Persepsi Pegawai Bank Perempuan Terhadap Promosi Jabatan Berkriteria Penampilan Modis (Studi Deskriptif Terhadap Pegawai Bank Perempuan di BNI Cabang Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERSEPSI PEGAWAI BANK PEREMPUAN TERHADAP PROMOSI JABATAN BERKRITERIA PENAMPILAN MODIS

(Studi Deskriptif Terhadap Pegawai Bank Perempuan di BNI Cabang Medan)

S K R I P S I Diajukan oleh :

060901007 Miranti Windasari

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : Miranti Winda sari NIM : 060901007

Departemen : Sosiologi

Judul : Persepsi Pegawai Bank Perempuan Terhadap Promosi Jabatan Berkriteria Penampilan Modis

(Studi Deskriptif Terhadap Pegawai Bank Perempuan di BNI Cabang Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Harmona Daulay, S.Sos, M.Si) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

NIP.132 086 737 NIP. 131 996 175

a.n. Dekan Pembantu Dekan I

(Drs. Humaizi, M.A) NIP. 195 908 091986 011 002


(3)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bermula dari issue gambaran perempuan yang mulai merambah dunia kerja yang selama ini diidentikkan dengan dunia laki - laki. Perempuan di dalam dunia kerja memang merupakan hal yang masih dianggap “baru” bagi masyarakat Indonesia. Budaya patriarkhi yang menonjolkan persepsi bahwa laki – laki lebih pantas bekerja sangat melekat dalam masyarakat. Sekalipun perempuan telah “menancapkan kukunya” di ruang publik, dengan ikut serta masuk dalam dunia kerja namun ketidaksetaraan berupa perempuan dianggap lebih subordinat posisinya dibanding laki – laki masih menghantui kemajuan karier perempuan. Perempuan hadir dalam dunia kerja sebagai “ujung tombak” perusahaan dengan menonjolkan segi penampilan. Adanya persepsi bahwa laki - laki dengan sifat maskulin yang dimilikinya lebih pantas memperoleh posisi strategis di kantor membuat kesempatan yang dimiliki perempuan untuk memajukan karier terkadang sangat terbatas. Tidak jarang perusahaan – perusahaan memanfaatkan citra seksisme dan seksualitas dengan penampakan luar perempuan yang menarik, luwes, penuh kehangatan untuk menempatkan perempuan pada barisan meja depan kantor sebagai “daya tarik” bagi costumer. Perempuan dalam dunia kerja tidak terlepas dari segi penampilan, yang bila ditafsirkan secara positif hal ini merupakan modal yang kuat yang belum tentu dimiliki oleh kaum laki – laki. Dari segi penampilan, perempuan memiliki penilaian yang dapat lebih unggul, dan lebih baik lagi dengan disertai kualitas dan kemampuan Sumber Daya Manusianya yang dapat diandalkan.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan jumlah responden 60 orang. Lokasi penelitian adalah kantor bank BNI Cabang Medan. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampling yang dipakai adalah penelitian populasi dengan mengambil seluruh populasi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.

Berdasarkan analisa tabel tunggal mengenai persepsi pegawai bank perempuan terhadap promosi jabatan berkriteria penampilan modis adalah 80% responden setuju jika penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam keseharian pegawai yang banyak berinteraksi dengan nasabah. Ada persepsi yang diyakini bahwa pegawai perempuan berpenampilan modis dominan dekat dengan atasan sehingga pegawai perempuan yang berpenampilan modis ini kemudian diasumsikan lebih mudah bergaul, dan mudah memasuki kelas sosialita para atasan. Sebanyak 76,7% responden menyatakan hal ini cukup berpengaruh terhadap lebih mudahnya pegawai tersebut memperoleh promosi jabatan. Penampilan bagi pegawai memang merupakan hal yang berpengaruh terhadap promosi jabatan, namun tentu disertai dengan kemampuan dan kualitas pegawai perempuan di kantor. Sebanyak 63,3% responden berpersepsi bahwa pegawai perempuan adalah ujung tombak perusahaan, sehingga 36,7% responden setuju bahwa promosi jabatan lebih dominan dialami pegawai laki – laki dibanding pegawai perempuan.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, berkat ridho-Nya yang tak pernah terhingga pada penulis, akhirnya skripsi yang berjudul “PERSEPSI PEGAWAI BANK PEREMPUAN TERHADAP PROMOSI JABATAN BERKRITERIA PENAMPILAN MODIS (Studi Deskriptif Terhadap Pegawai Bank Perempuan Di BNI Cabang Medan)” dapat diselesaikan dengan baik. Seluruh perjalanan dalam menyelesaikan skripsi ini memberikan banyak pemahaman hidup penulis akan arti kesabaran, ketekunan, kemampuan dan berserah diri pada Yang Maha Kuasa. Betapa usaha dan pengorbanan begitu berarti saat menyelesaikan tahap demi tahap skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini terdapat beberapa kendala, keterbatasan yang dialami penulis. Syukur yang tak terhingga penulis haturkan atas semangat, dukungan dan bantuan dari “orang – orang terhebat” di sekeliling penulis. Untuk itu, izinkan penulis dengan segala kerendahan diri mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A sebagai Dekan FISIP USU yang telah memberikan izin penelitian hingga kegiatan penelitian di lapangan pun dapat terlaksana dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, sebagai Ketua Departemen Sosiologi atas izin, pemikiran dan kesediaan waktunya hingga penulis memperoleh bimbingan yang sangat bermanfaat dalam proses menuju penyelesaian skripsi. 3. Ibu Harmona Daulay, S.Sos, M.Si selaku dosen wali dan pembimbing “yang

terbaik” bagi penulis. Di sela kesibukannya dalam menyelesaikan studi, beliau tetap bersedia membimbing, meluangkan waktu dan tenaga, mengoreksi secara detail serta terus memotivasi penulis untuk selalu melakukan yang terbaik dalam setiap tahap dalam penyelesaian skripsi ini. “… terima kasih,


(5)

4. Seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Sosiologi. Terima kasih atas ilmu, fikiran dan waktu yang telah tercurahkan selama ini.

5. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si yang pernah memberikan komentar sangat bagus pada salah satu tulisan saya.

6. Kepada “Superhero” ku papa dan mama, tidak dapat diuraikan bagaimana kasih sayang, perhatian, curahan pengorbanan kalian, dan untaian doa yang tak pernah putus kalian haturkan pada-Nya untuk ku. Kalian adalah pahlawan yang membangkitkan ku ketika motivasi ku sedang menurun … “sangat sayang kalian …” pada 3 “pengawal” ku, Frans William, Ryan Kurniawan, dan Andrew Sosiawan, jadilah yang paling membanggakan bagi superhero kita.

7. Kepada seluruh keluarga ku, andung, alm. Atok, nenek, kakek, om, tante, bule’, para sepupu dan keponakanku… terima kasih untuk selalu dukung aku melakukan yang terbaik.

8. “Kak Veny” selaku sekretaris Departemen Sosiologi yang begitu sabar dan selalu membantu penulis menyiapkan keperluan skripsi.

9. Untuk sahabat paling setia, teman curhat terbaik, motivator terhebat yang pernah ku miliki selama ini… Uki… tak terhingga bagaimana kesediaan mu menemani langkah ku untuk lebih berharga …terima kasih.

10.Sahabat – sahabat tercinta ku, Wina, Ais, Ica, Nanta, dan Ucup …. Kita terus berlomba menghiasi mimpi dan cita – cita kita dengan tetap saling bergandengan.

11.Sahabat – sahabat terbaikku di Departemen Sosiologi seluruhnya, khususnya stambuk 2006. Aku sayang kalian .. terima kasih untuk jadi teman yang saling memotivasi, memberi warna dalam kita menjalani kebersamaan. “kalau ditulis satu – satu, kayak absen ntar.”

12.Untuk tante Ina … terima kasih atas segala bantuannya dalam penyelesaian skripsi saat di BNI.


(6)

14.Kepada orang – orang terhebat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang tak pernah jenuh memberikan masukan, motivasi dan kontribusi dalam setiap langkah yang penulis jalani.

Kata terima kasih yang saya tuliskan memang tidak sebanding dengan segala upaya berharga yang telah kalian berikan pada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, keterbatasan baik dalam isi maupun teknik penulisan. Untuk itu, penulis sangat menghargai segala masukan, kritik yang membangun. Besar harapan agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalam.

Medan, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KERANGKA TEORI ... 12

2.1. Teori dan Konsep Gender ... 12

2.1.1. Teori Gender ... 12

2.1.2. Konsep Gender ... 15

2.2. Sistem Patriarkhi ... 19

2.3. Citra Perempuan ... 19

2.4. Defenisi Operasional ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Teknik Pengumpulan Sampel ... 36

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5. Teknik Analisa Data dan Interpretasi Data ... 37

3.6. Jadwal Kegiatan ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

4.1.1. Gambaran Umum Bank BNI Cabang Medan ... 39

4.1.1.1. Sejarah Bank BNI ... 39

4.1.1.2. Keunggulan Strategis BNI ... 43

4.1.1.3. Strategi Bisnis BNI 2009 ... 43

4.1.1.4. Produk – Produk BNI ... 44

4.1.1.5. Aspek Penilaian Individu Pegawai ... 45

4.2. Tabel Tunggal ... 49

4.3. Pembahasan ... 107

4.3.1. Penampilan Modis dan Menarik ... 108

4.3.2.Promosi dan Karier ... 115


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 130 5.1. Kesimpulan ... 130 5.2. Saran ... 133 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Prinsip 46 ... 42

Tabel 2 Srategi Bisnis BNI 2009 ... 43

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden ... 49

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku Responden ... 50

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Agama Responden ... 51

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 52

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Masa Kerja Pegawai ... 53

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendapatan Perbulan ... 54

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Menikah ... 55

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Suami ... 56

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 57

Tabel 12 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Gaji Untuk Pembelian Produk Penunjang Penampilan ... 58

Tabel 13 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggunaan Tata Rias di Kantor ... 59

Tabel 14 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perhatian Terhadap Penampilan di Kantor ... 60

Tabel 15 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penggolongan Penampilan Modis Responden ... 61

Tabel 16 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Defenisi Responden Tentang Penampilan Modis ... 62

Tabel 17 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Persepsi Responden Mengenai Perempuan yang Berpenampilan Modis Di Kantor ... 63

Tabel 18 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Penampilan Modis Dengan Berpakaian Ketat, Seksi dan Sedikit Terbuka... 64

Tabel 19 Distribusi Frekuensi Informasi Tentang Tren Penampilan yang Sedang In Di Kantor ... 66

Tabel 20 Distribusi Frekuensi Keharusan Responden Mengikuti Tren Gaya yang Sedang In di Kantor... 67

Tabel 21 Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Tentang Pegawai Perempuan yang Tidak Berpenampilan Modis Di Kantor ... 68

Tabel 22 Distribusi Frekuensi Pengaruh Peraturan Berpenampilan Modis di Kantor Terhadap Identitas Diri Responden ... 69

Tabel 23 Distribusi Frekuensi Penggunaan Produk Branded Sebagai Kriteria Berpenampilan Modis di Kantor ... 70

Tabel 24 Distribusi Frekuensi Pembiasaan Responden Menggunakan Produk Branded ... 71

Tabel 25 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Persentase yang Minim Bagi Pegawai Perempuan Untuk Menduduki Posisi Puncak di Kantor ... 72

Tabel 26 Distribusi Frekuensi Peningkatan Karir Bagi Pegawai Perempuan ... 74 Tabel 27 Distribusi Frekuensi Kesempatan Responden


(10)

Tabel 28 Distribusi Frekuensi Persepsi Terhadap Pegawai

Bank Berpenampilan Modis ... 76 Tabel 29 Distribusi Frekuensi Aturan Mengenai Tata Cara Berpenampilan ... 77 Tabel 30 Distribusi Frekuensi Persepsi Pegawai Berpenampilan Modis

Cenderung Memiliki Kepribadian Yang Supel... 78 Tabel 31 Distribusi Frekuensi Persepsi Mengenai Rekan Sekantor Responden

yang Dominan Berpenampilan Modis ... 79 Tabel 32 Distribusi Frekuensi Persepsi Mengenai Pengaruh

Penampilan Pegawai Perempuan Terhadap Karir ... 80 Tabel 33 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Mengenai

Karir Pegawai Perempuan Berdasarkan Kinerja Yang Baik dan

Tidak Ada Kaitan Dengan Cara Berpenampilan... 81 Tabel 34 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden

Terhadap Nasabah, Klien, Atau Rekan Kerja Lebih Menyukai

Pegawai Perempuan Berpenampilan Modis ... 83 Tabel 35 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Komplain

Terhadap Penampilan Pegawai Perempuan ... 84 Tabel 36 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Pengaruh Komplain Terhadap Karir ... 86 Tabel 37 Distribusi Frekuensi Tentang Pegawai Perempuan yang

Berpenampilan Modis Dominan Memperoleh Promosi Jabatan ... 87 Tabel 38 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Penampilan Modis

Diperlukan Untuk Menarik Perhatian Nasabah/Klien... 88 Tabel 39 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Segi Penampilan Adalah Penilaian Utama Kinerja ... 89 Tabel 40 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Promosi Jabatan

Lebih Sering Dialami Pegawai Pria Dibanding Pegawai Perempuan .... 90 Tabel 41 Distribusi Frekuensi Persepsi Pegawai Bank yang

Berpenampilan Modis Lebih Mudah Bergaul Dengan Atasan ... 92 Tabel 42 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Mudahnya

Memperoleh Promosi Jabatan Apabila Bergaul Dengan Atasan ... 93 Tabel 43 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang Penampilan Menarik

Merupakan Bentuk Loyalitas Kepada Perusahaan ... 94 Tabel 44 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Bahwa Pegawai Perempuan

Lebih Penting Untuk Berpenampilan Modis Dibanding Laki – Laki .... 96 Tabel 45 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Gaya Luwes, Hangat, dan Lebih Detail Ketika Melayani Nasabah

Lebih Dominan Dimiliki Oleh Pegawai Perempuan ... 97 Tabel 46 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Pegawai Perempuan Sebagai “Ujung Tombak” Perusahaan ... 98 Tabel 47 Distribusi Frekuensi Tentang Keharusan Berpenampilan Modis

Bagi Pegawai Perempuan merupakan Diskriminasi Antara Pegawai

Perempuan Dengan Pegawai Laki – Laki... 100 Tabel 48 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden yang Pernah


(11)

Bahwa Pegawai Bank Perempuan Lebih Sulit Memperoleh

Promosi Jabatan Dibanding Pegawai Laki – Laki ... 102 Tabel 49 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Pegawai Perempuan Dipromosikan Bukan Hanya

Syarat Kinerja Tapi Juga Penampilan ... 103 Tabel 50 Distribusi Frekuensi Persepsi Responden Tentang

Status Pegawai Perempuan Berkeluarga Dapat Menghalangi

Perhatian Terhadap Penampilan di Kantor ... 105

DAFTAR DIAGRAM Diagram 1 Persepsi Terhadap Kewajiban Pegawai Bank

Berpenampilan Modis di Kantor ... 109 Diagram 2 Persepsi Responden Tentang Segi Penampilan adalah

Penilaian Utama Kinerja ... 111 Diagram 3 Sumber Informasi Responden Tentang Tren Penampilan

yang Sedang In di Kantor ... 112 Diagram 4 Persepsi Pegawai Berpenampilan Modis Cenderung

Memiliki Kepribadian Yang Supel ... 113 Diagram 5 Persepsi Responden Tentang Promosi Jabatan Lebih

Sering Dialami Pegawai Pria Dibanding Pegawai Perempuan ... 116 Diagram 6 Persepsi Responden Tentang Pegawai Perempuan yang

Berpenampilan Modis Dominan Memperoleh Promosi Jabatan ... 117 Diagram 7 Persepsi Responden Tentang Mudahnya Memperoleh

Promosi Jabatan Apabila Bergaul Dengan Atasan ... 118 Diagram 8 Persepsi Responden Tentang Pegawai Perempuan Sebagai

“Ujung Tombak Perusahaan” ... 120 Diagram 9 Persepsi Responden yang Pernah Mengetahui, Mendengar Informasi,

ataupun Merasakan Sendiri Bahwa Pegawai Bank Perempuan Lebih Sulit Memperoleh Promosi Jabatan Dibanding Pegawai Laki – Laki ... 121 Diagram 10 Frekuensi Persepsi Responden Tentang Persentase yang Minim Bagi


(12)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bermula dari issue gambaran perempuan yang mulai merambah dunia kerja yang selama ini diidentikkan dengan dunia laki - laki. Perempuan di dalam dunia kerja memang merupakan hal yang masih dianggap “baru” bagi masyarakat Indonesia. Budaya patriarkhi yang menonjolkan persepsi bahwa laki – laki lebih pantas bekerja sangat melekat dalam masyarakat. Sekalipun perempuan telah “menancapkan kukunya” di ruang publik, dengan ikut serta masuk dalam dunia kerja namun ketidaksetaraan berupa perempuan dianggap lebih subordinat posisinya dibanding laki – laki masih menghantui kemajuan karier perempuan. Perempuan hadir dalam dunia kerja sebagai “ujung tombak” perusahaan dengan menonjolkan segi penampilan. Adanya persepsi bahwa laki - laki dengan sifat maskulin yang dimilikinya lebih pantas memperoleh posisi strategis di kantor membuat kesempatan yang dimiliki perempuan untuk memajukan karier terkadang sangat terbatas. Tidak jarang perusahaan – perusahaan memanfaatkan citra seksisme dan seksualitas dengan penampakan luar perempuan yang menarik, luwes, penuh kehangatan untuk menempatkan perempuan pada barisan meja depan kantor sebagai “daya tarik” bagi costumer. Perempuan dalam dunia kerja tidak terlepas dari segi penampilan, yang bila ditafsirkan secara positif hal ini merupakan modal yang kuat yang belum tentu dimiliki oleh kaum laki – laki. Dari segi penampilan, perempuan memiliki penilaian yang dapat lebih unggul, dan lebih baik lagi dengan disertai kualitas dan kemampuan Sumber Daya Manusianya yang dapat diandalkan.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif, dengan jumlah responden 60 orang. Lokasi penelitian adalah kantor bank BNI Cabang Medan. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampling yang dipakai adalah penelitian populasi dengan mengambil seluruh populasi yang ada. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan studi kepustakaan.

Berdasarkan analisa tabel tunggal mengenai persepsi pegawai bank perempuan terhadap promosi jabatan berkriteria penampilan modis adalah 80% responden setuju jika penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam keseharian pegawai yang banyak berinteraksi dengan nasabah. Ada persepsi yang diyakini bahwa pegawai perempuan berpenampilan modis dominan dekat dengan atasan sehingga pegawai perempuan yang berpenampilan modis ini kemudian diasumsikan lebih mudah bergaul, dan mudah memasuki kelas sosialita para atasan. Sebanyak 76,7% responden menyatakan hal ini cukup berpengaruh terhadap lebih mudahnya pegawai tersebut memperoleh promosi jabatan. Penampilan bagi pegawai memang merupakan hal yang berpengaruh terhadap promosi jabatan, namun tentu disertai dengan kemampuan dan kualitas pegawai perempuan di kantor. Sebanyak 63,3% responden berpersepsi bahwa pegawai perempuan adalah ujung tombak perusahaan, sehingga 36,7% responden setuju bahwa promosi jabatan lebih dominan dialami pegawai laki – laki dibanding pegawai perempuan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Seperti yang diketahui bahwa penampilan pegawai bank selama ini dianggap lebih menarik, dibanding penampilan pegawai di lingkungan kerja yang lain. Penampilan pegawai bank dengan seragam yang pada umumnya mengenakan blazer dan rok pendek bagi pegawai perempuan memberikan kesan elegan, rapi dan berwibawa. Pegawai bank BNI khususnya bagi pegawai perempuan juga dituntut untuk dapat berpenampilan menarik. Tuntutan untuk berpenampilan menarik pada pegawai bank bukanlah tanpa alasan. Pekerjaan sebagai pegawai bank merupakan pekerjaan yang memiliki intensitas cukup tinggi untuk berinteraksi dengan orang lain dalam hal ini disebut sebagai nasabah, maka profesionalisme kerja mesti dijaga untuk


(14)

memberikan layanan terbaik kepada nasabah. Menjaga penampilan untuk tetap terlihat menarik merupakan suatu “kewajiban” bagi mereka yang bekerja di bank, karena bagaimanapun sebagai seorang nasabah yang harus dilayani dengan baik tentu kita akan cukup tertarik dan merasa nyaman apabila kita berhadapan dengan pegawai yang rapi, menarik apalagi modis.

Dalam dunia kerja dewasa ini penampilan seolah menjadi hal yang dituntut perusahaan bagi para pegawai maupun calon pegawainya. Hal ini tampak pada iklan – iklan lowongan kerja yang pada umumnya mencantumkan “penampilan menarik” sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pelamar kerja. Pada perusahaan maupun instansi – instansi tertentu, penampilan para pegawai merupakan salah satu hal yang tertulis dalam peraturan dan harus dipatuhi oleh seluruh pegawainya, seperti pada Bank BNI, BUMN ini memiliki beberapa peraturan yang mengatur tata cara penampilan dan buku panduan yang mengatur beberapa cara berpakaian, jenis kosmetik, perhiasan yang boleh atau tidak boleh digunakan, dan sebagainya. Selain itu, penampilan ramah, senyum, dan beberapa gerakan tubuh juga diatur dan menjadi kriteria penting dalam memberikan penilaian terhadap para pegawainya.

Penampilan seorang pegawai bank BNI merupakan hal yang perlu diindahkan karena bekerja dengan melayani banyak orang tiap harinya yang dibutuhkan adalah penampilan “good looking” (penampilan menarik) sehingga para nasabah pun lebih merasa nyaman untuk berinteraksi dan bertransaksi di Bank BNI. Penampilan yang


(15)

nasabah merupakan kriteria bagi para pegawai agar mereka lebih mudah untuk dilirik para atasan dan kemudian ditunjuk sebagai duta layanan mewakili cabang masing – masing.

Rizal Riekieno (2008 : 56), menyatakan penampilan dalam bekerja adalah salah satu faktor penilaian yang sangat penting bagi karyawan di tempat kerja. Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa selain pintar, penampilan itu harus enak dilihat, bukan harus cantik, namun ada sebagian orang yang mengatakan bahwa penampilan itu tergantung dari bidang apa yang ditekuni. Kalau pegawai lapangan, lebih baik mengutamakan penampilan yang lebih santai namun tetap sopan. Hal terpenting dalam berpenampilan di kantor ialah bahwa penampilan yang ditunjukkan harus profesional sesuai dengan bidang pekerjaannya. Mengenakan pakaian yang tepat merupakan keharusan jika seorang karyawan ingin dihargai di lingkungan kerjanya.

Hasil penelitian mengenai cara berpakaian tidak jauh berbeda dengan penelitian tentang penampilan fisik yang menarik, karena penampilan para karyawan merupakan hal utama yang dinilai orang pada kesan dan pandangan pertama. Kita tidak dapat begitu saja mengabaikan kecenderungan masyarakat yang memandang seseorang berdasarkan kesan pada pandangan pertama (Rizal Riekieno : 57). Jadi, cara berpakaian karyawan perlu menyesuaikan dengan apa yang dinilai positif di lingkungan tempat kerja, khususnya para atasan.


(16)

Pada penelitian terhadap para calon manajer wanita di Amerika ditemukan bahwa yang berpakaian agak maskulin lebih direkomendasikan untuk diterima sebagai manajer daripada yang berpakaian feminim. Hal ini tidak terlepas dari anggapan bahwa pos - pos manajemen, baik di lingkungan bisnis maupun profesional, adalah area yang maskulin, dengan demikian wanita yang berpakaian agak maskulin lebih dapat diterima di lingkungan tersebut. Begitu pula yang banyak terjadi di lingkungan kerja di Indonesia. Bila ingin masuk ke lingkungan kerja, perempuan harus beradaptasi lebih dahulu dengan lingkungan kerja yang berbau maskulin. Sistem perekrutan di beberapa perusahaan saat ini misalnya, mengutamakan merekrut pegawai laki – laki dibanding pegawai perempuan dengan alasan bahwa pegawai perempuan akan dibatasi bekerja oleh hak – hak istimewa seperti cuti hamil, cuti melahirkan dan sebagainya dan itu dianggap mengurangi kinerja pegawai perempuan dibanding pegawai laki – laki. Maka, lingkungan kerja yang masih berbau maskulin ini menempatkan persentase perempuan yang memiliki jabatan memperoleh posisi yang sangat minim.

Di tempat bekerja, masing – masing karyawan memiliki budaya, keyakinan, dan asumsi tersendiri sehubungan dengan cara berpakaian yang dianggap layak. Cara berpakaian para pegawai dapat lebih memilih pakaian yang dianggap layak dan menyesuaikan diri dengan nilai – nilai yang berlaku, agar mudah diterima oleh orang – orang dalam lingkungan sosial di tempat kerja


(17)

memang menonjolkan segi penampilan. Persepsi bahwa pegawai perempuan harus berpenampilan modis diartikan sebagai cara berpakaian, tata rias, gaya hidup “branded” (menggunakan barang – barang yang memberi arti pada posisi kelas tertentu) dan aktualisasi diri secara keseluruhan pegawai perempuan di Bank BNI yang dapat terlihat elegan, up to date (selalu mengikuti perkembangan mode), dan penampilan yang good looking (enak dilihat orang lain dengan penampilan fisik simpel, sesuai bidang pekerjaan) ini memang cukup melekat dalam kehidupan masyarakat sebagai bentuk pencitraan media elektronik maupun lingkungan sosial. Pencitraan yang selalu berkaitan dengan seksualitas, yakni penampilan perempuan yang digambarkan elegan, up to date, dan penampilan yang good looking kemudian menjadi isu yang berkaitan dengan promosi jabatan di kantor.

Isu gender yang kemudian muncul pada profesi sebagai pegawai bank adalah ketika perempuan dijadikan sebagai “alat” untuk menarik perhatian nasabah. Dalam dunia perbankan, wanita menjadi bagian dari seluruh kinerja. Gaya luwes dan lebih detail ketika melayani nasabah membuat mereka menjadi penjaga di barisan terdepan.

Melayani seperti sudah menjadi sikap bawaan wanita. Kaum hawa biasanya ditempatkan di posisi yang menuntut sisi kelembutan, keluwesan dalam melayani nasabah. Sering terlihat bahwa posisi frontliner lebih dominan diduduki oleh perempuan, sehingga pegawai perempuan menjadi “ujung tombak” suatu perusahaan yang dituntut untuk berpenampilan modis dengan penggunaan tata rias sebagai salah satu kriteria. Stereotype muncul pada profesi pegawai bank perempuan dimana


(18)

mengenai tata rias yang tidak ditekankan pada pegawai bank pria. Posisi frontliner yang lebih banyak diduduki oleh pegawai bank perempuan ini menimbulkan bias gender pada bidang pekerjaan di bank sebab perempuan dipandang lebih pantas untuk mengisi jabatan frontliner karena penampakan luar yang lebih menarik dibanding laki – laki dan juga citra perempuan yang identik dengan kelembutan, keramahan dan keuletan.

Pegawai bank perempuan juga rentan terhadap beberapa isu gender lainnya, seperti beban ganda yang diembannya, dimana perempuan bertanggung jawab dalam keluarga dan karier, terkadang menghambat proses pencapaian karier perempuan itu sendiri. Tuntutan untuk berpenampilan modis bagi pegawai bank perempuan, sementara sebelum berangkat bekerja perempuan bertanggung jawab lebih dulu dalam mengurus keluarga sehingga terkadang memberikan waktu yang sedikit bagi mereka untuk berpenampilan lebih optimal di kantor. Belum lagi masalah persaingan kerja di kantor, dimana karier perempuan cukup jarang yang mampu menduduki posisi puncak. Hal ini memang dialami oleh hampir seluruh perusahaan. Dominasi laki – laki pada level atas masih begitu tampak jelas. Kalaupun ada, pegawai bank perempuan umumnya hanya mampu mencapai posisi kepala cabang. Pakar manajemen Budi W. Sucipto, menilai, minimnya jumlah wanita sebagai CEO karena keadaan yang terjadi: ego laki-laki masih mendominasi. Artinya, asumsi pemimpin umumnya pria. tanggal 19 Desember 2009.


(19)

Bagi sebagian perusahaan, ada suatu aturan yang mengharuskan para pegawai menggunakan seragam dan perlengkapan lainnya yang sesuai dengan bidangnya dan keselamatan kerjanya. Biasanya yang bisa berpenampilan bebas ialah para pegawai yang bekerja di kantor. Mereka biasanya bebas untuk berekspresi, namun tetap dengan standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Misalnya wajib mengenakan kemeja berlengan pendek atau panjang untuk pria, menggunakan dasi, celana bahan, sepatu dan bagi pegawai wanita menggunakan sepatu tertutup, memakai jas ataupun blazer, dan sebagainya.

Bagi pegawai BNI, cara berpakaian dan berpenampilan telah diatur, yakni menggunakan seragam berupa atasan jas dan celana panjang bagi para pegawai wanita, sepatu dan tas berwarna gelap (hitam atau coklat), tidak menggunakan aksesoris berlebihan, rambut di sanggul, warna make up yang kecoklatan atau cenderung gelap dan bagi pegawai pria mereka menggunakan kemeja berlengan panjang yang juga merupakan seragam. Hanya pada hari – hari tertentu saja para pegawai dapat mengenakan pakaian bebas seperti pada hari jumat, bisa menggunakan kemeja atau batik.

Selain penampilan berbusana, penampilan fisik tidak bisa dipungkiri untuk mendapatkan salah satu penilaian dari tempat kerja. Para peneliti umumnya menemukan bahwa orang yang berpenampilan fisiknya menarik cenderung dianggap memiliki kepribadian yang menarik pula, seperti tenang, penuh kehangatan, penuh perhatian, pandai bersosialisasi, tidak memiliki sifat ketergantungan, dan hasil


(20)

Nur Rahadian Sari (2006 ; 48) menyatakan, penampilan memang mutlak diperlukan dalam dunia kerja. Untuk tampil bersinar di kantor tentu saja butuh kualitas tertentu. Syarat utamanya adalah berani tampil beda. Bukan berarti pegawai dituntut mengenakan busana yang norak atau lain dari yang lain, melainkan membuat orang lain (terutama atasan) menyadari bahwa selera pegawainya setingkat lebih tinggi dibanding karyawan lainnya. Tidak dapat dipungkiri memang, bahwa pegawai bank akan terus menjaga penampilan bahkan mendongkrak penampilan karena itu dianggap merupakan salah satu cara untuk peningkatan jenjang karier secara tidak langsung.

Berdasarkan dari apa yang diungkap oleh salah satu pemimpin KLN di bank BNI bahwa seorang pegawainya yang memulai jenjang karier sebagai teller di salah satu cabang pembantu Bank BNI, sebut saja X memperoleh peningkatan jenjang karier yang cukup cepat dalam rentang waktu yang singkat.

“X merupakan salah satu mantan teller di tempat saya memimpin Cabang Pembantu Bank BNI. Dalam rentang waktu ± 6 tahun (dari tahun 2003 sampai 2009), ia memperoleh peningkatan jenjang karier yang cukup pesat hingga kini bisa mencapai posisi supervisor marketing kartu kredit dari kantor pusat. X terkenal sebagai pegawai yang cantik, modis dan ramah terhadap semua orang. Memang kriteria itu juga dibarengi dengan keuletannya dalam bekerja. Dengan penampilan serta kinerjanya tersebut maka pemimpin di kantor tempat kami bekerja beberapa kali tertarik mempertimbangkannya untuk promosi jabatan.”

Persepsi bahwa pegawai bank perempuan berpenampilan modis lebih dominan untuk promosi jabatan mewarnai persaingan kerja di bank. Pegawai bank perempuan yang berpenampilan modis ini kemudian diasumsikan lebih mudah bergaul, dan mudah memasuki kelas sosialita para atasan sehingga mereka lebih


(21)

Alasan mengenai pemilihan Bank BNI sebagai objek penelitian ialah karena Bank BNI merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga termasuk salah satu bank terbesar di Indonesia. Tentunya, hal ini juga didukung dengan layanan prima para staf dan pegawainya. Dalam sistem manajerial bank BNI dimulai dari sistem rekrutmen, penampilan merupakan salah satu aspek yang perlu dijadikan salah satu penilaian dalam seleksi, hingga dalam aturan yang berlaku bagi para karyawan pun salah satunya mengatur tentang penampilan seperti yang telah dijelaskan diatas.

Hasil survei Marketing Research Indonesia (MRI), menempatkan bank Mandiri di posisi terdepan dalam hal layanan prima (The Best Bank Service Excellence 2008). Misi pengukurannya adalah untuk memacu industri perbankan agar memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabah. BSEM ini melibatkan pengamatan pada sarana penunjang, seperti kondisi gedung, penyediaan berbagai fasilitas dan kondisinya, seperti toilet dan ATM. Hal - hal lain yang diamati adalah unsur-unsur yang penting bagi pelanggan. Unsur pegawai juga merupakan hal yang penting diamati, misalnya meliputi keramahan, ketrampilan dan penampilan pegawai. Hasilnya, berturut-turut untuk kelompok bank umum posisi 10 besar adalah Bank Mandiri, BII, Bank CIMB Niaga, Bank OCBC NISP, Bank Danamon, BCA, BNI, Permata Bank, Bank Bukopin dan Citibank. Sumber : Desember 2009.

Dari data ini terlihat bahwa Bank BNI masih menempati urutan yang cukup tertinggal dari salah satu saingan kuatnya, yakni Bank Mandiri. Dari hasil penelitian


(22)

meliputi keramahan, ketrampilan dan penampilan pegawai sehingga di tahun mendatang mampu menduduki posisi teratas dalam hal pelayanan prima.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana persepsi pegawai bank perempuan terhadap promosi jabatan dengan kriteria unsur dominan penampilan modis di bank BNI Cabang Medan ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui persepsi pegawai bank perempuan terhadap promosi jabatan dengan kriteria unsur dominan penampilan modis di bank BNI Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui kaitan penampilan modis dengan promosi jabatan di bank BNI Cabang Medan.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap sistem promosi jabatan di bank BNI Cabang Medan guna memperbaiki, meningkatkan, dan mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia / pegawai bank BNI.

2. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan ataupun referensi sekaligus bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian sejenis dimasa yang akan datang.

3. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan peneliti terhadap penelitian yang berkaitan dan sebagai wadah pembentukan pola pikir ilmiah dalam menghadapi persoalan sosial dalam masyarakat.


(24)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Teori dan Konsep Gender 2.1.1. Teori Gender

Dalam Women’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki – laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex And Gender : An Introduction mengartikan gender sebagai harapan – harapan budaya terhadap laki – laki dan perempuan (cultural expectations for woman and men).

Membahas permasalahan gender berarti membahas permasalahan perempuan dan juga laki – laki dalam kehidupan masyarakat. Dalam pembahasan mengenai gender, termasuk kesetaraan dan keadilan gender dikenal adanya 2 aliran atau teori yaitu teori nurture dan teori nature. Namun demikian dapat pula dikembangkan satu konsep teori yang diilhami dari dua konsep teori tersebut yang merupakan kompromistis atau keseimbangan yang disebut dengan teori equilibrium.


(25)

a. Teori Nurture

Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki – laki adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki – laki dalam perbedaan kelas. Laki – laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai kelas proletar.

b. Teori Nature

Menurut teori nature adanya pembedaan laki – laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang bebeda secara kodrat alamiahnya.

Dalam proses perkembangannya, disadari bahwa ada beberapa kelemahan konsep nurture yang dirasa tidak menciptakan kedamaian dan keharmonisan dalam kehidupan berkeluarga maupun bermasyarakat, yaitu terjadi ketidak-adilan gender, maka beralih ke teori nature. Agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan lebih banyak dialami oleh perempuan, namun ketidak-adilan gender ini berdampak pula terhadap laki – laki.


(26)

c. Teori Equilibrium

Disamping kedua aliran tersebut terdapat kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dengan laki – laki. Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum perempuan dan laki – laki, karena keduanya harus bekerja sama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran perempuan dan laki – laki secara seimbang. Hubungan diantara kedua elemen tersebut bukan saling bertentangan tetapi hubungan komplementer guna saling melengkapi satu sama lain. R.H. Tawney menyebutkan bahwa keragaman peran apakah karena faktor biologis, etnis, aspirasi, minat, pilihan, atau budaya pada hakikatnya adalah realita kehidupan manusia.

Hubungan laki – laki dan perempuan bukan dilandasi konflik dikotomis, bukan pula struktural fungsional, tetapi lebih dilandasi kebutuhan kebersamaan guna membangun kemitraan yang hamonis, karena setiap pihak memiliki kelebihan sekaligus kelemahan yang perlu diisi dan dilengkapi pihak lain dalam kerjasama yang setara.


(27)

2.1.2.Konsep Gender

Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki – laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan mana yang merupakan tuntutan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan.

Pembedaan itu sangat penting, karena selama ini kita sering kali mencampur-adukkan ciri – ciri manusia yang bersifat kodrati dan tidak berubah dengan ciri – ciri manusia yang bersifat non kodrat (gender) yang sebenarnya bisa berubah – ubah atau diubah.

Pembedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada perempuan dan laki- laki. Perbedaan gender dikenal sebagai sesuatu yang tidak tetap, tidak permanen, memudahkan kita untuk membangun gambaran tentang realitas relasi perempuan dan laki – laki yang dinamis yang lebih tepat dan cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat.

Di lain pihak, alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus


(28)

mengkoreksi alat analisis sosial yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan serta akibat – akibat yang ditimbulkannya.

Jadi jelaslah mengapa gender perlu dipersoalkan. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki- laki dalam masyarakat. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktifitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender itu melekat pada cara pandang masyarakat, sehingga masyarakat sering lupa seakan – akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri – ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan laki – laki.

Secara sederhana perbedaan gender telah melahirkan pembedaan peran. Sifat dan fungsi yang berpola sebagai berikut:

• Konstruksi biologis dari ciri primer, skunder, maskulin, feminim. • Konstruksi sosial dari peran citra baku (stereotype).

• Konsruksi agama dari keyakinan kitab suci agama.

Anggapan bahwa sikap perempuan feminim dan laki – laki maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak, semutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya.

Dengan demikian gender adalah perbedaan peran laki – laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksi oleh masyarakat dan dapat berubah sesuai


(29)

dengan perkembangan zaman. Untuk memahami konsep gender, harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex.

Sex adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing – masing jenis kelamin, laki – laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal.

Dalam memahami konsep gender ada beberapa hal yang perlu difahami, antara lain :

a. Ketidak-adilan dan diskriminasi gender

Ketidak-adilan dan diskriminasi gender merupakan kondisi tidak adil akibat dari sistem dan struktur sosial dimana baik perempuan maupun laki – laki menjadi korban dari sistem tersebut. Berbagai pembedaan peran dan kedudukan antara perempuan dan laki – laki baik secara langsung yang berupa perlakuan maupun sikap dan yang tidak langsung berupa dampak suatu peraturan perundang – undangan maupun kebijakan telah menimbulkan berbagai ketidak-adilan yang berakar dalam sejarah, adat, norma, ataupun dalam berbagai struktur yang ada dalam masyarakat.

Ketidak-adilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi juga dialami oleh laki – laki. Meskipun secara


(30)

agregat ketidak-adilan gender dalam berbagai kehidupan ini lebih banyak dialami oleh perempuan, namun hal itu berdampak pula terhadap laki – laki.

Bentuk – bentuk ketidak-adilan akibat diskriminasi itu meliputi :

• Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan yang mengakibatkan kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di Negara berkembang seperti penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi, banyak perempuan tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang hanya memfokuskan pada petani laki – laki.

• Subordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Ada pandangan yang menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki – laki.

Stereotype merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif secara umum selalu melahirkan ketidak-adilan pada salah satu jenis kelamin tertentu.

• Kekerasan (violence), artinya suatu serangan fisik maupun serangan non fisik yang dialami perempuan maupun laki – laki sehingga yang mengalami akan terusik batinnya.

• Beban kerja (double burden) yaitu sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidak-adilan gender dimana beberapa beban kegiatan diemban lebih banyak oleh salah satu jenis kelamin.


(31)

b. Kesetaraan gender

Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki – laki setara, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki – laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara sistematis dan tidak bersifat universal.

2.2. Sistem patriarkhi

Sistem patriarkhi merupakan sebuah sistem sosial dimana dalam tata kekeluargaan sang ayah menguasai semua anggota keluarganya, semua harta milik dan sumber – sumber ekonomi, dan dalam membuat keputusan penting. Dewasa ini sistem sosial yang patriarkhis mengalami perkembangan dalam hal lingkup institusi sosialnya, diantaranya lembaga perkawinan, institusi ketenagakerjaan, dan sebagainya. Pengertiannya pun berkembang dari “hukum ayah” ke hukum suami, hukum laki – laki secara umum pada hampir semua institusi sosial, politik, ekonomi.

2.3. Citra Perempuan

Penciptaan realitas menggunakan satu model produksi yang oleh Baudrillard (Piliang, 1998 : 228) disebutnya dengan simulasi, yaitu penciptaan model – model yang tanpa asal usul atau realitas awal. Hal ini olehnya disebut hyper reality. Melalui model simulasi, manusia dijebak di dalam suatu ruang, yang disadarinya sebagai


(32)

nyata, meskipun sesungguhnya semu, maya atau khayalan belaka. Menurut Piliang, (1998 : 228 ) ruang realitas semu itu dapat digambarkan melalui analogi peta. Bila di dalam suatu ruang nyata, sebuah peta merupakan representase dari sebuah teritorial, maka di dalam model simulasi petalah yang mendahului teritorial. Realitas (teritorial) sosial, kebudayaan atau politik kini dibangun berdasarkan model – model (peta) fantasi yang ditawarkan televisi, iklan, bintang – bintang layar perak, sinetron atau tokoh – tokoh kartun. Semua itu kemudian menjadi model dalam berbagai citra, nilai – nilai dan makna – makna dalam kehidupan sosial, kebudayaan atau politik. (Burhan Bungin : 2008 ).

Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan, diperoleh beberapa ketegorisasi penggunaan pencitraan dalam iklan televisi, sebagai berikut :

Pertama, Citra Perempuan. Seperti yang dijelaskan oleh Tomagola (1998 : 333 _ 334), citra perempuan ini tergambarkan sebagai citra pigura, citra pilar, citra pinggan, dan citra pergaulan. Walaupun citra semacam ini ditemukan dalam iklan – iklan media cetak, namun citra perempuan yang dijelaskan oleh Tomagola ini juga terdapat pada iklan televisi.

Dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sifat perempuannya secara biologis, seperti memiliki waktu menstruasi, memiliki rambut hitam dan panjang dan sebagainya.


(33)

Citra pilar dalam pencitraan perempuan, ketika perempuan digambarkan sebagai tulang punggung keluarga. Perempuan sederajat dengan laki – laki, namun karena sifatnya berbeda dengan laki – laki maka perempuan digambarkan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangga. Secara luas, perempuan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap persoalan domestik. Ruang domestik perempuan digambarkan dengan tiga hal utama, (1) keapikan fisik dari rumah suaminya, (2) pengelola sumber daya rumah tangga, sebagai istri dan ibu yang baik dan bijaksana, dan (3) ibu sebagai guru dari sumber legitimasi bagi anak – anaknya.

Perempuan, dalam iklan televisi juga memiliki citra pinggan, yaitu tidak bisa melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia perempuan. Terakhir, perempuan digambarkan memiliki citra pergaulan. Citra ini ditandai dengan pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas – kelas tertentu yang lebih tinggi di masyarakatnya, perempuan dilambangkan sebagai makhluk yang anggun, menawan.

Pencitraan perempuan seperti diatas tidak sekedar dilihat sebagai objek, namun juga dilihat sebagai subjek pergaulan perempuan dalam menempatkan dirinya dalam realitas sosial, walaupun tidak jarang perempuan lupa bahwa mereka telah masuk dalam dunia hiper-realitik, yaitu sebuah dunia yang hanya ada dalam media yaitu dunia realistis yang dikonstruksi oleh media ilan televisi.


(34)

Kedua,citra maskulin. Digambarkan sebagai kekuatan otot laki – laki yang menjadi dambaan wanita atau dicitrakan sebagai makhluk yang tangkas, berani, menantang maut. Mereka adalah lelaki berwibawa, macho dan sensitif.

Citra maskulin adalah stereotype laki – laki dalam realitas sosial nyata. Untuk mengambarkan realitas tersebut, maka iklan memproduksinya ke dalam realitas media, tanpa memandang bahwa yang digambarkan itu sesuatu yang real atau sekedar memproduksi realitas itu dalam realitas media yang penuh kepalsuan.

Ketiga, citra kemewahan dan eksklusif. Kemewahan dan eksklusif adalah realitas yang diidamkan oleh banyak orang dalam kehidupan masyarakat. Banyak orang bekerja keras, berjuang hidup untuk memperoleh realitas kemewahan dan eksklusif.

Keempat, citra kelas sosial. Individu juga mendambakan hidup dalam kelas sosial yang lebih baik, kelas yang dihormati banyak orang. Dalam realitas sosial nyata, selain kemewahan, rasa ingin masuk ke dalam kelas sosial yang lebih baik, merupakan realitas yang didambakan banyak orang. Individu remaja dan perempuan lebih menyukai pencitraan ini. Dalam pencitraan kelas sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial atas menjadi acuan dan digambarkan sebagai kehidupan yang bergengsi, modern, identik dengan diskotik, pesta pora dan penuh dengan hiruk - pikuk musik, atau kelompok masyarakat yang dekat dengan belanja di Mall, makan di Café, dan sebagainya.


(35)

Kelima, citra kenikmatan. Kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia kemewahan dan kelas sosial yang tinggi. Dalam iklan televisi kenikmatan dapat memindahkan seseorang dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial yang ada diatasnya. Kenikmatan dalam realitas sehari – hari adalah realitas yang didambakan setiap orang tanpa memandang kelas sosial mereka.

Keenam, citra manfaat. Umumnya orang mempertimbangkan faktor manfaat sebagai hal utama dalam sikap memilih, karena itu manfaat menjadi “nilai” dalam keputusan seseorang. Umpamanya untuk memperkuat keputusan pembelian maka perlu memasukkan citra manfaat dalam sebuah iklan. Citra manfaat itu penting untuk memasukkan terhadap keputusan membeli atau tidak sebuah produk. Selain itu juga dapat memberikan penilaian lebih positif terhadap suatu produk sehingga dapat menciptakan kebutuhan orang terhadap objek iklan padahal sebelumnya ia tidak membutuhkan produk tersebut.

Ketujuh, citra persahabatan. Iklan televisi juga melakukan pencitraan terhadap persahabatan ditampilkan dalam sebuah iklan sebagai jalan keluar terhadap banyaknya problem rendah diri yang terjadi di kalangan remaja (umumnya remaja perempua n) terutama yang bersumber dari diri remaja itu sendiri. Di sisi lain dorongan lain ingin memperbanyak persabahatan dalam iklan menjadi sangat strategis untuk solusi pemirsa.

Kedelapan, citra seksisme dan seksualitas. Beberapa iklan memberi kesan yang jelas bahwa ada kecendrungan seksisme dalam masyarakat. Bahkan seksisme


(36)

yang dipertunjukan itu ke arah anggapan yang merendahkan kaum wanita. Dalam realitas sehari – hari seksisme dan seksualitas merupakan hal yang amat menarik dibicarakan, karena hal ini menjadi bagian kehidupan individu yang disembunyikan atau bahkan tabu diungkapkan, namun menjadi bagian yang dominan dalam ruang publik. Kondisi ini menjadikan seksisme dan seksualitas itu mencitrakan perempuan sebagai menjadi menarik untuk tampil di depan publik.

Baudrillard melihat bahwa taraf produksi image tersebut telah membawa perubahan masyarakat secara kualitatif yang di dalamnya perbedaan antara realitas dan image menjadi kabur, kehidupan sehari-hari mengalami estetisikasi. Ruang dan waktu merupakan dunia simulasional atau dia sebut dengan budaya post modern. Dalam wacana ini fungsi periklanan telah bergeser dari penekanan rasionalitas terhadap kepuasan fungsional menjadi penekanan atas keikutsertaan kemampuan audiens dalam menciptakan tampakan - tampakan luar dari makna melalui manipulasi ikatan dan pemunculan yang pada akhirnya menjadi ciri yang konstan dari modernitas akhir. Dalam abad gaya hidup, penampilan diri itu justru mengalami estetisisasi, “estetisisasi kehidupan sehari-hari. Dalam ungkapan Chaney, “penampakan luar” menjadi salah satu situs yang penting bagi gaya hidup. Hal-hal permukaan akan menjadi lebih penting daripada substansi. Gaya dan desain menjadi lebih penting daripada fungsi. Gaya menggantikan substansi. Kulit akan mengalahkan isi. Pemasaran penampakan luar, penampilan, hal-hal yang bersifat permukaan atau kulit akan menjadi bisnis besar gaya hidup. Dalam penelitian ini, konsep “penampakan luar” yang dipaparkan merupakan sebuah konsep penampilan.


(37)

Chaney mengungkapkan :

“Jadi, baik korporasi - korporasi, maupun para selebriti dan kelompok figur publik lainnya, seperti para politisi, berupaya memanipulasi citra mereka dengan cara-cara yang menyanjung-nyanjung dan menghindari publisitas yang merusak.”

2.4. Defenisi Operasional 2.4.1.Persepsi

Menurut Jalaludin Rahmat (2003:51) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi setiap individu dapat sangat berbeda walaupun yang diamati benar - benar sama. Hal ini menurut Krech, karena setiap individu dalam menghayati atau mengamati sesuatu obyek sesuai dengan berbagai faktor yang determinan yang berkaitan dengan individu tersebut. Ada empat faktor determinan yang berkaitan dengan persepsi seorang individu yaitu, lingkungan fisik dan sosial, struktural jasmaniah, kebutuhan dan tujuan hidup, pengalaman masa lampau.

Muhyadi (1991:233) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses stimulus dari lingkungannya dan kemudian mengorganisasikan serta menafsirkan atau suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan atau ungkapan indranya agar memilih makna dalam konteks lingkungannya.

Sarwono (1993:238) mengartikan persepsi merupakan proses yang digunakan oleh seseorang individu untuk menilai keangkuhan pendapatnya sendiri dan kekuatan dari kemampuan - kemampuannya sendiri dalam hubungannya dengan pendapat-pendapat dan kemampuan orang lain.


(38)

Pengertian persepsi menurut Bimo Walgito (2002:54) adalah pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktifitas integrated dalam diri individu.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa persepsi adalah kecakapan untuk melihat, memahami kemudian menafsirkan suatu stimulus sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan menghasilkan penafsiran. Selain itu persepsi merupakan pengalaman terdahulu yang sering muncul dan menjadi suatu kebiasaan.

Proses persepsi menurut Mar’at (1992:108) adanya dua komponen pokok yaitu seleksi dan interpretasi. Seleksi yang dimaksud adalah proses penyaringan terhadap stimulus pada alat indera. Stimulus yang ditangkap oleh indera terbatas jenis dan jumlahnya, karena adanya seleksi. Hanya sebagian kecil saja yang mencapai kesadaran pada individu. Individu cenderung mengamati dengan lebih teliti dan cepat terkena hal - hal yang meliputi orientasi mereka. Interpretasi sendiri merupakan suatu proses untuk mengorganisasikan informasi, sehingga mempunyai arti bagi individu. Dalam melakukan interpretasi itu terdapat pengalaman masa lalu serta sistem nilai yang dimilikinya. Sistem nilai di sini dapat diartikan sebagai penilaian individu dalam mempersepsi suatu obyek yang dipersepsi, apakah stimulus tersebut akan diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut menarik atau ada penyesuaian maka akan dipersepsi positif, dan demikian sebaliknya, selain itu adanya pengalaman langsung antara individu dengan obyek yang dipersepsi individu, baik yang bersifat positif


(39)

Dalam penelitian ini, persepsi diartikan sebagai kecakapan untuk melihat, memahami kemudian menafsirkan oleh pegawai bank perempuan di BNI Cabang Medan terhadap penampilan modis yang menunjang peningkatan karier. Kemudian peneliti akan menyimpulkan jawaban yang dapat menggambarkan secara umum bagaimana penafsiran pegawai bank tersebut terhadap masalah yang diteliti.

2.4.2.Pegawai Bank

Pegawai menurut KEP-545/2000 dan perubahannya adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.

Pegawai memiliki dua defenisi, yakni pegawai tetap dan pegawai kontrak. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perbankan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.

Pegawai memiliki dua defenisi, yakni pegawai tetap dan pegawai kontrak. Peneliti menggunakan konsep pegawai bank sebagai perempuan yang bekerja di bank BNI Cabang Medan, baik pegawai tetap maupun pegawai kontrak.


(40)

2.4.3.Promosi Jabatan

Arun Manoppa dan Mirzas Saiyadim memberikan definisi promosi sebagai berikut :

“ Promotion is the upward reassignment of an individual in an organization hierarkys accompained by increased responsibilities, enhanced status, and usually with increased income, though not always so. ”

Menurut Alek Nitisemito, promosi adalah proses kegiatan pemindahan karyawan dari satu jabatan kepada jabatan lain yang lebih tinggi. Berdasarkan definisi di atas maka suatu promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Pelaksanaan promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji bagi karyawan yang dipromosikan, gajinya bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besar kekuasaan dan tanggung jawab seseorang bertambah besar pula balas jasa yang diterimanya.

Berdasarkan definisi promosi jabatan yang dipaparkan tersebut maka suatu promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya. Pelaksanaan promosi tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji bagi karyawan yang dipromosikan, gajinya bisa tetap, tetapi pada umumnya bertambah besar kekuasaan dan tanggung jawab seseorang bertambah besar pula balas jasa yang diterimanya. Promosi jabatan di bank BNI dalam hal ini berkaitan dengan penampilan modis pegawai perempuan.


(41)

2.4.4.Karier

Karier adalah :

1. Proses gerak pribadi melalui beberapa kedudukan dan peranan. 2. Arah yang dapat diduga dalam suatu birokrasi.

3. Suatu urutan – urutan kedudukan untuk meningkatkan prestise seseorang. 4. Urutan – urutan tingkat pekerjaan. (Soejono Soekamto, 1985 : 65).

Dalam penelitian ini mendefinisikan karier sebagai perjalanan pekerjaan seorang pegawai di bank BNI Cabang Medan. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, proses – proses pengembangan kariernya dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut. Di bank BNI Cabang Medan, penjenjangan karier dimulai dari posisi front office (teller, costumer service) dan back office, pemimpin KLN lalu pimpinan Cabang.

2.4.5.Penampilan Modis

Penampilan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses, pembuatan atau cara menampilkan. Rizal Rickieno memberikan beberapa larangan mengenai penampilan yang tidak pantas di tempat kerja, antara lain : baju yang tidak sesuai ukuran, memakai parfum berlebihan, celana atau rok yang terlalu pendek, gaya rambut yang berlebihan (terlalu modis), pakaian berbahan jeans, belahan dada, perhiasan mencolok, dan sepatu hak terlalu tinggi, tidak praktis dan mengganggu kenyamanan bekerja.


(42)

Penampilan modis pegawai bank dapat dilihat antara lain dari cara berpakaian, Herry Prasetyo dalam bukunya 20 Langkah Mudah Untuk Sukses Berkarier menjelaskan bahwa hal yang pertama kali dilihat orang terhadap diri pegawai adalah penampilan luar. Saat bekerja, pakaian menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dalam berkarier, dengan memperhatikan pakaian yang cocok di tempat kerja bila perusahaan tempat bekerja tidak memiliki seragam khusus. Intinya berpakaian rapi dalam bekerja, sesuai dengan tempat dimana pegawai bekerja. Gaya formal umumnya dipakai oleh pegawai yang berprofesi sebagai sekretaris, penasihat hukum, pegawai bank, pengajar dan profesi lain yang bersifat resmi dan menuntut untuk bertemu dengan berbagai jenis kalangan. Untuk profesi ini sebaiknya mengenakan setelan dengan model yang tidak terlalu rumit. Pakaian dalam bentuk ‘Two pieces’ (dua bagian yang senada) dan menghindari corak ramai lebih mengesankan profesionalisme pegawai. Panjang rok bisa sedikit di atas atau di bawah lutut. Pemilihan warna - warna klasik untuk tata rias seperti cokelat, hitam, atau ‘navy blue’ lebih mengesankan citra elegan bagi perempuan. Gunakan sepatu dengan hak antara 5-7 cm. Lengkapi dengan aksesori secukupnya.http://www.loundrian.com

Rizal Rickieno, juga memberikan defenisi penampilan pegawai good looking sebagai penampilan simpel, sesuai bidang pekerjaannya. Martha Tilaar, chairwoman dari Martha Tilaar Group dalam artikel yang berjudul The Perfect Model Beauty vs Image yang diterbitkan oleh majalah Bazzar Indonesia, menyimpulkan pendapat tentang cantik yang ada, cantik dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu cantik dari dalam (inner beauty), cantik secara visual atau cantik dilihat dari penampilan


(43)

atau cantik ragawi (visual /outer beauty), yakni memakai make up, penampilan proporsional dan cantik kontekstual atau kultural (cantik yang demikian dapat dikatakan tergantung pada konteksnya, misalnya karena pengaruh budaya). Ketiga kriteria cantik ini secara keseluruhan dapat mendefenisikan seorang perempuan berpenampilan good looking (enak dilihat).

Akutalisasi diri yakni pegawai memaknai kehadirannya di tengah rekan kerja, atasan maupun nasabah. Rizal Rickieno menyatakan dalam beberapa penelitian menemukan bahwa orang yang berpenampilan fisiknya menarik cenderung dianggap memiliki kepribadian yang menarik pula, sepeti tenang, penuh kehangatan, penuh perhatian, pandai bersosialisasi, tidak memiliki sifat ketergantungan, dan hasil pekerjaan mereka umumnya dianggap baik pula. Percaya diri juga merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan citra positif pegawai di depan rekan kerja.

Dalam penelitian ini, indikator penampilan modis yakni :

1. Tata rias yakni pemilihan warna - warna klasik untuk tata rias seperti cokelat, hitam, atau ‘navy blue’ lebih mengesankan citra elegan bagi perempuan.

2. Cara berpakaian (berpakaian rapi dalam bekerja, sesuai dengan tempat dimana pegawai bekerja, pada pegawai bank biasanya menggunakan


(44)

pakaian two pieces dan padu padan yang baik dalam pemilihan warna pakaian dengan aksesories, tas dan sepatu).

3. Gaya hidup “branded” (menggunakan barang – barang yang memberi arti pada posisi kelas tertentu. Misalnya merek kemeja, blazer, sepatu, tas atau parfum dari produk – produk tekenal).

4. Aktualisasi fisik (untuk menonjolkan kesan apa yang akan disampaikan pada orang lain, percaya diri) secara keseluruhan pegawai perempuan di Bank BNI yang dapat terlihat elegan (pegawai bank terkesan berkelas), up to date (selalu mengikuti perkembangan mode), dan penampilan yang good looking atau enak dilihat orang lain dengan penampilan fisik simpel, sesuai bidang pekerjaan.

2.4.6.Bank

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.


(45)

Ada juga pengertian bank yang dikemukakan para ahli. Abdurarachman (2001:1) mengatakan bahwa :

“Bank adalah suatu badan usaha yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda - benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain.”

Selain itu, Suyatno (1996 : 1) memberikan pengertian bank sebagai badan yang usaha utamanya menciptakan kredit.

Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa usaha bank selalu berkaitan dengan masalah keuangan, yaitu : menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya. Dengan demikian Bank sebagai suatu badan berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) dari dua pihak, yaitu pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak yang kekurangan dana (defisit unit). Hal ini juga yang menyebabkan lembaga bank disebut sebagai lembaga kepercayaan (Kasmir, 2000 : 27), artinya pihak yang kelebihan dana mempercayakan sepenuhnya kepada bank untuk mengelola dananya termasuk menyalurkan kepada pihak yang kekurangan atau memerlukan dana berupa kredit. Wujud kepercayaan tersebut dalam bentuk tidak ikut campurnya pihak surplus ini dalam menentukan pihak defisit mana yang layak dipercaya. Bank sebagai lembaga perantara keuangan, disamping harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat dengan menjamin tingkat likuiditas juga harus beroperasi secara efektif dan efisien untuk mencapai tingkat rentabilitas (keuntungan) yang memadai.


(46)

Bank yang dimaksud dalam penelitian ini ialah Bank Negara Indonesia di Cabang Medan, yang memiliki defenisi dan fungsi sebagaimana bank pada umumnya yakni menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya kepada nasabah.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Pada hakikatnya, penelitian adalah untuk memecahkan masalah, oleh sebab itu langkah – langkah yang ditempuh harus relevan dengan masalah (Nawawi, 1990 : 63).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas sosial yang kompleks yang ada di masyarakat (Ida Bagoes Mantra, 2004 : 38). Metode kuantitatif digunakan untuk mengukur tingkat persentase persepsi pegawai bank perempuan terhadap promosi jabatan dengan kriteria modis.

3.2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian yang dipilih adalah kantor Bank BNI Cabang Medan yang beralamat di Jalan Pemuda, Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian peneliti menemukan bahwa beberapa pegawai perempuan di Bank BNI berpenampilan modis dan menduduki jabatan strategis di kantor. Selain itu, pegawai


(48)

3.3. Populasi dan Teknik Pengumpulan Sampel

Populasi adalah keseluruhan himpunan dari satuan – satuan atau individu yang karakteristiknya ingin diketahui. Jumlah pegawai perempuan bank BNI Cabang Medan berjumlah 60 orang. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pegawai perempuan di BNI Cabang Medan memiliki kesempatan untuk menjadi populasi. Oleh karena subjeknya kurang dari 100 orang, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang akan diteliti. Dalam suatu penelitian pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan metode tertentu agar data yang dibutuhkan dapat diperoleh peneliti.

Untuk memperoleh data yang diperlukan sebagai sumber data yang berguna bagi penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

- Kuesioner, adalah daftar pertanyaan secara tertulis yang berisi jawaban yang diperoleh dari responden sebagai informasi mengenai penelitian.


(49)

2. Data Sekunder

- Studi kepustakaan, merupakan usaha untuk mendapatkan data melalui buku – buku, media massa dan bentuk tulisan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

- Dokumentasi, merupakan usaha untuk mendapatkan data tertulis yang tersedia di lapangan.

3.5. Teknik Analisa Data dan Interpretasi Data

Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah data terkumpul maka akan dilakukan pengkodean data yang kemudian diteruskan dengan mengolah data, mengedit dan menganalisa (Singarimbun, 1989). Penelitian ini menggunakan teknik analisa tabel tunggal, yaitu analisa yang dilakukan dengan membagi variabel penelitian ke dalam kategori - kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom (Singarimbun, 1995 : 266) yaitu sejumlah frekuensi dan persentase untuk setiap kategori.

Analisis dan interpretasi data merupakan tahap pengumpulan data dan informasi, penyederhanaan data kemudian data diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan teori yang digunakan sampai kepada kesimpulan. Kemudian data yang disajikan berupa kesimpulan data yang sudah dianalisis.


(50)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 ACC Judul √

2 Pra Penelitian √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Kelapangan √ √ √

7 Tabulasi dan Analisis Data √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1.Gambaran Umum Bank BNI Cabang Medan 4.1.1.1. Sejarah Bank BNI

Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yakni ORI atau Oeang Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.

Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri.


(52)

Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.

Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.

Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT. Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.

Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-menerus.

Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi 'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk


(53)

meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.

Visi dan misi BNI adalah :

1. VISI : menjadi bank yang unggul, terkemuka, dan terdepan dalam layanan dan kinerja.

2. MISI :

• Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah, dan selaku mitra pilihan utama (the bank of choice).

• Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.

• Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi.

• Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial. • Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.

Visi BNI untuk menjadi yang unggul, terkemuka, dan terdepan dalam layanan dan kinerja didasarkan oleh empat nilai budaya kerja, yakni Profesionalisme, Integritas, Orientasi pelanggan, Perbaikan tiada henti yang disingkat menjadi “PRINSIP 46”.


(54)

Tabel 1

Prinsip 46

4 Nilai Budaya Kerja 6 Prilaku Utama

Profesionalisme (professionalism)

Meningkatkan kompetensi dan memberikan hasil terbaik Integritas

(integrity)

- Jujur, tulus dan ikhlas - Disiplin, konsisten dan

bertanggung jawab Orientasi Pelanggan

(Costumer Oriented)

Memberikan layanan terbaik melalui kemitraan yang sinergis

Perbaikan Tiada Henti (Continuous Improvement)

- Senantiasa melakukan penyempurnaan - Kreatif dan inovatif

Sumber : buku Kebijakan dan Strategi BNI (2009)

1. Profesionalisme : Memiliki kompetensi yang handal dan berkomitmen memberikan hasil terbaik

2. Integritas : Berkomitmen untuk selalu konsisten antara pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi kata hati dan kepercayaan pada prinsip – prinsip kebenaran yang hakiki.

3. Orientasi Pelanggan : Senantiasa mengutamakan kepentingan pelanggan dengan dilandasi sikap saling menghargai dan hubungan kemitraan yang sinergis.


(55)

4. Perbaikan Tiada Henti: Senantiasa mencari peluang dan solusi untuk meningkatkan layanan dan kinerja yang melampaui harapan pelanggan.

4.1.1.2. Keunggulan Strategis BNI

Beberapa keunggulan strategis BNI adalah :

1. Memiliki jaringan dan distribusi yang tersebar luas.

BNI merupakan salah satu bank yang memiliki jaringan distribusi terbesar di Indonesia dengan 972 cabang dalam negeri dan 2.325 ATM. (data tahun 2008)

2. Terdepan dalam bisnis kartu.

BNI merupakan penerbit kartu kredit terbesar ke-2 dengan jumlah kartu yang telah diterbitkan mencapai 1,2 juta.

5. Komposisi portofolio pinjaman yang seimbang. 4.1.1.3. Strategi Bisnis BNI 2009

Tabel 2

Srategi Bisnis BNI 2009

Kebijakan dan

Strategi BNI Corporate SME & Sharia Consumer Treasury % Int’l

Target Segmen

Segmen

wholesale dengan kriteria :

perusahaan yang termasuk 10 besar dalam suatu sektor ekonomi, perusahaan yang telah go public, BUMN strategis Fokus pada industri yang memiliki pertumbuhan berkelanjutan, memiliki b ackward-forward linkage

yang kuat.

fokus pada

affluent, fokus pada segmen mass market.

Nasabah

korporasi&segmen menengah dengan aktivitas tresuri,

trade finance, dan internasional.


(56)

yang memberikan total financial solution dengan jaringan yang luas, dukungan intrnasional dan kompetensi pasar modal, layanan yang unggul internasional, competitive value.

yang cukup besar dan unggul dalam layanan, didukung dengan jaringan domestik luar negeri yang tersebar. Key Product Corporate finance, loan syndication, structured finance, cash management. Wide product range dengan

tailor made product sesuai karakteristik costumer, top players Islamic banking terintegrasi dengan konvensional. Transaction and investment untuk

product liabilities, yield pinjaman yang cukup besar untuk kredit KPR.

Trade finance and remittance, inter-bank placement,

bank yang unggul di pasar uang dan pasar modal. Channel/ Process Value chain termasuk sinergi dengan perusahaan anak, value added services, quick turnaround

dengan constant service level.

Implementasi pendekatan value chain,

meningkatkan waktu pemrosesan, menambah jumlah account officer.

Memperkenalkan konsep cabang yang baru, yang didukung dengan tenaga penjualan yang aktif dan fitur electronic channel yang user friendly.

Memiliki cabang LN dan 757 bank koresponden, sentralisasi

processing trade finance, memiliki

Treasury Remote Area (TRA).

Sumber : buku Kebijakan dan Strategi BNI (2009)

4.1.1.4. Produk – Produk BNI

1. Tabungan, merupakan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu, produknya adalah BNI Taplus, BNI Taplus Utama, BNI Taplus Mahasiswa, BNI Taplus Pegawai/Anggota, BNI Tapenas, BNI Haji, BNI TKI, BNI Deposito.

2. Kredit, produknya adalah kartu kredit BNI dengan jenis kartu yaitu BNI Visa Emas, BNI Visa Biru, BNI Visa Platinum Card, BNI Mastercard Emas, BNI Mastercard Biru. Produk kredit lainnya adalah BNI Griya yakni fasilitas kredit untuk pembelian/pembangunan/renovasi rumah


(57)

tinggal, rumah susun, ruko, rukan, apartemen dan villa, pembelian kavling/tanah di real estate, kavling pemerintah/swasta. BNI multiguna, merupakan fasilitas kredit untuk keperluan yang bersifat konsumtif atau serbaguna.

4.1.1.5. Aspek Penilaian Individu Pegawai 4.1.1.5.1. Costumer Service (CS)

Sikap

1.Lama menunggu untuk dilayani. 2.Sikap CS ketika menyambut nasabah. 3.Sikap CS ketika nasabah datang. 4.Sikap CS mengawali pelayanan. 5.Pandangan CS/kontak mata. 6.Posisi selama melayani.

7.Mengarahkan dalam mengisi formulir. 8.Cara menjawab suku bunga.

9.Sikap awal CS menanggapi keluhan nasabah. 10.Reaksi pertama CS menanggapi keluhan nasabah. 11.Perhatian CS selama melayani.

12.Sikap CS ketika menginterupsi pelayanan. 13.Menggunakan nama nasabah.


(58)

Skill

15.KYC (Mengarahkan pengisian Formulir). 16.Menanggapi permintaan buka rekening. 17. Fitur produk yang dijelaskan.

18.Penggunaan brosur dalam menjelaskan produk. ATM

19.Pemberian ATM (langsung diberikan/dijelaskan/ditawarkan/harus diminta). 20.Penjelasan mengenai ATM yang diberikan.

21.Fitur dan benefit ATM yang dijelaskan. 22.Pemakaian brosur dalam menjelaskan ATM. 23.Waktu transaksi pembukaan rekening. Layanan E-Banking

24.Menginformasikan layanan e-banking. 25.Mendorong Pemakaian e-banking.

26.Penjelasan panduan phone banking dengan brosur. 27.Penjelasan panduan SMS banking dengan brosur. 28.Penjelasan panduan internet banking dengan brosur. 29.Penjelasan umum ( fitur dan benefit ) ATM. 30.Pemakaian brosur dalam menjelaskan ATM. 31.Menginformasikan layanan E-banking. 32.Menjelaskan fitur E-banking.


(59)

33.Mendorong untuk menggunakan E-banking. 34.Penjelasan panduan phone banking dengan brosur. 35.Penjelasan panduan SMS banking dengan brosur. 36.Penjelasan panduan Internet banking dengan brosur. 37.Penjelasan lama pengaktifan ATM.

Cross Selling

38.Menawarkan produk bank yang lain secara spontan. Komplain

39.a.Penyelesaian masalah komplain salah transfer. b.Penyelesaian masalah komplain ATM di blokir. Penutupan Rekening

40.Penutupan rekening.

41.Waktu transaksi penutupan rekening. Penampilan

42.Pakaian. 43.Dandanan. Nama dada

44.Dipakai dengan benar. 45.Terbaca dengan jelas.


(60)

Meja Kerja

46.Situasi meja kerja 4.1.1.5.2. Teller Sikap

1.Greeting.

2.Sikap selama melayani : - Tidak sambil bicara - Tersenyum

3.Menanggapi permintaan penukaran uang pecahan. 4.Menggunakan nama.

5.Posisi Teller saat mengakhiri layanan. 6.Ucapan diakhir pelayanan.

Skill

7.Waktu antri. 8.Ketelitian Teller. 9.Cara menghitung uang.

10.Konfirmasi jumlah uang yang diterima. 11.Waktu transaksi setor uang.

12.Waktu transaksi transfer debet rekening. 13.Waktu transaksi tarik tunai.


(61)

Penampilan 14.Pakaian Teller. 15.Dandanan Teller. Nama Dada

16.Dipakai dengan benar. 17.Terbaca dengan jelas. 18.Kondisi counter. 4.2. Tabel Tunggal 4.2.1.Identitas Responden 4.2.1.1. Usia Responden

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden

No Kategori jawaban Jumlah %

1. 20-25 tahun 4 6,7 %

2. 26-30 tahun 15 25 %

3 30-35 tahun 28 46,7 %

4 Diatas 35 tahun 13 21,6 %

Jumlah total 60 100 % Sumber : Data Kuesioner 2010

Sebagaimana hasil data yang terkumpul diperoleh rentang usia pegawai perempuan di BNI Cabang Medan adalah usia terendah berkisar antara 20 – 25 tahun dan tertinggi berkisar antara usia diatas 35 tahun.


(62)

Dari data tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar usia responden berkisar antara usia 30 – 35 tahun adalah 28 orang (46,7%), 26 – 30 tahun sebanyak 15 orang (25%), selanjutnya responden berusia diatas 35 tahun adalah 13 orang (21,6%) dan usia 20 – 25 tahun adalah 4 orang (6,7%).

Cukup banyaknya jumlah responden berusia 30 – 35 tahun disebabkan oleh adanya peraturan kerja dari perusahaan yang memberikan batasan usia pada saat awal penerimaan pegawai. Sedangkan beberapa pegawai lainnya yang berusia diatas 35 tahun merupakan pegawai – pegawai yang telah memiliki waktu kerja yang cukup lama di BNI.

4.2.1.2. Suku Bangsa Responden

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Suku Responden

No Kategori jawaban Jumlah %

1. Jawa 20 33,35 %

2. Batak 20 33,35 %

3 Padang 3 5%

4 Lain-lain 17 28,3 %

Jumlah total 60 100 % Sumber : Data Kuesioner (2010)

Berdasarkan data dari tabel 4 menunjukkan bahwa suku bangsa responden cukup bervariasi. Suku terbanyak adalah suku Jawa dan Batak dengan jumlah dan persentase yang sama yakni 20 orang (33,35%), suku lainnya (Melayu, Tionghoa,


(1)

6. Isu promosi jabatan yang lebih dominan diperoleh pegawai laki – laki dibanding pegawai perempuan diakui tidak begitu dominan terjadi di BNI Cabang Medan. Pegawai perempuan juga memiliki motivasi yang tinggi dalam mencapai peningkatan karier. Namun nuansa patriarkhi yang menunjukkan bahwa laki – laki lebih pantas menjadi pemimpin masih terjadi, sehingga menjadi dilema tersendiri bagi pegawai perempuan dimana satu sisi mereka meyakini bahwa karier itu penting dan di sisi lain konstruksi yang telah lama terbangun membenarkan bahwa laki – laki lebih tegas dan berwibawa merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Perempuan dengan citra yang terbangun sebagai lembut, penuh kehangatan, luwes dalam melayani lebih pantas menduduki posisi meja depan kantor. 7. Isu mengenai fakta/fenomena bahwa perempuan yang dipromosikan memiliki

syarat bukan hanya kinerja tapi juga penampilan (dibandingkan laki – laki yang hanya mengandalkan kinerja saja) sebagian terjadi (75 % ) di lingkungan kerja Bank BNI. Promosi jabatan terkait penampilan modis diakui responden memang terjadi, namun segi prestasi di bidang kerja yang ditekuni juga menjadi faktor pendukung seseorang memperoleh promosi jabatan lebih mudah. Kehadiran perempuan dalam dunia kerja diiringi dengan persepsi bahwa perempuan harus mengandalkan penampilan walau dari segi kualitas kinerja dewasa ini pegawai perempuan juga mampu bersaing dengan pegawai laki – laki.


(2)

peraturan mengenai tata cara berpenampilan diatur lebih lanjut dalam buku pedoman berpenampilan pegawai. Selain dari hasil kinerja dan layanan prima kepada nasabah/klien, pegawai perempuan berpenampilan modis mudah bergaul dengan atasan, sehingga dapat memperlancar pencapaian promosi jabatan.

5.2. Saran

1. Merupakan hal yang baik apabila seorang pegawai perempuan, apalagi bagi mereka yang mengisi meja – meja depan kantor menjaga penampilan agar tetap menarik dan membuat interaksi antara pegawai dan nasabah lebih hangat dan terasa nyaman. Namun, penampilan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan gaya berpenampilan di kantor sangat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan hal – hal negatif seperti kesan berlebih, atau ketidak seriusan dalam bekerja.

2. Kantor sebaiknya tetap melaksanakan dan meningkatkan berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, pendidikan yang berhubungan dengan penampilan dan pelayanan kepada tiap pegawai agar pegawai semakin baik dalam sisi penampilan dan layanan yang pada akhirnya berguna untuk kemajuan perusahaan menjadi semakin terdepan dan bersahabat dengan nasabah.

3. Isu penampilan modis berhubungan dengan perolehan promosi jabatan oleh pegawai perempuan semoga tetap didukung dengan kinerja dan prestasi yang baik oleh pegawai yang bersangkutan.


(3)

4. Penampilan merupakan bagian dari salah satu penilaian kinerja individu, maka hal ini dapat digunakan pegawai perempuan sebagai kesempatan untuk semakin meningkatkan kualitas kinerja di kantor.

5. Sebagai penutup, kesempatan dan hak yang semakin banyak dapat dinikmati perempuan dalam bidang pekerjaan patut disyukuri sebagai berkah dari Allah SWT. Semoga dewasa ini perempuan dapat menggunakan kesempatan dengan sebaik - baiknya, mengerahkan seluruh tubuh, fikiran dan hati untuk meneruskan perjuangan kaum - kaum sebelumnya yang telah memperjuangkan kesetaraan, dan tentu tak lupa mengucapkan terima kasih pada tokoh – tokoh perempuan yang telah membuka cakrawala berfikir tentang konstruksi pencitraan perempuan di masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Asy-Syadzili, Karim. 2008. Inspiring Women, Rahasia Dibalik Wanita Sukses. Jakarta: Khalifa.

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Penada Media Group

C. Ollen Burger, Jane, dan Moore, A. Helen. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dessler, Gary. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I. Jakarta: Indeks.

Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fathoni, Abdurrahmat. 2005. Metode Peneltian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.

Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Penerbit Mizan.

Murniati, A. Nunuk. 2004. P. Getar Gender (Perempuan Indonesia Dalam Perspektif Agama, Budaya, Keluarga). Magelang: Indonesiatera.

Prasetyo, Harry, R. 2004. 2O Langkah Mudah Untuk Sukses Berkarier. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(5)

Rickieno, Rizal. 2008. Menjadi Karyawan Idaman Dalam 4 Minggu. Tangerang: Mutiara Benua. 2008

Sari, Nurahadian. 2006. Cerdas Sukses Dalam Berkarir !. Jakarta: Dani Jaya Abadi.

Santoso, Anang. 2009. Bahasa Perempuan, Sebuah Ideologi Perjuangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Zulganef. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis.Yogyakarta. Graha Ilmu. 2008 Buku Internal BNI :

Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. 2008. Smart Selling, Sebuah Inspirasi Untuk Sukses Menjual. Buku Pintar (tidak diterbitkan). Jakarta.

PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk. Officers Handbook. 1995. Buku Pedoman Pegawai (tidak diterbitkan). Jakarta.

Suwondo, M. Gatot. 2009. Kebijakan dan Strategi BNI 2009. Buku Pedoman (tidak diterbitkan). Jakarta.


(6)

Skripsi :

Lubis, Kusrinayanti. 2007. Gambaran Kapitalisme Media Elektronik Pada Citra Cantik dan Modis Siswi SMU Di Medan. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan.

Website :

Sejarah BNI (online).

M. Lips, Hillary. 2008. Women’s Media (online)

(http://www.womensmedia.com/new/lips-hillary). Diakses tanggal 22 Mei 2010