Perilaku Sosial Struktur Sosial

42 ada hubungannya dengan selalu tersediannya buah dalam jumlah besar dan mengandung zat-zat yang diperlukan oleh hewan tersebut.

2.4. Perilaku dan Struktur Sosial

2.4.1. Perilaku Sosial

Soeratmo 1979 dalam Alita 1993, meyatakan bahwa tingkah laku binatang atau animal behaviour dapat diartikan sebagai ekspresi suatu binatang yang disebabkan ditimbulkan oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Wheatley 1976 dalam Alita 1993, membagi tipe aktivitas menjadi beberapa macam, yaitu: 1. Makan: Aktivitas makan meliputi memungut makanan dan prosesnya, termasuk mulai dari mengumpulkan makanan pada pohon yang dilakukan pada pohon yang sama. Aktivitas makan dibatasi ketika satwa berhenti makan atau meninggalkan pohon; kejadian ini dihitung sebagai satu unit aktivitas makan. 2. Penjelajahan: Merupakan pergerakan di antara sumber makanan, biasanya antar pohon. 3. Istirahat: Aktivitas diam di atas pohon atau tanah dan kadang-kadang terdapat perilaku grooming. 4. Berkelahi: Aktivitas yang ditandai dengan ancaman mimik muka atau gerakan badan, menyerang dan memburu serta biasa terjadi baku hantam. 5. Grooming: Aktivitas mencari kotoran atau ekto-parasit dari tubuh sendiri atau tubuh individu lainnya. 6. Kawin: Hubungan seksual yang dimulai dari pengejaran terhadap betina dan diakhiri dengan turunnya jantan dari betina setelah terjadi kopulasi. 7. Bermain: Aktivitas latihan baku hantam terhadap individu lain, terjadi biasa pada kelas umur anak-anak juvenil. Pada bangsa primata, perilaku yang terjadi pada tiap-tiap individu merupakan hasil proses belajar, dan perilaku yang bersifat naluriah lebih jarang terjadi karena respon yang bersifat naluriah tersebut lebih jarang ditemukan pada 43 hewan-hewan tingkat tinggi dibandingkan pada hewan-hewan tingkat rendah Tobing, 1995.

2.4.2. Struktur Sosial

Tobing 1995 menyatakan bahwa primata merupakan hewan yang hidup dalam sistem sosial tertentu, sehingga anggota-anggota kelompok saling memberi perhatian satu sama lain. Keadaan yang pertama kali dirasakan oleh primata muda dalam hidupnya adalah sistem sosial, baik dalam hal makanan, grooming, ataupun perlindungan dan pengasuhan oleh induk sepanjang hari, yang merupakan kebutuhan pokok bagi individu yang baru dilahirkan. Pengasuhan anak yang baru lahir atau individu muda lainnya pada primata, tidak hanya dilakukan oleh induk betina tetapi juga oleh induk jantan atau individu yang merupakan anggota kelompok Napier dan Napier, 1985. Oleh karena itu spesies-spesies primata memiliki perilaku yang sangat terkait dengan sifat sosial terutama terhadap anggota kelompoknya. Teori Carpenter 1971 dalam Alita 1993 menyatakan tentang struktur sosial primata dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Kelompok primata cenderung memiliki home range yang terpisah exclusive home range. b. Rata-rata ukuran kelompok cenderung menjadi ciri khusus dari spesies primata. Komposisi kelompok yang menekankan pada proporsi dari jenis kelamin dan kelas umur, cenderung relatif tidak berubah, tergantung pada ukuran kelompok. c. Hampir pada semua spesies dimana betina dewasa lebih banyak dari jantan dewasa dalam satu kelompok. Fungsi jantan dewasa, sendiri atau dalam kumpulan dengan jantan lain adalah sebagai berikut: a. Menjaga jarak dengan kelompok tetangganya dari spesies yang sama. b. Mengurangi adanya kompetisi dalam kelompok dengan mengusir keluar jantan-jantan muda. c. Menjaga serangan predator. 44 Untuk setiap jenis monyet Sulawesi, jumlah individu yang menyusun sebuah kelompok pada habitat alami cenderung stabil. Pada daerah-daerah yang dekat dengan perkebunan dan perladangan penduduk, jumlah anggota kelompok akan membesar. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya pakan yang berlebihan dari perkebunan atau perladangan penduduk Supriatna et al. 1988. Monyet Sulawesi biasa hidup berkelompok dengan jumlah anggota kelompok berkisar antara 10 sampai dengan 40 monyet atau lebih, tergantung dari tipe habitatnya. Jumlah anak dibandingkan dengan jumlah betina dewasa pada kelompok yang tidak terganggu habitatnya tidak kurang dari 1:4. Sering kali ada kelompok yang tidak memiliki bayi ataupun anak yang mungkin disebabkan oleh terganggunya kelompok oleh adanya kebakaran hutan dan kekeringan ataupun oleh karena adanya perburuan dan peracunan Supriatna et al. 1988.

2.5. Hirarki dan Status Sosial Individu