Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Bangunan Perusahaan X

(1)

ANALISIS UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

PADA PEKERJA BANGUNAN PERUSAHAAN X

TESIS

Oleh

SAHRIAL ANGKAT

067010019/AKK

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

PADA PEKERJA BANGUNAN PERUSAHAAN X

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAHRIAL ANGKAT

067010019/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : ANALISIS UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA BANGUNAN

PERUSAHAAN X Nama Mahasiswa : Sahrial Angkat Nomor Pokok : 067010019

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi : Kekhususan Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) (dr. Halinda, MKKK) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 12 Nopember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. dr. Halinda, MKKK

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM 3. Ir. Nazlina, MT


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS UPAYA PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA

PADA PEKERJA BANGUNAN PERUSAHAAN X

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 28 Nopember 2008


(6)

ABSTRAK

Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan Perusahaan X mencoba menjawab permasalahan upaya-upaya apakah yang telah dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan, bagaimana pengaruh pelatihan K3 terhadap kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh rekruitment terhadap kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh status pekerja terhadap kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh penggunaan alat pelindung diri terhadap kecelakaan kerja.

Populasi penelitian adalah: pekerja bangunan yang bekerja di perusahaan X sebanyak 100 orang. Penganalisaan permasalahan dianalisis dengan Chi Kuadrat 2 x 2.

Hasil penelitian: Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan Perusahaan X adalah telah banyak dilakukan oleh pengusaha, kontraktor, serta pekerja, seperti dilakukannya penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja, dilengkapinya rambu-rambu kecelakaan kerja, perlengkapan pemadam kebakaran, pemakaian alat pelindung diri, disediakannya peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan, serta ruangan istirahat pada pekerja yang mengalami kecekalaan dalam bekerja. Pelatihan K3 yang dilaksanakan perusahaan berpengaruh terhadap kecilnya angka kecelakaan kerja, status pekerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja, rekruitmen pekerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja, penggunaan alat pelindung diri berpengaruh terhadap kecelakaan kerja.

Untuk itu perlu disarankan adalah agar para pekerja yang akan bekerja sebagai pekerja bangunan hendaknya ditempatkan pada lokasi bekerja berdasarkan pengalaman masing-masing, demikian halnya status pekerja dalam bekerja hendaknya menjadi lebih baik, dengan cara menghilangkan status pekerja sebagai pekerja harian lepas maupun sebagai pekerja mingguan, pekerja-pekerja yang dipekerjakan hendaknya seluruhnya mengikuti pelatihan K3 baik yang dilakukan perusahaan maupun oleh pihak lain agar kecelakaan yang menimpa pekerja dapat diturunkan, pekerja yang bekerja di perusahaan konstruksi hendaknya berstatus pekerja tetap sehingga pekerja merasa lebih tenang dalam bekerja, rekruitmen pekerja hendaknya didasarkan pada pengalaman calon pekerja, penggunaan alat pelindung diri hendaknya menjadi suatu kewajiban bagi pekerja baik pekerja yang paling rendah hingga pada pekerja ahli, sehingga seluruh pekerja dapat terhindar dari akibat fatal kecelakaan bekerja.


(7)

ABSTRACT

Analysis of Occupational Accident Avoidance of Construction Artisans of the Company X tries to respond to the problem of dealing with whatwill be done to avoid occupational accident of the construction artisans in Medan, what the effect of K3 training on occupational accident, what the effect of recruitment on occupational accident, what the effect of artisan status on occupational accident, and what the effect of using a self-protecting aid on occupational accident.

The population of the study included those artisans who worked for the company X of 100 persons. The analysis used chi square 2 x 2.

The result of the study; the Analysis of Occupational Accident Avoidance of Construction Artisans of the Company X has been used widely by contractors, businessmen, and workers such as extention of occupational security and health equipped with occupational accident signs, the fire extincting tools, using self-protecting aid, and equipment of first-aid on accident, and resting room for those workers who suffered with accident in working, training on K3 implemented by the company that has an effect on the relatively lower rate of accident, the worker status has effect on occupational accident, recruitment of the workers has effect on occupational accident, and use of self-protecting tool has effect on the occupational accident.

For the reason, it is suggested the the workers who will do their work as artisans of construction may be allocated based on their individual experience. Similarly, their status should be better in working by eliminating the status as daily workers or weekly workers. Those workers have to attend the training on K3 either internally or externally by thecompany that any possible occupational accident may be reduced. The workers who worked for any construction company should have permanent status so that they work more comfortly. Use of self-protecting tool should be an obligation or mandatory for those ranging the lower level until higher level or experts that all the workers can be avoided from fatal occupational accident.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas keyakinan, kesehatan dan kesempatan yang telah diberikan-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan, dalam rangka menempuh salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Selesainya penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Rektor Universitas

Sumatera Utara Medan, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B. MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana USU Medan dan Bapak Wakil Direktur SPs USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi MKM. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja Sekolah Pascasarjana USU Medan. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE dan Ibu dr. Halinda, MKKK


(9)

memberikan masukan dan arahan sangat banyak dan bermanfaat bagi penulis sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan

5. Buat orang tuaku, Ahmad Angkat dan Bertina br Sitanggang yang memberikan dorongan dan bantuan baik dalam bentuk moral dan material selama penulis mengikuti pendidikan.

6. Kawan-kawan Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana USU angkatan 2006 yang memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. 7. Pegawai Administrasi Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah

memperlancar administrasi selama penulis menempuh pendidikan.

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi, pengambilan kebijakan dalam perencanaan kesehatan masyarakat serta untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2008 Sahrial Angkat


(10)

RIWAYAT HIDUP

Syahrial Angkat, lahir di Bantun Kerbo, 25 Agustus 1979, anak ke 6 (enam) dari Bapak Ahmad Angkat dan Ibunda Bertina br Sitanggang.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri Sidikalang tamat tahun 1993, Tsanawiyah Swasta Pematang Siantar tamat tahun 1996, MAN Sidikalang tamat tahun 1999, Universitas Sumatera Utara Medan tamat tahun 2005. Tahun 2006 penulis mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana USU Medan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Kesehatan Kerja.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kecelakaan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 10

2.2. Penyebab Kecelakaan... 17

2.3. Perusahaan Konstruksi ... 19

2.4. Pekerja Bangunan ... 22

2.5. Aspek Sosial Ekonomi ... 26

2.6. Aspek Sosial Budaya ... 31

2.7. Rekruitmen ... 33

2.8. Status Pekerja ... 33

2.9. Pelatihan... 34

2.10. Alat Pelindung Diri ... 35

2.11. Pengawasan ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Jenis Penelitian ... 39

3.2. Tempat dan Waktu ... 39

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

3.4. Variabel Penelitian ... 40

3.5. Aspek Pengukuran ... 40


(12)

3.7. Pelaksanaan Penelitian ... 41

3.8. Analisa Data ... 43

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.2. Gambaran Umum Responden ... 47

4.3. Pelatihan ... 51

4.4. Rekruitmen ... 52

4.5. Status Pekerja ... 53

4.6. Penggunaan Alat Pelindung Diri... 54

4.7. Kecelakaan Kerja ... 56

4.8. Pengaruh Pelatihan K3, Status Pekerja, Rekruitmen, Alat Pelindung Diri terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja... 58

BAB 5 PEMBAHASAN ... 61

5.1. Responden ... 61

5.2. Rekruitmen... 64

5.3. Pelatihan ... 66

5.4. Status Pekerja ... 67

5.5. Jam Kerja ... 69

5.6. Pengawasan ... 70

5.7. Prosedur Kerja ... 71

5.8. Pencegahan Kecelakaan ... 72

5.9. Penggunaan Alat Pelindung Diri ... 73

5.10. Rambu-rambu Keselamatan Kerja ... 77

5.11. Peralatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan ... 79

5.12 Pengaruh Kecelakaan Kerja dengan Pelatihan, Status Pekerja, Rekruitmen, dan Penggunaan Alat Pelindung Diri ... 80

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Penentuan Harga a, b , c --- 44

4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan --- 46

4.2. Komposisi Responden Berdasarkan Umur --- 47

4.3. Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan--- 48

4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bekerja --- 49

4.5. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bermukim --- 50

4.6. Pekerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan --- 51

4.7. Rekruitmen Pekerja --- 52

4.8. Status Pekerja Bangunan --- 53

4.9. Penggunaan Alat Pelindung Diri --- 54

4.10. Alasan Keengganan Memakai Alat Pelindung Diri --- 55

4.11. Jumlah Pekerja yang Pernah Mengalami Kecelakaan--- 56

4.12. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja --- 57

4.13 Pengaruh Pengarahan terhadap Kecelakaan Kerja --- 58

4.14. Pengaruh Status Pekerja terhadap Kecelakaan Kerja --- 59

4.15 Pengaruh Rekuitmen terhadap Kecelakaan Kerja --- 59


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Kerangka Konsep Penelitian--- 9

4.1. Komposisi Responden Berdasarkan Umur --- 47

4.2. Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan--- 48

4.3. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bekerja --- 49

4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bermukim --- 50

4.5. Pekerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan --- 51

4.6. Rekruitmen Pekerja --- 52

4.7. Status Pekerja Bangunan --- 53

4.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri --- 54

4.9. Alasan Keengganan Memakai Alat Pelindung Diri --- 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Hasil Perhitungan Statistik Pengaruh Pelatihan K3 terhadap

Kecelakaan --- 88 2. Hasil Perhitungan Statistik Pengaruh Status Pekerja

terhadap Kecelakaan --- 89 3. Hasil Perhitungan Statistik Pengaruh Rekruitmen terhadap

Kecelakaan--- 90 4. Hasil Perhitungan Statistik Pengaruh Pemakaian Alat Pelindung Diri terhadap Kecelakaan --- 91 5. Kuesioner --- 92


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan industrialisasi yang sedang dilakukan khususnya peralihan pertanian ke industri hilir mengakibatkan meningkatnya pembangunan infrastruktur seperti pengembangan daya dukung jalan, industri konstruksi perkantoran, permukiman, perdagangan, pergudangan serta konstruksi pabrik. Pembangunan infrastruktur khususnya bangunan bertingkat pada hakekatnya merupakan unsur penting dalam usaha pengembangan pembangunan nasional. Dalam rangka menyediakan bangunan konstruksi yang layak dan berkualitas, selalu terdapat beberapa hambatan seperti kebutuhan modal, lahan yang sesuai peruntukan, konsultan perencana, kontraktor yang melibatkan banyak pekerja bangunan konstruksi, kepala tukang, tukang, dan kenek).

Perusahaan kontraktor berupaya menyelesaikan kontrak kerjanya sesuai bestek (gambar dan perhitungan bangunan rencana) selalu dengan melibatkan banyak pekerja bangunan. Pekerja bangunan yang sedang melakukan kegiatan pembangunan tidak terlepas dari berbagai rintangan (resiko) seperti tidak dibayarnya upah, penundaan pembayaran upah, dan kecelakaan kerja. Banyak pekerja bangunan yang mengalami kecelakaan yang diakibatkan kelalaian kerja, dan beberapa diantaranya


(17)

diakibatkan kurangnya pengetahuan serta tidak dilengkapinya alat pelindung diri dalam bekerja.

Departemen Pekerjaan Umum sebagai salah satu unsur pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan bidang konstruksi, telah melakukan berbagai upaya di dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah tersebut di atas baik dalam bentuk kebijakan-kebijakan maupun kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya. Upaya tersebut antara lain melalui penerbitan petunjuk teknis seperti Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006 dan penyelenggaraan Sosialisasi Sistem Manajemen K3 Konstruksi yang akan dilaksanakan pada hari ini. Selain itu beberapa kebijakan umum pemerintah yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan pada Bidang peraturan pemerintahan. Keppres 80 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi berikut peraturan pemerintahannya. Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007).

Kota Medan yang berbenah diri dengan pengembangan infrastruktur khususnya bangunan perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, apartemen, permukiman, serta pusat-pusat hiburan. Beberapa pembangunan hotel bertingkat tinggi yang sedang dilakukan di Kota Medan adalah, Hotel JW Marriot, Hotel Grand Antares.


(18)

Beberapa kejadian kecelakaan kerja yang dialami pekerja bangunan antara lain seorang pekerja bangunan terjatuh saat bekerja membangun Kantor Pemerintah Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara, sehingga mengakibatkan kematian (Sinar Indonesia Baru, 2008). Seorang buruh bangunan Jawa Barat Tewas terjatuh dari lantai 8 Hotel JW Marriot Medan di duga karena di lokasi itu tidak tersedia sistem keamanan dan keselamatan kerja yang baik. Sebelum kejadian ini ada juga buruh bangunan yang tewas terjatuh sekira bulan Juni-Juli 2007, tapi bukan karena terjatuh melainkan tertimpa kayu. Korban sempat dirawat di rumah sakit namun karena lukanya cukup serius, buruh itu akhirnya tewas (Admin, 2007). Korban kecelakaan kerja lainnya adalah korban kecelakaan kerja yang menjalani proses visum di rumah sakit Dr. Pirngadi Medan antara lain, kasus tewasnya dua karyawan PT. ACA di Pasar III, Desa Marindal, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang. Kedua tewas menyusul terjadinya ledakan tabung gas di perusahaan tersebut (Admin, 2007). Renovasi bangunan tua yang diperkirakan berusia 100 tahun lebih, memakan jiwa. Bangunan di jalan Halat, Medan ini ambruk dan menimpa lima pekerja. Satu tewas dan empat luka-luka. Pekerja ini tengah bekerja bersama rekannya di sisi kanan bangunan yang memiliki tembok setinggi 9.5 meter, namun tiba-tiba tembok itu ambruk dan menimpa mereka. Pekerja yang tewas akibat luka parah di kepala. Sedangkan pekerja lainnya mengalami luka ringan di kaki, tangan dan kepala (Karo-karo, 2007).

Kecelakaan kerja lainnya adalah seorang pekerja bangunan tewas seketika dan satu orang lagi kritis akibat tersengat arus listrik di Jalan Pasar III Kecamatan Medan


(19)

Timur. Diduga kecelakaan tersebut akibat kelalaian keduanya saat bekerja, sebab kedua pekerja ini tidak dilengkapi alat penunjang kerja yang memadai ketika melakukan pemasangan canopy di lantai dua yang dilintasi oleh kabel listrik berkekuatan tinggi.

Selanjutnya, dua korban tewas akibat ledakan tabung gas milik PT. AK di Jalan. Pertahanan Pasar V, Desa Patumbak II, Kecamatan Patumbak, Kab. Deli Serdang. Serta kasus tewasnya dua anggota Badan SAR Nasional diduga akibat terhirup asap genset (Admin, 2007). Kecelakaan kerja yang diakibatkan kerja sangat menurut dilaksanakannya upaya kecelakaan kerja yang diakibatkan kerja sangat menuntut manejer hingga pada buruh bangunan harian, baik pekerja bangunan dengan status pekerja tetap, pekerja borongan, maupun pekerja lepas harian.

Masih tingginya angka kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di tempat kegiatan konstruksi serta adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja, diperlukan upaya-upaya ke depan untuk mewujudkan tercapainya “Zero accident” di tempat kegiatan konstruksi. Pengguna jasa yang dalam hal ini adalah para kepala satker/pemimpin pelaksana/pemilik bangunan selaku penanggung jawab langsung pelaksanaan konstruksi di lapangan, menempati posisi kunci dalam penerapan sistem manajemen kesehatan dan kecelakaan kerja (K3) pada kegiatan konstruksi. Maka untuk dapat melihat faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan dibutuhkan suatu penelitian yang komprehensif (Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007).


(20)

Hasil evaluasi atasi kejadian-kejadian kecelakaan kerja selama ini dapat disimpulkan beberapa faktor penyebab terjadi kecelakaan baik yang telah menimbulkan korban jiwa maupun luka-luka sebagai berikut terjadinya kegagalan konstruksi yang antara lain disebabkan tidak dilibatkan ahli teknik konstruksi, penggunaan metoda pelaksanaan yang tepat, lemahnya pengawasan pelaksanaan konstruksi di lapangan, belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang menyangkut K3 yang telah ada, lemahnya pengawasan penyelenggaraan K3, kurang memadainya baik dalam kualitas dan kuantitas ketersediaan alat pelindung diri (APD), faktor lingkungan sosial ekonomi dan budaya pekerja dan kurang disiplinnya para tenaga kerja di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3, antara lain pemakaian alat pelindung diri kecelakaan kerja (Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007).

Dalam suatu pekerjaan konstruksi yang melibatkan banyak tenaga kerja dibutuhkan suatu manajemen terpadu dari keselamatan kerja yang dimenej pihak pemborong utama, sehingga setiap pekerja baik pekerja tetap maupun pemborong-pemborong sub harus mematuhi sistem manajemen keselamatan kerja yang ditetapkan pemborong utama.

Departemen Pekerjaan Umum sebagai salah satu unsur pemerintah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan di bidang konstruksi, telah melakukan berbagai upaya di dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintah tersebut di atas baik dalam bentuk kebijakan-kebijakan maupun kegiatan-kegiatan pembinaan lainnya. Upaya tersebut antara lain melalui penerbitan petunjuk teknis


(21)

seperti Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah Tahun Anggaran 2006 dan penyelenggaraan Sosialisasi Sistem Manajemen K3 Konstruksi. Selain itu beberapa kebijakan umum pemerintah yang dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan pada bidang Konstruksi antara lain UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi berikut peraturan pemerintahnya, Kepres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia, 2007).

Berdasarkan survei awal para pekerja bangunan yang membangun bangunan hotel, secara umum telah menggunakan beberapa jenis alat pengamanan diri seperti topi proyek, sepatu bot, sarung tangan, kaca mata hitam, jaring dan pengikat tubuh untuk pekerjaan yang berada pada ketinggian.

Untuk lebih mengetahui pengaruh penerapan SMK 3 terhadap pekerja bangunan, maka dibutuhkan suatu penelitian komprehensif dengan judul “Bagaimanakah Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan di Kota Medan”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan besar jumlah pekerja bangunan yang mengalami kecelakaan kerja pada saat melaksanakan pekerjaannya, serta latar belakang penelitian di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah:


(22)

1. Upaya-upaya apakah yang telah dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja pada Pekerja Bangunan di Kota Medan.

2. Bagaimana Pengaruh Pelatihan K3 terhadap kecelakaan kerja. 3. Bagaimana Pengaruh Rekruitment terhadap kecelakaan kerja. 4. Bagaimana Pengaruh Status Pekerja terhadap kecelakaan kerja.

5. Bagaimana Pengaruh Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap kecelakaan kerja.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mengkaji upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja pada pekerja bangunan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat hubungan karakteristik pekerja bangunan dengan pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan.

2. Untuk melihat bagaimana pengaruh pelatihan K3 terhadap kecelakaan pada pekerja bangunan.

3. Untuk melihat bagaimana pengaruh rekruitment terhadap kecelakaan pada pekerja bangunan.

4. Untuk melihat bagaimana pengaruh status pekerja terhadap kecelakaan pada pekerja bangunan.


(23)

5. Untuk melihat bagaimana pengaruh penggunaan alat pelindung diri terhadap kecelakaan kerja pada pekerja bangunan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah manfaat untuk:

1. Ilmu pengetahuan, sebagai bahan masukan untuk pengembangan wahana ilmu pengetahuan tentang upaya pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan.

2. Masyarakat, sebagai informasi tentang upaya pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan.

3. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka kebijakan tentang upaya pencegahan kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan.

1.5. Kerangka Konsep Penelitian

Pembangunan konstruksi disadari sangat dibutuhkan dalam menggerakkan roda perekonomian, di mana kegiatan perkembangan ekonomi akan menjadi berkembang baik jika didukung dengan sarana prasarana yang baik.

Pembangunan konstruksi selain terkait dengan besarnya modal, investor, lahan, bahan baku juga sangat dipengaruhi sumberdaya manusia yang melaksanakannya. Di mana pelaksanaan tersebut akan banyak merekrut tenaga kerja mulai dari studi kelayakan konstruksi, design engineering detail (DED), kontrak kerja, pelaksana lapangan.


(24)

Pelaksana lapangan yang sering juga disebut dengan pekerja bangunan meliputi site manajer, supervisi, mandor, kepala tukang, tukang, kenek serta konsultan pengawas secara bersama bekerja untuk mewujudkan konstruksi yang diinginkan.

Dalam melaksanakan kegiatan tersebut pekerja bangunan menjadi kelompok yang sangat beresiko mengalami kecelakaan kerja. Sehingga dibutuhkan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi secara langsung akan mempengaruhi kinerja dari pekerja bangunan tersebut.

Rekruitment

Alat Pelindung Diri Status Pekerja

Rekruitment Pelatihan K3

Kecelakaan Kerja (Ya/Tidak)

Alat Pelindung Diri


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecelakaan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat kerja.

Menurut Suma’nur (1987) kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu: (1) Kecelakaan akibat langsung pekerjaan, (2) Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Ditinjau dari aspek yuridis K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien, jika ditinjau dari efek teknis K3 adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan kedalam sistem manajemen yang disebut SMK3 (Somaryanto, 2002).


(26)

Tujuan dari upaya kesehatan kerja adalah untuk:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien (Sama’nur, 1992).

Menurut Dewi (2006), dalam hubungan kondisi-kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja adalah sarana utama dalam pencegahan penyakit, cacat kematian yang disebabkan oleh penyakit akibat hubungan kerja. Kesehatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.

Secara filosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993).

Menurut Suma’nur (1987) keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Di mana sasaran keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara.

Keselamatan dan kesehatan kerja ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis adalah upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki


(27)

tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien. Peninjauan dari aspek teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK 3 (Soemaryanto, 2002).

Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan kebijakan dari manajemen perusahaan, sehingga sekali kebijakan telah ditetapkan akan menjadi pedoman pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkungan perusahaan sampai diterbitkannya kebijakan lain yang menggantikan kebijakan terdahulu.

Menurut Muhammad (2005) kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan hubungan kerja.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan ini ditanda tangani oleh pengusaha dan atau pengurus.

Menurut Tunggal S. W (1996) tahapan keselamatan dan kesehatan kerja memiliki beberapa tahapan antara lain:


(28)

1. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko.

Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan produk barang dan tanda jasa harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana untuk memenuhi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, karenanya harus dipelihara dan ditetapkan prosedurnya.

2. Peraturan Perundangan dan Peraturan Lainnya

Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi dan pemahaman keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan organisasi yang bersangkutan manajemen organisasi juga harus menjelaskan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja.

3. Tujuan dan Sasaran Manajemen

Tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan ditetapkan oleh organisasi sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:

a. Dapat diukur,

b. Satuan/indikator pengukuran, c. Sasaran pencapaian,

d. Jangka waktu pencapaian. 4. Indikator Kerja

Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan dan kesehatan kerja organisasi harus menggunakan indikator yang dapat diukur sebagai penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian sistem manajemen K3.


(29)

Kecelakaan yang didefinisikan sebagai kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian fisik (Physical harm) atas orang atau kerusakan atas milik atau harta benda (property). Kecelakaan terjadi adalah sebagai akibat dari kontak dengan sumber energi (kinetik, kimia, dan panas) yang melebihi nilai ambang batas. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja (Notoatmodjo S, 1996).

Terjadinya kecelakaan kerja merupakan rangkaian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain (H.W. Heinrich, 1980): 1. Ancestry dan Social Environment, yaitu faktor keturunan, keras kepala, gugup,

penakut, iri hati, sembrono, tidak sabar, pemarah, tidak mau bekerjasama, tidak mau menerima pendapat orang lain, dan lain-lain.

2. Fault of person, yaitu merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan: a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah,

b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,

c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat.

3. Unsafe actions anda unsafe conditions, yaitu tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik memudahkan terjadinya kecelakaan. Contoh tindakan tidak aman (unsafe actions), yaitu:

a. Mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya/tanpa perintah, b. Membuat alat pengaman yang bukan tugasnya,


(30)

c. Menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan, d. Kurang pengetahuan dan keterampilan,

e. Tidak memakai salah satu alat pelindung diri, f. Kesalahan memberikan peringatan atau keamanan, g. Memakai peralatan yang rusak,

h. Menggunakan peralatan yang sesuai, i. Mengangkat dengan cara yang salah, j. Posisi kerja yang tidak sesuai,

k. Memperbaiki peralatan yang sedang bergerak, l. Bekerja sambil bercanda,

m. Bekerja tidak konsentrasi,

n. Bekerja sambil merokok/makan,

o. Meminum minuman keras dan obat-obatan terlarang, p. Cacat tubuh yang tidak jelas kelihatan,

q. Kelelahan dan kelesuan.

Kondisi tidak aman sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara lain:

a. Mesin tidak diberi pagar pengaman, b. Pagar pengaman tidak berfungsi,

c. Kerusakan alat, peralatan dan substansi/bahan baku yang digunakan, d. Disain dan konstruksi bangunan/tempat bekerja yang tidak benar, e. Ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan,


(31)

f. Tidak ada ada sistem peringatan keselamatan di tempat kerja, g. Bahaya kebakaran dan ledakan,

h. Kemacetan alat/peralatan yang digunakan, i. Pemeliharaan kebersihan di bawah standar,

j. Kondisi lingkungan yang tidak kondusif (panas, bising, cahaya, tidak memadai),

k. Cara penyimpanan yang berbahaya, l. Tidak ada prosedur kerja,

m. Adanya pemakaian bahan-bahan yang mudah terbakar, n. Tata letak area kerja yang tidak baik.

4. Accident, yaitu peristiwa kecelakaan (tertimpa benda, jatuh terpeleset, rambut tergulung mesin, dan lain-lain) yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh berbagai kerugian.

5. Injuri, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat/ parah), cacat dan bahkan kematian (Allen and Friends, 1976).

Menurut Notoatmodjo (2003), terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor utama yaitu fisik dan faktor manusia. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi keselamatan misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan dan sebagainya. Menurut hasil penelitian 85 % kecelakaan kerja terjadi karena faktor-faktor manusia. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.


(32)

2.2. Penyebab Kecelakaan

Terjadinya kecelakaan kerja umumnya disebabkan beberapa faktor antara lain faktor manusia, peralatan, manajemen dan lokasi kerja. Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:

(a) Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya: karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.

(b) Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan yang kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat disebabkan faktor karakteristik pekerja, demikian halnya kurangnya kemampuan/pelatihan, rekruitmen pekerja yang tidak benar, kelelahan akibat jam kerja yang berlebih, serta minimnya pengawasan terhadap pekerja (Notoadmojo S, 1996).

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja (kecelakaan kerja) dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni: a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan,

b. Klasifikasi menurut penyebab,

c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan,


(33)

H.W.Heinrich, 1980, mengatakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu rangkaian yang berkaitan satu dengan yang lainnya, antara lain: 1. Ancestry and Social Environment, yaitu faktor keturunan, keras kepala, gugup,

penakut, iri hati, sembrono, tidak sabar, pemarah, tidak mau bekerja sama, tidak mau menerima pendapat orang lain, dan lain-lain.

Fault of person, yaitu merupakan rangkaian dari faktor keturunan dan lingkungan yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan seseorang melakukan kesalahan-kesalahan: a. Pendidikan, pengetahuan dan keterampilan rendah,

b. Karena seseorang tidak memenuhi syarat secara fisik,

c. Keadaan mesin atau lingkungan fisik yang tidak memenuhi syarat.

2. Unsafe actions an unsafe conditions, yaitu tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik memudahkan terjadinya kecelakaan. Contoh tindakan tidak aman (unsafe actions) yaitu: mengerjakan pekerjaan yang bukan tugasnya/tanpa perintah, membuat alat pengaman yang bukan tugasnya, menjalankan mesin dengan kecepatan yang membahayakan, kurang pengetahuan dan keterampilan, tidak memakai salah satu alat pelindung diri, kesalahan memberikan peringatan atau keamanan, memakai peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, mengangkat dengan cara yang salah, posisi kerja yang tidak sesuai, memperbaiki peralatan yang sedang bergerak, bekerja sambil bercanda, bekerja tidak konsentrasi, bekerja sambil merokok/makan, meminum minuman keras dan


(34)

obat-obatan terlarang, cacat tubuh yang tidak jelas kelihatan, kelelahan dan kelesuan.

3. Kondisi tidak aman sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara lain: mesin tidak diberi pagar pengaman, pagar pengaman tidak berfungsi, kerusakan alat, peralatan dan substansi/bahan baku yang digunakan, desain dan konstruksi bangunan/tempat bekerja yang tidak benar, ventilasi yang tidak memenuhi persyaratan, tidak ada sistem peringatan keselamatan di tempat kerja, bahaya kebakaran dan ledakan, kemacetan alat/peralatan yang digunakan, pemeliharaan kebersihan di bawah standar, kondisi lingkungan yang tidak kondusif (panas, bising, cahaya tidak memadai), cara penyimpanan yang berbahaya, tidak ada prosedur kerja, adanya pemakaian bahan-bahan yang mudah terbakar, tata letak area kerja yang tidak baik.

4. Accident, yaitu peristiwa kecelakaan (tertimpa benda, jatuh terpeleset, rambut tergulung mesin, dan lain-lain) yang menimpa pekerja dan umumnya disertai oleh berbagai kerugian.

5. Injury, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan cedera (luka ringan, luka berat/ parah), cacat dan bahkan kematian (Allen and Friends, 1976).

2.3. Perusahaan Konstruksi

Perusahaan konstruksi secara umum dikenal sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi bangunan, tower, jembatan, dermaga, lapangan terbang dan sebagainya.


(35)

Pengertian perusahaan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan adalah: “Setiap bentuk usaha yang menjalanan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, bekerja serta berkedudukan di wilayah Indonesia dengan tujuan utama mencari keuntungan. Pengertian lainnya tentang perusahaan termaksud dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep. 150/MEN/2000 memberikan batasan perusahaan sebagai berikut “Perusahaan adalah: a. setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, (b) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang tidak berbentuk perusahaan tetapi mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah, kecuali usaha-usaha sosial yang pembiayaannya tergantung subsidi pihak lain dan lembaga-lembaga sosial milik lembaga diplomatik.

Demikian halnya perusahaan konstruksi merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam biang konstruksi. Konstruksi menurut Dipohusudo (1996) merupakan upaya pembangunan yang tidak hanya ditekankan pada pelaksanaan pembangunan fisiknya saja, tetapi juga mencakup arti sistem pembangunan secara utuh dan lengkap sehingga dapat dioperasikan sesuai dengan tujuannya. Jenis-jenis perusahaan Jasa Konstruksi terdiri dari beberapa perusahaan antara lain (1) perumahan untuk tempat tinggal; (2) gedung perkantoran berlantai banyak; (3) bangunan industri; (4) jembatan; (5) jalan; (6) lapangan terbang (7) pelabuhan (8) kilang minyak dan sebagainya. Berdasarkan hal-hal di atas maka perusahaan jasa konstruksi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:


(36)

1. Perusahaan konstruksi rancang bangun

Konstruksi rancang bangun meliputi konstruksi bangunan gedung, jembatan jalan, bangunan air, lapangan terbang dan sebagainya.

2. Perusahaan konstruksi pemasangan peralatan-peralatan listrik dan mesin

Konstruksi pemasangan peralatan-peralatan listrik dan mesin. Pemasangan peralatan listrik meliputi instalasi penerangan, instalasi tenaga listrik, instalasi telepon, pemasangan peralatan-peralatan mesin meliputi pintu-pintu air dan katub-katub, saringan-saringan, tangki-tangki bahan/bakar air/gas dan sebagainya.

3. Perusahaan konstruksi pengadaan barang

Konstruksi pengadaan barang yaitu konstruksi baik sebagian maupun seluruhnya yang berhubungan dengan pengadaan (a) peralatan kerja (b) peralatan listrik (c) peralatan mesin (c) peralatan laboratorium, (e) bahan bangunan.

4. Perusahaan konstruksi jasa

Konstruksi jasa yaitu konstruksi baik sebagian atau seluruhnya yang berhubungan dengan bantuan-bantuan, nasehat-nasehat, rancangan-rancangan pemasangan peralatan-peralatan dan sebagainya.

Bush (1983) membagi atau mengelompokkan industri menjadi 3 (tiga) golongan besar, yaitu:

1. Konstruksi perteknikan yang dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu (a) konstruksi jalan raya, misalnya penggalian, pengerasan jalan, jembatan dan sebagainya; (b) konstruksi berat misalnya pembuatan bendungan, saluran air dan sebagainya.


(37)

2. Konstruksi industri, misalnya: pembuatan kilang minyak, peleburan biji besar dan sebagainya.

3. Konstruksi bangunan, misalnya bangunan pabrik, tempat tinggal, gedung dan sebagainya.

2.4. Pekerja Bangunan

Beberapa peristilahan mengenai tenaga kerja dipengaruhi oleh posisi dan tempat tenaga kerja tersebut bekerja. Misalnya ada yang menyebut buruh, karyawan atau pegawai. Namun sesungguhnya dapat dipahami bahwa maksud dari semua peristilahan tersebut adalah sama, yaitu: orang yang bekerja pada orang lain dan mendapat upah sebagai imbalannya. Maka berdasarkan rumusan tersebut, maka yang dimaksud dengan tenaga kerja (pekerja/karyawan/buruh/buruh atau pegawai itu mencakup pegawai swasta maupun pegawai negeri (Sipil dan Militer) (Prinst, 1994).

Maimun (2004) berpendapat pekerja/buruh dewasa (biasa disebut pekerja/ buruh) adalah tiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Di mana dalam definisi tersebut dua unsur yaitu unsur orang yang bekerja dan unsur menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Selanjutnya Maimun (2004) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Pengertian tenaga kerja mencakup pekerja/buruh, pegawai negeri, tentara, orang yang sedang mencari


(38)

pekerjaan, orang-orang yang berprofesi bebas seperti pengacara, dokter, pedagang, penjahit dan lain-lain.

Menurut Anwar (1991) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan di dalam atau di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang-barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengertian ini sangat luas karena meliputi juga pegawai negeri yang bekerja pada Instansi pemerintah yang dilindungi undang-undangan kepegawaian. Sedangkan buruh adalah pekerja di suatu perusahaan, dan dalam melakukan pekerjaannya harus tunduk pada perintah dan peraturan kerja yang diadakan oleh pengusaha (majikan) yang bertanggung jawab dalam lingkungan perusahaannya, dan buruh/pekerja akan memperoleh upah serta jaminan hidup lainnya yang wajar dari pengusaha (majikan).

Menurut Suprihanto (1986) tenaga kerja terbagi 2 jenis, yaitu: angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja masih dibagi lagi yaitu golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga dan golongan yang lain atau penerima pendapatan atau kelompok potensial alboruf force.

Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja, di bawah perintah pemberi kerja (bisa perseroan, pengusaha, dan hukum atau ada lainya, dan atas jasa dalam bekerja yang bersangkutan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, dengan kata lain tenaga kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila ia melakukan pekerjaan di dalam


(39)

hubungan kerja dan di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tenaga kerja yang bekerja di bawah perintah orang lain dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain tetapi tidak di dalam hubungan kerja seperti tukang semir sepatu, bukan merupakan pekerja (Maimun, 2004).

Dalam Undang No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja dan Undang-Undang No. 2/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memperluas pengertian pekerja/buruh, sehingga meliputi:

1). Magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam hal mereka menerima upah.

2). Mereka yang memborong pekerjaan yang dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan kecuali jika mereka yang memborong pekerjaan itu sendiri yang menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan.

3). Mereka yang bekerja pada seorang yang memborongkan pekerjaan yang biasanya dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan. Mereka itu dianggap bekerja di perusahaan majikannya yang memborongkan itu sendiri (menjalankan suatu perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dalam mana pekerjaan yang diborongkan itu dikerjakan).

4). Orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti kerugian karena kecelakaan selama mereka menjalani hukuman.


(40)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Keperawatan. 68/MEN/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, menyebutkan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam pelaksanaan pekerjaan bangunan sangat sering mengalami kecelakaan seperti terjatuh, tertimpa, terpeleset, terpotong, tertusuk oleh material bangunan, hal ini disebabkan beberapa hal, yaitu:

1). Kurangnya pelatihan bangunan sehingga dalam melaksanakan pekerjaannya sering mengalami kendala.

2). Besar kecilnya pendapatan pekerja akan mempengaruhi ketenangan pekerja dalam bekerja.

3). Sistem perekrutan pekerja bangunan tersebut, yang selalu mengutamakan jumlah dibandingkan kualitas pekerja bangunan.

4). Lamanya jam kerja, akan berpengaruh dengan tingkat keletihan dari pekerja tersebut.

5). Status pekerja bangunan yang kurang menjalani keberadaan pekerjaan tersebut, sehingga banyak pekerja yang diberhentikan tanpa melalui prosedur yang layak. 6). Minimnya pengadaan keselamatan, dan kesehatan kerja pekerja bangunan,

sehingga pekerja tidak terbebas dari kecelakaan kerja.

7). Pengetahuan pekerja sangat mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugasnya.


(41)

8). Banyaknya jumlah anggota akan mempengaruhi pekerja, karena pekerja tersebut harus membiayai anggota keluarga.

9). Peralatan yang digunakan, di mana semakin baik peralatan yang digunakan maka kecelakaan kerja juga akan semakin kecil.

10). Lancarnya penggajian, semakin lancar penggajian (tanpa penundaan gajian) akan memberikan perasaan tenang bagi pekerja bangunan, lokasi tempat bekerja, akan memberikan konstribusi pada keselamatan kerja, di mana pekerja yang bekerja di tempat ketinggian selayaknya lebih ditingkatkan keselamatan kerjanya, sistem komunikasi pekerjaan, sistem penggajian, jarak rumah dengan proyek.

2.5. Aspek Sosial Ekonomi

Suatu pembangunan sering dipadang sebagai proses multi dimensional dari berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya, aspek teknis dan aspek administrasif.

Namun dalam kenyataannya beberapa aspek tersebut, sering sekali diabaikan sehingga setelah kegiatan dilakukan secara langsung membawa dampak negatif terhadap kegiatan tersebut, aspek tersebut antara lain aspek sosial, aspek budaya (Soemarwoto, 1997).

Salim (1995) mengatakan bahwa dalam kegiatan pembangunan


(42)

berhubungan satu dengan yang lain, bahkan kadang-kadang bisa berbenturan dengan kelompok lainnya, sehingga dapat mengakibatkan nilai-nilai sosial satu dengan yang lainnya menjadi berbeda. Dalam keadaan ini timbullah ketidakseimbangan

(disequilibrium) dalam sistem nilai sosial.

Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia No. 51 Tahun 1993 jo Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. Kep.14/MENHEL/3/1994, yang perlu mendapat perhatian dalam analisis dampak sosial ekonomi adalah:

1. Karakteristik demografis (struktur, dinamikan, mobilitas, kepadatan, dan lain-lain),

2. Kesempatan kerja dan berusaha,

3. Pola pemikiran dan penguasaan sumber daya alam, 4. Tinkat pendapatan penduduk,

5. Sarana dan prasarana perekonomian (lembaga perbankan, pasar pusat perbelanjaan, pelabuhan/terminal, jalan dan lain-lain),

6. Pola pemanfaatan sumber daya.

Pembangunan dengan tujuan pengembangan ekonomi serta menciptakan perubahan kearah yang lebih baik untuk mengejar ketertinggalan suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya. Pengaruh sosial ekonomi yang cenderung mengarah negatif akan memberikan pengaruh lain bagi keberlangsungan kegiatan pembangunan tersebut, itulah sebabnya dalam mengendalikan dampak suatu kegiatan harus dengan melibatkan masyarakat di sekitar proyek tersebut, karena secara


(43)

keseluruhan tujuan dari pembangunan adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat (Salim, 1988).

Kegiatan pembangunan cenderung menimbulkan pengaruh terhap lingkungan hidup, antara keselarasan kehidupan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Namun pembangunan mutlak diperlukan dalam mengembangkan kemampuan bertahap hidup manusia, sehingga manusia tidak akan pernah terlepas dari pembangunan (Salim, 1988).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial yang memberikan arti bahwa kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman batin, yang dimungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi masyarakat serta kewajiban manusia sesuai Pancasila.

Menurut Soeratmo (1991) komponen lingkungan sosial ekonomi yang dianggap penting untuk diketahui:

1. Pola perkembangan penduduk (jumlah, umur, perbandingan kelamin dan lain sebagainya). Pola perkembangan penduduk pada masa-masa yang lalu sampai sekarang perlu diketahui.


(44)

2. Pola perpindahan erat hubungannya dengan perkembangan penduduk, pola perpindahan antara lain: perpindahan keluar masuk ke satu daerah secara umum, serta pola perpindahan musiman dan tetap.

3. Pola perkembangan ekonomi, pola perkembangan ekonomi masyarakat erat hubungannya pula dengan perkembangan penduduk, perpindahan, keadaan sumber daya alam yang tersedia.

Soeratmo (1991) menjelaskan dalam memilih komponen-komponen tersebut pula diprioritaskan komponen-komponen yang merupakan komponen kritis atau sangat penting dalam menentukan kehidupan masyarakat setempat komponen lingkungan sosial ekonomi kritis khususnya untuk negara berkembang antara lain: a. Penyerapan tenaga kerja,

b. Berkembangnya struktur ekonomi, c. Peningkatan pendapatan masyarakat, d. Perubahan lapangan pekerjaan.

Kesehatan masyarakat dan masalah sumber daya yang sangat langka dan serta sangat dibutuhkan masyarakat.

Faktor sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting karena faktor tersebut mengemukakan aspek khusus dari lingkungan manusia dan perubahan paling kritis yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan. Pelaksanaan

pembangunan yang sering mengakibatkan perubahan aspek fisik dan biologis akan memberikan dampak pada aspek sosial. Perubahan yang terjadi pada aspek sosial dari


(45)

suatu pembangunan secara simultan akan diperkuat oleh perubahan yang terjadi pada aspek-aspek fisik dan biologis (Pelly, 1991).

Selanjutnya kerangka pemikiran utama terhadap dampak sosial harus

dilaksanakan dengan membandingkan antara keadaan masa kini dan masa mendatang dengan memperhitungkan:

a. Jika pembangunan dilakukan, b. Jika kegiatan tidak dilakukan.

c. Bagaimana masa depan lebih baik dengan pelaksanaan kegiatan pembangunan (Pelly, 1991).

Menurut Mun dalam Fandeli (1992) cara pendugaan dampak komponen sosial ekonomi dapat diklasifikasikan atas dasar dua kelompok, yaitu kelompok ekstrapolasi dan kelompok normative. Kedua kelompok tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kelompok ekstrapolasi yang dasarnya melakukan pendugaan yang didasarkan

pada kondisi masa yang lalu masa kini secara konsisten. Adanya dampak sosial ekonomi dalam kurun waktu tertentu akan dapat dipergunakan untuk memperkirakan kondisi yang akan datang secara linier atas dasar trend yang ada. 2. Kelompok Normative merupakan metode yang dilakanakan dengan cara

menentukan sasaran (kondisi sosial ekonomi) terlebih dahulu, kemudian untuk mencapai sasaran ini dilakukan pendugaan terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, pada saat ini dan waktu-waktu mendatang hingga kurun waktu yang ditentukan.


(46)

2.6. Aspek Sosial Budaya

Pembangunan di tengah masyarakat yang telah berkembang secara umum akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan perikehidupan masyarakat. Keadaan ini secara lambat laun akan menghasilkan persesuaian budaya masyarakat setempat dengan budaya pendatang, namun sering sekali budaya setempat tidak mampu menyerap budaya yang datang.

Kemampuan suatu budaya untuk mempengaruhi budaya lainnya sangat tergantung dari keluwesan budaya tersebut menyesuaikan dengan keadaan

lingkungannya. Budaya yang demikian akan bertumbuh kembang dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tersebut. Untuk membuktikan besarnya pengaruh aspek sosial budaya terhadap laju pembangunan masih sering dilupakan, sehingga aspek sosial budaya tersebut sering tidak diteliti (Koentjaraningrat, 2000).

Soeratmo (1991) mengemukakan bahwa pengaruh sosial budaya terhadap pembangunan masih sangat jarang dilakukan dengan prinsip analisis dampak dan pendugaan dampaknya. Kenyataannya dampai sosial ekonomi akan terasa nyata, jika dampak sosial budaya terasa lebih dahulu, di samping itu sering dijumpai dampak


(47)

suatu aktivitas proyek pada aspek sosial ekonomi tetapi negatif pada aspek sosial budaya atau keadaan sebaliknya.

Dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan di Indonesia mengisyaratkan secara nyata perlunya mempertimbangkan faktor adat-istiadat, tata cara interaksi keanekaragaman tata nilai dan norma yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, maka dalam pembangunan kebudayaan masyarakat di sekitar areal pembangunan harus menjadi acuan dalam pelaksanaan (Fandeli, 1992).

Berdasarkan Pedoman Penyusunan AMDAL di Indonesia menyebutkan bahwa pengaruh pembangunan industri terhadap lingkungan sosial budaya adalah: 1. Keadaan struktur penduduk termasuk jumlah kepadatan penduduk termasuk

jumlah kepadatan, keanekaragaman penduduk, serta pola mobilitas penduduk. 2. Perikehidupan sehari-hari, adat-istiadat, tata cara interaksi keanekaragaman tata

nilai dan norma.

3. Sikap, nilai dan persepsi terhadap lingkungannya dan kehidupan lingkungannya. 4. Distribusi kekuasaan, sistem stratifikasi sosial, diversikan dalam masyarakat. 5. Integrasi dari berbagai kelompok masyarakat.

6. Sejarah budaya yang patut dipelihara.

7. Keadaan dan sistem kekuasaan (Soeratno, 1991).

Integrasi dari berbagai kelompok masyarakat harus menjadi pertimbangan lainnya untuk mewujudkan suatu pembangunan bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu dalam bidang analisis mengenai dampak lingkungan selalu dimintakan pendapat dan


(48)

pandangan-pandangan lembaga swadaya masyarakat (organisasi masyarakat) untuk mencarikan solusi yang baik dan dapat diterima berbagai pihak dalam pelaksanaan pembangunan tersebut (Soeratmo, 1991).

Selaras dengan pendapat Salim, Koetjaraningrat (2000) mengatakan bahwa unsur kebudayaan dapat ditinjau dari: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.

2.7. Rekruitmen

Rekruitmen pekerja merupakan pintu gerbang dalam peningkatan

keberhasilan suatu perusahaan, perusahaan akan mendapatkan para staf dan pekerja yang handal dan mampu berproduksi optimal, jika rekruitmen pekerja tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan, penempatan pekerja tersebut disesuaikan dengan keahlian masing-masing.

Mangkunegara (2000) mengatakan bahwa rekruitmen adalah suatu sistem penjaringan/pemilihan tenaga kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan yang diinginkan, dengan mempertimbangkan harapan perusahaan terhadap pekerja yang akan direkrut. Selanjutnya Simamora (1995) mengatakan bahwa rekruitmen adalah tingkat persyaratan minimum yang dapat dipenuhi oleh pekerja terhadap keinginan perusahaan untuk dapat diterima sebagai bagian dari perusahaan yang merekrutnya.


(49)

2.8. Status Pekerja

Status pekerja secara umum didefinisikan adalah sebagai kedudukan dan posisi seseorang dalam suatu sistem organisasi perusahaan. Status seseorang menjadi unsur penting dalam penentuan keterlibatannya dalam menumbuh kembangkan organisasi yang dimasukinya.

Status pekerja selalu mempengaruhi seseorang dalam mencarikan solusi dalam suatu kegiatan perusahaan, serta mampu membangkitkan perasaan nyaman bagi pekerja yang telah mengetahui statusnya, serta mengakibatkan ketidak nyamanan bagi pekerja lainnya.

Mangkunegara (2000) mengatakan bahwa status pekerja dalam bekerja sangat terkait erat kemampuannya dalam meningkatkan kinerja pekerjaannya, serta dapat memberikan perasaan nyaman bagi pekerja tersebut.

2.9. Pelatihan

Program pelatihan bagi tenaga kerja diusahakan agar tenaga kerja mendengar, memahami dan menghayati pekerjaannya dalam usaha untuk menaikkan kinerja serta meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam usaha menanamkan

kesadaran dan pemahaman cara kerja yang aman, sehat dan selamat. Pelatihan ini dapat dilakukan berupa kursus, ceramah, diskusi, pemutaran slide, bulletin atau


(50)

majalah dan dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar perusahaan, bekerjasama dengan lembaga dan instansi terkait lainnya.

Pelatihan yang diterima pekerja harus dapat diimplementasikan dalam sistem kerja, sehingga pekerjaan yang dilakukan dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari sebelumnya, serta mampu lebih meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja.

2.10. Alat Pelindung Diri

Menurut Suma’mur (1992) alat pelindung diri merupakan cara terakhir yang harus dilakukan untuk mencegah kecelakaan apabila program pengendalian lain tidak mungkin dilaksanakan, artinya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja hendaknya dianalisis sedemikian rupa sehingga sistem kerja tidak mendatangkan akibat negatif terhadap para pekerja. Namun jika pencegahan lainnya tidak dapat diefektifkan maka alat pelindung dirilah yang akan dilakukan.

Alat pelindung diri yang sering digunakan antara lain:

1. Helmet, melindungi kepala terhadap kemungkinan tertimpa benda jatuh atau menghindari cedera kepala akibat benturan benda berat,

2. Earplug/earmuff, sebagai alat pelindung telinga karena bekerja di daerah kebisingan akibat penggerindaan dan pemukulan,

3. Sarung tangan, melindungi jari dan tangan pekerja dari goresan, benturan dan pengaruh sinar las. Sarung tangan terbuat dari kain yang nyaman serta memungkinkan jari dan tangan bergerak bebas. Untuk melindungi dari pengaruh sinar las maka sarung tangan terbuat dari kulit,


(51)

4. Masker, untuk melindungi wajah dari pengaruh sinar pada waktu bekerja, 5. Apron, baju panjang dari bahan karet timbal dengan daya serap radiasi.

Menurut Sama’mur (1986) syarat-syarat alat pelindung diri yang dipergunakan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Enak dipakai pada kondisi pekerja yang sesuai dengan disain alat,

2. Tidak mengganggu kerja, dalam arti alat pelindung diri ini harus sesuai dengan tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak pengguna,

3. Memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya yang khusus sebagaimana alat pelindung tersebut didesain,

4. Harus tahan lama,

5. Mudah dibersihkan dan dirawat pekerja,

6. Harus ada disain, konstruksi, pengujian dan penggunaan APD yang sesuai standar.

2.11. Pengawasan

Yang dimaksud dengan pengawasan pada hakekatnya adalah suatu pembinaan dengan kegiatan memeriksa, mengukur, mengevaluasi, dan menetapkan tindak lanjut dari hasil pelaksanaan suatu fungsi dan tugas yang telah ditetapkan. Pengawasan harus dilakukan oleh anggota P2K3 di unit kerja adalah melakukan pemeriksaan K3 untuk mengetahui sampai berapa jauh penerapan K3 di unit kerja dengan obyek pemeriksaan antara lain (1) kebersihan lingkungan kerja, (2) keadaan atau kondisi yang dapat membahayakan, (3) sikap yang dapat membahayakan.


(52)

Secara umum pengawasan dapat dilakuakan oleh pihak internal perusahaan dan pengawasan yang dilakukan eksternal oleh pemerintah. Pengawasan internal perusahaan ditujukan sejauhmana program-program K3 yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan. Sedangkan pengawasan eksternal oleh pemerintah ditujukan kepada aturan perundang-undangan yang telah dilaksanakan perusahaan bersangkutan.

Pengawasan dalam arti lain merupakan pembinaan menurut peraturan perundang-undangan yang perlu diketahui dan dilaksanakan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pembinaan Operasional

Agar semua program dapat dilaksanakan maka diperlukan berbagai kegiatan yang harus diikuti antara lain:

a. Jadwal waktu pelaksanaan suatu program apakah harian, mingguan, bulanan atau tahunan,

b. Urutan prioritas pencapaian sasaran program,

c. Ukuran atau standar apa saja digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan pelaksanaan program,

d. Siapa penanggung jawab pelaksanaan program apakah perorangan anggota P2K3 atau unit kerja tertentu,

e. Bahan, peralatan apa yang diperlukan dalam melaksanakan suatu program, f. Sumber dan besar biaya yang diperlukan.


(53)

Untuk memudahkan pelaksanaan program kerja P2K3 maka perlu dilengkapi dengan berbagai contoh bentuk blanko atau isian, antara lain:

a. Jadwal pelaksanaan program tahunan yang dapat diperinci menjadi bulanan dan mingguan,

b. Daftar akte izin dan pemeriksaan, c. Data proses produksi,


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan jenis penelitian survey dengan metode analitik. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan pengamatan yang dibantu dengan kuesioner dan wawancara.

3.2. Tempat dan Waktu 3.2.1. Tempat

Tempat penelitian dilaksanakan pada perusahaan X di Kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Adapun alasan memilih tempat penelitian adalah:

a. Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia.

b. Tingginya tingkat pertumbuhan infrastruktur kota, terutama bangunan bertingkat banyak.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini akan membutuhkan waktu selama 6 bulan dimulai Januari 2008 hingga bulan Juni 2008. Penelitian dimulai dengan persiapan penelitian survey awal


(55)

dan seminar, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data melalui pengamatan/wawancara/kuesioner analisis data serta penulisan tesis.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah: pekerja bangunan yang bekerja di perusahaan X sebanyak 100 orang.

3.3.2. Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan totaling sample, yaitu seluruh populasi menjadi sampel. Sehingga sampel penelitian adalah sebanyak 100 responden.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah: a. Pelatihan K3,

b. Status Pekerja, c. Rekruitmen,

d. Alat Pelindung Diri.


(56)

Untuk variabel Pelatihan K3, Status Pekerja, Rekuitment, Alat Pelindung Diri diberikan pertanyaan. Dengan kategori jawaban ada atau tidak atau ya atau tidak, masing-masing pertanyaan diberi skor. Untuk jawaban ada/ya/berpengalaman diberikan nilai 2 dan untuk jawaban tidak diberi skor 1.

3.6. Definisi Operasional

Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka diambil definisi operasional dari variabel adalah sebagai berikut:

1. Pelatihan adalah kegiatan pelatihan K3 yang pernah diikuti oleh pekerja bangunan selama proses pembangunan bangunan.

2. Status pekerja adalah status pekerja dalam bekerja dalam pembangunan bangunan.

3. Sistem rekruitmen adalah cara dan prosedur perekrutan pekerja bangunan berdasarkan ada tidaknya pengalaman pekerja.

4. Alat pelindung diri adalah alat yang selalu dipakai pekerja guna mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

5. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang dialami oleh pekerja pada saat bekerja.

3.7. Pelaksanaan Penelitian


(57)

a. Tahap awal

Pelaksanaan penelitian diawali dengan pengamatan dan survey awal terhadap beberapa lokasi tempat pekerja bangunan bekerja, sehingga diperoleh masukan data-data awal tentang keberadaan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan terjadinya kecelakaan kerja di lokasi pembangunan konstruksi, pengumpulan bahan-bahan literatur serta penelitian-penelitian terdahulu, selanjutnya mengadakan persiapan penelitian dan seminar untuk mendapatkan informasi serta penilaian kelayakan penelitian.

b. Tahap Menjalin Komunikasi

Pada tahap ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

1. Melaksanakan pendekatan intensif dengan pada pekerja bangunan secara langsung di lapangan.

2. Mendata seluruh peralatan yang digunakan para pekerja bangunan dalam melakukan kegiatan konstruksi di lokasi dan di sekitar proyek konstruksi. 3. Mengikuti jalur lintasan bahan baku sampai ke lokasi proyek konstruksi. c. Tahap Penelitian Secara Umum

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

3. Memberikan penerapan tentang kegunaan dan tata cara menjawab kuesioner yang akan diberikan.


(58)

4. Memberikan penerangan tentang agar tidak terjadi kecelakaan kerja kepada pekerja bangunan.

d. Tahap Pengumpulan Data

Pada tahapan ini kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

1. Mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pengisian kuesioner terhadap responden. Wawancara dilakukan berdasarkan keadaan lapangan, untuk memperkaya kandungan hasil penelitian, sehingga hal-hal yang bersifat pribadi dapat terungkap.

2. Meminta kesediaan pekerja bangunan untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner.

3. Membuat data base dari penelitian berupa, umur, lama bekerja, pendidikan, domisili, jumlah keluarga, keluhan kesehatan, gangguan yang dialami, dan pendapatan.

3.8. Analisa Data

Untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan Chi Square dengan persamaan (Nazir, 1998).

k ( Oi – Ei)2 X2 = ∑ --- i=1 Ei


(59)

Di mana:

Oi = nilai pengamatan yang diperoleh Ei = nilai harapan

k

∑ = Jumlah kategori yang diamati i=1

Selanjutnya persamaan tersebut dikembangkan berdasarkan koreksi Yate untuk chi square 2 x 2 (Saleh, 1985) dengan persamaan:

n (ad – bc)2

X2 = --- (a + b)(c + d)(a + c)(b + d)

Di mana untuk harga-harga a, b, c, d ditentukan berdasarkan tabel berikut: Tabel 3.1. Penentuan Harga a, b, c, d

Ya Tidak Jumlah

Ya a b ( a + b )

Tidak c d ( c + d)

Jumlah ( a + c ) ( b + d ) (a + b + c + d)


(60)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara berada diantara 20 27’ – 20 47’ Lintang Utara serta 980 35’ – 980 44’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 2,5 meter – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur dengan Kabupaten Deli Serdang.

Kota Medan salah satu dari 23 kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan memiliki luas daerah sekitar 26.510 km2. Sebahagian besar Kota Medan merupakan daerah daratan rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Luas Kota Medan menurut kecamatan sangat bervariasi, yaitu Kecamatan Medan Labuhan 36,37km2 (13,83%) merupakan kecamatan yang terluas sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun seluas 2,98 km2 (1,12%) seperti tertera pada Tabel 4.1.

Pada umumnya Kota Medan beriklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 23,2o C – 23,3o dan suhu maksimum berkisar antara 30,8o C – 33, 2o C.

Kelembaban udara rata-rata berkisar 84% - 85,5%. Luas Kota Medan secara keseluruhan seluas 265, 10 km2 seperti tabel berikut:


(61)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan

No Kecamatan Luas Area (Km2) Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 20,68 14,58 11,19 9,05 5,52 5,84 2,98 9,01 5,84 12,81 15,44 13,16 5,33 6,82 7,76 4,09 7,99 20,84 36,67 23,82 26,25 7,80 5,50 4,22 3,41 2,08 2,20 1,12 3,40 2,20 4,83 5,82 4,96 2,01 2,57 2,93 1,54 3,01 7,86 13,83 8,99 9,90

Jumlah 265,10 100,0


(62)

Kecamatan terluas di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Labuhan seluas 36,67 km2 sama dengan 13,83 % dari luar seluruh Kota Medan, dan yang terkecil adalah Kecamatan Medan Maimun dengan luas 2,98 km2yang sama dengan 1,12 % luasKota Medan.

4.2. Gambaran Umum Responden

Responden penelitian terdiri dari 100 orang yang berasal dari masyarakat yang bekerja sebagai pekerja bangunan. Beberapa karakteristik dari responden, yaitu: 4.2.1. Umur

Komposisi responden berdasarkan umur, secara umum berkisar antara < 35 tahun hingga > 50 tahun, seperti tertera pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Komposisi Responden Berdasarkan Umur No Umur

(Tahun)

Jumlah (Responden)

Persen (%)

1 < 35 12 12,00

2 36 – 40 23 23,00

3 41-45 45 45.00

4 46-50 10 10.00


(63)

Jumlah 100 100.00

12

23

45

10

10

0

10

20

30

40

50

< 35

36 – 40

41-45

46-50

> 50

Tahun Orang

Gambar 4.1. Komposisi Responden Berdasarkan Umur 4.2.2. Tingkat Pendidikan

Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan secara umum adalah Sekolah Dasar hingga Strata-1, seperti tertera pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan No Tingkat

Pendidikan

Jumlah (Responden)

Persen (%)

1 SD 11 11,00

2 SLTP 42 42,00


(64)

4 Diploma 35 3500

5 Strata 1 1 1,00

Jumlah 100 100,0

11

42

11

35

1 0

10 20 30 40 50

SD SLTP SLTA Diploma Strata 1

Orang

Gambar 4.2.Komposisi Responden Berdasarkan Pendidikan

4.2.3. Lama Bekerja

Demikian halnya lama bekerja dari responden adalah sangat beragam, yaitu antara 2 tahun hingga > 5 tahun, seperti pada Tabel 4.4.


(65)

Tabel 4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bekerja No Lama Bekerja Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 2 tahun 12 12,00

2 3 tahun 5 5,00

3 4 tahun 38 38,00

4 5 tahun 31 31,00

5 > 5 tahun 14 14,00

Jumlah 100 100,0

12

5

38

31

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun > 5

tahun Orang


(66)

4.2.4. Jumlah Tanggungan

Komposisi responden berdasarkan jumlah tanggungan secara umum adalah antara 1 orang hingga > 4 orang, seperti tertera pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bermukim No Lama Bermukim Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 2 7 7,00

2 3 10 10,00

3 4 38 38,00

4 5 31 31,00

5 > 5 14 14,00

Jumlah 100 100,0

7 10

38

31

14

0 5 10 15 20 25 30 35 40

2 3 4 5 > 5

Orang


(67)

Gambar 4.4. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Bermukim

4.3. Pelatihan

Berdasarkan hasil kuesioner dengan para pekerja diperoleh hasil seperti tertera pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6. Pekerja yang Pernah Mengikuti Pelatihan No Pelatihan Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 Pernah 38 38,00

2 Tidak Pernah 62 62,00

Jumlah 100 100,00

38

62

Pernah Tidak Pernah


(68)

(69)

4.4. Rekruitmen

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa pekerja yang direkrut sebahagian telah memiliki pengalaman, seperti tertera pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rekruitmen Pekerja

No Pekerja Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 Berpengalaman 64 64,00

2 Tidak Berpengalaman 36 36,00

Jumlah 100 100,0

64

36 Berpengalaman

Tidak

Bepengalaman


(70)

4.5. Status Pekerja

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui bahwa status pekerja bangunan seperti tertera pada Tabel 4.8. berikut:

Tabel 4.8. Status Pekerja Bangunan No Status Pekerja Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 Pekerja tetap 72 72.00

2 Pekerja tidak tetap 28 28.00

Jumlah 100 100,00

72 28

Pekerja tetap Pekerja tidak tetap


(71)

4.6. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Berdasarkan hasil kuesioner diketahui banyaknya para pekerja yang menggunakan alat pelindung diri seperti pada Tabel 4.9:

Tabel 4.9. Penggunaan Alat Pelindung Diri No Penggunaan Alat Pelindung Diri Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 Sangat lengkap 67 67,00

2 Lengkap 33 33,00

Jumlah 100 100,00

67 33

Sangat lengkap Lengkap

Gambar 4.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Beberapa alasan yang dikemukakan oleh pekerja bangunan sehingga para pekerja enggan memakai alat pelindung diri secara lengkap, seperti tertera pada tabel berikut:


(72)

Tabel 4.10. Alasan Keengganan Memakai Alat Pelindung Diri No Alasan Penggunaan Alat

Pelindung Diri

Jumlah (Responden)

Persen (%)

1 Tidak leluasa bekerja 18 54.55

2 Memberatkan 6 18.18

3 Pengeluaran tambahan 4 12.12

4 Status pekerja 3 9.09

5 Lokasi kerja 2 6.06

Jumlah 33 100,00

18 6

4

3 2

Tidak leluasa bekerja

Memberatkan Pengeluaran tambahan Status pekerja Lokasi kerja


(73)

4.7. Kecelakaan Kerja

Pekerja yang pernah mengalami kecelakaan kerja sejak bekerja di dalam proyek pembangunan bangunan yang menjadi obyek penelitian seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.11. Jumlah Pekerja yang Pernah Mengalami Kecelakaan

No Pekerja Jumlah

(Responden)

Persen (%)

1 Pernah Mengalami Kecelakaan 43 43,00

2 Tidak Pernah Mengalami Kecelakaan 57 57,00

Jumlah 100 100,00

43 57

Pernah Mengalami Kecelakaan Tidak Pernah Mengalami Kecelakaan


(74)

Gambar 4.10. Jumlah Pekerja yang Pernah Mengalami Kecelakaan

Jam kerja pekerja secara umum disesuaikan dengan jam kerja yang ditentukan oleh Departemen Tenaga Kerja sebanyak 70 responden, sedangkan yang mengatakan kurang sesuai sebanyak 13 responden, serta sebanyak 17 responden mengatakan jam kerja tersebut adakalanya sesuai, dan terkadang tidak sesuai.

Upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan adalah: Tabel 4.12. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja

Lokasi

No Upaya

Perusahaan X 1 Alat pelindung diri

Helm X

Sarung tangan X

Sepatu bot X

Penutup telinga -

Kaca mata las X

2 Rambu-rambu kecelakaan kerja

Pamplet X

Pemagaran sementara X

Lak ban -

3 Peralatan pemadam kebakaran


(75)

Goni -

Ember X

Sumber air X

4 Peralatan P3 K

Alkohol X

Betadine/obat merah X

Plester/perban X

Tempat istirahat X

Thermos istirahat X

5 Pengawasan

Konsultan pengawas X

Pengawas kontraktor X

6 Supervisi X

Catatan: Tanda X menandakan pencegahan kecelakaan tersebut digunakan

4.8. Pengaruh Pelatihan K3, Status Pekerja, Rekruitmen, Alat Pelindung Diri terhadap Pencegahan Kecelakaan Kerja

Pengujian untuk melihat pengaruh dari pelatihan, rekruitmen, status kerja, alat pelindung diri terhadap kecelakaan kerja memiliki hasil yang berbeda-beda.


(76)

4.81. Pengaruh Pengarahan terhadap Kecelakaan Kerja

Pengaruh pengarahan terhadap terjadinya kecelakaan kerja seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 4.13. Pengaruh Pengarahan terhadap Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Tidak Kecelakaan Jumlah

Pelatihan K3 6 32 38

Tidak Pelatihan 37 25 62

Jumlah 43 57 100

Berdasarkan data pada Tabel 4.13 yang dihitung dengan menggunakan chi square 2 x 2 diperoleh hasil X2hitung (Chi Square) sebesar 22,7 (perhitungan pada

Lampiran 1) Jika besar X2hitung dibandingkan dengan harga X2tabel (df= 1, =0,05)

sebesar 2,706, maka dapat disimpulkan bahwa harga X2hitung > X2tabel, maka

disimpulkan bahwa pengarahan berpengaruh terhadap terjadi/tidaknya kecelakaan kerja.

4.8.2. Pengaruh Status Pekerja terhadap Kecelakaan Kerja

Pengaruh status pekerja terhadap terjadinya kecelakaan kerja seperti tertera pada tabel berikut:


(1)

Penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja berpengaruh terhadap terjadi/tidaknya kecelakaan kerja. Dari 100 pekerja bangunan yang sedang

membangun bangunan, pekerja yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap adalah sebanyak 67 responden (67 %), dari ke 67 pekerja tersebut yang mengalami kecelakaan kerja selama bekerja sebanyak 22 responden (32,84 %), serta sebanyak 45 responden tidak pernah mengalami kecelakaan. Pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri adalah sebanyak 33 responden dan yang mengalami kecelakaan

sebanyak 21 responden (63,64 %).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa alasan dari para pekerja sehingga tidak menggunakan alat pelindung diri, hal ini disebabkan bahwa para pekerja menganggap alat pelindung diri mengakibatkan mereka tidak leluasa bergerak pada saat melakukan aktivitasnya, sehingga alat pelindung diri tersebut seolah-olah tidak membantu mereka dalam menjalankan pekerjaannya bahkan terkesan

menghambat. Menurut Notoatmodjo (2003) penggunaan alat pelindung diri akan mampu menghindarkan pekerja dari kecelakaan kerja, sehingga pemakaian alat pelindung diri merupakan kewajiban perusahaan untuk menerapkannya.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain: 1. Upaya-upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan

di perusahaan X telah banyak dilakukan oleh pengusaha, kontraktor, serta pekerja, seperti rambu-rambu kecelakaan kerja, perlengkapan pemadam kebakaran, pemakaian alat pelindung diri, peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan.

2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pelatihan, penyuluhan yang dilaksanakan perusahaan berpengaruh terhadap kecilnya angka kecelakaan kerja, dari 38 pekerja yang mengikuti pelatihan hanya 6 (15,79%) yang pernah mengalami kecelakaan, dan dari 62 pekerja yang tidak mengikuti pelatihan, yang pernah kecelakaan 37 responden (59,68%).

3. Rekruitmen pekerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja. Sebanyak 64 pekerja yang berpengalaman, yang mengalami kecelakaan 15 orang (23,44 %). Pekerja yang direkrut tanpa berpengalaman sebanyak 36 responden, yang pernah mengalami kecelakaan sebanyak 28 orang (77,78%).


(3)

4. Penggunaan alat pelindung diri berpengaruh terhadap kecelakaan kerja. Sebanyak 67 pekerja yang menggunakan alat pelindung diri, yang mengalami kecelakaan 22 orang (32,84 %), sedangkan pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri sebanyak 33 responden dan yang pernah mengalami kecelakaan sebanyak 21 orang (63,64%), maka disimpulkan bahwa penggunaan alat pelindung diri berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

6.2. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian di atas maka disarankan:

5. Hendaknya pihak perusahaan bekerjasama dengan pihak lain yang bergerak dalam bidang pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk melakukan pelatihan pada seluruh pekerjanya.

6. Penggunaan alat pelindung diri hendaknya menjadi suatu kewajiban bagi seluruh pekerja, sehingga seluruh pekerja dapat terhindar dari akibat fatal kecelakaan bekerja.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2007. Poltabes Usut Tewasnya Buruh Bangunan Hotel JW Marriott dalam http;//www.medaiklan.com/mod.php/mod=publisher&op=vieawarticl e&cid=7&atid=69, Diakses 29 Mei 2008.

Anwar S. 1991. Sendi-sendi Hubungan Pekerja dengan Pengusaha, Rujukan

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU. Medan.

Dipohusodo, I. 1969. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Penerbit Kanisius. Jakarta. Harian Analisa. Senin 4 Pebruari 2008. 4 Pekerja Pembangunan Tower Pro XL

di Kampar Tewas Kesetrum. Medan.

Harian Sinar Indonesia Baru. Marsianus Saragih Pekerja Bangunan Perkantoran Pemkab Simalunun di Raya Tewas Terjatuh, http/hariansib.com

/2008/01/26/marsianus-saragih-pekerja-bangunan-pekantoran-pemkab-simalungun-di raya-tewas-terjatuh/, Medan 2008, Diakses 4 Pebruari 2008. Ikhwan. 2004. Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, Reinforcing terhadap

Perilaku Pengurus P2K3 di PT. Semen Andalas Belawan Tahun 2004. Skripsi. FKM USU Medan.

Karo-Karo R., Trijaya, Kem. 2007. Renovasi Bangunan 100 Tahun di Medan Makan Korban dalam http;//news.okezone.com/index.php/ReadStory/

2008/03/01/1/88063/renovasi-bangunan-100-tahun-di-meda-makan-korban, Diakses 29 Mei 2008.

Maimun. 2004. Hukum Ketenagakerjaan, Suatu Pengantar. Penerbit PT. Pradnya Paramita. Jakarta.


(5)

Manchester Open Learning. 1997. Mengelola Sumber Daya Manusia dan Hubungan Karyawan Managing People and Employee. Relations. Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia. Salemba Empat. Jakarta. Nazir. 1998. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta Pandji. 2001. Psikologi Kerja. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Prinst. 1994. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Buku Pegangan Bagi Pekerja untuk Mempertahankan Hak-haknya. Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Ravianto. 1990. Produktivitas dan Tenaga Kerja Indonesia. Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas. Jakarta.

Saleh, Samsubar. 1985. Statistik Nonparametrik. Edisi 2. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Siegel S. 1994. Statistik Nonprametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penerbit PT.

Gramedia. Jakarta.

Simamora. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta.

Sugiono. 2003. Statistik Non Parameterik untuk Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Suprihanto, J. 1986. Hubungan Industrial, Sebuah Pengantar. Penerbit BPFE. Yogyakarta.


(6)

Tim Pengelola DPKK Sektor Pekerjaan Umum. 1997. Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Bidang Konstruksi. Jakarta.

Triyanto D. 2004. Hubungan Kerja di Perusahaan Jasa Konstruksi. Penerbit Mandar Maju. Bandung.