dengan mempelajari sub bab materi yang akan di dalami pada kelompok ahli. Siswa yang sudah mengetahui garis besar materi maka akan lebih mudah dalam memahami dan menyatukan potongan bab materi yang akan mereka dapatkan saat berdiskusi dalam kelompok asal. Dalam Jigsaw I, siswa akan mendapatkan keseluruhan materi dari penjelasan dari teman kelompok asal. Hal ini sangat mengkhawatiran karena bisa saja siswa tersebut belum memahami materi dengan baik. Oleh karena itu pada Jigsaw II hal ini diatasi dengan cara siswa diberikan kesempatan untuk mendalami konsep secara keseluruhan. Selain itu pada Jigsaw II terdapat kompetisi untuk memperoleh pengakuan kelompok. Slavin dalam Huda 2012:118 menjelaskan bahwa pada Jigswa II setiap kelompok “berkompetisi” untuk memperoleh penghargaan kelompok group reward. Hal ini juga yang membedakan Jigsaw II dan Jigsaw I karena pada Jigsaw I siswa hanya berkompetisi untuk memperoleh nilai individu. Perbedaan Jigsaw II dan Jigsaw I dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Perbedaan model kooperatif tipe Jigsaw II dan Jigsaw I No. Perbedaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw II Tipe Jigsaw I 1. Diawali dengan memberikan kesempatan siswa untuk mempelajari konsep secara keseluruhan sebelum mendalami materi ahli. Diawali dengan pembagian materi ahli kepada masing- masing siswa . 2. Berkompetisi untuk memperoleh penghargaan kelompok group reward. Berkompetisi untuk memperoleh nilai individu.

2.1.6. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan PKn