Ukuran dan Kepadatan Populasi

39 14 9 6.57 6 3 2 20.6 4 6 1 6.66 2 5 2 10 3 5 10 15 20 25 Pagi Siang Pagi Siang Total Rata-rata Waktu Pengamatan F r e k u e n si Hutan Primer Tidak Terganggu Hutan Primer Terganggu Hutan Sekunder Tidak Terganggu Hutan Sekunder Terganggu Gambar 10. Angka Perjumpaan M. Brunnescens 8 9 7 7 5 3 3 1 13 2 4 6 8 10 12 14 07.00- 07.30 07.31- 08.00 08.01- 08.30 08.31- 09.00 09.01- 09.30 09.31- 10.00 10.01- 10.30 10.31- 11.00 11.01 Frekuensi W a k tu P en g a m a ta n Frekuensi Gambar 11. Distribusi Waktu Perjumpaan M. brunnescens

5.4. Ukuran dan Kepadatan Populasi

Alikodra 2002 menyebutkan bahwa kepadatan populasi merupakan besaran populasi dalam satuan unit ruang, yang secara umum dinyatakan sebagai jumlah individu dalam satu unit luasan atau volume. Ukuran populasi merupakan suatu ukuran yang dapat memberikan informasi mengenai nilai rata-rata, nilai minimum dan nilai maksimum dari jumlah individu di dalam suatu jenis populasi satwaliar tertentu Caughley, 1977. 40 Nilai total rata-rata kepadatan minimum M.o.brunnescens di kawasan hutan primer tidak terganggu adalah sebesar 84 ekorkm 2 , dengan nilai kepadatan maksimum sebesar 960 ekorkm 2 dan kepadatan rata-rata sebesar 102 ekorkm 2 . Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Supriatna 1990 dalam Tabel 2, maka hasil penelitian ini menunjukan angka pendugaan populasi yang jauh lebih besar, untuk tipe hutan yang sama. Bila penelitian Supriatna 1990 memberikan nilai pendugaan sebesar 10,8 ekorkm 2 dengan ukuran kelompok sebesar 12 ekor, maka dalam penelitian ini menghasilkan nilai dugaan rata-rata sebesar 102 ekorkm 2 , dengan ukuran kelompok sebesar 6,77 ekor. Keseluruhan hasil pendugaan kepadatan populasi M.o.brunnescens disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Rata-rata Total Kepadatan Satwa Berdasarkan Empat Tipe Klasifikasi Hutan Nilai Total rata-rata Kepadatan satwa Individukm 2 Lokasi Penelitian Minimum Maksimum Rata-Rata Koefisien Variasi Hutan Primer Tidak Terganggu 84 960 102 Hutan Primer Terganggu 62 261 120 Hutan Sekunder Tidak terganggu 29 438 82 Hutan Sekunder Terganggu 32 127 65 18.41 36.33 27.72 29.61 Kepadatan populasi M.o. brunnescens di hutan sekunder tidak terganggu dan terganggu secara umum lebih rendah bila dibandingkan dengan kedua tipe hutan primer. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah ketersediaan pakan alami. Menurut Oates 1987 dalam Supriatna 1990, komunitas hutan sekunder kurang memiliki jumlah pakan yang bermutu tinggi bila dibandingkan dengan hutan primer. Dugaan ukuran populasi M.o. brunnescens di hutan primer tidak terganggu adalah 26.010 + 3489 ekor, hutan primer terganggu sebesar 6.884 + 1598 ekor, hutan sekunder tidak terganggu sebesar 14.760 + 1967 ekor, dan di hutan sekunder terganggu sebesar 9458 + 2211 ekor. Dugaan total ukuran populasi M.o. brunnescens di kawasan hutan Lambusango adalah sebesar 57.176,3 + 2215,6 ekor Tabel 9. Kepadatan populasi M.o. brunnescens di HPTT dan HSTT lebih banyak dibandingkan kepadatan populasi di HPT dan HST. Habitat M.o. brunnescens di kedua tipe penutupan lahan tersebut HPT dan HST, telah terfragmentasi oleh jalan sarad rotan dan lahan perkebunan penduduk. Hal 41 tersebut menyebabkan satwa sulit untuk mencari makan. Pada saat pengamatan dijumpai adanya beberapa penduduk sedang melakukan penebangan pohon dan pengambilan rotan. Hal ini merupakan penyebab dari rendahnya kepadatan satwa pada kedua tipe penutupan lahan tersebut. Tabel 9. Dugaan Ukuran Populasi Satwa di Empat Tipe Penutupan Lahan No Tipe Penutupan Lahan Rata-rata kepadatan ekorkm Luas Areal km 2 Ukuran Populasi ekor Persentase Populasi CV 1 2 3 4 HPTT HPT HSTT HST 102 + 13,66 120 + 27,87 82 + 10,93 65 + 15,20 255,42 57,37 180,49 145,52 26.010 + 3489 6884 + 1598 14.760 + 1967 9458 + 2211 45,6 12,0 25,9 16,5 18,41 36,33 27,72 29,61 Total 89 + 3,46 638,80 57.176,3 + 2215,6 100,0 26,68 Keterangan: HPTT = Hutan primer tidak terganggu; HPT = Hutan primer terganggu; HSTT = Hutan sekunder tidak terganggu dan HST = Hutan sekunder terganggu; nilai α = 0.05. Dugaan kepadatan populasi M.o. brunnescens pada masing-masing lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 10. Perbedaan hasil antara hutan primer tidak terganggu sekitar Camp Wabalamba dengan hasil dugaan kepadatan pada areal hutan Camp lainnya disebabkan oleh terjadinya perpindahan kelompok monyet dari kawasan hutan produksi terbatas HPT, yang letaknya berbatasan langsung dengan areal hutan Camp ini. Hal tersebut diakibatkan oleh terjadinya kegiatan penebangan pohon yang berlangsung di areal hutan produksi terbatas, dan cenderung menghasilkan dugaan yang over estimate. Nilai dugaan yang overestimate pada Camp Wabalamba ditunjukan oleh dugaan maksimum, sebesar 1809 ekorkm 2 , jauh lebih besar dibandingkan dengan dugaan minimum dan dugaan rata-rata yang berturut-turut sebesar 145 ekorkm 2 dan 178 ekorkm 2 . Pertemuan dengan kelompok-kelompok monyet pada areal hutan wabalamba lebih banyak terjadi pada saat kelompok tersebut melakukan peregerakan secara arboreal. Kegiatan pembalakan hutan pada kawasan hutan produksi terbatas yang lokasinya berbatasan langsung dengan lokasi penelitian menjadi penyebab pergerakan kelompok monyet yang cepat. Hal tersebut diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya double counting pada saat pengamatan berlangsung sebagai akibat dari pergerakan kelompok monyet yang cepat. 42 Tabel 10. Angka Kepadatan density Satwa pada Empat Tipe Penutupan Lahan Nilai Kepadatan individukm 2 Lokasi Penelitian Minimum Maksimum Rata-rata Koefisien variasi La Solo 24 112 26 14.03 Hutan Primer Tidak Terganggu Wabalamba 145 1809 178 22.39 Hutan Primer Terganggu Balanophora 62 261 120 36.33 Hutan Sekunder Tidak Terganggu Anoa 29 438 82 27.72 Wahalaka 31 36 32 34.16 Hutan Sekunder Terganggu Lapago 33 218 99 40.94

5.5. Ukuran dan Kepadatan Kelompok